Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Strategi dan Metode Pembelajaran Sejarah


A.    Strategi dan Metode Pembelajaran Sejarah


Strategi pembelajaran sejarah adalah kegiatan yang dipilih pengajar dalam proses pembelajaran, sehingga memperlancar tercapainya tujuan pembelajaran. Dalam proses pembelajaran sejarah berlangsung dengan baik perlu diatur strateginya.
Penggunaan strategi sangat mempengaruhi proses pembelajaran Sejarah, oleh karena itu seorang guru hendaklah menggunakan strategi yang baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan mendukung tercapainya tujuan sebagaimana yang diharapkan, akan tetapi penggunaan strategi yang tidak sesuai dengan bahan pelajaran dapat menyebabkan kesulitan bagi siswa dalam mencerna pelajaran yang telah disampaikan oleh guru sehingga tujuan yang ingin dicapai tidak sempurna sebagaimana yang diinginkan.
Model mencakup strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.  Strategi itu sendiri merupakan siasat dalam pembelajaran yang bertujuan meng-optimalkan proses belajar dan pembelajaran. Ramly Maha mendefinisikan strategi sebagai “kemampuan mengatur langkah-langkah dan menata semua potensi yang ada agar suatu rancangan pembelajaran yang disusun akan bermanfaat seoptimal mungkin, sehingga suatu kegiatan pembelajaran tercapai sasarannya.”[1] Menurut Nana Sudjana, strategi mengajar adalah “taktik yang digunakan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran agar dapat mempengaruhi para siswa mencapai tujuan secara efektif dan efisien.[2]
Mencermati beberapa pengertian strategi di atas, penulis lebih condong bahwa strategi pembelajaran adalah taktik yang digunakan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar yang dapat mempengaruhi para siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.
Dalam strategi terdapat beberapa pendekatan. Pendekatan adalah cara pandang yang digunakan guru dalam memecahkan suatu masalah. Satu masalah yang dipelajari oleh dua orang dengan pendekatan yang berbeda akan menghasilkan kesimpulan yang juga berbeda. Misalnya strategi untuk mengaktifkan anak didik belajar dapat dilaksanakan dengan menerapkan pendekatan yang berpusat pada siswa, seperti pendekatan kontekstual, pendekatan tematik, ataupun pendekatan problem posing (pengajuan masalah).[3]
Adapun metode adalah cara mengajar yang sifatnya umum dan dapat digunakan untuk berbagai mata pelajaran dengan memperhatikan sasaran tujuannya. Dengan kata lain, metode adalah cara atau jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan pendidikan. Contohnya metode ceramah dapat digunakan untuk memperkenalkan teori baru yang bersifat knowledge, dan metode tanya jawab untuk pengembangan sikap dan nilai. Sedangkan teknik merupakan cara mengajar yang bersifat khusus sesuai dengan karakter materi pelajaran, peserta didik atau keterampilan guru. Jadi teknik penyajian adalah “suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang diperlukan oleh guru”.[4]

Metode adalah cara tertentu yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. Metode merupakan teori dan cara mengajar untuk mempermudah pencapaian pendidikan. Metode juga dapat diartikan sebagai cara untuk menyampaikan materi pendidikan kepada anak didik yang akhirnya dapat mencapai tujuan pendidikan. Muhammad 'Athiyah al-Abrasy mendefinisikan metode sebagai “Jalan yang kita ikuti untuk memberi faham kepada murid-murid dalam segala macam pelajaran, dalam segala mata pelajaran”.18 Dalam pendidikan agama dikenal beberapa macam metode seperti metode perintah, metode keteladanan dan lain-lain.
Dari definisi tentang metode ini dapat diambil kesimpulan bahwa metode adalah cara yang digunakan untuk menjelaskan materi pendidikan kepada anak didik. Metode adalah aspek yang terpenting dari proses pendidikan dan merupakan komponen yang tak terpisahkan dari aktivitas proses belajar mengajar. Firman Allah SWT :
ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (النحل: ١٢٥)

Artinya : Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik, sesungguhnya Tuhanmu Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. An-Nahlu: 125).

