BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu wahana dan sekaligus cara
untuk membangun manusia, baik sebagai insan maupun sebagai sumber daya
pembangunan melalui pendidikan di harapkan dapat di bentuk manusia Indonesia
yang berkualitas serta memiliki kemampuan untuk memanfaatkan, mengembangkan dan
membina sumber dayanya, dengan ilmu pengetahuan dan teknologi sekaligus
didasari moral agama.[1]
Dalam sistem pendidikan agama, manusia diarahkan kepada
peningkatan kualitas kehidupan keimanan serta ketaqwaan terhadap Allah SWT.
Yang akan membentuk dan memperkokoh landasan spiritual moral dan rasa sosial
bagi manusia itu sendiri.
Salah satu permasalahan sosial yang menjadi garapan
pembangunan di Indonesia
adalah adalah pendidikan dan pembinaan terhadap anak-anak cacat secara nasional
pengelolaannya dikelola melalui suatu lembaga khusus dengan pelaksanaan
pendidikannya di Sekolah Luar Biasa (SLB).
Lebih lanjut jangkauan pendidikan sekolah luar biasa ini
mencakup segala jenis anak cacat seperti Tuna Netra, Tuna Rungu, Tuna Daksa,
Tuna Laras dan Tuna Ganda. Pelaksanaan proses belajar mengajar pun berpedoman
pada kurikulum khusus dibuat dan hampir bersamaan dengan sekolah lainnya. Akan
tetapi letak perbedaannya adalah dari segi penyajian materi dan pemilihan
metodenya.
Kurikulum Sekolah Luar Biasa juga memprioritaskan
pendidikan agama sebagai prioritas utama, karena pendidikan agama itu sangat
diperlukan bagi anak-anak penyandang cacat sebagai terapi untuk menimbulkan
rasa percaya diri.
Sekolah luar biasa juga berfungsi untuk memberikan
kesempatan kepada anak cacat dalam mengembangkan kreatifitasnya. Sehingga hasil
karya dan buah pikirnya dapat berguna untuk dirinya, keluarga dan
lingkungannya, sekalipun mereka terlahir dalam keadaan cacat.
Oleh karena itu dalam hal ini perlu adanya suatu sistem
pendidikan agama untuk anak-anak cacat, yang akan diajarkan di Sekolah Luar
Biasa, secara terarah dan sesuai menurut kemampuan dan perkembangan anak
tersebut. Sehingga apa yang diharapkan pemerintah tentang pemerataan pendidikan
bagi anak-anak, khususnya anak penderita cacat dapat terlaksana dengan baik dan
sesuai menurut apa yang telah diprogramkan.
Dari sejumlah lembaga pendidikan anak cacat, salah satu
di antaranya terdapat di Kecamatan Kota Juang, Desa Meunasah Blang, yaitu SDLB
Kecamatan Kota Juang Kabupaten Bireuen. Existensi SDLB ini memang sudah banyak
memberikan dampak yang sangat positif
terhadap pendidikan anak cacat, akan tetapi masih ditemui beberapa permasalahan
yang memerlukan pemecahan sehubungan dengan kelanjutan lembaga pendidikan
tersebut.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang
menarik untuk diteliti, yaitu:
1.
Bagaimana Profil
SDLB Kecamatan Kota Juang, Kabupaten Bireuen?
2.
Bagaimana Strategi
pendidikan agama pada SDLB Kecamatan Kota Juang, Kabupaten Bireuen?
3.
Materi pendidikan
agama apa saja yang digunakan dalam pembelajaran anak cacat di SDLB Kecamatan
Kota Juang, Kabupaten Bireuen serta metode pendidikan agama apa saja yang
digunakan dalam penyajian pendidikan agama?
B. Penjelasan
Istilah
Untuk menghindari kekeliruan dan kesalahan dalam
memahami isi skripsi ini, perlu diperjelaskan sitilah-istilah sebagai berikut
ini :
1.
Pelaksanaan
2.
Pendidikan
Agama
3.
SDLB
4.
Bireuen
Istilah-istilah tersebut dapat diperjelaskan sebagai
berikut :
1.
Pelaksanaan
Menurut “Kamus Bahasa Indonesia” diberi pengertian
sebagai berikut :
Pelaksanaan : perhal (suatu
perbuatan, usaha yang dijalankan), dan lain-lain. Adapun pelaksanaan yang
penulis maksudkan adalah usaha yang dijalankan dengan pembinaan agama.
2.
Pendidikan Agama
Pendidikan agama terdiri dari
dua suku kata yaitu pendidikan dan agama, maka untuk lebih jelasnya dari dua
kata tersebut, penulis menjelaskan masing-masing pengertian.
a. Pendidikan
Pendidikan ialah usaha manusia (pendidik) untuk dengan
penuh tanggung jawab membimbing anak-anak ke arah kedewasaan dengan tujuan dan
cita-cita yang diinginkan.[2]
b. Agama
Agama merupakan istilah yang berasal dari bahasa Sang
Sekerta, sama artinya peraturan dalam bahasa Indonesia ada juga yang
berpendapat bahwa kata agama bahasa Sang Sekerta terdiri dari dua suku kata,
yaitu A dan Gama. A berarti tidak Gama berarti
kacau jadi kalau disatukan mengandung arti Tidak kacau.[3]
Menurut Drs. H. Abdul Rahman Saleh bahwa : “Agama adalah
suatu pengembangan dan pembangkitan kepada kekuatan yang lebih tinggi dari
manusia yang percaya sebagai pengatur dan pengawas perjalanan ala kehidupan
manusia”.[4]
3.
