Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Metode Mendidik Anak


A.    Metode Mendidik Anak 
Metode Mendidik Anak

Secara etimologi kata metode berasal dari bahasa Yunani yaitu meta yang berarti ”yang dilalui” dan hodos yang berarti ”jalan”, yakni jalan yang harus dilalui. Jadi secara harfiah metode adalah cara yang tepat untuk melakukan sesuatu.[1] Sedangkan dalam bahasa Inggris, disebut dengan method yang mengandung makna metode dalam bahasa Indonesia.[2]  Dalam bahasa Arab, metode disebut dengan tharīqah yang berarti jalan atau cara.[3]. Demikian pula menurut Yunus, tharīqah adalah perjalanan hidup, hal, mazhab dan metode.[4] Secara terminologi, para ahli memberikan definisi yang beragam tentang metode, di antaranya pengertian yang dikemukakan Surakhmad, bahwa metode adalah cara yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan.[5]
Dalam melaksanakan pendidikan moral anak dalam keluarga agar berhasil, maka harus memenuhi faktor-faktornya. Diantara salah satu faktornya adalah harus menggunakan metode yang sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan anak.  Dalam buku”Pahami anak anda, anda akan sukses mendidiknya”,yang dikarang oleh Adil fathi Abdullah seorang tokoh pendidikan dari mesir, beliau menawarkan beberapa metode dan strategi pengembangan pendidikan Islam, diantaranya sebagai berikut :
1.   Metode pemberian imbalan dan semangat
Metode pemberian imbalan dan semangat adalah metode yang terbaik dan yang paling banyak memberikan mamfaat dalam pendidikan Islam,sebab pemberian imbalan dianggap sebagai pengganti apa yang tidak didapatkannya dan juga dapat melayani dan memupuk mengatahuan anak pada rasa cinta.Bersikap lemah lembut kepada anak dan memberikan motivasi adalah lebih baik daripada kekerasan,yang dapat diasakan pengaruhnya oleh anak sampai dewasa[6]
2.   Metode ancaman dan hukuman
Metode ancaman dan hukuman adalah sebagai solusi untuk memperbaiki anak yang berprilaku buruk dengan sengaja.agar kita berusaha memahami factor atau sebab di balik prilaku jelek pada anak dan kita bisa menjelaskan keanak apa dampak yang dihasilkan dari prilaku yang jelek[7]
3.Metode memperhatikan dan tidak bersikap masa bodoh
Metode ini yaitu memperhatikan anak dan tidak bersikap masa bodoh terhadap anak yang berprilaku jelek.tapi memberikan perhatian, rasa cinta dan kasih sayang.karena kebanyakan masalah prilaku jelek pada anak sebenarnya kurangnya kasih sayang yang diinginkan,ketegangan emosi dan hilangnya kepercayaan pada orang tua[8]
Berikut ini penulis lebih tertarik dan setuju dengan pendapat Dr.Abdullah Nashih Ulwan karena beliau merupakan salah satu pemikir dan pemerhati pendidikan Islam, terutama pendidikan anak, beliau menawarkan kepada para pendidik termasuk orang tua agar dalam memberikan informasi pendidikan Islam dengan menggunakan metode yang baik dan sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW,dalam bukunya “Tarbiyatul Aulad fil-Islam”, buku yang populer dan menjadi referensi di dunia Islam.
1.  Pendidikan dengan keteladanan
Teladan yang baik dari orang tua kepada anak (sekitar umur 6 tahun) akan berpengaruh besar kepada perkembangan anak di masa mendatang. Sebab kebaikan di waktu kanak-kanak awal menjadi dasar untuk pengembangan di masa dewasa kelak. Untuk itu lingkungan keluarga harus sebanyak mungkin memberikan keteladanan bagi anak. Dengan keteladanan akan memudahkan anak untuk menirunya. Sebab keteladanan lebih cepat mempengaruhi tingkah laku anak. Apa yang dilihatnya akan ia tirukan dan lama kelamaan akan menjadi tradisi bagi anak. Hal ini sesuai firman Allah SWT Qs. al-Ahzab ( 33) : 21.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيراً (الاحزاب:٢١ (
Artinya:   Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.(QS. Al-Ahzab : 21)[9]