            Ayat di atas memberi pedoman bahwa metode yang berlaku baik dalam pendidikan Islam adalah al-hikmah (kebijaksanaan), pengajaran yang baik serta diskusi. Al-hikmah dimaksud adalah kebijaksanaan yang diambil sesuai dengan situasi dan kondisi objek didik. Sedangkan pengajaran yang baik adalah Proses Belajar Mengajar (PBM) secara efektif dan efisien, baik melalui lembaga pendidikan formal maupun non formal. Selain itu juga dapat dilakukan melalui metode diskusi, bertukar pikiran dan adu argumentasi untuk menambah wawasan serta mengembangkannya.
Dalam pembelajaran sejarah, guru tidak hanya mengambil semua kesempatan untuk menjelaskan, tetapi memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya atau mengemukakan pendapatnya. Jika kesempatan itu tidak diberikan maka guru tidak mengetahui apakah siswanya sudah memahami materi pembelajaran itu, dan akibatnya tujuan pembelajaran sejarah tidak tercapai.
Berdasarkan kegiatan yang ditimbulkannya, strategi pembelajaran dapat di-bagi dua macam, yaitu strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, dan strategi pembelajaran yang berpusat pada pendidik.[5] Kedua macam strategi tersebut dapat diuraikan di bawah ini :
1.     Strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik
Strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik adalah kegiatan pembelajaran yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada peserta didik untuk terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran. Strategi ini menekankan bahwa peserta didik adalah pemegang peran dalam proses keseluruhan kegiatan pembelajaran, sedangkan pendidik berfungsi untuk memfasilitasi peserta didik dalam melakukan kegiatan pembelajaran.[6]
Strategi pembelajaran ini juga memiliki keunggulan dan kelemahan, keunggulannya adalah: Pertama, Siswa akan dapat merasakan bahwa pembelajaran menjadi miliknya sendiri karena peserta didik diberi kesempatan yang luas untuk berpartisipasi. Kedua, Siswa memiliki motivasi yang kuat untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Ketiga, Tumbuhnya suasana demokratis dalam pembelajaran sehingga akan terjadi dialog dan diskusi untuk saling belajar membelajarkan di antara siswa. Keempat, Dapat menambah wawasan pikiran dan pengetahuan bagi siswa karena sesuatu yang dialami dan disampaikan siswa mungkin belum diketahui sebelumnya oleh pendidik.[7]
Adapun kelemahan strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik antara lain : Pertama, Membutuhkan waktu yang relatif lebih lama dari waktu pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Kedua, Aktivitas pembelajaran cenderung akan didominasi oleh sebagian siswa yang sering berbicara, sedangkan siswa lainnya akan lebih banyak mengikuti jalan pikiran siswa tersebut. Ketiga, Pembicaraan dapat menyimpang dari arah pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya.[8]
Strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik ini pada dasarnya dapat diterapkan dalam semua metode pembelajaran perorangan, metode pem-belajaran kelompok, dan metode pembelajaran komunitas atau massal. Namun penggunaan strategi pembelajaran ini akan lebih efektif dalam metode pembelajaran kelompok.[9]
2.     Strategi pembelajaran yang berpusat pada pendidik
Strategi pembelajaran yang berpusat pada pendidik adalah kegiatan pembelajaran yang menekankan terhadap pentingnya aktivitas pendidik dalam mengajar atau membelajarkan peserta didik. Perencanaan, pelaksanaan dan penilaian proses serta hasil pembelajaran dilakukan dan dikendalikan oleh pendidik.[10]
Strategi ini sangat sesuai untuk pembelajaran Sejarah, karena dalam pembelajaran Sejarah dibutuhkan strategi yang dapat mengaktifkan guru dan siswa dalam pembelajaran supaya tidak terdapat kekeliruan dalam memahami, meyakini serta mengamalkan apa yang terjadi dalam Sejarah.
