Pengertian Guru Honor Daerah
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Pengertian
Guru Honor Daerah
Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang
memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik.[1] Guru dalam
pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat
tertentu. Tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa di mesjid atau
di mushalla, di rumah dan sebagainya. Guru memang mengerti kedudukan yang
terhormat, sehingga masyarakat tidak mengubah figur guru. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab
untuk membimbing dan membina anak didik, baik secara individu maupun klasikal,
di sekolah maupun di luar sekolah.
Guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses
belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentuk sumber daya manusia
yang potensial.[2]
Dengan demikian dapat dipahami bahwa guru itu merupakan satu-satunya unsur yang
sangat penting dalam proses belajar mengajar, terutama dalam pembentukan siswa
sebagai sumber daya manusia yang potensial. Yang artinya seorang guru dalam
dunia pendidikan, sehingga ia menciptakan kepandaian dalam masyarakat. Seperti
orang-orang yang pintar dalam berbagai aspek kehidupan. Semua itu merupakan
ketekunan mereka dalam mempelajari berbagai ilmu yang diterima guru, itulah
yang dikatakan guru adalah pahlawan tanpa jasa.
Guru adalah salah satu unsur manusia dalam proses pendidikan
unsur manusia lainnya adalah anak didik.[3] Guru dan
anak didik berada dalam suatu relasi kejiwaan. Keduanya berada dalam proses
interaksi edukatif dengan tugas dan peranan yang berbeda. Guru yang mengajar
dan mendidik dan anak didik yang belajar dengan menerima pelajaran dari guru di
kelas. Berdasarkan pendapat di atas bahwa guru merupakan orang
yang bertanggung jawab dan mempunyai wewenang penuh terhadap pendidikan anak,
baik di sekolah maupun di luar sekolah. Di dalam kelas guru memberikan
bimbingan/tuntutan yang baik terhadap anak didik. Dengan demikian bermacam ilmu
pengetahuan dan keterampilan kepada anak didik di sekolah.
Belajar
adalah suatu proses aktivitas dalam memperoleh pengalaman atau pengetahuan baru
sehingga menyebabkan perubahan tingkah laku. Dalam belajar penguasaan terhadap teori-teori
belajar guru ataupun siswa itu sendiri sangatlah diperlukan. Masalah guru honor daerah merupakan
salah satu dari yang harus dimiliki oleh setiap guru honor daerah dalam jenjang
pendidikan apapun. Kompetensi merupakan kemampuan dan kewewenangan guru honor
daerah dalam melaksanakan profesi keguruannya, melihat tugas, peran dan
tanggung jawab guru honor daerah maka kompetensi seseorang guru dapat dibagi
menjadi tiga menurut Ahmad Sabri. Yaitu Kompetensi kongnitif, kompetensi bidang
sikap dan kompetensi prilaku.[4]
Kompetensi menurut Maryono Yusuf adalah kemampuan seseorang dalam menelaah dan
mempelajari serta mempedalam suatu bidang kependidikannya yang bersifat
menyeluruh.[5] Yang
termasuk dalam psikomator adalah layanan intrusional, layanan bantuan dan
layanan administrasi.
Menurut
Finch dan Crunkilton mengartikan kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu
tugas, ketrampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang
keberhasilan.[6]
Kompetensi menurut Zakiah Daradjat dkk, kompetensi adalah kemampuan yang
didukung oleh pikiran, pengetahuan, ketrampilan, kepribadian dan kesenangan
pada pekerjaannya, karena kompetensi merupakan salah satu kualifikasi guru yang
sangat penting.
Kompetensi
bidang kognitif artinya kemampuan intelektual seperti penguasaan materi
pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan mengenai belajar dan
tingkah laku individu, pengetahuan tentang bimbingan penyuluhan, pengetahuan
tentanh administrasi kelas, pengetahuan tentang cara menilai hasil belajar
siswa, pengetahuan tentang kemasyarakatan serta pengetahuan umum. Kompetensi
bidang sikap artinya kesiapan dan kesiapan dan kesediaan guru terhadap mata
pelajaran yang dibinanya, sikap toleransi terhadap sesama teman seprofesi.
Kompetensi
prilaku artinya kemampuan guru dalam berbagai ketrampilan atau prilaku seperti
ketrampilan mengajar, membimbing, menilai, menggunakan alat Bantu pemngajaran,
bergaul atau komunikasi, keterampilan melaksanakan administrasi kelas, dan
lain-lain. Perbedaan dengan kompetensi kognitif berkenaan dengan aspek teori
atau pengetahuannya, pada kompetensi prilaku yang diutamakan keterampilan
pelaksanaannya. Hal tersebut menunjukkan bahwa kompetensi mencakup tugas,
ketrampilan, sikap dan aspirasi yang harus dimiliki oleh peserta didik untuk
dapat melaksanakan tugas pekerjaan tertentu. Kompetensi guru ditujukan dalam
bentuk proses atau hasil kegiatan yang didemntrasikan oleh peserta didik
sebagai penerapan dari pengetahuan dan ketrampilan yang telah dipelajari. Dalam
pendidikan kompetensi diperlukan agar tidak terjadi penyimpangan, kesalahan dan
penafsirannya.