SDLB
SDLB merupakan singkatan dari Sekolah Dasar Luar Biasa
yang merupakan salah satu lembaga pendidikan yang bersifat formal, bertugas
membimbing dan membina para pelajar khususnya yang menderita atau yang
menyandang cacat, sehingga dapat menjadi manusia mandiri.
4.
Bireuen
Bireuen adalah salah Kabupaten yang didalamnya terdapat
Kecamatan Kota Juang dan wilayah tersebut dijadikan obyek penelitian penulis yaitu
SDLB.
C. Tujuan
Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan
ini adalah untuk mencapai hal-hal sebagai berikut:
1.
Untuk
mengetahui Profil SDLB Kecamatan Kota Juang, Kabupaten Bireuen.
2.
Untuk
mengetahui strategi pendidikan agama pada SDLB Kecamatan Kota Juang, Kabupaten
Bireuen.
3.
Untuk
mengetahui materi pendidikan agama yang digunakan dalam pembelajaran anak cacat
di SDLB Kecamatan Kota Juang, Kabupaten Bireuen serta metode pendidikan agama
yang digunakan dalam penyajian pendidikan agama.
D. Postulat
dan Hipotesis
Untuk mengetahui dasar-dasar penelitian dalam penulisan
ini, penulis perlu merumuskan anggapan dasar (postulat) dan dugaan sementara
(hipotesis) adalah sebagai berikut:
1. Postulat
Postulat merupakan rumusan teoritis yang dijadikan landasan
bagi penelitian yang tidak dapat diragukan kebenarannya.[5]
Adapun yang menjadi postulat dalam pembahasan ini adalah:
a. Setiap manusia
memerlukan pendidikan agama walaupun ia dalam keadaan cacat.
b. Pendidikan agama
merupakan salah satu pengajaran yang dapat meningkatkan keimanan, ibadah dan
akhlak seorang siswa di sekolah.
c. Sarana dan fasilitas
sangat diperlukan oleh pendidikan dalam menjalankan proses belajar mengajar.
2.
Hipotesis
Hipotesis
dapat diartikan dugaan sementara yang merupakan rumusan jawaban sementara dan
perlu dibuktikan kebenarannya melalui salah satu kegiatan penelitian ini.[6]
Adapun rumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah:
a.
Melihat
dari segi profilnya SDLB Kecamatan Kota Juang, Kabupaten Bireuen sudah cukup
memadai fasilitas pendidikannya.
b.
Strategi
pendidikan agama pada SDLB Kecamatan Kota Juang, Kabupaten Bireuen dilakukan
dengan cara pendekatan psikologis.
c.
Materi pendidikan
agama digunakan dalam pembelajaran anak cacat di SDLB Kecamatan Kota Juang
Kabupaten Bireuen mencakup aqidah, ibadah dan akhlak serta metode pendidikan
agama yang digunakan dalam penyajian pendidikan agama meliputi ceramah, Tanya
jawab dan diskusi.
E.
Populasi dan Sampel
Penelitian
Populasi adalah keseluruhan
individu yang ditetapkan menjadi sumber data. Adapun yang menjadi populasi
dalam penelitian ini adalah Kepala Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Kecamatan
Kota Juang Bireuen, semua dewan guru dan semua siswa yang ada pada SDLB ini
adalah 11 (sebelas) orang, yang terdiri dari guru agama dan guru kelas, dalam
hal ini guru kelas yang dimaksud adalah guru yang juga mengajar Pendidikan
Agama. Dan jumlah siswa yang ada pada SDLB Kecamatan Kota Juang Bireuen adalah
95 (sembilan puluh lima) orang. Jumlah populasi yang dijadikan sampel adalah
semua guru Pendidikan Agama dan Kepala Sekolah SDLB Kecamatan Kota Juang
Kabupaten Bireuen sebanyak 11 orang, penelitian ini merupakan penelitian
populasi.
F.
Metode Penelitian
Dalam pengumpulan data yang
berkaitan dengan judul di atas, penulis memakai metode deskriptif yaitu metode
yang tertuju untuk memecahkan masalah yang ada pada masa sekarang dengan
mengumpulkan informasi yang diperlukan.
Sedangkan teknik pengumpulan
data yang digunakan adalah sebagai berikut :
1.
Penelitian perpustakan (Library Recearch)
Studi kepustakaan ini penulis
tempuh dengan sistem menelaah sejumlah buku, majalah atau karya ilmiah lainnya
yang ada di perpustakaan yang dapat digunakan sebagai bahan-bahan rujukan
penulisan judul skripsi ini.
2.
Penelitian lapangan
Dalam penelitian lapangan
penulis menggunakan teknik atau instrumen yang di gunakan untuk mengumpulkan
data ini adalah sebagai berikut :
a.
Observasi
Observasi yaitu cara yang
digunakan untuk memperoleh data dengan jalan mengamati langsung ke lapangan (object)
penelitian. Dalam hal ini yang mengobservasikan yaitu keadaan SDLB Kabupaten
Bireuen, secara keseluruhan serta pelaksanaan proses belajar oleh guru agama.
b.
