Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Prilaku Menyimpang dan Cara Mengatasinya


A.    Prilaku Menyimpang dan Cara Mengatasinya
Prilaku Menyimpang dan Cara Mengatasinya


Jenis perilaku yang menyimpang dalam batasan normatif ajaran Islam meliputi pelanggaran terhadap ketentuan dalam segi Aqidah, Ibadah dan Akhlak. Karena aspek inilah sebagai sisi utama pendidikan Islam.
Aspek aqidah yang merupakan dasar pokok ajaran  Islam yang meyakini hanya Allah SWT sendiri yang berkuasa mutlak ataas segala makhlukNya. Berkeyakinan bahwa Tuhan hanyalah Allah SWT dan Muhammad SAW  adalah utusanNya. Dalam aspek aqidah ini tidak boleh ada unsur sedikitpun untuk menyekutukan Allah SWT seperti percaya animisme, dinamisme dan sebangsanya.
Dalam surat ali-Imran ayat 118 Allah SWT, menjelaskan tentang aqidah sebagaimana yang tersebut dibawah ini:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَتَّخِذُواْ بِطَانَةً مِّن دُونِكُمْ لاَ يَأْلُونَكُمْ خَبَالاً وَدُّواْ مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاء مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الآيَاتِ إِن كُنتُمْ تَعْقِلُونَ               ) آل عمران: ١١٨(
Artinya:   Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.(Qs. Ali-Imran: 118 )


Ayat di atas juga menjadi dalil seorang musuh tidak boleh memberikan persaksian yang menyudutkan kepada orang yang menjadi musuhnya. Inilah pendapat para ulama’ terdahulu yang berdomisili di Madinah dan Hijaz (Mekkah, Madinah dan sekitarnya) pada umumnya. Sedangkan Imam Abu Hanifah membolehkan hal tersebut sebagaimana dalam salah satu riwayat. Ibnu Bathal mengutip penyataan Ibnu Sya’ban, “Para ulama bersepakat bahwa musuh tidak boleh memberikan persaksian yang menyudutkannya kepada yang menjadi musuhnya dalam kasus apapun meski dia adalah seorang yang baik agamanya. Jadi permusuhan itu menghilangkan nilai kejujuran seseorang. Lalu bagaimana dengan permusuhan dengan orang kafir.” Pada akhir ayat Allah menegaskan bahwa rasa benci yang disembunyikan oleh orang-orang kafir itu jauh lebih besar lagi dibandingkan yang dinampakkan dengan mulut.
Aspek Ibadah adalah melakukan perbuatan ibadah ritual yang telah ditentukan utamanya adalah ibadah khusus ( shalat lima waktu, termasuk shalat jum’at dan puasa ramadhan). Adapun salah satu ayat al-Qur’an yang menjelaskan tentang shalat adalah sebagai berikut:
أَقِمِ الصَّلاَةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُوداً) الإسراء: ٧٨(
Artinya:   Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh . Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).(Qs. Al-Isra:78)


Aspek Akhlak adalah etika moral yang sesuai ajaran Islam sebagai ibadah yang umum. Beberapa hal yang bertentangan dengan akhlak antara lain: perjudian, minuman keras, narkoba, perkelaihan, pencurian, merokok melihat gambar porno dan lain-lain. Tingkah laku menyimpang yang sering terjadi dikalangan siswa perlu diupayakan  pencegahan atau meminimalkan terjadinya hal-hal menyimpang tersebut. Penanaman rasa keagamaan pada siswa sangat penting sebab agama merupakan dasar utama dalam kehidupan manusia yang menjadi kebutuhan universal. Segala yang telah digariskan oleh agama selalu baik dengan tujuan membimbing umat manusia menentukan jalan yang baik dan benar secara vertikal dan horizontal. Dalam agma Islam ditunjukkan dengan adanya perintah (amr), larangan (nahi) dan kebolehan (ibahah) juga kwalits baik dan buruk. Jika remaja memahami Ajaran Islam  dengan baik dan mampu mengamalkannya, maka pastilah mereka termasuk golongan umat yang baik.
Apabila perbuatan dan perkataan selalu dikendalikan oleh agama, maka penyimpangan akan dapat terkendali.  Apabila keyakinan beragama itu telah menjadi bagian integral dari kepribadian seseorang, maka keyakinan itulah yang akan mengawasi segala tindakan, perkataan bahkan perasaan. Jika tejadi tarikan orang kepada sesuatu yang tampaknya menyenangkan dan menggembirakan, maka keimanannya cepat bertindak meneliti apakah hal tersebut boleh atau terlarang oleh agamanya, andaikata termasuk hal-hal yang terlarang, betapapun  tarikan luar itu, tidak akan diindahkan karena ia takut melaksanakan yang terlarang.[1]
Berbicara tentang masalah akhlak, Rasulullah SAW memang sangat pantas menjadi sosok idola yang bisa diteladani oleh setiap manusia dimanapun berada, apa pun profesinya. Inilah kelebihan Rasulullah SAW karena Allah sendiri dengan jelas menyatakan dalam firman-Nya bahwa terdapat suri tauladan yang baik dalm diri Rasulullah SAW. Siapa pun ada, jika ingin sukses dunia akhirat, contohlah Rasulullah, karena Rasulullah adalah diibaratkan sebagai al-Qur’an Hidup. Panduan Muslim memang al-Qur’an yang merupakan firman Allah, namun contoh penerapan al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari dapat kita lihat dari kepribadian Rasulullah SAW. Allah SWT berfirman dalam surat Al – Ahzab ayat 21:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيراً﴿الأحزاب: ٢١
Artinya:   Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah( Qs. Al – Ahzab : 21 )

