A. Pengertian Standar Isi
Standar Isi merupakan bagian dari upaya
peningkatan mutu pendidikan yang diarahkan untuk pengembangan potensi peserta
didik sesuai dengan perkembangan ilmu, teknologi, seni, serta pergeseran
paradigma pendidikan yang berorientasi pada kebutuhan peserta didik. Standar
Isi adalah salah satu dari delapan standar nasional pendidikan sebagaimana
tertuang dalam Bab II pasal 2 (1) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan, meliputi standar isi, standar proses,
standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar
sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar
penilaian pendidikan.[1] Standar isi yang terdapat pada
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permen diknas) Nomor 22 tahun 2006
merupakan salah satu bagian dari standar nasional pendidikan. “Pada standar isi
terdapat empat bab yang terdiri dari bab 1 pendahuluan, bab 2 kerangka dasar
dan struktur kurikulum, bab 3 beban belajar, dan bab 4 kalender pendidikan”.[2]
Bab 1 dari standar isi
berisi pendahuluan, yakni mengenai pokok-pokok dari standar isi yang kemudian
akan dijabarkan pada bab-bab berikutnya. Pada bab ini di antaranya diuraikan
mengenai fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Pendidikan Nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Adapun tujuan dari
pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Bab ini juga
menjelaskan mengenai pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu dan
relevansi serta efisiensi manajemen pendidikan. Pemerataan kesempatan
pendidikan diwujudkan dalam program wajib belajar 9 tahun. Peningkatan mutu
pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya
melalui olahhati, olahpikir, olahrasa dan olahraga agar memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan global.
Peningkatan relevansi pendidikan dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan yang
sesuai dengan tuntutan kebutuhan berbasis potensi sumber daya alam Indonesia.
Peningkatan efisiensi manajemen pendidikan dilakukan melalui penerapan
manajemen berbasis sekolah dan pembaharuan pengelolaan pendidikan secara
terencana,terarah,dan berkesinambungan.
Pada bab ini juga
disebutkan mengenai delapan standar nasional pendidikan yang merupakan
Implementasi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dan dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, yaitu: standar isi, standar proses, standar
kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana
dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.
Selain itu, bab ini berisi cakupan mengenai standar isi
sebagaimana dimaksud oleh Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, yakni
meliputi:
1.
kerangka
dasar dan struktur kurikulum yang merupakan pedoman dalam penyusunan kurikulum pada tingkat
satuan pendidikan,
2.
beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan dasar dan menengah.,
3.
kurikulum tingkat satuan pendidikan yang akan dikembangkan oleh satuan
pendidikan berdasarkan panduan penyusunan kurikulum sebagai bagian tidak
terpisahkan dari standar isi, dan
4.
kalender
pendidikan untuk penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan jenjang
pendidikan dasar dan menengah[3].
Pokok-pokok standar isi ini selanjutnya
dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) pada bab-bab
berikutnya (bab 2-4) yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005. Selanjutnya untuk bab dua dibahas mengenai kerangka dasar dan
struktur kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah. Kurikukulum tersebut terdiri atas kelompok mata pelajaran agama dan akhlak
mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata
pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi, kelompok mata pelajaran estetika, dan
kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan. Kurikulum
disusun oleh sekolah dan komite sekolah dan memenuhi prinsip-prinsip:
1.
Berpusat
pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya
2.
Beragam
dan terpadu
3.
Tanggap
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
4.
Relevan
dengan kebutuhan kehidupan, dan
pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan stakeholders untuk menjamin
relevansinya.
5.
Menyeluruh
dan berkesinambungan
6.
Belajar
sepanjang hayat
7.
Seimbang
antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
Selain itu,dalam bab ini tercantum mengenai prinsip yang harus
dipenuhi dalam pelaksanaan kurikulum, yaitu:
a.
Pelaksanaan
kurikulum didasarkan pada potensi, perkembangan dan kondisi peserta didik untuk
menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya.
b.
Kurikulum
dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar, yaitu: (a) belajar untuk
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (b) belajar untuk memahami dan
menghayati, (c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif,
(d) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan (e) belajar
untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui proses pembelajaran yang
aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
c.
Pelaksanaan
kurikulum memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan yang bersifat
perbaikan, pengayaan, dan/atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap
perkembangan, dan kondisi peserta didik dengan tetap memperhatikan keterpaduan
pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ke-Tuhanan, keindividuan,
kesosialan, dan moral.
d.
Kurikulum
dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan pendidik yang saling
menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip tut wuri
handayani, ing madia mangun karsa, ing ngarsa sung tulada (di belakang
memberikan daya dan kekuatan, di tengah membangun semangat dan prakarsa, di
depan memberikan contoh dan teladan).
e.