Interview (wawancara)
Wawancara merupakan suatu
teknik komunikasi langsung antara penulis dengan informen (Orang yang diwawancara), guru, Kepala Sekolah, Pegawai.
Hal ini sebagaimana dijelaskan
oleh Abdul Rahman saleh sebagai berikut:
Yang dimaksud dengan wawancara
adalah proses memperoleh data atau keterangan untuk tujuan penelitian dengan
cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan menggunakan
alat yang dinamakan pedoman wawancara.
Adapun yang diwawancara dalam
penelitian ini yaitu guru-guru agama, Wali Kelas dan Kepala SDLB Kabupaten
Bireuen.
Selanjutnya teknik penulis skripsi
ini berpedoman pada buku Pedoman Penulis Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa dan
Pedoman Tranliterasi Arab Latin, yang dikeluarkan oleh IAIN Ar-Raniry
Darussalam Banda Aceh tahun 2002. Sedangkan untuk menterjemahkan ayat-ayat
Al-Qur’an penulis menggunakan Al-Qur’an dan terjemahnya yang diterbitkan oleh
Departemen Agama RI tahun 1990.
BAB II
EKSISTENSI PENDIDIKAN AGAMA PADA SDLB
A.
Dasar dan Tujuan Pendidikan
Agama Pada SDLB
1. Dasar Pendidikan Agama
Dasar
merupakan landasan berpijak atau sumber rujukan yang digunakan untuk mencapai
tujuan. Pendidikan yang merupakan suatu kegiatan atau tindakan yang sengaja,
sudah barang tentu mempunyai landasan dalam upaya mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Oleh karena itu pendidikan agama sebagai suatu usaha membentuk
manusia harus mempunyai landasan kemana arah kegiatan ditujukan untuk mencapai
tujuan pendidikan.
Dasar
pendidikan agama menurut Drs. Ahmad D.
Marimba yaitu ”Firman Allah dan Sunnah Rasulullah SAW. Kalau pendidikan
diibaratkan bangunan maka, isi Al-Qur’an dan hadislah yang menjadi Fondamennya.[7]
Dalam hal ini terdapat firman Allah SWT yang berbunyi :
وهذا كــتب أنـزلـنـه
مـبرك فــاتـبـعـوه واتـقـوْا
لـعـلـكـم تـرحمــون. (الأنعـام : ١٥٥)
Artinya:
“Dan Al-Qur’an itu adalah kitab yang kami turunkan yang diberkati, maka
ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat (Q.S. Al-An’aam :155)
Di samping itu Al-Qur’an,
al-Hadist juga merupakan dasar dari pendidikan agama, manusia yang mendasari
segala aktifitasnya dalam Al-Qur’an maka tidak akan tersesat selama-lamanya.
Isi
Al-Qur’an meliputi segala masalah, baik mengenai duniawi maupun ukhrawi,
ajarannya berkelakuan sepanjang masa dari dan sesuai dengan segala jaman. Dalam
masalah pendidikan ini juga banyak sekali terdapat dalam Al-Qur’an, maupun
al-Hadist. Diantaranya Allah berfirman :
إقـراء بـاسم ربـك
لّذي خلق. خلق
الإنـســان من علقٍ.
إقـراء ولـربـّك الأكـرم. الّذى
علّـم بــا لـقـلـم. علّـم
الإنـســان مـالـم يـعلـم.
(العـلـق :٥ - ١)
Artinya :
“Bacalah dengan menyebut nama Tuhan-Mu yang menciptakan. Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacalah dengan nama Tuhan-Mu yang Pemurah yang
mengajarkan manusia dengan perantara kalam-Dia mengajarkan manusia apa-apa yang
tidak diketahui-Nya.[8]
(Q.S. Al-Alaq 1-50)
Dalam
ayat tersebut di atas, Allah SWT mengajarkan supaya orang Islam, itu banyak
membaca belajar dan karena dengan menuntut ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu
lainnya, akan memperoleh suatu keistimewaan di sisi-Nya. Sehubungan dengan
uraian ini pada surat yang lain Allah SWT berfirman yang berbunyi, sebagai
berikut:
... يـرفـع
الله الذيـن أمنـوا
منكـم والّذيـن أوتـوا
لـعلـم درجـتٍ. (المجدله : ١١)
Artinya :
“Allah Mengangkat orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat......(Q.S. Al-mujadalah : 11)[9]
Seiring dengan ayat tersebut, Rasulullah SAW
bersabda, sebagai berikut :
عن سـالـم بـن
عبدلله رضي الله
عنه قـال : رسـول الله
صلـى الله عليـه
وسلـم اطلـب لـعلـم
ولـو بـالصـيـن. فـإن
طلـب لـعلـم فـريـضة
على كل مسلـم.
(رواه البخارى)
Artinya :
“Dari Salim bin Abdullah r.a ia berkata Rassullah Saw bersabda : carilah ilmu
itu ke Negeri Cina, maka bahwasanya menuntut ilmu itu di wajibkan atas
tiap-tiap muslim. (HR. Bukhari).[10]
Kemudian dalam kaitan ini juga
seorang penyair Arab pernah menyatakan bahwa:
حيـاة الـقـلـب بـا لعلم فـغـتنمه
وموت الـفـب بـاجهل
قـاجتتبه.
