Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Pengertian dan Dasar Hukum Memilih Jodoh

PERPEKTIF TEORITIS TENTANG KONSEP MEMILIH JODOH

BAB II
PERPEKTIF TEORITIS TENTANG KONSEP MEMILIH JODOH

A.    Pengertian dan Dasar Hukum Memilih Jodoh
Disyariatkannya pernikahan terkandung maksud agar agama seseorang semakin sempurna, nafsu birahinya tidak serakah, terjaga ketahanan mental dan jasmani, memperkokoh tali persaudaraan, baik antar individu maupun dengan masyarakat, menjaga kemuliaan bangsa dan negara, serta meraih ampunan dosa.[1] Namun, kini telah banyak manusia yang memilih kedudukan dan martabat hewani, enggan menikah, memilih hidup bebas tanpa batas dalam menyalurkan nafsu birahinya. Kenyataan ini tidak perlu dimungkiri, karena sudah ada sejak Allah Swt. menciptakan bumi. Bahkan sampai kiamat perilaku hewani itu mungkin tetap akan menghiasi kehidupan manusia yang tak pernah tersentuh nilai keimanan. Nafsu hewani telah menyatu dengan mereka sehingga membuat dirinya tidak mampu memahami tujuan-tujuan mulia dari disyariatkannya pernikahan.[2]
Bukan hal yang mengherankan bila kini banyak terjadi orang menikah hanya sekadar untuk melampiaskan dan mengumbar hawa nafsu birahi. Kawin-cerai menjadi budaya mereka hingga tidak ada ketentraman dalam berumah tangga. Mereka memandang bahwa hidup adalah uang dan kemegahan. Harta, tahta, dan wanita sebagai tolok ukur keberhasilan dalam mengarungi hidup hingga dalam memilih pasangan hidup selalu mengutamakan kekayaan material, keturunan, dan kecantikan. Bagi mereka, hal tersebut merupakan prestise dalam mengarungi kehidupan di tengah masyarakat. Agama dan akhlak bukan lagi dijadikan ukuran, bahkan menjadi cemoohan. Dengan harta dan tahta, mereka merasa hidup aman dan tentram, terlepas dari belenggu kemiskinan dan kehinaan. Ada pula di antara mereka yang menikah hanya sekadar mencari ajang penyaluran seks, mencari kenikmatan dan kepuasan duniawi. Hal tersebut senantiasa dijadikan dambaan dalam memilih pasangan hidup.
Memilih pasangan hidup hanya karena memenuhi keinginan nafsu adalah racun yang tidak boleh terlintas dalam benak seorang muslim. Harus kita sadari bahwa pembentukan keluarga mutlak harus diarahkan pada terciptanya keluarga yang islami. Bahkan Islam memandang hal ini sebagai proyek besar, yang tentu saja butuh keseriusan dalam mewujudkannya. Karena itulah di dalam Islam dijumpai pokok-pokok yang sangat rinci dan akurat tentang cara memilih pasangan hidup. Di sana ditegaskan tentang pentingnya kehidupan umat Islam yang harus dijiwai dengan sifat yang terkandung dalam Alquran hingga kemudian dapat menjadi contoh teladan bagi manusia di seluruh penjuru dunia.
Dalam pandangan Islam, masalah pernikahan mendapatkan perhatian khusus, lebih-lebih dalam memilih pasangan hidup, sehingga rumah tangga yang dibangun benar-benar kokoh dan bahagia. Sebab pembinaan rumah tangga berarti juga berdampak keselamatan, kebahagiaan individu, masyarakat, serta kemaslahatan dan kemuliaan umat manusia secara keseluruhan. Dalam masalah yang multikompleks seperti inilah Islam tidak pernah menganggap norma-norma material dan fenomena-fenomena yang menarik lainnya sebagai sesuatu yang penting. Tapi, Islam memberikan landasan yang sangat mendasar bagi tercapainya sebuah bangunan rumah tangga yang bahagia, sejahtera, penuh kedamaian dan ketentraman.[3]
Allah Swt. memberikan pengarahan agar tujuan dari pernikahan tidak hanya untuk mencapai kebahagiaan yang semu, melainkan agar mencapai ketentraman atau sakinah yang akan mengantarkan kepada kebahagiaan hakiki di akhirat kelak. Terdapat dua faktor yang menjadikan tatanan rumah tangga mencapai sakinah, yakni mawaddah dan rahmah. Keduanya tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya. Dengan kata lain, dengan mawaddah tanpa rahmah, atau rahmah tanpa mawaddah tidak dapat mencapai kehidupan yang sakinah.
Keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah, merupakan suatu keluarga dambaan bahkan merupakan tujuan dalam suatu perkawinan dan sakinah itu didatangkan Allah Swt. ke dalam hati para Nabi dan orang-orang yang beriman, maka untuk mewujudkan keluarga sakinah harus melalui usaha maksimal baik melalui usaha bathiniah (memohon kepada Allah Swt.), maupun berusaha secara lahiriah (berusaha untuk memenuhi ketentuan baik yang datangnya dari Allah Swt. dan Rasul-Nya, maupun peraturan yang dibuat oleh para pemimpin dalam hal ini pemerintah berupa peraturan dan perundang-undangan yang berlaku).
            Adapun dasar hukum memilih jodoh sebagaimana firman Allah dalam Alquran surat Ar-ruum ayat 21 sebagai berikut:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجاً لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ  ) الروم: ٢١(
Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Qs. Ar-Ruum; 21).