Kurikulum
dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber
belajar dan teknologi yang memadai, dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai
sumber belajar, dengan prinsip alam takambang jadi guru (semua yang terjadi,
tergelar dan berkembang di masyarakat dan lingkungan sekitar serta lingkungan
alam semesta dijadikan sumber belajar, contoh dan teladan).
f.
Kurikulum
dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial dan budaya serta
kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan
kajian secara optimal.
g.
Kurikulum
yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata pelajaran, muatan lokal dan
pengembangan diri diselenggarakan dalam keseimbangan, keterkaitan, dan
kesinambungan yang cocok dan memadai antarkelas dan jenis serta jenjang
pendidikan.[4]
Dalam bab dua
ini juga dibahas mengenai struktur kurikulum mulai dari SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA
kelas X, XI dan XII baik program IPA, IPS, Bahasa maupun Keagamaan (yang khusus
berada di MA). Selain itu, telah disusun pula kurikulum untuk sekolah luar
biasa mulai dari SD, SMP dan SMA dengan penyesuaian pada program khusus sesuai
untuk siswa tunarungu, tunadaksa, tunanetra, tunawicara dan tunalaras. Kurikulum SD/MI meliputi substansi
pembelajaran yang ditempuh selama 6 tahun mulai dari kelas I sampai dengan
kelas VI, yakni terdiri dari 8 mata pelajaran, muatan lokal yang merupakan
kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri
khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat
dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada serta pengembangan diri yang
bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan
mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta
didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi
dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat
dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Pada mata
pelajaran IPA atau IPS di kurikulum SD/MI merupakan IPA Terpadu dan IPS
Terpadu. Pendekatan yang
digunakan ada dua macam, yaitu pendekatan tematik yang digunakan pada kelas I
sampai dengan kelas III, dan pendekatan mata pelajaran yang digunakan pada
kelas IV sampai dengan kelas VI. Alokasi waktu satu jam pelajaran adalah selama
35 menit dan satu minggu efektif dalam satu tahun pelajaran adalah selama 34 –
38 minggu. Kurikulum SMP/MTs meliputi substansi pembelajaran yang
ditempuh selama 3 tahun mulai dari kelas VII sampai dengan kelas IX. Kurikulum
SMP/MTs meliputi 10 mata pelajaran, muatan lokal yang merupakan kegiatan
kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan
potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat
dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada serta pengembangan diri yang
bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan
mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta
didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi
dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat
dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Pada
mata pelajaran IPA atau IPS di kurikulum SMP/MTs merupakan IPA Terpadu dan IPS
Terpadu. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam
pembelajaran per minggu secara keseluruhan. Alokasi waktu satu jam pelajaran
adalah selama 40 menit dan satu minggu efektif dalam satu tahun pelajaran
adalah selama 34 – 38 minggu. Kurikulum SMA/MA dibagi menjadi dua macam, yaitu kurikulum kelas X
dan kelas XI & kelas XII program IPA, IPS, Bahasa, dan Keagamaan. Kurikulum
SMA/MA kelas X, meliputi 16 mata pelajaran, muatan lokal yang merupakan
kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri
khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat
dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada serta pengembangan diri yang
bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan
mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta
didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi
dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat
dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Satuan pendidikan dimungkinkan
menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan. Alokasi
waktu satu jam pelajaran adalah selama 45 menit dan satu minggu efektif dalam
satu tahun pelajaran adalah selama 34 – 38 minggu. Kurikulum SMA/MA kelas XI dan kelas XII, meliputi 13 mata pelajaran, muatan
lokal yang merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang
disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah,
yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada serta
pengembangan diri yang bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat,
dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan
pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau
tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.
Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam
pembelajaran per minggu secara keseluruhan. Alokasi waktu satu jam pelajaran
adalah selama 45 menit dan satu minggu efektif dalam satu tahun pelajaran
adalah selama 34 – 38 minggu. Kurikulum SMK/MAK dibuat untuk mencapai tujuan
pendidikan kejuruan yaitu untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan peserta didik untuk hidup mandiri
dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan program kejuruannya. Kurikulum SMK/MAK berisi mata pelajaran wajib, mata pelajaran
Kejuruan, Muatan Lokal, dan Pengembangan Diri. Mata pelajaran wajib terdiri
atas Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa, Matematika, IPA,
IPS, Seni dan Budaya, Pendidikan Jasmani dan Olahraga, dan
Keterampilan/Kejuruan. Mata pelajaran Kejuruan terdiri atas beberapa mata
pelajaran yang bertujuan untuk menunjang pembentukan kompetensi kejuruan dan
pengembangan kemampuan menyesuaikan diri dalam bidang keahliannya. Muatan lokal
dan pengembangan diri sama dengan kurikulum SMA/MA. Namun di SMK/MAK,
pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan
dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pembentukan
karier peserta didik. Pengembangan diri bagi peserta didik SMK/MAK terutama
ditujukan untuk pengembangan kreativitas dan bimbingan karier. Pendidikan di SMK/MAK dapat
ditempuh selama tiga tahun atau dapat diperpanjang menjadi empat tahun, mulai
dari kelas X sampai dengan kelas XII atau mulai dari kelas X sampai dengan
kelas XIII dan disusun berdasarkan standar kompetensi. Alokasi pelaksanaan satu
jam pembelajaran adalah 45 menit, dan pelaksanaannya dilakukan dengan
pendidikan sistem ganda. Minggu efektif dalam satu tahun adalah 38 minggu. Kurikulum pendidikan khusus dikembangkan untuk peserta didik
berkelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan/atau social. Peserta
didik berkelainan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, (1) peserta didik
berkelainan tanpa disertai dengan kemampuan intelektual di bawah rata-rata, dan
(2) peserta didik berkelainan disertai dengan kemampuan intelektual di bawah
rata-rata. Kurikulum Pendidikan Khusus terdiri atas delapan sampai dengan 10
mata pelajaran, muatan lokal, program khusus, dan pengembangan diri. Peserta
didik pendidikan khusus dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah umum
dan jika tidak dapat melanjutkan ke SMPLB dan SMALB. Struktur kurikulum pendidikan khusus dibagi
menjadi dua bagian yaitu:
1.
Kurikulum untuk peserta didik berkelainan tanpa disertai dengan kemampuan
intelektual di bawah rata-rata, menggunakan sebutan Kurikulum SDLB A, B, D, E;
SMPLB A , B, D, E; dan SMALB A, B, D, E (A = tunanetra, B = tunarungu, D =
tunadaksa ringan, E = tunalaras).
2.
Kurikulum untuk peserta didik berkelainan yang disertai dengan kemampuan
intelektual di bawah rata-rata, menggunakan sebutan Kurikulum SDLB C, C1, D1,
G; SMPLB C, C1, D1, G, dan SMALB C, C1, D1, G.
(C = tunagrahita ringan, C1 = tunagrahita sedang, D1 = tunadaksa
sedang, G = tunaganda)[5].
Kurikulum pendidikan SLB A, B, D, E relatif
sama dengan kurikulum SD umum. Kurikulum SMPLB dan SMALB dirancang untuk peserta
didik yang tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah umum. Perbedaan
kurikulum antara pendidikan khusus SLB A, B, D, E dengan SLB C1, D1, G adalah
pada SLB A, B, D, E terdiri dari aspek keterampilan vokasional dan aspek
akademik, sedangkan SLB C1, D1 G dirancang sangat sederhana sesuai dengan
batas-batas kemampuan peserta didik dan sifatnya lebih individual. Pendidikan khusus juga memiliki program khusus
sesuai dengan ketunaannya, Orientasi dan Mobilitas untuk peserta didik
Tunanetra, Bina Komunikasi, Persepsi Bunyi dan Irama untuk peserta didik
Tunarungu, Bina Diri untuk peserta didik Tunagrahita Ringan dan Sedang, Bina
Gerak untuk peserta didik Tunadaksa Ringan, Bina Pribadi dan Sosial untuk
peserta didik Tunalaras, dan Bina Diri dan Bina Gerak untuk peserta didik
Tunadaksa Sedang, dan Tunaganda. Alokasi per jam pembelajaran untuk SDLB, SMPLB
dan SMALB A, B, D, E maupun C,C1,D1,G masing-masing 30’, 35’ dan 40’. Selisih 5 menit dar sekolah reguler disesuaikan dengan kondisi
peserta didik berkelainan. Bab
tiga membahas mengenai beban belajar untuk satuan pendidikan dasar dan
menengah. “Program pendidikan terdiri dari sistem paket dan sistem kredit
semester. Pemilihan sistem ini disesuaikan dengan jenjang dan kategori satuan