Dalam hal ini dituntut adanya hubungan yang erat antara guru dengan murid, karena suksesnya suatu pendidikan sangat tergantung kepada seberapa besar hubungan kasih sayang yang dijalin oleh seorang guru dengan murid. Hubungan itu dianggap cukup bila mampu mendorong murid memberikan kepercayaan penuh kepada sang guru hingga tidak takut kepadanya.[11]
Strategi pembelajaran ini juga memiliki keunggulan dan kelemahan. Ke-unggulannya adalah: Pertama, Bahan belajar dapat disampaikan secara tuntas oleh pendidik sesuai dengan program pembelajaran yang telah disiapkan sebelumnya. Kedua, Dapat diikuti oleh siswa dalam jumlah besar. Ketiga, Waktu yang digunakan akan tepat sesuai dengan jadwal waktu pembelajaran yang telah ditetapkan. Keempat, Target materi pembelajaran yang telah direncanakan relatif mudah tercapai.[12]
Adapun kelemahan strategi pembelajaran yang berpusat pada pendidik antara lain: Pertama, Mudah menimbulkan rasa bosan pada siswa sehingga hal ini dapat mengurangi motivasi, perhatian dan konsentrasi peserta didik terhadap kegiatan pembelajaran. Kedua, Keberhasilan pembelajaran, dalam hal perubahan sikap dan perilaku siswa relatif sulit untuk diukur karena yang diinformasikan kepada siswa pada umumnya lebih banyak menyentuh ranah kognitif. Ketiga, Kualitas pencapaian tujuan belajar yang telah ditetapkan adalah relatif rendah karena pendidik sering hanya mengejar target waktu untuk menghabiskan materi pembelajaran.[13]
Strategi pembelajaran yang berpusat pada pendidik ini pada dasarnya dapat diterapkan dalam metode pembelajaran dengan teknik ceramah atau kuliah, tanya jawab dan lain sebagainya. Dalam pembelajaran Sejarah kedua strategi ini hendaknya digunakan secara kombinasi sesuai dengan materi yang akan dibahas, sehingga tujuan pembelajaran Sejarah tercapai.
Di dalam proses belajar mengajar, guru harus memiliki metode yang ditentukan agar siswa dapat belajar secara efektif dan efisien serta sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Salah satu langkahnya ialah harus menguasai teknik-teknik penyajian, atau biasanya sering disebut dengan metode mengajar.
Secara umum Omar Muhammad al-Tomy mendefinisikan sebagaimana dikutip oleh Tim Penulis IKIP Surabaya dari buku Pengantar Didaktik Metodik Proses Belajar Mengajar

Bahwa metode adalah semua aktivitas mengajar dan belajar itu harus berdasarkan akhlak Islam yang mulia, metode yang digunakan harus dapat membangkitkan semangat ajaran akhlak Islam, metode-metode apapun dapat dipakai seperti metode diskusi, dialog, hafalan, ijtihad dan lain sebagainya dapat dipakai, yang penting siswa itu menyadari bahwa mereka berdialog dengan guru, berdiskusi secara bebas dengan gurunya tetapi mereka juga harus ingat bahwa guru mereka harus dihormati dan dihargai.[14]

Demikian juga halnya dengan pengajaran Sejarah, dimana penggunaan metode mengajar harus berpedoman kepada tujuan yang akan dicapai tanpa melupakan faktor siswa. Guru harus menggunakan metode yang sesuai dengan situasi dan kondisi kelas saat berlangsungnya pelajaran tersebut.