Layanan
intruksional adalah layanan yang berdasarkan bimbingan kepada bimbingan dan
kemampuan guru mendorong siswa agar mau untuk belajar, layanan bantuan adalah
yang siap membantu siswa dalam mempelajari bahan-bahan pelajaran sedangkan
layanan administrasi adalah layanan yang siap mengantrol kegitan dan
bahan-bahan pelajaran siswa. Bentuk kongnitif guru adalah peranan guru dalam
mengajar yang terbagi atas sebagai mengajar, sebagai pembimbing dan sebagai
administrator.[7]
Sebagai pengajar adalah guru yang siap memberikan ilmu pengetahuan yang
dimilikinya kepada siswa. Sebagai pembimbing siswa dimana dan kapanpun.
Sedangkan administrator adalah guru siap menjadi bahan tempat siswa menanyakan
dan meminta bantuan dalam setiap kegiatan belajar mengajar.
Kompetensi
guru ditunjukan dalam bentuk proses atau hasil kegiatan belajar. Seorang guru
harus punya kepribadian yang mendukung pelaksanaan profesinya kualifikasi guru
sangat menentukan hasil pekerjaan guru, bila tidak ada padanya ketentuan
kualifikasi itu, ia tidak pantas dan tidak berhasil dalam pekerjaannya sebagai
pendidik, bila kompetensi itu ada pada seseorang ia tidak berkompeten
melaksanakan tugas guru di lembaga pendidikan formal. Setiap guru harus dapat
memenuhi kompetensi yang diharapkan oleh masyarakat dan anak didik dengan
kompetensinya guru dapat mengembangkan karirnya sebagai guru yang baik. Dan ia
dapat mengatasi berbagai kesulitan dalam mengajar, di samping itu ia mengerti
dan sadar akan tugas dan kewajibannya sebagai pendidik yang baik yang
didambakan oleh masyarakat yang mejitipkan untuk mendidik.[8]
B. Tugas
dan Tanggung Jawab Guru Honor
Seorang guru dikatakan professional atau tidak dapat dilihat
dari dua perspektif pertama dilihat dari tingkat pendidikan minimal dari
latarbelakang pendidikan untuk jenjang sekolah tempat dia menjadi guru, kedua
penguasaan guru terhadap materi bahan ajar, pengolahan proses pembelajaran, dan
pengolahan siswa. Dalam melakukan tugas-tugas bimbingannya kemampuan guru itu
bermacam-macam mulai dari yang tidak berkompeten sampai yang berkompeten.
Setiawan mengemukan profesi tenaga pendidikan di bagi 3
a). Tenaga professional merupakan
profesi tenaga pendidikan yang berkualifikasi pendidikan sekurang-kurangnya S-I
(strata) dan yang memiliki wewenang dalam perencanaan melaksanakan, penilaian
dan pengendalian pendidikan atau pengajaran.
b). Tenaga semi professional merupakan
tenaga pendidikan yang berkualifikasi tenaga pendidikan D-III yang telah
mengajar secara mandiri tetapi harus melakukan konsultasi dengan tenaga
kependidikan yang belum tinggi jenjang profesinalisme, baik dalam hal
perencanaan, pelaksanaan, penilaian maupun pengendalian pengajaran.
c). Tenaga para professional merupakan
tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan tenaga kependidikan D-II ke
bawah yang memerlukan pembinaan dalam merencanakan, pelaksanaan, penilaian, dan
pengendalian pendidikan dan pengajaran.[9]
Dalam pendidikan anak banyak sekali memerlukan dukungan dan
arahan serta bimbingan dari orang-orang yang berada di sekitarnya termasuk
guru, orang tua dan lingkungan serta teman-teman yang selalu didekatnya.
Peranguru dalam membimbing dan memberikan dorongan kepada anak sangatlah
dominant karena merekalah yang selalu ada di sisi anak ketika sedang belajar.[10]
Tidak setiap guru membutuhkan pertolongan, benar juga
pertanyaan bahwa “ Guru yang dilahirkan, bukan dibentuk”. Beberapa orang memang
benar-benar dilahirkan sebagai guru, mereka itu adalah orang-orang yang tidak
pernah memikirkan bagaimana caranya mengajar, meskipun demikian mereka itu
guru-guru yang sangat baik hamper menurut ukuran apapun. Orang-orang semacam
itu tidak banyak memerlukan pertolongan dalam memperbaiki pengajaran mereka.
Mereka sungguh boleh dikatakan guru-guru yang berkat; tidak dapat diragukan
bagi mereka itu mampu memberikan inspirasi.
Ada juga orang-orang yang tidak akan pernah menjadi guru
yang terampil, bagaimanapun banyaknya perhatian yang mereka curahkan guna
memperbaiki diri. Ada kemungkinan mereka itu memiliki cirri-ciri pribadi atau
sifat-sifat intelektual yang bertolak belakang dengan pengajaran yang baik.
Orang-orang yang demikian tidak dapat ditolong agar mampu mengajar lebih baik.
Ada beberapa sifat manusiawi yang sukar sekali diubah. Hamper tidak mungkin
membuat manusia menjadi jauh “lebih pandai” meskipun kita berkeinginan demikian.
Juga sukar sekali merubah seorang yang sungguh-sungguh introvert menjadi
seorang yang ekstrover, atau mengubah seorang yang sukar berbicara di depan
umum menjadi seorang orator yang cakap.
