A.
Prinsip Estetika
Estetika merupakan bagian aksiologi yang membicarakan
permasalahan (russel), pertanyaan (langer), atau issues (Farber)
mengenai keindahan, menyangkut ruang lingkup, nilai, pengalaman, perilaku dan
pemikiran seniman, seni serta persoalan estetika dan seni dalam kehidupan
manusia. Azas atau prinsip estetik sering disebut pula prinsip disain dalam
proses mencipta karya. Karena selain unsur seni rupa juga ada unsur estetik,
yaitu azas atau prinsip untuk mengubah atau merencana dalam proses mencipta
nilai-nilai estetik dengan penerapan unsur-unsur seni rupa.
Rumusan prinsip estetik merupakan hukum atau kaidah seni
yang berfungsi sebagai sumber acuan dalam berkarya seni Didunia ini setiap
orang punya prinsip estetik yang berbeda-beda. Yang dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Baik dari dalam diri sendiri maupun dari lingkungan. Dari lingkungan
individu tersebut dapat terpengaruh dengan zaman dan bangsanya. Seperti yang
terdapat dalam seni tradisional dan kesenian modern. Mohamad Muslih dalam
bukunya Filsafat umum menjelaskan bahwa:
Prinsip estetik atau prinsip disain adalah sebagai berikut:
1. Kesatuan (Unity)
Dalam berkarya prinsip utama yang harus dipenuhi ialah
prinsip kesatuan, untuk itu dalam merancang secara sempurna perlu dipikirkan
keutuhan dan kesatuan antara semua unsur senirupa disamping keutuhan antara
unsur seni dan gagasan (idea) sebagai landasan mencipta. Sebagai contoh
penampilan prinsip kesatuan dalam karya senirupa; disain dalam arsitektur
mencerminkan prinsip kesatuan apabila ada kesatuan antara bagian-bagian bentuk
dari struktur bangunan, ada kesatuan antara ruang-ruang dan penggunaan warna,
ada kesatuan antara bentuk bangunan dengan lingkungan, ada kesatuan antara
bentuk dan fungsi bangunan sesuai dengan ide dasar.
2. Keseimbangan (Balance)
Keseimbangan merupakan prinsip dan penciptaan karya untuk
menjamin tampilnya nilai-nilai keselarasan dan keserasian yang mendukung
prinsip kesatuan dengan menggunakan unsur-unsur seni. Karena fungsinya yang
menampilkan nilai-nilai keserasian dan keselarasan maka prinsip ini juga sering
disebut prinsip harmoni.
Ada tiga prinsip keseimbangan adalah sebagai berikut:
a. Keseimbangan Formal;
Pada karya menampilkan nilai keindahan yang bersifat
formal atau resmi. Prinsip ini sering dipakai dalam karya seni yang
berlandaskan agama atau kepercayaan dan dalam lingkungan tertentu untuk
mendukung nilai-nilai kejiwaan seperti keagungan, kekhidmatan, kekhusukan dan
sebagainya. Contoh penampilan prinsip keseimbangan formal dalam karya senirupa
ialah dalam pembuatan disain yang simetris dan statis. Disain grafis untuk
piagam atau ijazah yang simetris memberikan kesan resmi dan formal. Disain
simetris ini juga dapat dipakai untuk mendirikan bangunan gereja seperti bagian
atap, penempatan jendela dan tiang dan lain sebagainya. Demikian pula dalam
menyusun komposisi garis, bidang, bentuk dan warna untuk karya-karya senirupa
yang sifatnya resmi didasarkan pada komposisi yang simetris dan statis.
b. Keseimbangan informal;
Pada karya menampilkan nilai kebalikan dari keseimbangan
formal yaitu menghendaki sifat lincah, hidup, penuh dengan dinamika dan pada
prinsip keseimbangan informal ini menghasilkan disain asimetris.
c. Keseimbangan radial;
Disamping prinsip keseimbangan formal dan prinsip
keseimbangan informal pada karya masih dapat ditemukan ciptaan yang berdasarkan
prinsip keseimbangan yang lain, seperti keseimbangan radial yaitu keseimbangan
yang memberikan kesan memusat atau sentral. Dalam prinsip keseimbangan radial
terdapat unsur penting yang diletakkan di pusat pada rancangan disainnya. Pada
karya senirupa dapat dikemukakan contoh yang banyak dijumpai pada arsitektur.
