Pendidikan Islam Bagi Anak Usia dini
BAB I
P E N D A H U L U A N
A. Latar Belakang Masalah.
Islam merupakan agama yang mempunyai sistem hidup yang lengkap dalam
semua kegiatan dan tidak melepaskan diri dari peraturan-peraturannya itu. Islam
adalah agama yang menuntun pemeluknya kepada kebahagiaan, baik hidup didunia
maupun hidup di akhirat kelak.
Pendidikan anak
usia dini masuk dalam pendidikan non formal. Pendidikan non formal adalah jalur
pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur
dan berjenjang. Jadi pendidikan anak usia dini diatur dalam peraturan
perundang-undangan SISDIKNAS. Jadi, apa yang dilakukan oleh Ibu guru di atas
adalah pusat kelompok belajar dan pusat kegiatan belajar masyarakat, dan tidak
ada yang salah untuk itu sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya akan disampaikan bagaimana
pendidikan anak usia dini dari tinjauan psikologi pendidikan?
Seorang
ibu adalah orang terdekat bagi anaknya dan tiap anak mungkin memiliki gaya
belajar berbeda. Meski begitu, tiap anak tetap mampu berprestasi dengan
ditunjang sarana belajar yang sesuai kebutuhan. Akan tetapi dalam hal mendidik
anak ayah pun memiliki peranan penting dalam menyempurnakan proses pendidikan.
Karena orang tua harus berusaha memberikan pendidikan yang layak bagi anak-anaknya,
agar kelak ia menjadi makhluk yang paripurna.
Beberapa akhli psikologi pendidikan menyampaikan bahwa untuk
meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia ,
memulainya harus dari pendidikan anak usia dini, oleh karena itu penting
mempelajari pola perkembangan anak. Kebanyakan perkembangan adalah pertumbuhan, meskipun pada akhirnya akan
mengalami penurunan (kematian). Pendidikan harus sesuai dengan perkembangan
ini, artinya pengajaran untuk anak-anak harus dilakukan pada tingkat yang tidak
terlalu sulit dan terlalu menegangkan atau terlalu mudah dan menjemukan. Dengan
mengetahui perkembangan anak akan membantu memahami seperti apakah level yang
optimal untuk pengajaran pembelajaran kita. Misalnya, adalah keliru jika kita
mendesak murid untuk membaca padahal mereka belum siap untuk itu dari sudut
pandang perkembangan; tetapi jika mereka sudah siap, membaca materi mata
pelajaran harus diberikan pada level yang pas. Hal tersebut menunjukkan bahwa
pola perkembangan anak adalah pola yang kompleks karena merupakan hasil dari
beberapa proses biologis, kognitif dan sosioemosional. Perkembangan juga bisa
dideskripsikan berdasarkan periodenya.[1]
Proses biologis adalah perubahan dalam tubuh anak. Warisan genetik memainkan peran penting.
Proses biologis melandasi perkembangan otak, berat dan tinggi badan, perubahan
dalam kemampuan bergerak, dan perubahan hormonal di masa puber. Proses kognitif
adalah perubahan dalam pemikiran, kecerdasan, dan bahasa anak. Proses
perkembangan kognitif memampukan anak untuk mengingat puisi, membayangkan
bagaimana cara memecahkan soal matematika, menyusun strategi kreatif, atau
menghubungkan kalimat menjadi pembicaraan yang bermakna. Proses sosioemosional adalah perubahan dalam hubungan anak dengan
orang lain, perubahan dalam emosi, dan perubahan dalam kepribadian. Pengasuhan
anak, perkelahian anak, perkembangan ketegasan anak perempuan, dan perasaan
gembira remaja dapat mendapatkan nilai yang baik semuanya itu mencerminkan
proses perkembangan sosioemosional.
Periode
perkembangan diklasifikasikan sebagai periode infancy (bayi), early
childhood (usia balita), middle dan late childhood (periode
sekolah dasar), adolescence (masa remaja), early adulthood, dan late
adulthood. Penulis akan menyampaikan periode early childhood yang
kadang dinamakan usia “prasekolah” adalah periode akhir bayi sampai umur lima atau enam tahun.