C. Kompetensi dan Macam-Macam Kompetensi Guru Honor
Peran guru dalam rangka
meningkatkan kompetensi guru merupakan satu-satunya sumber dalam proses
belajar-mengajar. Dewasa ini kompetensi guru lebih berperan sebagai pendorong
dalam proses belajar-mengajar. Kompetensi guru agama bukan hanya sekedar sosok
manusia yang mengajar sambil berdiri di depan kelas, tetapi sebagai pembimbing
yang setiap saat dapat mengarahkan diskusi di kalangan siswanya untuk
mengetahui dan memecahkan sesuatu masalah.
Situasi dewasa ini telah
jauh berbeda. Guru bukan lagi menjadi satu-satunya sumber untuk mendapatkan
pengetahuan. Anak didik dapat memanfaatkan berbagai sumber untuk memperoleh
informasi. Dengan kata lain bahwa sejalan dengan perkembangan dan inovasi
pendidikan dewasa ini, kompetensi guru dan kedudukan guru dan keseluruhan proses
belajar-mengajar telah mengalami pergeseran perannya dalam meningkatkan
kualitas belajar siswa. Yaitu tidak hanya sebagai transformator ilmu pengetahuan, akan tetapi lebih dari itu, antara
lain sebagai direktur dalam proses pembelajaran. Dalam kaitan ini, guru
dituntut senantiasa menciptakan situasi belajar-mengajar yang sedemikian rupa,
sehingga siswa lebih aktif dan kreatif dalam kegiatan pembelajaran dikelas.
Seorang pakar pendidikan mengemukakan bahwa kompetensi guru dalam meningkatkan
kualitas siswa harus adanya konsep baru tentang belajar-mengajar, guru
mempunyai tugas untuk merangsang, membimbing dan memberikan fasilitas belajar
kepada siswa untuk mencapi tujuan yang berarti.[11] Jadi
dengan adanya kompetensi guru harus mempunyai peran yang sangat besar dalam
meningkatkan kualitas siswa sehingga guru mempunyai tanggung jawab untuk
melihat segala sesuatu yang telah terjadi di dalam kelas.
Untuk menjadi pendidik yang
profesional tidaklah mudah, karena ia harus memiliki berbagai
kompetensi-kompetensi keguruan. Kompetensi dasar (basic competency) bagi pendidik ditentukan oleh tingkat kepekaannya
dari bobot potensi dasar dan kecenderungan yang dimilikinya, karena potensi itu merupakan tempat dan bahan
untuk memproses semua pandangan sebagai bahan untuk menjawab semua rangsangan
yang datang darinya. Potensi dasar ini adalah “Milik individu sebagai hasil
dari proses yang tumbuh karena adanya anugerah dan inayah dari Allah SWT”.[12]
W. Robert Houston mendefinisikan kompetensi dengan “competence ordinarily is defined as adequacy
for a task or as possessi on of require knowledge, skill and abilities”
(suatu tugas yang dituntut oleh jabatan seseorang).[13] Definisi ini mengandung arti bahwa calon
pendidik perlu mempersiapkan diri untuk menguasai sejumlah pengetahuan,
keterampilan dan kemampuan khusus yang terkait dengan profesi keguruannya, agar ia dapat menjalankan tugasnya dengan
baik, serta dapat memenuhi keinginan dan harapan peserta didiknya.
Di samping itu, ia mampu mengimplementasikan nilai-nilai yang
diajarkan, sebagai penganut Islam yang patut dicontoh dalam ajaran Islam dan
bersedia menularkan pengetahuan dan nilai Islam pada pihak lain
Dari uraian tersebut, dapat dipahami bahwa
pendidik Islam yang profesional harus
memiliki kompetensi-kompetensi yang lengkap, meliputi: Pertama,
penguasaan materi al-Islam yang
komprehensif serta wawasan dan bahan pengayaan, terutama pada bidang-bidang
yang menjadi tugasnya. Kedua, penguasaan strategi (mencakup pendekatan,
metode, dan teknik) pendidikan Islam, termasuk kemampuan evaluasinya. Ketiga,
pengusaan ilmu dan wawasan kependidikan. Keempat, memahami
prinsip-prinsip dalam menafsirkan hasil penelitian pendidikan, guna keperluan
pengembangan pendidikan Islam masa depan. Kelima, memiliki kepekaan
terhadap informasi secara langsung atau tidak langsung yang mendukung
kepentingan tugasnya.
Adapun yang menjadi
pentingnya kompetensi guru antara lain dalam rangka meningkatkan pembelajaran
adalah:
a). Membangkitkan dorongan siswa untuk belajar
b). Menjelaskan secara konkrit kepada siswa apa yang dapat dilakukan pada akhir
pengajaran
c). Memberikan ganjaran untuk prestasi yang dicapai anak dalam rangka
merangsang untuk mencapai prestasi yang lebih baik di kemudian hari
Sebagai direktur belajar
pendekatan yang digunakan dalam proses belajar-mengajar tidak hanya melalui
pendekatan instruksional, akan tetapi juga disertai dengan pendekatan pribadi (personal approach). Melalui pendekatan
pribadi ini diharapkan guru dapat mengenal dan memahami siswa secara lebih
mendalam, sehingga dapat membantu keseluruhan proses belajar-mengajar, dengan
kata lain sebagai direktur belajar guru sekaligus berperan sebagai pembimbing
dalam proses belajar-mengajar.[15]
Sebagai pembimbing dalam
proses belajar-mengajar, kompetensi guru sangat diharapkan mampu untuk:
a).