Artinya :
“Hidup hati dengan ilmu, karena itu milikilah dia dan mati hati dengan
kebodohan karena itu jauhilah dia”.[11]
Di muka bumi ini yang tidak
bertujuan, begitu juga halnya dengan pendidikan agama diterapkan pada berbagai
lembaga pendidikan.
Tujuan
pendidikan agama adalah menanamkan taqwa dan akhlak mulia serta menegakkan
kebenaran dalam rangka membentuk manusia yang berkepribadian jujur menurut
ajaran Islam, sebagai mana Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an, surat Al-An’am
ayat 165, adalah :
وهو الذى جعلكم خلائف الارض ورفع بعضكم فوق بعض درجات
ليبلوكم فى ما أتاكم إن ربك سريع العقاب وإنه لغفور رحيم (الأنعام: ١٦٥)
Artinya :
“Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan dia meninggikan
sebagian kamu atas sibagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu
tentang apa yang diberikan-Nya kepada kamu… (Q.S. Al-An’aam : 165)
Dalil
di atas memberikan konsekuensi bahwa manusia diberi kesenangan kehidupan atau
ditinggikan derajat adalah untuk menguji sejauhmana rasa syukurnya kepada Sang
Pencipta. Ketinggian derajat hanya dapat diperoleh manusia dengan mengamalkan
pendidikan agama, karena pendidikan agama dapat membentuk insan kamil.
Sedangkan manusia agamis atau kamil ini merupakan tujuan akhir dari pendidikan
agama itu sendiri.
Suhubungan
dengan maksud di atas, maka dapat dikatakan bahwa tujuan pendidikan agama
identik dengan tujuan hidup setiap muslim, maka dalam Al-Qur’an banyak terdapat
dalil yang menerangkan tentang tujuan pendidikan agama tersebut.
Di samping itu pada surat yang
lain Allah SWT berfirman yang bunyinya :
ومـا أمـروا إلا
ليعبدوا الله مخلصين
له الديـن حنـفـآء ... (البينة :٥)
Artinya :
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
keta’atan kepada-Nya dalam (menjalankan agama dengan luru) (Q.S. Al-Bayyinah:5)
Dalil
ayat di atas memberi penjelasan bahwa tujuan hidup manusia menurut agama Islam
untuk menjadi hamba Allah yang mengandung pengertian bahwa manusia harus
senantiasa percaya dan mengarahkan diri kepada-Nya. Dalam hal ini Prof. Dr.
Zakiah Derajat dkk, menjelaskan bahwa “Tujuan akhir pendidikan Islam itu
berlangsung selama hayat,”[12]
dengan demikian setelah sampai pada batas terakhir kehidupan seseorang, maka
sampailah ia pada tujuan akhir pendidikan agama Islam itu apabila ia pernah
menjalankan proses dari pencarian tujuan itu.
Berpihak kepada beberapa dalil
Al-Qur’an di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pendidikan agama di antaranya
yaitu untuk meningkatkan ketaqwaan manusia kepada Allah SWT, meningkatkan
penghayatan, pengamalan ajaran Islam dalam rangka mempertinggi budi pekerti (akhlaq),
memperkuat mental dan moral dari manusia itu sendiri. Di samping itu tujuan
lain dari pendidikan agama adalah untuk menjunjung tinggi martabat manusia
sebagai makhluk Allah yang paling sempurna di muka bumi ini.
Sehubungan dengan kenyataan di
atas, maka tujuan pendidikan agama baik untuk anak yang normal maupun anak yang
cacat, disebut oleh Prof. H. Mahmud Yunus, bahwa : “Tujuan pendidikan agama
mempersiapkan anak-anak supaya di waktu dewasanya kelak mereka cakap melakukan
pekerjaan dunia akhirat, sehingga tercipta kebahagiaan dunia dan akhirat.[13]
Kemudian secara khusus dalam
kurikulum SLB, disebutkan ada beberapa hal yang ingin diwujudkan dari
pendidikan agama di sekolah yaitu :
1. Untuk memiliki
pengetahuan fungsional tentang ajaran agama (Islam) baik untuk anak normal
maupun anak cacat bisa berkembang seperti anak normal.
2. Untuk meyakini ajaran
agamanya dan menghormati orang lain yang berlainan agama.
3. Untuk bergairah dalam
beribadah.
4. Untuk mampu membaca
kitab suci (Al-Qur’an) dan berusaha memahami isinya, baik untuk anak normal
maupun anak cacat.
5. Untuk berbudi pekerti
yang luhur.
6. Untuk giat
bekerja, rajin belajar dan gemar berbuat baik.
7. Supaya mampu
mensyukuri nikmat Allah.
8. Supaya mampu menciptakan
suasana hidup rukun antar umat beragama dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.[14]
Dari beberapa uraian tersebut
di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan dari pada pendidikan agama di
SDLB adalah untuk membentuk manusia yang mulia mengabdi serta patuh terhadap
ajaran agama Islam dengan mengerjakan semua perintah agama serta meninggalkan
semua bentuk larangan agama, maupun dalam keadaan cacat.
B.