Dalam hal keteladanan ini, lebih jauh Abdullah Nashih Ulwan menafsirkan dalam beberapa bentuk, yaitu keteladanan dalam ibadah, keteladanan bermurah hati, keteladanan kerendahan hati, keteladanan kesantunan, keteladanan keberanian dan keteladanan memegang akidah.[10]
Karena obyeknya anak tentunya bagi orang tua dalam memberikan teladan harus sesuai dengan perkembangannya sehingga anak mudah mencerna apa yang disampaikan oleh bapak ibunya. Sebagai contoh agar anak membiasakan diri dengan ucapan “salam”, maka senantiasa orang tua harus memberikan ajaran tersebut setiap hari yaitu hendak pergi dan pulang ke rumah (keteladanan kerendahan hati). Yang penting bagi orang tua tampil dihadapan anak sesuai dengan ajaran-ajaran Islam, niscaya semua itu akan ditirunya pendidikan dengan adat kebiasaan. Setiap manusia yang dilahirkan membawa potensi, salah satunya berupa potensi beragama. Potensi beragama ini dapat terbentuk pada diri anak (manusia) melalui dua faktor, yaitu : faktor pendidikan yang islami dan faktor pendidikan lingkungan yang baik. Pelaksana pendidikan  Islam bertanggung jawab penuh oleh bapak ibunya. Ia merupakan pembentuk karakter anak.
Setelah anak diberikan pendidikan agama oleh orangtuanya, maka faktor lingkungan harus menunjang terhadap pengajaran tersebut, yakni orang tua senantiasa mempraktekkan ajaran agama dalam lingkungan keluarganya dengan cara pembiasaan. Sebab pembiasaan merupakan upaya praktis dan pembentukan (pembinaan) dan persiapan.[11]  Pada usia kanak-kanak kecenderungan anak adalah meniru apa yang dilakukan oleh orang-orang disekitarnya, baik ibu bapaknya ataupun saudara familinya.
Oleh karena itu patut menjadi perhatian semua pihak, terutama orang tuanya selaku figur yang terbaik di mata anaknya. Jika orang tua menginginkan putra putrinya tumbuh dengan menyandang kebiasaan-kebiasaan yang baik dan akhlak terpuji serta kepribadian yang sesuai ajaran Islam, maka orang tua harus mendidiknya sedini mungkin dengan moral yang baik. Karena tiada yang lebih utama dari pemberian orang tua kecuali budi pekerti yang baik.
Apabila anak dalam lahan yang baik (keluarganya) memperoleh bimbingan, arahan, dan adanya saling menyayangi antar anggota keluarga, niscaya lambat laun anak akan terpengaruh informasi yang ia lihat dan ia dengar dari semua perilaku orang– orang disekitarnya. Dan pengawasan dari orang tua sangat diperlukan sebagai kontrol atas kekeliruan dari perilaku anak yang tak sesuai dengan ajaran Islam.
2.  Pendidikan dengan nasihat
Pemberi nasihat seharusnya orang yang berwibawa di mata anak. Dan pemberi nasihat dalam keluarga tentunya orang tuanya sendiri selaku pendidik bagi anak. Anak akan mendengarkan nasihat tersebut, apabila pemberi nasihat juga bisa memberi keteladanan. Sebab nasihat saja tidak cukup bila tidak diikuti dengan keteladanan yang baik.  Nashih Ulwan membagi cara memberikan nasehat kepada anak kedalam beberapa bagian :
1.Menyeru untuk memberikan kepuasan dengan kelembutan atau penolakan.
Sebagai contohnya adalah seruan Lukman kepada anak–anaknya, agar tidak mempersekutukan Allah SWT. Q.S. Lukman (31) :13.
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ) لقمان: ١٣(

Artinya  :      Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya : “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah  benar–benar kezaliman yang besar. (Q.S Luqman : 13).[12]

2. Metode cerita dengan disertai tamsil ibarat dan nasihat
Metode ini mempunyai pengaruh terhadap jiwa dan akal. Biasanya anak itu menyenangi tentang cerita-cerita. Untuk itu orang tua sebisa mungkin untuk memberikan masalah cerita yang berkaitan dengan keteladanan yang baik yang dapat menyentuh perasaannya.Sebagaimana firman-Nya dalam QS. al-A`raf (7) : 176.
وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَـكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِن تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَث ذَّلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُواْ بِآيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ) الأعراف: ١٧٦(

Artinya:     Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir..(QS. . al-A`raf:176 )[13]