Penempatan bagian-bagaian dari tiap jenjang yang tampak pada denah Candi
Borobudur terasa adanya unsur utama dalam keseluruhan bangunan yang
dipentingkan, yaitu induk stupa di puncak candi. Secara keseimbangan radial
semua unsur dari candi itu secara fisik terpusatkan pada induk stupa di puncak.
3. Irama (Rhythm)
Dalam penciptaan karya seni untuk menekankan keseimbangan
yang mendukung gerak (movement) atau arah (direction) dengan
menggunakan unsur-unsur seni. Irama dapat dihayati secara visual atau auditif
jika ada gerak seperti yang dapat kita hayati pula di alam, misalnya irama dari
gelombang laut, gerakkan gumpalan awan, gelombang suara dari angin dan lain
sebagainya. Gerak atau arah tersebut dapat menggugah perasaan tertentu seperti
keberaturan, berkelanjutan, dinamika dan sebagainya. Sesuai dengan kehadiran
gerak dan arah tersebut maka irama yang tampil dalam karya meliputi:
a. Irama berulang (repetitif)
dapat dijumpai pada penempatan jendela atau pintu pada
sebuah bangunan dengan jarak yang sama serta ukuran yang sama pula. Hal serupa
dapat kita jumpai pada susunan bagian-bagian dari suatu taman yang serba
berulang dan teratur sehingga menimbulkan kesan irama yang berulang.
b. Irama silih berganti (alternatif)
Dipakai dalam penciptaan karya senirupa untuk tidak
sekedar mengulang-ulang unsur-unsur seni dalam bentuk dan warna yang sama,
tetapi mencari kemungkinan lain dalam usaha untuk menimbulkan kesan irama.
c. Irama laju/ membesar atau mengecil (progresif)
Lebih mudah dapat dihayati dalam seni gerak. Dalam
penempatan unsur-unsur garis, bentuk dan warna pada komposisi prinsip irama
laju (progresif) dapat dicapai dengan jarak dan arah tertentu.
d. Irama lamban atau beralun/ mengalir atau
bergelombang:
Prinsip ini kebalikkan dari irama laju yang dapat dicapai
dalam karya seni.
4. Proporsi
Adalah prinsip dalam penciptaan karya untuk menekankan
hubungan satu bagian dengan bagian lain dalam usaha memperoleh kesatuan melalui
penggunaan unsur-unsur seni. Proporsi sebagai prinsip dalam penentuan nilai
estetik, oleh seniman dipakai untuk memberikan kesan kesatuan bentuk ekspresi.
Hal ini dapat dilaksanakan berdasarkan perhitungan matetamtis dan ilmiah
seperti pada seni patung Yunani dn arsitektur Mesir, tapi juga berdasarkan
emosi dan intusi sesuai dengan kebebasan seniman.
Hukum proporsi yang dikenal adalah golden section dari
orang Yunani yang juga dipakai kembali oleh pematung dan pelukis pada masa
Rennaissance. Sejak awal masa filsafat Yunani orang telah berusaha untuk menemukan
hukum-hukum geometris didalam seni, karena apabila seni (yang menurut mereka
identik dengan keindahan) adalah harmoni, sedangkan harmoni adalah proporsi
yang cocok dari hasil pengamatan, tentulah masuk akal untuk menganggap bahwa
proporsi-proporsi tersebut sudah tertentu. Maka proporsi geometris yang
terkenal dengan nama golden section itu selama berabad-abad dipandang sebagai
jawaban dari misteri seni ini dan ternyata pemakaiannya amat universal, tidak
sekedar didalam seni tetapi juga di alam, yang pada suatu saat diperlakukan
dengan menggunakan pandangan keagamaan.