Dalam penggunaan satu atau beberapa metode maka harus diperhatikan syarat-syarat berikut : Pertama, Metode mengajar yang dipergunakan harus dapat membangkitkan motif, minat, gairah belajar siswa. Kedua, Metode mengajar yang dipergunakan harus dapat menjamin perkembangan kegiatan  kepribadian siswa. Ketiga, Metode mengajar yang dipergunakan harus dapat merangsang keinginan siswa untuk belajar lebih lanjut. Keempat, Metode mengajar yang dipergunakan harus mendidik murid dalam teknik belajar sendiri dan cara memperoleh pengetahuan melalui usaha sendiri. Kelima, Metode mengajar yang dipergunakan harus dapat meniadakan penyajian yang bersifat verbalitas dan menggantinya dengan pengalaman atau situasi yang nyata dan bertujuan. Keenam, Metode yang dipergunakan harus dapat menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai dan sikap-sikap utama yang diharapkan dalam kebiasaan cara bekerja yang baik dalam kehidupan sehari-hari.[15]
Menurut Abdurrahman al-Nahlawi, sebagaimana dikutip oleh. Ahmad Tafsir dalam bukunya “Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam”, ada beberapa metode yang dipergunakan dalam mendidik yang bukan hanya melewati akal, melainkan langsung masuk ke dalam perasaan anak didik, melalui pendidikan al-Qur’an Hadits. Metode-metode tersebut adalah sebagai berikut:
1.     Metode hiwar (percakapan) Qurani dan Nabawi
Hiwar ialah percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih mengenai suatu topik, dan dengan sengaja diarahkan kepada suatu tujuan yang dikehendaki (dalam hal ini oleh guru). Dalam percakapan itu bahan pembicaraan tidak dibatasi, dapat digunakan berbagai konsep sains, seni, wahyu, hadits dan lain-lain. Kadang-kadang pembicaraan itu sampai pada satu kesimpulan, kadang-kadang tidak ada kesimpulan karena salah satu pihak tidak puas terhadap pendapat pihak lain. Yang manapun yang ditemukan, hasilnya dari segi pendidikan tidak jauh berbeda, masing-masing mengambil pelajaran untuk menentukan sikap bagi dirinya.
Diantara kelebihan metode Hiwar adalah sebagai sebagai berikut:
a.      Hiwar itu berlangsung secara dinamis karena kedua pihak terlibat langsung dalam pembicaraan, tidak membosankan. Kedua pihak saling memperhatikan. Jika tidak memperhatikan, tentu tidak dapat mengikuti jalan pikiran pihak lain. Kebenaran atau kesalahan masing-masing dapat diketahui dan direspons saat itu juga, dan selanjutnya pembicaraan berjalan terus. Topik-topik baru sering ditemukan dalam pembicaraan seperti itu.
b.     Pendengar tertarik untuk mengikuti terus pembicaraan itu karena ia ingin tahu kesimpulannya. Ini biasanya diikuti dengan penuh perhatian, tampaknya tidak bosan dan penuh semangat.
c.      Metode ini dapat membangkitkan perasaan dan menimbulkan kesan dalam jiwa, yang membantu mengarahkan seseorang menemukan sendiri kesimpulannya.
d.     Bila hiwar dilakukan dengan baik, memenuhi akhlak tuntunan Islam, maka cara berdialog, sikap orang yang terlibat, itu akan mempengaruhi peserta sehingga meninggalkan pengaruh berupa pendidikan akhlak, sikap dalam berbicara, menghargai pendapat orang lain, dan sebagainya.
Adapun kekurangan metode hiwar adalah sebagai berikut: Pertama, Apabila terjadi perbedaan pendapat akan banyak memakan waktu guna menyelesaikannya. Kedua, Kemungkinan terjadi penyimpangan perhatian anak didik terutama apabila terdapat jawaban yang kebetulan menarik perhatiannya, tetapi bukan sasaran yang dituju. Ketiga, Kurang dapat secara cepat merangkum bahan-bahan yang dipelajari. Keempat, Memakan waktu yang lama.[16]
2.     Metode kisah Qurani dan Nabawi
Dalam pendidikan Islam, terutama pendidikan agama Islam (sebagai suatu bidang studi), kisah sebagai metode amat penting. Dikatakan amat penting, alasannya antara lain sebagai berikut: Pertama, Kisah dapat mengaktifkan dan membangkitkan semangat siswa. Karena setiap anak didik akan senantiasa merenungkan makna dan mengikuti berbagai situasi kisah sehingga anak didik terpengaruh oleh tokoh dan topik kisah tersebut. Kedua, Mengarahkan semua emosi sehingga menyatu pada satu kesimpulan yang menjadi akhir cerita. Ketiga, Dapat mempengaruhi emosi, seperti khauf, perasaan diawasi, rela, senang, benci, sehingga bergelora dalam cerita.[17]