1.   Pengarahan melalui wasiat
Pengarahan melalui wasiat adalah wasiat-wasiat yang baik dan bermamfaat  untuk ank, terutama wasiat untuk taat kepada Allah dan mengikuti sunnah Rasulnya. Orang tua yang bertanggung jawab tentunya akan berusaha menjaga amanat-Nya dengan memberikan yang terbaik buat anak demi masa depannya dan demi keselamatannya[14]
2.   Pendidikan dengan Perhatian
Sebagai orangtua berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan–kebutuhan anaknya, baik kebutuhan jasmani ataupun kebutuhan yang berbentuk rohani. Diantara kebutuhan anak yang bersifat rohani adalah anak ingin diperhatikan dalam perkembangan dan pertumbuhannya.Pendidikan dengan perhatian adalah mencurahkan, memperhatikan dan senantiasa mengikuti perkembangan anak dalam pembinaan akidah dan moral, persiapan spiritual dan sosial, disamping selalu bertanya tentang situasi pendidikan jasmani dan daya hasil ilmiahnya.[15]
3.   Pendidikan dengan memberikan hukuman
Dalam memberikan hukuman ini diharapkan orang tua melihat ruang waktu dan tempatnya. Yaitu memberikan hukuman kepada anak dengan lemah lembut dan kasih sayang dan menjaga tabiat anak yang salah. Hukuman diberikan sebagai upaya perbaikan terhadap diri anak, dengan tahapan yang paling akhir dari.[16] Memberi hukuman pada anak, seharusnya para orang tua sebisa mungkin menahan emosi untuk tidak memberi hukuman berbentuk badaniah. Kalau hukuman yang berbentuk psikologis sudah mampu merubah sikap anak, tentunya tidak dibutuhkan lagi hukuman yang menyakitkan anak tersebut.  Menurut Nashih Ulwan, hukuman bentuknya ada dua, yakni hukuman psikologis dan hukuman biologis.bentuk hukuman yang bersifat psikologis adalah menunjukkan kesalahan dengan pengarahan, menunjukkan kesalahan dengan memberikan isyarat.dan hukuman biolagis adalah pukulan anggota badan..[17]
Hal ini dilakukan supaya anak jera dan tidak meneruskan perilakunya yang buruk. Sesuai sabda Rasul SAW yang diriwayatkan Abu Daud dari Mukmal bin Hisyam.
حدثنا مأمل بن هشام قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلّم مروا اولادكم بالصلاة وهم ابـناء سبع سـنـين واضربوهم عليها وهم أبناء عشر وفرقوا بـيـنهم فى الـمضاجع –(رواه ابو داود)-

Artinya:          Suruhlah anak kalian mengerjakan shalat, sedang mereka berumur tujuh tahun, dan pukulilah mereka itu karena shalat ini, sedang mereka berumut sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidu mereka. (HR. Abu Daud)[18]

Sesuai dengan hadist diatas Rasulullah SAW sangat menekankan kepada orangtua untuk menyuruh anak untuk shalat sejak berumur tujuh tahun.karena ibadah shalat adalah ibadah yang dapat membentuk karakter anak yang tangguh dan bertanggung jawab serta disiplin.



               [1] Soegarda Poerwakatja. Ensiklopedia Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1982), hal. 56.

               [2]Wojowasito, S. W. Wasito Tito. Kamus Lengkap Inggeris-Indonesia, Indonesia-Inggeris, (Bandung: Hasta, 1980), hal. 113.

               [3]Yasuf Ma‘luf , Al-Munjid fi al-Lughah wa al-A‘lam,. (Beirut: al- Masyri),  hal. 465.

               [4]Munawwir, Warson Ahmad. Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997 ), hal. 849.

               [5] Winarno  Surakhmad, Pengantar Interaksi Belajar Mengajar, (Bandung: Tarsito, 1998), hal. 96 .

[6]Adil Fathi Abdullah, Pahami Anak Anda, Anda Akan Sukses Mendidiknya, (Jakarta: Pustaka Al-kausar,2005), hal. 38.

[7] Ibid., hal 44.

[8] Ibid., hal 45.
[9] Depag. RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: Toha Putra, 1989,) hal. 670.
[10] Ulwan, Tarbiyatul ..., hal. 6.
[11] Ulwan, Tarbiyatul ...,hal. 59.
[12] Depag. RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang : Toha Putra, 1989,) hal 654.

[13] Depag. RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang : Toha Putra, 1989,) hal 251
[14] Ulwan, Tarbiyatul ..., hal. 70.
[15] Ibid., hal.123
[16] Ibid., hal. 155.
[17] Ibid., hal. 159.

[18] Abi Daud, Sunan Abi Daud, (Jakarta : Maktabah Dahlan, Juz I, 1989), hal. 133.