Selama periode ini anak menjadi makin mandiri, siap untuk bersekolah, seperti
mulai belajar untuk mengikuti perintah dan mengidentifikasi huruf, dan banyak
menghabiskan waktu bersama teman.
Selepas taman kanak-kanak biasanya dianggap
sebagai batas berakhirnya periode ini. Sebagaimana disebutkan di atas bahwa
Jean Piaget lebih banyak tahu perkembangan anak, maka dalam tulisan ini akan
disampaikan sesuai dengan usia PAUD. Dalam teori Piaget disebut tahap pra
operasional atau Piagetian kedua. Tahap ini berlangsung kurang lebih mulai dari
usia dua tahun sampai tujuh tahun. Ini adalah tahap pemikiran yang lebih
simbolis ketimbang pada tahap sensorimotor tetapi tidak melibatkan pemikiran
operasional, namun, tahap ini lebih bersifat egosentris dan intuitif ketimbang
logis. Pemikiran pra
operasional bisa dibagi menjadi dua sub tahap : fungsi simbolis dan pemikiran
intuitif. Fungsi simbolis terjadi kira-kira antara usia dua sampai empat tahun.[2]
Dalam tahap ini anak kecil secara mental mulai bisa
merepresentasikan objek yang tak hadir. Ini memperluas dunia mental anak hingga
mencakup dimensi-dimensi baru. Penggunaan bahasa mulai berkembang dan
kemunculan sikap bemain adalah contoh lain dari peningkatan pemikiran simbolis
dalam dalam sub tahap ini. Anak kecil mulai mencoret-coret gambar orang, rumah,
mobil, awan, dan banyak benda lain dari dunia ini. Mungkin karena ank kecil
tidak begitu peduli pada realitas, gambar mereka tampak aneh dan tampak khayal.
Dalam imajinasi mereka, matahari warnanya biru, langit berwarna hijau, dan
mobil melayang di awan. Simbolisme ini sederhana tapi kuat, tidak berbeda
dengan lukisan abstrak di dalam seni lukis modern. Seperti dikatakan seniman
Spanyol terkenal Picasso, “Saya pernah menggambar seperti Raphael, tetapi saya
butuh waktu seumur hidup untuk menggambar seperti anak kecil” seorang anak
berumur tigasetengah tahun melihat gambar yang baru saja dibuatnya, kemudian
dia mengatakan bahwa itu adalah burung kuntul mencium anjing laut.[3]
Pendidikan anak
usia dini adalah upaya pembinaan yang ditunjukkan kepada anak sejak lahir
sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar
anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Disamping dari pada itu, anak merupakan amanah dari Allah SWT.
Kepada para orang tua yang
diberi kepercayaan untuk merawatnya. Baik buruk anak akan membawa efek kepada
orang tuanya baik itu di dunia mapun di akhirat.Di dalam Al-qur’an banyak terdapat
tentang kondisi anak berdasarkan kriteria tertentu diantaranya adalah:
Pertama : Anak Shaleh ,
untuk anak shaleh ini Al Quran menyebutnya dengan istilah “Qurrata ‘Ayun”
atau penyenang hati, yaitu anak yang taat kepada Allah, berbakti kepada kedua
orang tuanya, serta hidupnya berguna bagi agama, nusa dan bangsanya. Setiap
orang tua pasti menginginkan memilki anak shaleh sebagai penyenang hatinya,
kalau kita ingin memiliki anak shaleh kuncinya orang tua harus shaleh terlebih
dahulu, karena anak tidak hanya cukup diberi pelajaran, tapi anak yang shaleh
memerlukan keteladanan dari orang tuanya. Selain itu anak harus diberi
pendidikan secara komperehensif.