Adapun kekurangannya adalah sebagai berikut:
Pertama, Pemahaman siswa menjadi sulit ketika kisah itu telah terakumulasi oleh masalah lain. Kedua, Bersifat monoton dan dapat menjenuhkan siswa. Ketiga, Sering terjadi ketidakselarasan isi cerita dalam kontek yang dimaksud sehingga pencapaian tujuan sulit dicapai.[18]
Kisah Qur’ani bukanlah hanya semata kisah atau semata-mata karya seni yang indah, ia juga suatu cara Tuhan mendidik umat agar beriman kepada-Nya. Ditinjau dari dampak pedagogis, kisah Nabawi tidak berbeda dari kisah Qurani. Akan tetapi bila ditinjau secara mendalam, ternyata kisah Nabawi berisi rincian yang lebih khusus seperti menjelaskan pentingnya keikhlasan dalam beramal, menganjurkan bersedekah dan mensyukuri nikmat Allah.[19]
3.     Metode amtsal (perumpamaan) Qurani dan Nabawi
Metode ini dapat juga digunakan oleh guru dalam mengajar. Pengungkapannya tentu saja sama dengan metode kisah, yaitu dengan berceramah atau membaca teks. Kebaikan metode ini antara lain sebagai berikut: Pertama, Mempermudah siswa memahami konsep yang abstrak, ini terjadi karena perumpamaan itu mengambil benda konkret seperti kelemahan tuhan orang kafir diumpamakan dengan sarang laba-laba. Sarang laba-laba memang lemah sekali, disentuh dengan lidi pun dapat rusak. Kedua, Perumpamaan dapat merangsang kesan terhadap makna yang tersirat dalam perumpamaan tersebut. Seperti kata dharb dalam surat al-Baqarah: 26, dimaksudkan untuk mempengaruhi dan membangkitkan kesan, seakan-akan si pembuat perumpamaan menjewer telinga pembaca dengannya sehingga pengaruh jeweran itu meresap ke dalam kalbu. Ketiga, Merupakan pendidikan agar bila menggunakan perumpamaan haruslah logis dan mudah dipahami. Jangan sampai dengan menggunakan perumpamaan malah pengertiannya kabur atau hilang sama sekali. Perumpamaan harus memperjelas konsep, bukan sebaliknya. Keistimewaan perumpamaan dalam al-Qur’an ialah natijah (konklusi) silogismenya justru tidak disebutkan, yang disebutkan hanya premis-premisnya. Keempat, Amtsal Qurani dan Nabawi memberikan motivasi kepada pendengarnya untuk berbuat amal baik dan menjauhi kejahatan. Jelas hal ini amat penting dalam pendidikan Islam.[20]
Metode amtsal (perumpamaan)  mudah diterima, dicerna dan dipemahami pesan pendidikan yang hendak disampaikan kepada peserta didiknya Nabi SAW seringkali memberikan perumpamaan-perumpamaan yang dekat dan akrab dengan kehidupan sehari-hari mereka atau secara umum sudah dikenal oleh mereka. Ini untuk mempermudah pemahaman terutama peserta didiknya yang berada dalam taraf intelektual yang sedang. Sehingga mereka bisa lebih mudah untuk mengingat isi pesan yang disampaikan, terutama ketika sedang ingat kepada perumpamaan yang dipakai.

4.     Metode Keteladanan
Dalam al-Qur’an kata teladan diproyeksikan dengan kata uswah yang kemudian diberi sifat di belakangnya seperti sifat hasanah yang berarti baik. Metode ini dianggap penting karena aspek agama yang terpenting adalah akhlak yang termasuk dalam kawasan afektif yang terwujud dalam bentuk tingkah laku (behavioral).[21]
Ada beberapa konsep yang dapat dipetik dari penggunaan metode ini: Pertama, Metode pendidikan Islam berpusat pada keteladanan. Yang memberikan teladan itu di lingkungan sekolah adalah guru, kepala sekolah, dan semua aparat sekolah. Dalam pendidikan masyarakat, teladan itu adalah pemimpin masyarakat. Dan dalam kehidupan keluarga adalah ayah, ibu dan orang yang lebih tua. Kedua, Teladan untuk guru-guru ialah Rasulullah SAW. Guru tidak boleh mengambil tokoh yang diteladani selain Rasul SAW. Sebab, Rasul itulah teladan yang terbaik. Rasul meneladankan bagaimana kehidupan yang dikehendaki Tuhan karena Rasul itu adalah penafsir ajaran Tuhan.[22]
Dapat disimpulkan bahwa, dalam penerapan pendidikan Islam, hendaknya mencontoh pribadi Rasulullah SAW dan beliau-beliau yang dianggap representatif. Sebagaimana telah difirmankan dalam al-Qur'an:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيراً﴿الأحزاب: ٢١
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. al-Ahzâb : 21).