pendidikan yang bersangkutan”.[6]
Satuan pendidikan SD/MI/SDLB menggunakan sistem paket, sedangkan satuan
pendidikan SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB dan SMK/MAK kategori standar menggunakan sistem paket atau dapat
menggunakan sistem kredit semester. Satuan pendidikan SMA/MA/SMALB dan SMK/MAK
kategori mandiri menggunakan sistem kredit semester. Beban belajar yang dibahas pada bab ini adalah
beban belajar sistem paket pada satuan pendidikan dasar dan menengah yang
menyelenggarakan program pendidikan bagi peserta didik yang wajib mengikuti
seluruh program pembelajaran dan beban belajar ini sudah ditetapkan untuk
setiap kelas sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Satuan jam pelajaran merupakan beban belajar untuk tiap mata
pelajaran pada sistem paket. Beban belajar ini diwujudkan dalam bentuk satuan
waktu melalui sistem tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri
tidak terstruktur. Untuk kegiatan tatap muka setiap jam pembelajaran pada tiap
jenjang berbeda. Adapun penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur
bertujuan untuk mendalami materi
pembelajaran yang dirancang oleh pendidik untuk mencapai standar kompetensi. Selain itu, pada bab ini
juga dibahas mengenai beban belajar kegiatan tatap muka per jam pembelajaran
pada masing-masing satuan pendidikan. Hal ini memiliki kesesuaian dengan apa
yang terdapat pada bab 2 yakni alokasi waktu satu jam pelajaran untuk siswa
tingkat SD/MI adalah selama 35 menit, siswa SMP/MTs/SMPLB berlangsung selama 40
menit, dan siswa SMA/MA/SMALB/ SMK/MAK berlangsung selama 45 menit. Akan tetapi
untuk waktu jam pembelajaran tatap muka tiap minggu kurang sesuai. Bab
ini juga menyebutkan mengenai penyelesaian program pendidikan dengan
menggunakan sistem paket. Selain mengenai sistem paket, juga diuraikan mengenai
sistem kredit semester, yakni sistem penyelenggaraan program pendidikan yang
peserta didiknya menentukan sendiri beban belajar dan mata pelajaran yang diikuti setiap semester
pada satuan pendidikan. Beban belajar setiap mata pelajaran pada sistem kredit
semester dinyatakan dalam satuan kredit
semester (sks). Beban belajar satu sks meliputi satu jam pembelajaran tatap
muka, satu jam penugasan terstruktur, dan satu jam kegiatan mandiri tidak
terstruktur. Panduan tentang sistem kredit semester diuraikan secara khusus
dalam dokumen tersendiri. Bab
empat (bab terakhir dari standar isi) membahas mengenai kalender pendidikan.
Kalender pendidikan adalah pengaturan waktu untuk kegiatan pembelajaran peserta
didik selama satu tahun ajaran yang mencakup permulaan tahun pelajaran, minggu
efektif belajar, waktu pembelajaran efektif dan hari libur. sebagaimana yang tercantum dalam bab satu
dari standar isi bahwa kalender
pendidikan berfungsi untuk penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan
jenjang pendidikan dasar dan menengah. “Kalender pendidikan dibuat berdasarkan
beban belajar siswa atau kegiatan tatap muka pada masing-masing jenjang
pendidikan seperti yang sedikit dibahas pada bab 2 dan bab 3”.[7] Alokasi waktu pada kalender pendidikan adalah
sebagai berikut: Pertama, Permulaan tahun pelajaran, Kedua, Minggu
efektif belajar, Ketiga, Waktu pembelajaran efektif Keempat, Waktu libur. Adapun Penetapan Kalender Pendidikan adalah sebagai
berikut: Pertama, Permulaan tahun pelajaran adalah bulan Juli setiap tahun dan
berakhir pada bulan Juni tahun berikutnya, Kedua, Hari libur sekolah
ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional, dan/atau Menteri
Agama dalam hal yang terkait dengan hari raya keagamaan, Kepala Daerah tingkat
Kabupaten/Kota, dan/atau organisasi penyelenggara pendidikan dapat menetapkan
hari libur khusus, Ketiga, Pemerintah
Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota dapat menetapkan hari libur serentak untuk
satuan-satuan pendidikan, Keempat, Kalender
pendidikan untuk setiap satuan pendidikan disusun oleh masing-masing satuan
pendidikan berdasarkan alokasi waktu sebagaimana tersebut pada dokumen Standar
Isi ini dengan memperhatikan ketentuan dari pemerintah/pemerintah daerah.
[1] Guza, Standar..., hal. 2.
[4] Guza, Standar..., hal. 1.
[5] Sulistyowati, Endah, Kurikulum berbasis
Kompetensi dan Mekanisme Pengembangan Silabus, Cet.V, (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kendal, 2003), hal. 33.
[6] Guza, Standar..., hal. 4
[7] Guza, Standar..., hal. 4.