            Di dalam surat Ar-raad ayat 38  juga di sebutkan:
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلاً مِّن قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجاً وَذُرِّيَّةً وَمَا كَانَ لِرَسُولٍ أَن يَأْتِيَ بِآيَةٍ إِلاَّ بِإِذْنِ اللّهِ لِكُلِّ أَجَلٍ كِتَابٌ) الرعد: ٣٨(
Artinya: Dan Sesungguhnya kami Telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan. dan tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat (mukjizat) melainkan dengan izin Allah. bagi tiap-tiap masa ada Kitab (yang tertentu). (Qs. Ar- Raad: 38).

            Dan juga terdapat dalam surat An-Nahl ayat 72 Allah berfirman:
وَاللّهُ جَعَلَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجاً وَجَعَلَ لَكُم مِّنْ أَزْوَاجِكُم بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُم مِّنَ الطَّيِّبَاتِ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَتِ اللّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ) النحل :٧٢(
Artinya: Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?" (Qs. An-Nahl: 72).

            Di dalam surat Al-Hujurat ayat 13  Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوباً وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ)الحجرات:١٣(
Artinya: Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal (Qs. Al-Hujurat: 13).
Dari ayat diatas, dapatlah kita ketahui bahwa membina rumah tangga sangatlah penting dalam hidup ini agar mencapai kebahagian didunia dan diakhirat. yang lebih penting dari itu adalah bagaimana kita membangun rumah tangga yang ideal dan harmonis sebagai mana yang di contohkan Rasulullah dalam kehidupannya dalam membina rumah tangga untuk menjadi contoh teladan bagi kita.
Namun, untuk mencapai pernikahan, Islam mensyariatkan terlebih dahulu untuk meminang (khitbah). Dalam hal ini diletakkan dasar-dasar untuk menetapkan memilih pasangan hidup, sebagaimana yang menjadi kecenderungan manusia pada umumnya. Akhirnya, rumah tangga yang terbentuk merupakan tujuan ideal suami-istri. Kesalahan awal dalam memilih pasangan akan membawa risiko pada masa-masa berikutnya bagi kehidupan rumah tangga yang bersangkutan.                



[1] Abdur Rahman Ghofur, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hal. 7.

[2] A. Mudjab Mahalli, Menikahlah, Engkau Menjadi Kaya, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2007), hal. 83.
[3] Ibid, hal. 85.