5.     Metode pembiasaan
Al-Qur’an dalam memberikan materi pendidikan adalah kebiasaan yang dilakukan secara bertahap. Dalam hal ini termasuk merubah kebiasaan-kebiasaan yang negatif. Al-Qur’an menjadikan kebiasaan itu sebagai suatu metode pendidikan, mengubah seluruh sifat-sifat yang baik menjadi kebiasaan, sehingga jiwa dapat menunaikan kebiasaan itu dengan mudah. Kebiasaan yang digunakan oleh al-Qur’an tidak terbatas hanya kebiasaan yang baik dalam perbuatan melainkan juga dalam bentuk perasaan dan pikiran.[23]
Dalam proses belajar mengajar, karena pembiasaan ini berintikan pengulangan, maka metode pembiasaan juga berguna untuk menguatkan hafalan. Sehingga dengan seringnya mengulang, para peserta didik akan lebih cepat menghafal materi pelajaran yang sedang diajarkan. Bahkan Rasulullah pun sering mengulang-ulang berdoa dengan lafadz yang sama, sehingga beliau hafal betul doa tersebut, dan para sahabatnya yang mendengarkan doa itu pun juga hafal doa itu dengan sendirinya.

6.     Metode ’ibrah dan mau’izah
Pendidikan Islam memberikan perhatian khusus kepada metode ‘ibrah agar pelajar dapat mengambilnya dari kisah-kisah dalam al-Qur’an, sebab kisah-kisah itu bukan sekedar sejarah, melainkan sengaja diceritakan Tuhan karena ada pelajaran (’ibrah) yang penting di dalamnya. Adapun mau’izah, seperti ditafsirkan Rasyid Ridha, adalah nasihat dengan cara menyentuh kalbu dan menggetarkan hati. Secara teori, nasihat yang menggetarkan hati haruslah nasihat dengan menggunakan bahasa yang menyentuh hati. Itu tidak mudah. Akan tetapi dengan keikhlasan dan berulang-ulang, akhirnya nasihat itu akan dirasakan menyentuh kalbu pendengarnya.[24]
Begitu juga dalam proses pembelajaran sehari-hari. Para peserta didik dituntut untuk dapat mengambil ibrah atas apa yang mereka pelajari dari kisah-kisah yang Allah ceritakan dalam al-Qur’an tersebut, sehingga itu berbekas di hati mereka dan berpengaruh baik terhadap tingkah laku mereka.
7.     Metode targhib dan tarhib
Targhib adalah janji terhadap kesenangan, kenikmatan akhirat yang disertai bujukan. Tarhib adalah ancaman karena dosa yang dilakukan. Metode ini bertujuan agar orang mematuhi aturan Allah. Tekanan targhib agar melakukan kebaikan, sedangkan tarhib agar menjauhi kejahatan.
Targhib dan tarhib dalam pendidikan Islam berbeda dengan metode ganjaran dan hukuman dalam pendidikan Barat. Perbedaan utamanya ialah targhib dan tarhib bersandarkan ajaran Allah, sedangkan ganjaran dan hukuman bersandarkan hukum dan ganjaran duniawi.[25]
Maka dalam melaksanakan pendidikan, hendaknya seorang guru lebih selektif dalam memilih hukuman yang akan diberikan kepada peserta didik. Hukuman itu semestinya yang dapat mendidik mereka untuk berubah dan memperbaiki diri untuk lebih baik. Begitu juga dengan ganjaran, hendaknya yang dapat memotivasi peserta didik untuk terus berkembang dan lebih giat lagi dalam proses belajar mengajar.