              Dan dalam surat Al – Anbiya ayat 107 Allah SWT juga berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ) الأنبياء: ١٠٧(
Artinya:   Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.(Qs.Al-Anbiya’:107)
             
      Sebagai pribadi muslim banyak yang harus diteladani dari Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW senantiasa berusaha memelihara dan meningkatkan kesehatan, kebersihan dan keindahan tubuhnya secara islami. Dalam hubungannya dengan sesama manusia Nabi Muhammad SAW senantiasa membiasakan diri dengan akhlak terpuji dan menjauhkan diri dari kahlak tercela serta giat beramal shaleh yang bermanfaat bagi orang banyak .
                 Bahkan Allah SWT telah memujinya dengan sebuah firman :
وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ﴿القلم : ٤

Artinya:   Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”(QS. al-Qalam:4)

               Sebagaimana dikutip dalam situs Internet ada sepuluh karakter atau ciri khas yang mesti melekat pada pribadi muslim yang sesuai dengan apa dicontohkan oleh Rasulullah Saw sebagai berikut:
1. Salimul Aqidah (Aqidah yang bersih)
              Salimul aqidah merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang bersih, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada Allah SWT. Dengan ikatan yang kuat itu dia tidak akan menyimpang dari jalan dan ketentuan-ketentuan-Nya. Dengan kebersihan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada Allah sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-An’am ayat 162 sebagai berikut:
قُلْ إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ) الأنعام :١٦٢(

Artinya: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku, semua bagi Allah tuhan semesta alam” (Qs. Al-An’am:162).

                        Karena aqidah yang salim merupakan sesuatu yang amat penting, maka dalam awal da’wahnya kepada para sahabat di Mekkah, Rasulullah SAW mengutamakan pembinaan aqidah, iman dan tauhid.
2. Shahihul Ibadah (ibadah yang benar)
              Shahihul ibadah merupakan salah satu perintah Rasulullah SAW yang penting. Dalam satu haditsnya, beliau bersabda: “Shalatlah kamu sebagaimana melihat aku shalat”. Dari ungkapan ini maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk kepada sunnah Rasul SAW yang berarti tidak boleh ada unsur penambahan atau pengurangan.
3. Matinul Khuluq (akhlak yang kokoh)
              Matinul khuluq merupakan sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim, baik dalam hubungannya kepada Allah maupun dengan makhluk-makhluk-Nya. Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi di akhirat. Karena begitu penting memiliki akhlak yang mulia bagi umat manusia, maka Rasulullah SAW diutus untuk memperbaiki akhlak dan beliau sendiri telah mencontohkan kepada kita akhlaknya yang agung sehingga diabadikan oleh Allah SWT di dalam Al Qur’an. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Qalam ayat 4 sebagai berikut:
وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ) القلم :٤(

Artinya: Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak yang agung. (Qs. Al-Qalam:4)





4. Qowiyyul Jismi (kekuatan jasmani)
Qowiyyul jismi merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang harus ada. Kekuatan jasmani berarti seorang muslim memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan fisik yang sehat dan kuat. Apalagi berjihad di jalan Allah dan bentuk-bentuk perjuangan lainnya.
5. Mutsaqqoful Fikri (intelek dalam berfikir)
              Mutsaqqoful fikri merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang juga penting. Karena itu salah satu sifat Rasul adalah fatanah (cerdas). Al Qur’an juga banyak mengungkap ayat-ayat yang merangsang manusia untuk berfikir, misalnya firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 219 sebagai berikut:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِن نَّفْعِهِمَا وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ كَذَلِكَ يُبيِّنُ اللّهُ لَكُمُ الآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ )البقرة: ٢١٩(

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: ” pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir” (Qs. Al-Baqarah:219)

              Di dalam Islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan, kecuali harus dimulai dengan aktifitas berfikir. Karenanya seorang muslim harus memiliki wawasan keislaman dan keilmuan yang luas.