Materi dan Ruang Lingkup
Pendidikan Agama Pada SDLB
Dalam proses belajar mengajar,
baik di sekolah-sekolah umum maupun sekolah luar biasa (SLB), perlu pemilihan
materi pendidikan agama yang sesuai dengan tingkat kemampuan anak didik
(murid), materi pendidikan agama pada dasarnya bersumber dari Al-Qur'an dan
hadits, sebagaimana dijelaskan oleh
Prof. H. Muhammad Arifin, M.Ed, adalah sebagai berikut :
Materi-materi yang diuraikan
Allah dalam kitab sucinya Al-Qur'an menjadi bahan pokok pengajaran yang
disajikan dalam proses pendidikan Islam, baik pendidikan formal, informal
maupun non formal, oleh karena itu materi pendidikan Islam yang bersumber dari
Al-Qur'an harus dipahami, diyakini, dihayati dan diamalkan dalam kehidupan umat
Islam.[15]
1.
Pendidikan Aqidah
Pendidikan aqidah merupakan
pendidikan langkah awal yang ditanamkan sewaktu anak masih kecil, karena aqidah
merupakan ajaran dasar di dalam pendidikan agama Islam, sebagaimana dijelaskan
di dalam Al-Qur'an, tentang nasehat Luqman kepada anaknya, adalah sebagai
berikut:
و إذْ قـال
لقمن لإبـنه وهو
يـعظه يـبنيّ لا
تـشرك بـاالله إن
شرك لـظلم عظيم.
(لقمن : ١۳)
Artinya :
”Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya di waktu ia memberi
pelajaran kepadanya hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah adalah
benar-benar kezaliman yang besar. (QS. Luqman : 13).
Selanjutnya Allah menceritakan
tentang pengajaran yang diceritakan melalui Nabi Ya’qub untuk anak-anaknya
supaya mereka menyembah kepada Allah SWT, di mana Nabi Ya’qub berwasiat kepada
putera-puteranya sebelum ia meninggal dunia, agar mereka tidak menyembah selain
Allah, sebagaimana Fierman-Nya dalam Al-Qur'an surat antara lain-Baqarah : 133
adalah sebagai berikut :
أم كنتم شهمـآءَ
إن حضر يـعقـوب
الموت إذْ قـال
لبنيه مـا تـعبدون من بـعدى قـالـوْ
الـعبد إلهك وإله
أبـائـك إبـرهيم و إسمعيـل
و إسحق إلها واحدًا
و نـحن له مسلمـون.
(البقرة : ١۳۳)
Artinya : ”Adakah kamu
tahu, ketika Nabi Ya’qub hampir meninggal dunia, beliau berwasiat kepada
anak-anaknya: ”Apakah yang kamu sembah sesudah matiku, sahut mereka, kami akan
menyembah Tuhan engkau dan Tuhan Bapak Engkau Ibrahim, Ismail dan Ishaq,
sedangkan ia Tuhan yang satu dan adalah kami orang yang tunduk dan patuh
kepada-Nya. (Q.S. al-Baqarah : 133).
Dengan demikian pendidikan
aqidah menjadi pendidikan dasar sehingga mereka mempunyai sandaran tentang
keimanan, mengerti cara-cara berbakti kepada Allah dan Rasul-Nya serta berbakti
kepada Ibu Bapaknya serta diharapkan agar anak-anaknya tersebut menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT.
Keyakinan adanya Tuhan,
Malaikat, kitab-kitab, hari kiamat, para Rasul, qadha dan qadar, merupakan
pembinaan yang harus benar-benar ditanamkan pada anak lebih-lebih anak yang
cacat tubuhnya, karena apabila mereka telah yakin semua itu ada, amat akan
terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan, bahkan mereka tidak akan tersesat
di dunia dan akhirat.
Berdasarkan hal tersebut di
atas, maka pendidikan aqidah yang diberikan terhadap anak-anak adalah salah
satu hal yang berfaedah membina kepribadian seseorang dari kepribadian yang
buruk menjadi kepribadian yang baik.
2.
Pendidikan Ibadah
Pendidikan ibadah merupakan
pendidikan yang kedua setelah aqidah. Ibadah dapat diartikan dengan mengabdi
dan memperhambakan diri kepada Allah, mematuhi segala norma-norma yang telah
ditentukan Allah serta menjauhi segala larangan-Nya.
Beribadah di sini bukanlah
cukup dengan mengerjakan beberapa kebaikan saja, tetapi mencakup seluruh perbuatan
baik yang diperintahkan Allah dianjurkan oleh Nabi SAW. Suruhan Allah yang
pertama adalah hubungan dengan-Nya, suruhan ini biasanya dijalankan hamba
dengan melaksanakan ibadah-ibadah wajib seperti shalat, puasa, haji dan lain
sebagainya.
Mengerjakan shalat merupakan
ibadah yang paling besar nilainya di sisi Allah, karena dengan shalat yang
benar dapat membentuk kepribadian yang baik. Hal ini sesuai dengan firman Allah
dalam surat al-Ankabut : 45, adalah sebagai berikut :
... إن اصلاة
تـنهـى عن الـفـحشـآء
و الـمنـكـر ... (العنكـبـوت : ۴۵)
Artinya :
”... Sesungguhnya shalat itu mencegah perbuatan keji dan munkar... (Q.S.
Al-Ankabut : 45).
Pendidikan atau pembinaan
shalat ini harus diberikan kepada anak yang sudah berumur tujuh tahun, sebab
pada umur 7 tahun mereka sudah tahu mana yang baik dan mana yang buruk, tentu
bagi orang tua harus menanamkan jiwa ibadah terutama ibadah shalat.