Kedua : Anak Perhiasan (
Ziinah) yaitu anak yang berhasil dalam meniti dunianya saja, anak ini
menjadi kebanggan orang tuanya karena ia telah berhasil dalam meniti karirnya,
apakah ia sebagai Birokrat, Busenismen, atau politikus yang handal, kemudian ia
mempunyai uang yang banyak , mobil yang keren dan rumah yang bagus, sehingga
akan menjadi kebanggaan orang tuanya dan menceritakan kepada semua orang yang
dijumpainya bahwa anaknya telah berhasil, namun sayang ia bukan sebagai
pengamal ajaran agamanya secara baik, ia belum bisa baca Al Quran, kadang
shalat kadang tidak, bahkan sering melaksanakan ma’shiyat. Firman Allah dalam surat Al-kahfi ayat 46:
المال والبنون
زينة الحياة الدنيا والباقيات الصايحات خير عند ربك ثوابا وخير أملا )الكهف:٤٦(
Artinya: Harta dan anak adalah perhiasan
kehidupan dunia tetapi amal kebajikan yang terus menerus adalah lebih baik
pahalanya disisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan’ (Q.s. Al
Kahfi,46).
Ketiga : Anak fitnah
, yaitu anak yang hanya merepotkan orang tuanya saja , ia hanya makan , tidur
dan bermain, tidak bisa mencari uang, ia tidak beribadah , tidak aktif di
Masjid atau di pengajian. Dalam hal ini Allah berfirman dalam surat Al- anfal ayat 28:
المال والبنون
زينة الحياة الدنيا والباقيات الصايحات خير عند ربك ثوابا وخير أملا )الكهف:٤٦(
Artinya: Dan ketahuilah bahwa hartamu dan
anak anakmu itu hanyalah sebagai cobaan (fitnah) dan sesungguhnya disisi Allah
ada pahala yang besar. )QS. Al Anfal: 28(.
Keempat : Anak
sebagai musuh (‘Aduwwun) hal ini terdapat dalam Al Quran surat At Taghabun ayat 14 :
ياأيها الذين
آمنوا إن من أزواحكم وأولادكم عدوا لكم فاحذروهم وإن تعفوا وتصفحوا وتغفروا فإن الله
غفور رحيم )التغابن:١٤(
Artinya: Wahai orang orang yang beriman !
sesungguhnya diantara istri istrimu dan anak anakmu ada yang menjadi musuh
bagimu , maka berhati hatilah kamu terhadap mereka ; dan jika kamu maafkan dan
kamu santuni serta ampuni mereka , maka sesungguhnya Allah Maha pengampun,Maha
Penyayang(Qs. At Taghabun : 14)
Anak
sebagai musuh adalah anak yang menodai orang tua karena perbuatan jahatnya ,
seperti berjudi, peminum minuman keras, pengguna Narkoba atau membunuh orang,
bagaimana pun nama orang tuanya akan tercoreng, sebab orang akan bertanya :
anak siapa sih ? Ini bukan hanya di dunia tapi orang tua juga akan diminta
pertanggung jawaban terhadap pendidikan anaknya.
Pendidikan
keimanan berarti melindungi aspek keimanan dari segala hal yang bisa mengotori
keindahannya dan menimbulkan penyakit bagi pemiliknya, sekaligus membangun diri dari berbagai ibadah
yang di syariatkan, membersihkannya dari kotoran – kotoran, dan menghiasinya
dengan bermacam – macam keutamaan yang beragam. Pendidikan keimanan juga dapat
berarti mendidik anak – anak untuk melaksanakan berbagai ibadah dengan
menyelami spiritnya, dan bukan dengan sekadar formailtas pelaksanaannya semata.
Bukan pula dengan menakut – nakuti atau memaksa mereka, melainkan dengan
menguatkan perasaan diawasi Allah, takut dan cinta kepadanya di dalam dirui anak,
juga dengan menakut – nakuti akan siksaan di akhirat, dan membujuknya dengan
iming – iming syurga.[4]
Masa
kanak – kanak buakn masa pemberian beban perintah dan larangan namun masa kanak
– kanak merupakan masa untuk menanam nilai, pelatihan, pengasahan dan
pendidikan agar suatu hari nanti ia sampai pada tahapan kesiapan untuk menerima
beban perintah atau larangan pada usia baligh sehingga ia tidak mendapat
kesulitan dalam menjalankan kewajiban agama dan sikap ketika menjalani kancah
kehidupan dengan penuh keyakinan dan percaya diri serta keteguhan.