6. Mujahadatul Linafsihi (berjuang melawan hawa nafsu)
              Mujahadatul linafsihi merupakan salah satu kepribadian yang harus ada pada diri seorang muslim karena setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk amat menuntut adanya kesungguhan. Kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu. Hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam.
7. Harishun Ala Waqtihi (pandai menjaga waktu)
              Harishun ala waqtihi merupakan faktor penting bagi manusia. Hal ini karena waktu mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya. Allah SWT banyak bersumpah di dalam Al Qur’an dengan menyebut nama waktu seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan seterusnya.
              Allah SWT memberikan waktu kepada manusia dalam jumlah yang sama, yakni 24 jam sehari semalam. Dari waktu yang 24 jam itu, ada manusia yang beruntung dan tak sedikit manusia yang rugi. Karena itu tepat sebuah semboyan yang menyatakan: “Lebih baik kehilangan jam daripada kehilangan waktu”. Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan tidak akan pernah kembali lagi.
8. Munazhzhamun fi Syuunihi (teratur dalam suatu urusan)
              Munazhzhaman fi syuunihi termasuk kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh Al Qur’an maupun sunnah. Oleh karena itu dalam hukum Islam, baik yang terkait dengan masalah ubudiyah maupun muamalah harus diselesaikan dan dilaksanakan dengan baik. Ketika suatu urusan ditangani secara bersama-sama, maka diharuskan bekerjasama dengan baik sehingga Allah menjadi cinta kepadanya.
              Dengan kata lain, suatu urusan mesti dikerjakan secara profesional. Apapun yang dikerjakan, profesionalisme selalu diperhatikan. Bersungguh-sungguh, bersemangat , berkorban, berkelanjutan dan berbasis ilmu pengetahuan merupakan hal-hal yang mesti mendapat perhatian serius dalam penunaian tugas-tugas.
9. Qodirun Alal Kasbi (memiliki kemampuan usaha sendiri/mandiri)
              Qodirun alal kasbi merupakan ciri lain yang harus ada pada diri seorang muslim. Ini merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian terutama dari segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang telah dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi. Karena pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh saja kaya bahkan memang harus kaya agar dia bisa menunaikan ibadah haji dan umroh, zakat, infaq, shadaqah dan mempersiapkan masa depan yang baik. Oleh karena itu perintah mencari nafkah amat banyak di dalam al-Qur’an maupun hadits dan hal itu memiliki keutamaan yang sangat tinggi.
10. Nafi’un Lighairihi (bermanfaat bagi orang lain.
              Nafi’un lighoirihi merupakan sebuah tuntutan kepada setiap muslim. Manfaat yang dimaksud tentu saja manfaat yang baik sehingga dimanapun dia berada, orang disekitarnya merasakan keberadaan. Jangan sampai keberadaan seorang muslim tidak menggenapkan dan ketiadaannya tidak mengganjilkan. Ini berarti setiap muslim itu harus selalu berfikir, mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal untuk bisa bermanfaat dan mengambil peran yang baik dalam masyarakatnya.[2]
Keberhasilan  penanggulangan tingkah laku siswa dapat di lihat dari peran sekolah dalam mengupayakan penekanan terhadap tingkah laku menyimpang. Antara lain:
Pertama, usaha preventif, yaitu usaha yang dilakukan  secara sistematis, berencana dan terarah pada tujuan untuk menjaga agar kenakalan itu tidak timbul. Dalam usaha preventif ini dapat dilakukan melalui: usaha pembinaan remaja dengan menguatkan mental, memberikan pendidikan, menyediakan sarana, menciptakan suasana optimal demi perkembangan pribadi yang wajar dan memperbaiki keadaan lingkungan sekitar. Kedua, usaha represif, yaitu usaha yang dilakukan dengan melakukan tindakan untuk menekan atau menahan terjadinya tingkah laku menyimpang dengan memberikan keharusan mentaati tata tertib yang berlaku, apabila peratuaran itu tidak diindahkan maka guru perlu memberi hukuman atas pelanggaran tersebut. Dengan hukuman yang dijatuhkan kepada siswa yang menyimpang, diharapkan siswa akan jera untuk mengulangi perbuatan yang tidak diinginkan, dengan tujuan agar siswa memperbaiki dan mengubah tingkah laku yang menyimpang tersebut. Ketiga, usaha kuratif, yaitu usaha memperbaiki tingkah laku menyimpang dengan memberikan pembinaan khusus yang dilakukan oleh lembaga khusus maupun perorangan yang ahli dalam bidang ini[3].

Usaha-usaha tersebut diharapkan dapat membawa terwujudnya kepribadian yang mantap, serasi dan dewasa. Remaja diharapkan akan menjadi genarasi orang dewasa yang berkepribadian kuat, sehar jasmani dan rokhani, teguh dalam kepercayaan dan keimananya. Agar usaha tersebut memperoleh hasil yang diharapkan, maka penanganan perilaku menyimpang norma Agama tersebut, tentunya tidak dapat dilakukan oleh tenaga ahli saja seperti psikolog dan pendidik yang berada di Madrasah melainkan perlu kerjasama semua fihak antara orang tua, guru, pemerintah, masyarakat, tenaga ahli dan anak / siswa yang bersangkutan agar bisa ditanggulangi secara cepat dan tepat serta perilaku menyimpang norma agama tersebut tidak mempengaruhi siswa lain.



[1] Zakiah Daradjat, Peran Agama dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), hal.65.
[2] (http://jaisyumuhammad.multiply.com/journal/item/7/Profil_Pribadi Muslim)

[3] Siggih D.Gunarsa dan Singgih Gunarsa, Psikologi Remaja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1986), hal. 22-23