Demikian juga dengan ibadah
puasa yang merupakan ibadah yang wajib dikerjakan oleh umat Islam yang beriman
pada saat yang telah ditentukan dengan mengerjakan ibadah ini dapat menjadi
orang yang bertaqwa. Dengan adanya rasa taqwa kepada Allah maka anak-anak akan
mawas diri terhadap segala aktifitas yang dikerjakannya.
Pendidikan ibadah ini sangat
besar artinya bagi anak-anak karena dengan mengerjakan ibadah seeorang dekat
dirinya dengan Allah, di samping itu dapat menjalin hubungan secara horizontal
dengan sesama manusia di muka bumi ini.
3.
Pendidikan Akhlak
Akhlak adalah : nilai
kepribadian yang tertanam di dalam jiwa seseorang yang mendorong untuk
bertingkah laku baik, karena nilai dan kehormatan terletak pada akhlak yang
mulia dan budi yang tinggi. Secara lebih jelas Ashadi Falih dan Cahyo Yusuf
mendefinisikan akhlak sebagai berikut :
Akhlak ialah segala tindakan, tingkah laku dan
perbuatan (aqwal dan af’al) bahkan pikiran dan perasaan yang masih
dirahasiakan, yang senantiasa dibimbing oleh wahyu, disoroti oleh jiwa iman
......Orang yang masih (yang berbuat dengan cara lisan) adalah pribadi yang
dididik atau dipimpin dengan pola akhlak al-karimah.[16]
Melalui pendidikan akhlak,
pribadi anak dapat dibentuk sesuai dengan tuntutan Islam, sehingga dalam segala
aktifitas dan perbuatannya mereka tidak mengerjakan hal-hal yang dilarang agama
atau memperturutkan hawa nafsunya. Karena memperturutkan hawa nafsu tersebut
merupakan perbuatan sesat, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an adalah
sebagai berikut :
و من أضلّ مـمّـن
تّـبع هو ه بـغير
هدًى مّن الله
إن الله لا يـهـدى القـوم
الظّـلمـين. (القصص : ٥٠)
Artinya :
”Dan siapakah yang lebih sesat dari pada orang yang mengikuti hawa nafsunya
dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (Q.S. Al-Qashash : 50).
Pendidikan akhlak akan dapat
mengendalikan perilaku yang menyimpang pada seorang anak.[17]
Dengan demikian akhlak akan meluruskan kepincangan yang rusak dan akan
memperbaiki jiwa manusia. Pendidikan akhlak ini sangat diperlukan setiap
individu, sebab akhlak merupakan cermin dari sikap seseorang dalam menempuh
hidup ini. Tanpa diberikan pendidikan akhlak pada seseorang tentu kurang
mengerti sopan santun yang baik terhadap masyarakat di sekitarnya. Dengan
demikian berarti pendidikan akhlak juga sangat besar artinya bagi seseorang,
baik bagi anak normal maupun anak yang cacat.
C.
Metode Pendidikan Agama
Dalam SDLB
Metode
merupakan faktor yang penting yang harus diperhatikan dalam setiap proses
belajar mengajar. Pada dasarnya setiap guru yang mengajar pendidikan agama pada
SDLB Kabupaten Bireuen selalu menggunakan metode-metode yang sering digunakan
dalam mengajar pendidikan agama antara lain sebagai berikut :
1.
Metode Ceramah
Metode
ceramah adalah suatu metode pengajaran yang dilakukan oleh tenaga pengajar yang
ada di sekolah luar biasa yang cara menerangkan serta menjelaskan materi
pelajaran, sementara siswa yang cacat (kecuali tuna rungu) diam mendengarkan
tentang penjelasan yang disampaikan oleh guru. Adapun cara penerapan metode
ceramah siswa-siswi yang tuna rungu adalah menerangkan dengan menggunakan
isyarat tangan sedangkan untuk siswa tuna daksa dan tuna grahita sama
penerapannya seperti kepada anak yang normal.
2.
Metode Tanya Jawab
Metode
tanya jawab adalah suatu metode pengajaran yang dipergunakan oleh guru dengan
memberikan pertanyaan-poertanyaan kepada sekelompok siswa di dalam kelas untuk
dijawab sesuai dengan pendapat mereka masing-masing. Kemudian terakhir si guru
menjelaskan kembali secara rinci tentang masalah yang disampaikan tadi.
Penerapan metode ini hanya dilakukan kepada siswa tuna daksa dan tuna grahita
saja sedangkan untuk tuna rungu tidak bisa diterapkan metode ini karena mereka
tidak bisa berbicara. Seorang guru dapat menerapkan metode ini harus dengan
lemah lembut dan tidak dalam keadaan marah-marah.
3.
Metode latihan
Metode
latihan ialah melakukan kegiatan-kegiatan tertentu secara berulang kali dengan
tujuan latihan, baik yang menyangkut dengan gerak-gerik perbuatan, ucapan dan
lain sebagainya. Metode ini biasanya dipergunakan untuk memperoleh ketangkasan
atau keterampilan berdasarkan latihan apa yang telah dipelajari untuk
dipraktekkan. Dalam pendidikan agama Islam terutama yang menyangkut dengan
ibadah, banyak sekali materi yang harus diajarkan kepada siswa dengan latihan
misalnya tentang pengajaran cara-cara berwudhu, materi seperti tersebut sangat
baik dan praktis bila guru menggunakan metode latiha tersebut di samping
metode-metode lainnya. Dan metode inilah yang pakling tepat digunakan untuk
anak-anak yang cacat karena adanya latihan-latihan mereka akan lebih cepat
menguasai atau penyerapan materi pengajaran yang disajikan oleh guru.