Mengenal dan memahami
setiap siswa, baik secara individual maupun kelompok
b).
Memberikan
informasi-informasi yang diperlukan dalam proses belajar-mengajar
c).
Memberikan kesempatan yang
memadai agar setiap siswa dapat belajar sesuai denga karakteristik pribadinya
masing-masing.
d).
Membantu siswa dalam
mengatasi masalah-masalah pribadi yang dihadapinya
Jadi berdasarkan hal
tersebut dapat kita ketahui bahwa betapa pentingnya kompetensi guru dalam
rangka meningkatkan prestasi belajar siswa sangat diperlukan karena hal ini
nantinya akan mempunyai arti tersendiri bagi seorang guru dalam setiap kegiatan
proses belajar-mengajar, sehingga dalam setiap proses belajar-mengajar guru
juga harus selalu memperhatikan hal-hal yang dapat membangkitkan semangat
belajar siswa, sehingga siswa akan termotivasi dalam belajar tanpa adanya
pemaksaan bagi siswa itu sendiri.
Tugas dan fungsi guru pada
lembaga pendidikan tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan bidang-bidang
kompetensi guru yang perlu ditangani dalam pendidikan sekolah. Pencapaian
tujuan pendidikan agama tidak mungkin hanya dapat dilakukan dengan memberikan
program pengajaran semata. Tugas dan kompetensi guru pada sebuah lembaga
pendidikan sangat menentukan dalam mencapai yang menyangkut bidang tugas dalam
operasional pembelajaran.
Dalam pembagian tugas
antara tugas kepala sekolah (dalam bidang administrasi dan supervisi), guru
(guru bidang penyuluhan). Apabila diperhatikan dalam pelaksanaan secara
memadai, ketiga bidang itu harus dianggap oleh semua tenaga pendidikan yang
mengasuh sekolah dengan penekanan yang berbeda-beda sesuai dengan tugas
pokoknya. Dengan demikian seorang guru tidak terbatas dari pengembangan bidang
administrasi dan bidang kesejahteraan murid, sekurangnya pelayanan pendidikan.
Oleh karena itu
macam-macam kompetensi guru dalam peningkatan mutu pendidikan dapat dijabarkan
sebagai berikut:
a. Kompetensi guru dalam tugas profesional, tugas ini meliputi tugas-tugas
mendidik (untuk mengembangkan kepribadian pribadi siswa), mengajar
(mengembangkan kemampuan berpikir) dan melatih (mengembangkan ketrampilan
siswa). Dalam tugas profesionalnya. Oleh karena itu dalam menjalankan tugas
tersebut harus selalu melihat keadaan anak.[17]
b. Kompetensi guru dalam tugas manusiawi, dalam tugas ini guru mewujudkan
dirinya untuk merealisasikan seluruh potensi yang dimilikinya, melakukan
kontrol, identifikasi dan auto penghentian untuk dapat menempatkan dirinya
dalam keseluruhan kemanusiaan. Dalam hal ini guru berfungsi sebagai orang tua
kedua dari siswa asuhannya.[18]
Selain itu macam-macam
kompetensi guru adalah harus mampu mengembangkan dirinya untuk memperteguh disiplin,
memelihara ketertiban kerja dan berakhlak yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Kompetensi guru salah satu langkah permulaan dalam peningkatan mutu pendidikan,
karena dengan adanya kompetensi tersebut akan mudah bagi siswa untuk memahami
dalam setiap pembelajaran. Menurut Ngalim Purwanto, macam-macam kompetensi guru
yang berperan sebagai pembimbing yang efektif yang unggul dalam hal-hal sebagai
berikut:
a).
Kompetensi guru dalam
mengajar bidang studi, yaitu guru yang mempunyai:
- Dapat
menimbulkan minat dan semangat dalam bidang studi yang diajarkan
- Memiliki
kecakapan dan sebagai pemimpin siswa dan sebagai guru yang berorientasi
pada keberhasilan siswa dalam belajar
- Dapat
menghubungkan materi pelajaran kepada dunia nyata
b).
Kompetensi guru dalam
hubungan siswa dengan guru, yaitu guru yang:
- Dicari
oleh siswa untuk memperoleh nasihat dan bantuan
- Mencari
kontak dengan siswa diluar kelas
- Memimpin
kelompok dan aktifitas-aktifitas siswa
- Memiliki
minat pelayanan sosial
c).
Kompetensi guru dalam
hubungan guru dengan guru diharapkan kepada guru yang:
- menunjukkan
kecakapan kerjasama dengan guru yang lain
- Tidak
menimbulkan antagonis
- Menunjukkan
kecakapan untuk bersikap kritis
- Menunjukkan
sikap kepemimpinan
d).
Kompetensi guru dalam
pencatatan dan penelitian yaitu guru yang:
- Memiliki
sikap ilmiah dan objektif
- Lebih suka
mengukur tidak suka menebak
- Berminat
pada masalah-masalah penelitian
e).