Ibadah
kepada Allah memberi pengaruh yang sangat menakjubkan dalam diri anak karena
anak mereka ada ikatan kuat dengan Allah, perasaan emosional terkendali dan
hawa nafsu terpelihara sehingga anak berprilaku lurus dan bersikap istiqamah
tidak terkuasai oleh syahwat. Dan bahkan anak akan memiliki jiwa yang sangat
peka terhadap lingkungan, tawadhu’ kepribadiannya, ketika membaca ayat – ayat
Al-qur’an atau mendengarkannya, saat berdiri dalam shalat atau sujud, saat
mendengar azan magrib pada bulan ramadhan ketika hendak mulai buka puasa setelah
seharian merasakan lapar dahaga, hati dan bulu kuduk merinding ketika mendengar
gema talbiyah orang – orang yang sedang haji.[5]
Mendidik anak – anak untuk beribadah kepada Allah SWT.
Sebaiknya dimulai dengan teori praktik secara bersamaan. Hal itu dapat
dilakukan langsung dengan memberikan semangat dan dorongan, tanpa menggunakan
cara – cara kekerasan ( represif ), pemaksaan dan otot. Anak sebaiknya
tidak terburu – buru dihukum ketika tidak menjalankan sebagian ibadah, karena
dia belum terkena perintah untuk menjalankan kewajiban – kewajiban agama. Dia
hanya perlu dibiasakan untuk melaksanakan ibadah secara perlahan – lahan sampai
ia terbiasa melaksanakannya.
Islam
menganjurkan kepada para pendidik agar membiasakan anak – anak dengan akhlak
terpuji, karena dengan kaidah yang di buat Islam untuk mendidik anak agar
interaksi anak dengan orang lain selalu di bangun atas dasr akhlak yang mulia
sebagi rasulullah SAW. mendidik para sahabatnya. Inti pendidikan tersebut
mencakup iman dan taqwa kepada Allah SWT, mengamalkan syariat dan menerapkan
sunnah dalam kehidupan sehari – hari.
Oleh karena itu,
mendidik anak dari usia dini merupakan hal yang sangat penting bagi pertumbuhan
anak hingga mereka dewasa. karena itulah Al-qur’an menjelaskan bagaimana cara
mendidik anak sebagaimana firman Allah didalam Al-qur’an surat Al- baqarah ayat 233 :
والوالدات
يرضعن أولادهن حولين كاملين لمن اراد أن يتم الرضاعة وعلى المولود له ؤزقهن
وكسوتهن بالمعروف ... )البقرة : ٢٣٣(
Artinya: Para ibu
hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin
menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada
para ibu dengan cara yang ma`ruf……. (QS. ِAl-Baqarah : 233)
Dalam
surat Al-furqan ayat 74 Allah SWT. menjelaskan:
والذين يقولون ربنا
هب لنا من أزواجنا وذرياتنا قرة أعين واجعلنا للمتقين إماما )الفرقان:٧٤(
Artinya: Dan
orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami
isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan
jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.(QS. Al-Furqan: 74)
Didalam hadits,
Rasulullah juga menjelaskan bagaimana cara mendidik anak dalam keluarga.
melalui hadits yang diriwayatkan oleh Amru bin Syu’aib dari ayahnya dari
neneknya ra berkata Nabi SAW. bersabda :
وعن
عمروبن شعيب عن جده رضى الله عند قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:
وروأأولادكم بالصلاة وهم ابناء سبع سنتين واضربوهم عليها وهم ابناء عشروفرقوا
بينهم فى المضا حع حديث حسن, (رواه
ابوداود)
Artinya : Amru bin Syu’aib dari ayahnya dari neneknya
ra berkata : Rasulullah SAW bersabda :Perintahkanlah anak-anakmu untuk Shalat
ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah untuk shalat ketika mereka
berusia sepuluh tahun serta pisahkanlah tempat tidur mereka”( HR. Abu Daud ).[6]
Disamping
dari pada itu, kita dapat membaca sejarah para ulama umat ini bagaimana mereka
dididik dari kecil oleh orang tuanya sehingga menjadi seorang ulama yang
terkenal di dunia dan sangat bermanfa’at hasil dari tulisannya.
Oleh
karena itu, dalam Islam dianjurkan untuk mendidik anak pada tiga hal Yaitu: Pendidkan ketauhidan,
pendidikan ibadah dan pendidikan akhlaq. Dengan demikian anak akan
tumbuh dengan sempurna sesuai dengan yang diharapkan dalam Islam yaitu
terbentuknya insan kamil.