4.
Metode diskusi
Metode
diskusi ialah proses penyampaian materi pelkajaran melalui diskusi yang
dilakukan antara guru dengan murid atau antara siswa dengan siswa. Dalam penerapan
metode ini guru harus membimbing dna mengarahkan siswa, karena jika tidak
mendapat arahan dari guru ada kemungkinan siswa terjerumus kepada hal-hal yang
menyesatkan, lebih-lebih materi pendidikan agama yang menyangkut dengan aqidah.
5.
Metode demonstrasi
Metode
demonstrasi adalah metode mengajar dengan menggunakan pengarahan atau
menjelaskan suatu pengertian dengan cara memperlihatkan bagaimana cara
melakukan sesuatu kepada anak didik. Dengan metode ini guru dapat
memperlihatkan kepada seluruh murid dalam kelas mengenai proses, misalnya
tentang cara-cara berwudhu, bertayamum, cara-cara melakukan bermacam-macam
shalat dan lain-lain sebagainya terutama yang berhubungan dengan materi yang
menuntut kemampuan spikolomotor.
Dari
beberapa uraian tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa dalam
pengajaran agama Islam di sekolah guru harus mampu menggunakan beberapa metode
secara bergantian metode yang baik untuk suatu pengajaran adalah metode yang
sesuai dengan sifat-sifat materi yang diajarkan.
D.
Evaluasi Pengajaran PAI Pada
SDLB
Evaluasi
dengan kata lain disebut juga dengan penilaian sangat memegang peranan penting
dalam proses pendidikan. Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauhmana anak-anak
telah dapat mencapai sasaran yang diterapkan.
Pada
dasarnya evaluasi dilaksanakan di sekolah-sekolah SDLB Bireuen,
terkadang-kadang berbentuk tes yang dilaksankan. Bila memulai suatu pelajaran,
juga ada yang bebrentuk pretest apabila menutup suatu pelajaran. Evalusi yang
dilaksanakan di sekolah-sekolah ada berbentuk mingguan (test harian), bulanan
(test ulangan) ataupun akhir semester (test keseluruhan) dan ada juga yang
dilaksanakan pada akhir tahun. Cara penggunaan evaluasi ini tergantung pada
guru itu masing-masing.
Menurut
Wayan Nurkancana dan P.P.N Sumartana evaluasi adalah: ”Suatu tindakan atau suat
proses untuk menentukan nilai-nilai segala sesuatu yang ada hubungannya dengan
dunia pendidikan.”[18]
Di
sisi lain N. A Amentembun mengatakan bahwa: ”Evaluasi dalam pendidikan
memainkan peranan yang penting tujuannya ialah untuk menentukan bagaimana suat
situasi pendidikan pada umumnya dan situasi mengajar pada khususnya.[19]
Jadi
dengan adanya evaluasi seorang guru dapat mengukur sejauhmana kesanggupan
murid-murid untuk menerima pelajaran tertentu supaya lebih mudah bagi si guru
bila melanjutkan pelajaran berikutnya.
Adapun
evaluasi SDLB ini adalah dengan ”Ebtanas” diadakan di seluruh sekolah sekolah
untuk menentukan berhasil tidaknya seorang anak baik dalam keadaan cacat.
Sedangkan tujuan dari evaluasi adalah seperti yang dijelaskan oleh Wayan
Nurkancana sebagai berikut :
Tujuan evaluasi adalah :
a.
Untuk mengetahui taraf
kesiapan dari anak untuk menempuh suatu pendidikan tertentu, artinya apakah
seseorang anak sudah saip diberikan pendidikan tertentu atau belum. Jadi
evaluasi yang dilaksanakan oleh guru dalam suatu pendidikan adalah untuk
mengukur kepandaian dalam hal menerima suatu pelajaran, di samping itu pula
untuk mengetahui peningkatan yang sudah dicapai dalam suatu proses pendidikan.
b.
Untuk mengetahui
seberapa jauh hasil yang sudah dicapai dalam proses pendidikan yang
dilaksanakan di SDLB Negeri Bireuen.
c.
Untuk mengetahui apakah
suatu mata pelajaran yang kita ajarkan dapat kita lanjutkan dengan bahan yang
baru ataukah kita mengulangi kembali bahan-bahan yang lampau.[20]
Kemudian
di sisi lain Wayan Nurkencana dan P.P.N Sumartana juga menjelaskan tentang
ruang lingkup evaluasi adalah :
1.
Hasil belajar
2.
Intelegensi
3.
Bakat khusus
4.
Minat
5.
Hubungan sosial
6.
Sikap dan Kepribadian[21]
Dalam
pendidikan, penilai merupakan proses yang sengaja direncanakan dan dialami oleh
anak didik dalam bentuk interaksi antara pendidikan dengan anak didikan serta
lingkungannya, supaya anak didik dapat berubah baik dalam tingkah laku, sikap
pengetahuan, keterampilan, maupun nilai-nilai yang diinginkan.