Kompetensi guru dalam
sikap profesionalisme yaitu guru yang:
- Tidak rela
untuk melakukan pekerjaan ekstra
- Telah
menunjukkan dapat menyesuaikan diri dan sabar
- Memiliki
sikap konstruktif
- Kemampuan
untuk melatih diri dalam upaya meningkatkan mutu pekerjaan
- Memberikan
pelayanan kepada siswa yang selalu berkeinginan untuk meningkatkan
kualitas belajar.[19]
Demikianlah kompetensi
guru dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa yang mempunyai
fungsi-fungsi cukup komprehensif dan berarti. Untuk memainkan peranannya
tersebut secara efektif diperlukan kompetensi profesional keguruan yang
memadai. Kompetensinya hendaknya dikembangkan dengan baik dalam setiap proses
belajar-mengajar yaitu melalui “in
service training”. Kompetensi profesionalisme keguruan itu sendiri mencakup
kompetensi dalam segi-segi pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan
ketrampilan (psikomotor). Hal ini berarti bahwa kompetensi guru agama yang
dipandang berkompeten secara profesional hendaknya memiliki pengetahuan
tertentu, sikap dan nilai-nilai tertentu serta ketrampilan tertentu dituntut
oleh profesi keguruannya.
Dalam versi yang-berbeda, kompetensi pendidik dapat dijabarkan dalam
beberapa kompetensi sebagai berikut:
“Pertama, mengetahui hal-hal yang perlu diajarkan, sehingga ia harus belajar
dan mencari informasi tentang materi yang diajarkan. Kedua, menguasai
keseluruhan bahan materi yang akan disampaikan pada peserta didiknya. Ketiga,
mempunyai kemampuan menganalisis materi yang diajarkan dan menghubungkannya
dengan konteks komponen-komponen lain secara keseluruhan melalui pola yang
diberikan Islam tentang bagaimana cara berpikir (way of thinking) dan cara hidup (way of life) yang perlu dikembangkan melalui proses edukasi. Keempat,
mengamalkan terlebih dahulu informasi yang telah didapat sebelum disajikan pada
peserta didiknya. Kelima, mengevaluasi proses dan hasil pendidikan yang
sedang dan sudah dilaksanakan. Keenam, memberi hadiah (tabsyir/reward) atau hukuman sesuai
dengan usaha dan upaya dicapai peserta didik dalam rangka memberikan persuasi
dan motivasi dalam proses belajar. Kompetensi pendidik yang tidak kalah
pentingnya adalah memberikan uswah
hasanah dan meningkatkan kualitas dan profesionalitasnya
yang mengacu pada masa depan tanpa melupakan peningkatan kesejahteraan,
misalnya gaji, pangkat, kesehatan, kepada peserta didik dan lingkungannya”.[20]
Guru sebagai tenaga profesional di
bidang kependidikan, di samping memahami hal-hal yang bersifat filosofis dan
konseptual, juga harus mengetahui dan melaksanakan hal-hal yang bersifat
teknis. Hal-hal yang bersifat teknis ini, terutama kegiatan mengelola dan
melaksanakan interaksi belajar-mengajar. Di dalam kegiatan mengelola interaksi
belajar mengajar, guru paling tidak harus memiliki dua modal dasar, yakni
kemampuan mendesain program dan keterampilan mengomunikasikan program itu
kepada anak didik. Dua modal ini telah terumuskan di dalam sepuluh kompetensi
guru, dan memang mengelola interaksi belajar mengajar itu sendiri merupakan
salah satu kemampuan dari sepuluh kompetensi guru. Sehubungan dengan itu, maka
pada pembahasan tentang pengelolaan interaksi belajar mengajar berikut ini akan
diuraikan “sepuluh kompetensi guru” sebagai sumber dan dasar umum atau sarana
pendukung serta microteaching sebagai
program latihan dan “beberapa komponen keterampilan mengajar” sebagai kegiatan
pelaksanaan interaksi belajar-mengajar.
Dalam pendidikan guru dikenal adanya “Pendidikan Guru Berdasarkan
Kompetensi”. Mengenai kompetensi guru ini, ada berbagai model cara
mengklasifikasikannya. Untuk program S1 salah satunya dikenal adanya “sepuluh
kompetensi guru” yang merupakan profil kemampuan dasar bagi seorang guru.
Sepuluh kompetensi guru itu meliputi:
“Menguasai bahan, mengelola program belajar
mengajar, mengelola kelas, menggunakan media/sumber, menguasai landasan
kependidikan, mengelola interaksi belajar mengajar, menilai prestasi siswa
untuk kepentingan pengajaran, mengenal fungsi dan program layanan bimbingan dan
penyuluhan, mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah serta memahami
prinsip-prinsip dan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran”. [21]
D. Fungsi Guru dalam Proses Pembelajaran
Guru merupakan faktor yang sangat dominan dan paling penting dalam
pendidikan formal pada umumnya karena bagi siswa guru sering dijadikan tokoh
teladan, bahkan menjadi tokoh identifikasi diri. Oleh karena itu guru
seyogyanya memiliki prilaku dan kemampuan yang memadai untuk mengembangkan
siswanya secara utuh.
Kompetensi guru, baik secara teoritis maupun praktis memiliki manfaat yang
sangat penting, terutama dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan melalui
peningkatan kualitas guru. Kompetensi guru dapat digunakan untuk mengembangkan
standar kemampuan propesional guru. Berdasarkan hasil uji dapat diketahui
kemampuan rata-rata para guru, aspek nama yang perlu ditingkatkan, dan siapa
yang perlu mendapat standar kemampuan minimal.