Seringkali golden section dipergunakan untuk
menentukan proporsi yang tepat antara panjang dan lebar pada empat persegi
panjang pada jendela dan pintu-pintu, serta buku atau majalah. Di Bali kita
kenal Hasta Kosala-Kosali yang berasal dari unit tubuh manusia untuk mengukur
proporsi bangunan.
5. Aksentuasi/Dominasi (Emphasis)
Merupakan prinsip dalam penciptaan karya yang mengikat
unsur-unsur seni dalam kesatuan. Prinsip aksentuasi menampilkan pusat perhatian
dari seluruh kesatuan karya. Ada beberapa cara dalam menempatkan aksentuasi,
yaitu:
1.
Pengelompokan yaitu dengan mengelompokkan unsur-unsur
yang sejenis. Misalnya mengelompokkan unsur yang sewarna, sebentuk dan
sebagainya.
2.
Pengecualian yaitu dengan cara menghadirkan suatu unsur
yang berbeda dari lainnya.
3.
Arah yaitu dengan menempatkan aksentuasi sedemikian rupa
sehingga unsur yang lain mengarah kepadanya.
4.
Kontras yaitu perbedaan yang mencolok dari suatu unsur di
antara unsur yang lain. Misalnya menempatkan warna kuning di antara warna-warna
teduh.
Prinsip Estetika yang menjadi bahan pertimbangan
ditemukan pada antikuitas Hellenistik secara umum. Prinsip ini dapat diberikan
sebagai prinsip bahwa keindahan mengandung ekpresi imajinatif dan sensous
mengenai kesatuan yang majemuk. Objek persepsi umumnya dianggap sebagai
setandart seni dalam objek persepsi terdapat suatu barisan yang tidak mungkin
dibatasi dalam menghadapi identifikasi keindahan dalam identifikasi keindahan
dengan exspresi spiritual yang hanya dapat ditangkap oleh persepsi tingkat
tinggi alam.Dengan kata lain pengertian yang paling luasa sebagai fungsi
seni sangat mudah untuk menyatakan bahwa masalah keindahan hanya nyata dalam
kemungkinan yang paling kasar sehingga menghendaki ketidak mampuan total untuk
memecahkannya. Artinya bahwa materi presentasi keindahan merupakan sesuatu yang
diangkat dari objek persepsi indra tidak menyentuh pertanyaan .[1]
Aliran-aliran dalam filsafat estetika merupakan aspek
hidup manusia yang lebih banyak menyangkut ranah perasaan manusia dan oleh
karena itu lebih bersifat subjektif oleh karena itu persoalan penilaian indah
atau tidak indahnya sesuatu tidak dapat diukur
dengan kreteria yang benar-benar baku.Hal ini adalah penyebab terjadinya
aliran-aliran dalam penciptaan dalam pemanfaatan karya seni sebagai wujud rasa
keindahan. Tentang aliran-aliran seni yang berkembang di masyarakat secara
ringkas dapat diulas sebagai berikut:[2]
1. Terjadinya aliran atau perbedaan selera
tentang estetika atau seni menyangkut persoalan
reaksi pesikologis pribadi manusia terhadap indah atau tidaknya suatu objek.
2. Tentang dari mana munculnya keindahan yang terwujud dalam
bentuk karya seni ada yang mengatakan bahwa keindahan sebuah karya seni itu
muncul dari kebiasaan rasa seni yang dimiliki seseorang tanpa terkait oleh
objektifitas yang berasal dari luar manusia.
3. Penilaian keindahan karya seni juga menyangkut
pertannyaan apakah indhnya seni itu perlu ditinjau dari kemurnian penciptaannya
ataukah yang penting wujud keindahan hasilnya.
4. Perbedaan pendapat juga terjadi dalam kaitan bagaimana menilai keindahan
karya seni dari sudut uang.
Perbedaan tentang seni sebagai wujud exspresi
keindahan juga terdapat pada persoalan pemanfaatan karya seni.
0 Comments
Post a Comment