Anak sejak dini membutuhkan pembinaan moral, sikap dan perilaku agar
nantinya tidak terseret arus yang menyesatkan. Memberikan pembinaan akhlak dan berusaha untuk
menumbuhkan keinginan untuk melakukan kebajikan dalam hidup seseorang memang
diperlukan dalam pendidikan agama, sebab untuk mencapai nilai-nilai kebajikan
itu sendiri adalah bagian yang tidak terpisahkan dengan pendidikan akhlak yang
kedudukannya sangat mulia bagi umat Islam. Akhlak merupakan cerminan
kepribadian, juga merupakan benteng yang dapat menahan masuknya faham-faham
atau ajaran-ajaran yang tidak baik dalam kehidupan modern. Terbinanya akhlak
merupakan suatu jalan untuk melakukan kebajikan, sehingga menyadari akan
kewajibannya.[7]
Itu merupakan gambaran yang dapat kita lihat dalam al-qur’an dan
literature dalam Islam sebagai pedoman orang tua di rumah dalam mendidik anak
terutama pada usia dini. akan tetapi kondisi kita hari ini yang memiliki
fasilitas yang cukup, alat belajar yang memadai serta kondisi yang sudah modern
akan tetapi jauh dari nilai-nilai agama dalam pendidikan dan terjadi kenakalan
pada anak di berbagai belahan dunia. apa yang menjadi penyebabnya dan apa solusi
yang harus kita lakukan.
Karena kondisi seperti inilah,
pentingnya pendidikan Islam untuk anak yang dimulai dari usia dini
sehingga tidak terjadinya penyimpangan pada anak baik dibidang ketauhidan,
ibadah dan akhlaq dalam kehidupannya ketika telah dewasa yang dapat menyusahkan
keluarga dan masyarakat karena banyaknya para remaja yang nakal.
Berdasarkan pembahasan yang penulis bahas diatas, maka penulis
menganggap hal yang sangat urgen untuk dikaji secara lebih mendalam sehingga
untuk penyelesaian kuliah di strata satu pada fakultas tarbiyah jurusan
Pendidikan Agama Islam (PAI), penulis mengangkat judul tentang: “Pendidikan Islam
Bagi Anak Usia dini ”.
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi
rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana mendidik ketauhidan
anak pada usia dini ?
2. Bagaimana menerapkan
praktek ibadah kepada anak pada usia dini ?
3.
Bagaimana
cara mendidik anak pada usia dini dengan akhlaq yang terpuji?
C. Tujuan Pembahasan
Adapun yang menjadi
tujuan pembahasan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
- Untuk mengetahui bagaimana
mendidik ketauhidan anak pada usia dini!
- Untuk mengetahui bagaimana
menerapkan praktek ibadah kepada anak pada usia dini!
- Untuk mengetahui bagaimana cara
mendidik anak pada usia dini dengan akhlaq yang terpuji!
D. Kegunaan Pembahasan
Adapun yang menjadi kegunaan pembahasan dalam penulisan
skripsi ini adalah:
Secara teoritis pembahasan ini bermanfaat bagi para pelaku
pendidikan, secara umum dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan khususnya
mengenai konsep pendidikan anak usia dini menurut Islam,. Selain
itu hasil pembahasan ini dapat di
jadikan bahan kajian bidang study pendidikan Islam.
Sedangkan secara
praktis, hasil pembahasan ini dapat memberikan arti dan niliai tambah dalam
memperbaiki dan mengaplikasikan konsep pendidikan anak pada usia dini menurut Islam
ini dalam pelaksanaannya. Dengan demikian, pembahasan ini di harapkan dapat
menjadi tambahan referensi dalam dunia pendidikan, khususnya dalam dunia
pendidikan Islam.