Dengan kompetensi yang digumakan sebagai alat seleksi, penerimaan guru baru
dapat dilakukan secara profesional, tidak di dasarkan atas suka atau tidak
suka, atau alasan subjektif lain, yang bermuara pada korupsi, kolusi dan
nepotisme (KKN), tetapi berdasarkan standar kompetensi yang objektif dan
berlaku secara umum untuk semua calon guru baru, maka akan sangat membantu
peningkatan kualitas pendidikan, karena akan terjaring guru-guru yang kompeten
dan siap melaksanakan tugasnya secara kreatif, profesional dan menyenangkan.
Guru tidak hanya berfungsi sebagai pendidik dan pengajar
yang mentransfer ilmu pengetahuan kepada anak didik, tetapi juga dituntut mampu
memberi contoh teladan yang baik dalam segala segi kehidupan sebagai upaya
dalam menanamkan sikap, nilai dan minat belajar kepada para siswa, guru pula harus
dapat mengatur suasana belajar dengan harapan adanya peningkatan prestasi
belajar bagi anak didiknya. Posisi guru ini menghendaki guru
memilih kesanggupan mengolah kelas, melakukan hubungan sosial dengan siswa,
memahami individu-individu siswa dan memberikan bimbingan belajar.[22]
Sebagai seorang guru hendaknya mampu memimpin kegiatan
belajar yang efektof dan efesien sebagai hasil yang optimal, guna memudahkan
pencapaian tujuan pengajaran. Dengan demikian jelas bahwa, fungsi guru sebagai
pengelola kelas mempunyai tanggung jawab penuh terhadap kelancaran proses
kegiatan belajar mengajar sesuai dengan prosedur yang berlaku, guna mencapai
tujuan pendidikan yang diharapkan.
Sesuai dengan tuntutan masyarakat yang semakin
berkembang, guru harus mampu berperan ganda sebagai pembimbing, demonstrator,
mediator, fasilitator, motivator dan sebagai evaluator.
a.
Guru sebagai
Pembimbing
Seorang guru yang menjadi pengajar dan pendidik berarti
sekaligus menjadi pembimbing karena dalam proses kegiatan mengajar, mendidik dan
membimbing merupakan serangkaian yang tidak bisa dipisahkan. Dalam proses
belajar mengajar kegiatan di atas harus dilakukan secara terpadu dan integral,
"Bimbingan adalah segala kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dalam
rangka memberikan bantuan kepada orang lain yang mengalami kesulitan, agar
orang tersebut mampu mengatasinya sendiri dengan penuh kesadaran".[23] Berdasarkan
kutipan di atas, bimbingan dapat diartikan sebagai kegiatan menuntun siswa
dalam perkembangannya dengan jalan memberikan dukungan dan arahan yang sesuai
dengan pendidikan. Guru harus membimbing dan menuntun siswa dengan
kaidah-kaidah yang baik serta mengarahkan perkembangannya sesuai dengan yang di
cita-citakan. Guru ikut memecahkan kesulitan-kesulitan/problem yang dihadapi
oleh siswa dalam proses belajar mengajar sehingga dapat meningkatkan prestasi
yang lebih baik bagi siswa.
Guru dapat diibaratkan sebagai
pembimbing perjalanan (journey), yang berdasarkan pengetahuan dan
pengalamannya bertanggung jawab atas kelancaran perjalanan itu. Dalam hal ini,
istilah perjalanan tidak hanya menyangkut fisik tetapi juga perjalanan mental,
emosional, kreatifitas, moral, dan spiritual yang lebih dalam dan kompleks.
Sebagai pembimbing, guru harus merumuskan tujuan secara jelas, menetapkan waktu
perjalanan, menetapkan jalan yang harus ditempuh, menggunakan petunjuk
perjalanan, serta menilai kelancarannya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
peserta didik. Semua itu dilakukan berdasarkan kerjasama yang baik dengan
peserta didik, tetapi guru memberikan pengaruh utama dalam setiap aspek
perjalanan. Sebagai pembimbing, guru memiliki berbagai hak dan tanggung jawab
dalam setiap perjalanan yang direncanakan dan dilaksanakannya.