Adapun metode-metode mengajar Sejarah secara umum yang sering dipraktekkan dalam proses belajar mengajar yang formal, serta kelebihan dan kekurangannya masing-masing dapat dilihat pada penjelasan di bawah ini :
1.     Metode Ceramah
Metode ceramah adalah cara menyampaikan suatu pelajaran tertentu dengan jalan penuturan secara lisan kepada anak didik atau khalayak ramai. Dalam metode ini guru memegang peranan utama, jadi keberhasilan pengajaran tergantung pada guru. Dalam sejarah Islam, Nabi Muhammad SAW dan para sahabat, dalam mengembangkan dan mendakwahkan agama Islam banyak menggunakan dengan cara berceramah ini.[26]
Untuk mencapai hasil yang memuaskan dalam metode ini, seorang guru harus menempuh langkah-langkah sebagai berikut : Pertama, Tujuan yang hendak dicapai atau yang harus dipelajari oleh anak didik, harus dirumuskan dengan jelas. Kedua, Menetapkan istilah-istilah atau pengertian-pengertian yang akan dipergunakan dalam ceramahnya. Ketiga, Menyusun bahan ceramah dengan teliti. Keempat, Mengarahkan perhatian siswa pada pokok masalah yang diceramahkan. Kelima, Menanamkan pengertian-pengertian dengan jelas. Keenam, Mengadakan evaluasi untuk  mengetahui apakah tujuan telah tercapai.[27]
2.     Metode Tanya jawab
Metode tanya jawab dipergunakan untuk dapat mengetahui apakah murid telah mengetahui fakta-fakta tertentu yang sudah diajarkan, atau apakah proses pemikiran terdapat pada para murid. Dengan demikian guru dapat mengetahui apabila murid belum mengerti, agar guru dapat mengulang kembali sampai murid benar-benar mengerti. Jadi, metode tanya jawab lahir dari ketidakpahaman siswa dalam memahami materi yang diterangkan guru atau siswa lain yang memberikan argumentasinya.[28]
Dalam sejarah Islam, metode tanya jawab ini sering diterapkan oleh Rasulullah SAW., Tujuan metode tanya jawab : Pertama, Untuk merangsang anak didik agar perhatiannya terarah pada masalah yang dibicarakan. Kedua, Untuk mengarahkan proses pemikiran anak sebagai ulangan atau evaluasi pelajaran yang telah diberikan. Ketiga, Untuk mengarahkan langkah-langkah berpikir atau proses yang ditempuh dalam memecahkan soal/masalah, sehingga anak didik berpikir secara sistematis.[29]
Metode ini sangat sesuai untuk digunakan dalam pembelajaran al-Qur’an Hadits, sebab apabila ada hal yang kurang dimengerti dapat ditanyakan langsung, metode tanya jawab ini benar-benar mendorong anak didik untuk berani bertanya agar semua masalah yang ada dapat diselesaikan.
3.     Metode Diskusi
Metode diskusi adalah salah satu cara memecahkan persoalan secara bersama-sama, dengan mengemukakan dan pertukaran pengetahuan yang ada pada guru dengan murid, sehingga akan menemukan jawaban yang tepat. Metode diskusi adalah cara yang baik untuk merangsang murid-murid berpikir dan mengeluarkan pendapat sendiri, serta ikut mengembangkan pikiran dalam satu masalah bersama.[30]
Metode diskusi ini pada umumnya akan membuat suasana kelas lebih hidup, karena siswa lebih aktif dan bersemangat Di mana setiap siswa mendapat kesempatan untuk mengemukakan pendapat mereka masing-masing. Jadi metode diskusi ini merupakan proses pembelajaran yang menyebabkan terjadinya interaksi antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa. Dalam pembelajaran Sejarah metode ini sangat bermanfaat untuk mengetahui sejauh mana ilmu yang telah diajarkan dapat dikuasai oleh siswa, dan apabila terdapat perbedaan pendapat dapat diselesaikan secara bersama-sama.
Dalam al-Qur’an, Allah menganjurkan kepada kita untuk berdiskusi dan bermusyawarah secara baik dalam menghadapi berbagai masalah yang dihadapi bersama, dalam ayat-Nya yang berbunyi :[31]
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظّاً غَلِيظَ الْقَلْبِ لاَنفَضُّواْ مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّهِ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ) آل عمران: ١٥٩(

Artinya: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut ter-hadap mereka. Sekiranya kamu bersikeras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah me-reka, mohonlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarah dengan me-reka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan te-kad, maka bertawakallah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah me-nyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya. (QS. Ali Imran: 159).