Menurut
Soedijarto nilai-nilai yang diinginkan di dalam pendidikan adalah sebagai
berikut :
1.
Nilai keagamaan dan
kesenian
2.
Nilai ilmu pengetahuan
dan teknologi
3.
Nilai kehidupan sosial
dan ekonomi
4.
dan lain-lain.[22]
Dengan
nilai-nilai tersebut di atas, pendidikan akan lebih tampak terarah dan mencakup
segala aspek kehidupan, serta mempermudah pengambilan keputusan menyangkut
hidup orang banyak.
Kegiatan
penulisan dalam pendidikan adalah untuk mencari umpanbalik baik dari proses
belajar mengajar, serta untuk mengumpulkan informasi apakah siswa sudah
memahami apa yang diterapkan, atau apakah cara atau metode mengajar guru sudah
tepat dan benar.
Secara
filosofi di dalam penilaian terkandung norma-norma dan nilai-nilai kehidupan
yang mencakup ke dalam dua bahagian yaitu :
Pertama
penilaian formatif yaitu suatu proses penilaian yang mengharapkan hasil,
sehingga dengan hasil tersebut dapat diadakan perbaikan, kedua perbaikan
sumatif yaitu penilaian yang dilakukan untuk memperoleh data atau informasi
dari hasil yang dicapai.[23]
Oleh
karena itu antara test formatif dan test sumatif terdapat saling keterkaitan
yang masing-masing dapat menunjang kelangsungan proses pendidikan, serta dapat
membantu guru dalam hal menggambarkan hasil kerjanya selama ini. Di dalam
memberikan penilaian di SDLB Negeri Bireuen ada beberapa prinsip yang harus
diperhatikan sebagai berikut :
1.
Penilaian itu secara
komprensf (menyeluruh)
2.
Penilaian itu harus
memiliki score
3.
Penilaian itu harus
diorientasikan baik utnuk kelompok maupun untuk perorangan.
4.
Kegiatan penialian itu
harus bagian daerah proses belajar mengajar.
5.
Penilaian itu harus
dapat mengkur kemampuan anak.
6.
Sistem penilaian yang
dilakukan hendaknya harus jelas bagi siswa yang cacat dan bagi pengajar
sendiri.[24]
Jadi
dengan demikian dari uraian-uraian tersebut di atas ditarik suatu gambarab
kesimpulan dimana penilaian atau evaluasi merupakan alat penting untuk mencapai
tujuan pendidikan yang diharapkan di sekolah-sekolah. Dengan demikian juga
apabila penilaian ini dilaksanakan dengan baik, maka mutu pendidikan dapat
ditingkatkan dan bahkan semakin maju, penilaian di SDLB sama seperti
sekolah-sekolah umum lainnya, ada test keseluruhan, test ulangan, ada Ebtanas
dan lain sebagainya.
[1]Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hal. 15.
[2]Sumardi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1995),
hal. 317.
[3]Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jil. 1, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1974), hal. 94.
[4]Abdurrahman Saleh, Taqwa Sebagai Pemberi Tertib Administrasi, (Jakarta:
Guru Agama, 1983), hal. 50.
[5]Mohd. Nazir, Metode Penelitian,
(Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), hal. 63
[6]Ibid., hal. 24
[7]Ahmad D. Marimba, Pengantar Pendidikan Islam, Cet. VII, (Bandung : PT. Al-Ma’arif,
1989), hal. 111.
[8]Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta:
Proyek Pengadaan Kitab SUci Al-Qur’an, 1990), hal.
[9]Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta:
Proyek Pengadaan Kitab SUci Al-Qur’an, 1990), hal.
[10]Imam Bukhari, Shahih Bukhari, (Beirut : Dar al-Fikr, t.t.), hal. 178
[11]Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1979), hal. 107.
[12]Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. II, (Jakarta : Bumi Aksara, ), hal. 31
[13]Muhammad Yunus, Pokok-pokok
Pendidikan dan Pengajaran, (PT. Hidakarya)
[14]Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI , Kurikulum SLB,
Bidang Pendidikan Agama Islam, (Jakarta :
) hal. 2.
[15]M. Arifin, Ilmu Pendidikan
Islam Tinjauan teoritis dan Praktis Berdasarkan Interdisipliner, (Jakarta:
Bina Aksara, 1991), hal. 63.
[16]Ashadi Fadi dan Cahyo Yusuf, Akhlak
Membentuk Pribadi Muslim, (Semarang : Aneka Ilmu, 1985), hal. 118.
[18]Wayan Nurkancana dan P.P.N Sumartana, Evaluasi Pendidikan, Cet.
IV, (Surabaya : Usaha Nasional, 1989), hal. 1.
[19]N.A Amentembun, Evaluasi Mengajar Kriteria-kriteria dan Teknik, (Bandung:
IKIP, 1977), hal.
[20]Wayan Nurkencana, Evaluasi Ilmu Pendidikan, (Suarabaya: Usaha
Nasional, ), hal. 3
[21]Wayan Nurkencana dan P.P.N Suamrtana, Op. Cit, hal. 12.
[22]Soedijarto, Menuju Pendidikan Nasional Yang Relevan dan Bermutu, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1993), hal. 133.
[23]M. Ngalim Purwanto, Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung
: Rosda Karya, 1992), hal. 133.
0 Comments
Post a Comment