Istilah perjalanan merupakan suatu
proses belajar, baik dalam kelas maupun di luar kelas yang mencakup seluruh
kehidupan. Analogi dari perjalanan itu sendiri merupakan pengembangan setiap
aspek yang terlibat dalam proses pembelajaran. Setiap perjalanan tentu
mempunyai tujuan, kecuali orang yang berjalan secara kebetulan. Keinginan, kebutuhan
dan bahkan naluri manusia menuntut adanya suatu tujuan. Suatu rencana dibuat,
perjalanan dilaksanakan dan dari waktu ke waktu terdapatlah saat berhenti untuk
melihat ke belakang serta mengukur sifat, arti, dan efektivitas perjalanan
sampai tempat berhenti tadi. Berdasarkan ilustrasi di atas, dapat dipahami
bahwa guru sebagai pembimbing perjalanan, harus mampu menunjukkan kompetensi
yang tinggi dalam melaksanakan empat tugas penting, yaitu:
Pertama, guru harus merencanakan tujuan
dan mengidentifikasi kompetensi yang hendak dicapai. Tugas guru adalah
menetapkan apa yang telah dimiliki oleh peserta didik sehubungan dengan latar
belakang dan kemampuannya, serta kompetensi apa yang mereka perlukan untuk
dipelajari dalam mencapai tujuan. Untuk merumuskan tujuan, guru perlu melihat
dan memahami seluruh aspek perjalanan. Sebagai contoh, kualitas hidup seseorang
sangat bergantung pada kemampuan membaca dan menyatakan pikiran-pikirannya
secara jelas. Kedua, guru harus melihat keterlibatan peserta didik dalam
pembelajaran, dan yang paling penting bahwa peserta didik melaksanakan kegiatan
belajar itu tidak hanya secara jasmaniah, tetapi mereka harus terlibat secara
psikologis. Dengan kata lain, peserta didik harus dibimbing untuk mendapatkan
pengalaman, dan membentuk kompetensi yang akan mengantar mereka mencapai
tujuan. Dalam setiap hal peserta didik harus belajar, untuk itu mereka harus
memiliki pengalaman dari kompetensi yang dapat menimbulkan kegiatan belajar. Ketiga,
guru harus memaknai kegiatan belajar. Hal ini mungkin merupakan tugas yang
paling sukar tetapi penting, karena guru harus memberikan kehidupan dan arti
terhadap kegiatan belajar. Bisa jadi pembelajaran direncanakan dengan baik,
dilaksanakan secara tuntas dan rinci, tetapi kurang relevan, kurang hidup,
kurang bermakna, kurang menantang rasa ingin tahu,
dan kurang imaginatif. Keempat, guru harus melaksanakan penilaian. Dalam
hal ini diharapkan guru dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: Bagaimana
keadaan peserta didik dalam pembelajaran? Bagaimana peserta didik membentuk
kompetensi? Bagaimana peserta didik mencapai tujuan? Jika berhasil, mengapa,
dan jika tidak berhasil mengapa? Apa yang dapat dilakukan di masa mendatang agar pembelajaran menjadi sebuah perjalanan
yang lebih baik? Apakah peserta didik dilibatkan dalam menilai kemajuan dan
keberhasilan, sehingga mereka dapat mengarahkan dirinya (self-directing)?
Seluruh aspek pertanyaan tersebut merupakan kegiatan penilaian yang harus
dilakukan guru terhadap kegiatan pembelajaran, yang hasilnya sangat bermanfaat
terutama untuk memperbaiki kualitas pembelajaran.[24]
b. Guru sebagai Demonstrator
Guru harus mempunyai kemampuan untuk menjelaskan dan
menguasai materi pelajaran yang akan disampaikan kepada para siswa, agar materi
pelajaran yang akan disampaikan itu dapat mudah diterima oleh anak didik. Amien
Fenbau menjelaskan sebagai berikut :
Guru dituntut mampu menguasai semua
bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkan kepada anak didik (siswa) serta
harus mampu menggunakan lingkungan alam dan masyarakat sebagai sumber
pendidikan. Karenanya guru sangat dituntut mempelajari/mengikuti perkembangan
yang terjadi dalam masyarakat, sehingga mampu menyesuaikan dengan kegiatan
pelajaran yang dipimpinnya.[25]
Dalam kaitan
ini Sardiman A.M., juga mengemukakan :
Guru sebagai lembaga profesional, di
samping memakai hal-hal yang bersifat filosofis dan konseptual, harus juga
mengetahui dan melaksanakan hal-hal yang bersifat teknis. Terutama kegiatan
mengelola interaksi lima modal dasar, yaitu kemampuan mendesaign program
keterampilan, mengkomunikasikan program
itu kepada anak didik.[26]
Oleh karena itu, guru harus mampu menguasai segala yang
telah direncanakan dengan cara yang baik, agar siswa dapat menerima materi
pelajaran semaksimal mungkin sehingga hasil belajarnya semakin tinggi.
c.
Guru sebagai
Mediator
Untuk mencapai efektifitas pengajaran, maka setiap
kegiatan belajar guru harus menggunakan peralatan (media) secara maksimal.
Sebagai mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup
tentang media pendidikan, karena media pendidikan merupakan alat komunikasi
yang mengefektifitaskan proses belajar mengajar. Dalam hal ini M. Uzer Usman
mengmukakan :
Guru tidak cukup hanya memiliki pengetahuan tentang
pendidikan, tetapi juga memiliki keterampilan memilih dan menggunakan media
dengan baik, sesuai dengan metode, materi dan kemampuan siswa. Guru harus mampu
berhadapan dengan siswa dengan cara yang baik, sehingga disenangi oleh siswa
dan benar-benar menjadi contoh yang baik bagi anak didik.[27]
Dengan demikian, guru harus mampu memperlihatkan sikap,
kepribadian termasuk juga sikap berpakaian sebagai contoh yang baik. Dalam hal
ini al-Ghazali yang dikutip Arifin:
Para guru harus memiliki adab yang baik agar menjadi
teladan bagi anak didik untuk mengikutinya, karena perhatian murid selalu
tertuju kepada guru dan telinga mereka selalu mendengarnya, maka bila dianggap
baik berarti baik pula di sisi mereka, dan apa yang dianggap jelek, berarti
jelek pula pada mereka.[28]
Informasi yang diberikan melalui pengajaran yang dipadu
dengan keadaan yang ada pada diri guru (kepribadian guru) akan menjadi pedoman
yang sangat berharga bagi siswa dalam upaya mencapai keberhasilan dalam
kemajuan pendidikan.
d. Guru sebagai Fasilitator
Sebagai seorang fasilitator, seorang guru harus mampu
menyediakan berbagai fasilitas yang dibutuhkan anak didik, agar materi
pelajaran yang disampaikan dan memadukannya antara teori dan praktek diharapkan
anak didik dapat dengan cepat memahaminya.