Dalam upaya menghidupkan proses pembelajaran yang efektif maka tujuan metode diskusi antara lain: Pertama, Mendorong anak didik berpikir dan mengeluarkan pendapatnya dengan dasar argumentasi yang kuat dan akurat. Kedua, Mendorong anak didik untuk mengembangkan daya imajinasi dan intuitif serta daya pikir yang kritis. Ketiga, Mendorong anak didik menyumbangkan buah pikirnya untuk memecahkan masalah bersama. Keempat, Mengambil satu atau beberapa alternatif jawaban untuk memecahkan masalah berdasarkan pertimbangan yang seksama.[32]
Dari uraian di atas jelas bahwa metode pembelajaran al-Qur’an Hadits bermacam-macam, ini berarti tidak ada satu metode pun yang sempurna. Dengan demikian metode mengajar tersebut akan saling menutupi kelemahan masing-masing sehingga hasil pengajaran yang diperoleh akan mencapai sasarannya. Jadi seorang guru harus menggunakan metode yang bermacam-macam dan tidak akan berhasil dengan baik pembelajaran al-Qur’an Hadits jika guru hanya menggunakan satu metode saja. Dengan demikian sangatlah dituntut kemampuan guru al-Qur’an Hadits agar memiliki dan memahami berbagai metode mengajar, dan seorang guru hendaklah lebih selektif dalam memilih metode sesuai dengan materi yang diajarkan, tujuan yang ingin dicapai serta situasi dan kondisi kelas di mana pembelajaran sedang berlangsung.



[1] Ramly Maha, Strategi Pembelajaran (Banda Aceh: KKD Rahmad, 1994), hal. 1.
[2] Nana Sudjana, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, (Bandung: Sinar Baru, 1990). hal. 33.
[3] Johar dkk., Strategi..., hal. 9-10.
[4] Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, (Jakarta: al-Husna Zikra, 1995), hal. 39.

18Jalaluddin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo, 1996), hal. 52.
[5] Sudjana, Metode ...., hal. 37.
[6] Johar dkk., Strategi..., hal. 12.
[7] Sudjana, Metode ....., hal. 37.
[8] Ibid., hal. 38
[9] Ibid., hal. 39.
[10] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Cet. VI, (Bandung: Remaja Rosda-karya, 2005), hal. 76.
[11] M. Bahri Ghazali, Konsep Ilmu Menurut al-Ghazali, (Yogyakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1991), hal. 93.
[12] Sudjana, Metode ...., hal. 38.
[13] Ibid, hal. 39.
[14] Tim Penulis IKIP Surabaya, Pengantar..., hal. 53.
[15] Ibid., hal. 53.
[16] Abu Ahmadi dan Joko Prasetyo, Strategi Pembelajaran,  (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), hal. 57.
[17] Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta : Ciputat Pers, 2002), hal.161.
[18] Ibid., hal.161.
[19] Tafsir, Ilmu..., hal. 141.
           [20] Ibid., hal. 142.
[21] Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hal. 95.
[22] Tafsir, Ilmu Pendidikan..., hal. 143.
[23]Nata, Filsafat …, hal.100.
[24]Tafsir, Ilmu..., hal. 145-146.
[25] Ibid., hal. 146-147.
[26]Tayar Yusuf dan Saiful Anwar, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 41.
[27]Johar, dkk., Strategi..., hal. 106.
[28] Oemar Hamalik, Metode Mengajar dan Kesulitan-kesulitan Belajar, (Bandung: Usaha Nasional, 1993), hal. 55.
[29] Johar, dkk., Strategi..., hal. 119.
[30]Abd. Rahman Shaleh, Didaktik Pendidikan Agama di Sekolah Dasar dan Petunjuk Mengajar Bagi Guru Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1999), hal. 107.
[31]                Anwar, Metodologi..., hal. 64.
[32] Zakiah Daradjat, dkk., Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Cet. III, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal. 296.