E. Penjelasan Istilah
Adapun istilah yang
penulis anggap perlu dijelaskan dalam penulisan skripsi ini adalah: Pendidikan Islam, Anak Usia dini
1. Pendidikan Islam
Pendidikan berasal dari
kata didik yang artinya ”Memelihara, memberi latihan, dan pimpinan, kemudian
kata didik itu mendapat awalan pe- akhiran- an sehingga menjadi pendidikan yang
artinya perbuatan mendidik.”[8]
Oemar Muhammad Al-Syaibani dalam buku ”Filsafat
Pendidikan” mengemukakan bahwa ”Pendidikan” adalah usaha-usaha untuk membina pribadi
muslim yang terdapat pada pengembangan dari segi spiritual, jasmani, emosi,
intelektual dan sosial.”[9]
Dari pengertian di atas maka yang penulis maksudkan
dengan Pendidikan Islam adalah
suatu rancangan yang dibuat dalam usaha membimbing dan membina manusia baik
jasmani ataupun rohani menuju terbentuknya akhlak yang mulia seperti yang
diajarkan didalam Islam.
2. Anak Usia
dini
Dalam
kamus lengkap bahasa Indonesia dijelaskan bahwa yang di maksud dengan Anak adalah turunan yang kedua,
manusia yang lebih kecil.[10]
Ahmad
Tanthowi dalam buku ”Psikologi Pendidikan” mengemukakan bahwa : “Usia Dini” adalah usia
anak pada masa mengembangkan alat – alat
dirinya dan memperoleh pengetahuan dasar di bawah asuhan ibunya di lingkungan
rumah tangganya.”[11]
Adapun yang dimaksud dengan “Pendidikan Islam
Bagi Anak Usia Dini” adalah suatu rancangan dan pola membina
anak-anak pada usia dini baik jasmani ataupun rohani menuju terbentuknya akhlak
yang mulia sesuai dengan ajaran Islam.
F. Metode Pembahasan
Pembahasan ini memusatkan perhatian pada kepustakaan ( Library
Research ) yaitu membaca, menganalisa bahan – bahan yang ada di perpustakaan,
baik ari Al – qur’an, kitab – kitab, hadist, kitab tarbiyah, kitab akhlak
maupun buku – buku ilmiah lainnya yang ada hubungannya dengan masalah yang
sedang penulis bahas..
Dalam penulisan
skripsi ini penulis secara umum menggunakan ”Metode Deskriptif
Eksploratif” yaitu dengan memberi gambaran tentang pendidikan Islam
untuk anak pada usia dini berdasarkan data-data yang penulis peroleh dari hasil
survey dengan membah khazanah intelektual yang terdapat di dalam al-qur’an dan
buku-buku yang penulis kaji yang berhubungan dengan objek pembahasan penulis
G. Sistematika Penulisan
Dalam
sistematika dalam penulisan dalam pembahasan skripsi ini adalah sebagai berikut :
Pada
bab satu terdapat pendahuluan pembahasannya meliputi : latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan pembahasan, manfaat pembahasan, penjelasan istilah,
metode pembahasan dan sistematika penulisan.
Pada bab dua terdapat pendidikan
anak usia dini, pembahasannya meliputi : pendidikan ketauhidan, pendidikan
ibadah dan pendidkan akhlak.
Pada bab tiga terdapat pendidikan
Islam untuk anak usia dini, pembahasannya meliputi : pengertian
pendidikan, anak dalam tinjauan pendidikan Islam, dasar-dasar pendidikan
terhadap anak usia dini, pendidikan Islam dalam mendidik anak usia dini.
Pada
bab empat terdapat penutup
termasuk di dalamnya kesimpulan dan saran-saran.
[3]
Abdurrahman Mas’udi, Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik, ( Yogyakarta:
Gema Media, 2000 ),hal. 76.
[4] Hannan Athiyah
Ath-Thuri, Mendidik Anak Perempuan Dimasa Kanak - Kanak, cet. I
(Jakarta: Amzah, 2004) hal. 2
[5] Hannan Athiyah
Ath-Thuri, Mendidik Anak Laki - Laki Dimasa Kanak - Kanak, cet. I ( Jakarta : Amzah, 2004 ) hal. 23
[8]Hobby, Kamus Populer, Cet.XV, (Jakarta: Central, 1997 ), hal 28
[9]Oemar Muhammad At-Tomy Al-Syaibani, Filsafat Pendidikan Islam ,terj. Hasan Langgulung, Cet. I, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1979 ), hal.44.