Menurut Arifin, "Guru sebagai fasilitator belajar,
artinya dapat memberikan kemudahan bagi siswa dalam melakukan kegiatan belajar.
Kemudahan tersebut dapat dinyatakan dalam berbagai bentuk, antara lain
menyediakan sumber dan alat-alat belajar seperti buku paket yang diperlukan,
alat peraga dan belajar lainnya".[29] Selain itu dapat juga
dengan mengusahakan waktu belajar yang efektif memberikan bantuan kepada siswa
yang membutuhkan, membantu memecahkan masalah yang dihadapi siswa.
Guru merupakan tempat yang paling ideal bagi siswa untuk
mendapatkan ilmu pengetahuan yang jelas dan mendasar melalui kegiatan belajar
mengajar. Dalam kegiatan belajar mengajar guru tersebut menyediakan berbagai
fasilitator seperti: media, alat peraga termasuk menunjuk dan menentukan
berbagai jalan untuk mendapatkan fasilitas tertentu dalam menunjang program
belajar siswa. Guru sebagai fasilitator turut mempengaruhi tingkat prestasi
yang dicapai siswa.[30]
e.
Guru sebagai
Fasilitator
Guru hendaknya dapat memberikan dorongan kepada siswa
agar bergairah/bersemangat dan aktif dalam proses belajar. Dalam upaya
memberikan motivasi, guru dapat menganalisis motif-motif yang melatarbelakangi
siswa yang kurang untuk belajar. Kedudukan guru sebagai motivator adalah
melaksanakan pengajaran dengan memberikan motivasi kepada siswa agar lebih aktif
dalam kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan dapat dicapai.[31]
Motivasi dapat efektif bila dilakukan dengan
memperhatikan kebutuhan siswa, juga memberikan semangat kepada para siswa untuk
lebih aktif dalam belajar. Guru sebagai motivator sangat penting dalam
interaksi edukatif, karena menyangkut esensi pekerjaan mendidik yang
membutuhkan kemahiran sosial, dan menyangkut profesionalismenya dalam
personalisasi dan sosialisasi diri.
f.
Guru sebagai
Evaluator
Kedudukan guru sebagai evaluator, yaitu mengadakan
penelitian terhadap kegiatan belajar yang dilaksanakan. Guru mengetahui hasil
dari kegiatan mengajar tersebut, sekaligus dapat mengadakan usaha perbaikan
seperlunya. Menurut M. Uzer menjelaskan hal ini sebagai berikut :
Penilaian perlu dilakukan, karena guru dapat mengetahui
keberhasilan pencapaian tujuan, kepuasan siswa terhadap pelajaran serta
ketetapan atau keaktifan metode pengajaran. Tujuan lain adalah untuk mengetahui
kedudukan siswa dalam kelas atau kelompok. Dengan penilaian guru dapat menetapkan
apakah siswa itu termasuk ke dalam kelompok pandai, sedang, kurang atau cukup
baik di kelasnya.[32]
Berdasarkan hal tersebut di atas, akan mempermudah
perhatian guru untuk melakukan evaluasi yang baik terhadap prestasi belajar
siswa. Setelah proses belajar dan mengajar itu berlangsung maka guru akan
melaksanakan tugas yang terakhir, yaitu evaluasi terhadap hahsil dari proses
belajar mengajar yang telah dilakukan, baik oleh guru sebagai pendidik maupun
siswa sebagai anak didik.
[1] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik
Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal. 32.
[2] Ibid., hal 33.
[3] Sardiman A M, Interaksi dan Motivasi Belajar
Mengajar, cet IV, (Jakarta: Rajawali Pers, 1992), hal 123.
[5] Maryono Yusuf, Pengembangan Profesi Guru, (Jakarta:
Buana Ilmu, 2005), hal. 25.
[6] Mulyasa, Kompetensi Berbasis Kompetensi, (Jakarta:
Rosda Karya, 2002), hal. 37.
[9] Sudarwan Damim, Inovasi Pendidikan dalam
Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan, (Bandung:
Pustaka Setia, 2002), hal. 30.
[10] Mohm Surya, Peranan Guru dalam Pengembangan
Kurikulum dengan Pendekatan CBSA, (Semarang: Suara Daerah, 1998), hal. 43
[12] Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, Seruan Kepada …, hal. 7
[13] Roestiyah NK., Masalah-masalah …, hal. 12.
[14]Hasibuan dan Mujiono, Strategi Guru dalam Penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi,
(Jakarta: Bina Aksara Nusa, 2002), hal. 201.
[18]Darji Darmo Diharjo, Analisis Pendidikan dan Kompetensi Guru dalam Pembelajaran,
(Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2000), hal. 40.
[19]M. Ngalim
Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik
Evaluasi Pengajaran,, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998), hal. 24 .
[20] Saefuddin AM, Desekularisasi Pemikiran: Landasan Islamisasi, (Bandung: Mizan,
1990), hal. 130.
[21] Sardiman, A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Cet. XII, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2005), hal. 163-181.
[23]Soetjipto dan Raflis Kokasih, Profesi Keguruan, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2000), hal. 109.
[25]Amien
Fenbau, Supervisi…, hal. 16.
[32]Mohd. Uzer Usman, Menjadi…, hal. 34.