BAB II
PEMBELAJARAN AQIDAH AKHLAK DI SEKOLAH
A. Tujuan Pembelajaran
Aqidah Akhlak
Proses belajar mengajar tidak mungkin tercapai jika guru yang
mengajar tersebut tidak memahami tujuan yang telah dirumuskan, hal ini sesuai
dengan kutipan berikut, yaitu:
“Bila guru
kurang memahami makna tujuan yang telah dirumuskan maka sukar diharapkan dapat
membimbing murid ke arah yang lebih tinggi. Jika telah disadari tujuan yang
akan dicapai sangat penting, maka guru (yang mengajar) akan melalui cara-cara
mengajar (dan belajar) yang wajar untuk mencapai tujuan”.[1]
Dari uraian di atas jelas bahwa guru
diharapkan mengetahui dan memahami tujuan yang telah dirumuskan oleh GBPP
(Garis Besar Program Pembelajaran), sehingga dapat mengarahkan dan membimbing
murid-muridnya untuk dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Apabila
seorang guru telah memahami dan mengetahui tujuan pembelajaran aqidah akhlak
dengan baik, maka ia dapat memberi arahan dalam pengajaran aqidah akhlak dengan
baik, baik evaluasi dan juga penggunaan alat bantu yang tepat.
Dalam mengajar aqidah akhlak agar kompetensi yang telah
ditetapkan perlu tercapai, maka untuk
meningkatkan kualitas guru, perlu dilakukan suatu sistem pengujian kompetensi
guru. Sejalan dengan kebijakan otonomi daerah, beberapa daerah telah melakukan
uji kompetensi guru, mereka melakukannya terutama untuk mengetahui kemampuan
guru di daerahnya, uji kompetensi guru dapat dilakukan secara nasional,
regional, maupun lokal. Secara nasional dapat dilakukan oleh pemerintah pusat
untuk mengetahui kualitas dan kompetensi guru, secara regional dapat dilakukan
oleh pemerintah provinsi untuk mengetahui kualitas dan standar kompetensi guru,
sedangkan secara lokal dapat dilakukan oleh pemerintah daerah (Kabupaten dan
Kota) untuk mengetahui kualitas dan standar kompetensi guru.
Dengan diuji guru aqidah akhlak akan meningkatkan kualitas
diri. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran dan hasil belajar peserta didik
tidak saja ditentukan oleh manajemen sekolah, kurikulum, sarana dan prasarana
pembelajaran, tetapi sebagian besar ditentukan oleh guru. Dengan demikian, uji
kompetensi guru akan mendorong terciptanya kegiatan dan hasil belajar yang
optimal, karena guru yang teruji kompetensinya akan senantiasa menyesuaikan
kompetensinya dengan perkembangan pertumbuhan dan pembelajaran. Guru yang
teruji kompetensinya akan lebih mampu menciptakan suasana pembelajaran yang
kondusif, kreatif, efektif, dan menyenangkan, sehingga mampu mengembangkan
potensi seluruh peserta didiknya secara optimal.[2]
Kegiatan inti pembelajaran aqidah akhlak atau pembentukan
kompetensi mencakup berbagai langkah
yang perlu ditempuh oleh peserta didik dan guru sebagai fasilitator untuk
mewujudkan kompetensi dasar. Hal ini ditempuh melalui berbagai cara, tergantung
pada situasi, kondisi, dan kebutuhan serta kemampuan peserta didik. Prosedur
yang ditempuh dalam pembentukan kompetensi siswa adalah sebagai berikut:
a)
Berdasarkan kompetensi dasar dan
materi standar yang telah dituangkan dalam perencanaan pembelajaran, guru
menjelaskan kompetensi siswa minimal yang harus dicapai peserta didik dan cara
belajar individu.
b)
Guru menjelaskan materi standar
secara logis dan sistematis, pokok bahasan dikemukakan dengan jelas atau
ditulis di papan tulis. Memberi kesempatan peserta didik untuk bertanya sampai
materi standar tersebut benar-benar dapat dikuasai.
c)
Membagikan materi standar atau
sumber belajar berupa hand out dan
foto copy beberapa bahan yang akan dipelajari. Materi standar tersebut sebagian
terdapat di perpustakaan, jika materi standar yang diperlukan tidak tersedia di
perpustakaan, maka guru memfoto copy dari sumber lain, seperti majalah, dan
surat kabar.
d)
Membagikan lembaran kegiatan untuk
setiap peserta didik, lembaran kegiatan berisi tugas tentang materi standar
yang telah dijelaskan oleh guru dan dipelajari oleh peserta didik.
e)
Guru memantau dan memeriksa
kegiatan peserta didik dan, sekaligus memberikan bantuan, arahan bagi mereka
yang memerlukan.
f)
Setelah selesai diperiksa
bersama-sama dengan cara menukar lembaran kegiatan dengan teman lain, lalu guru
menjelaskan setiap jawabannya.
g)
Kekeliruan dan kesalahan jawaban
diperbaiki oleh peserta didik, jika kurang jelas guru memberi kesempatan
bertanya, tugas atau kegiatan mana yang perlu diperjelaskan lebih lanjut.[3]
Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat pokok dan kompleks
dalam kehidupan. Hal ini merupakan rangkaian kehidupan kegiatan komunikasi
antar manusia sehingga manusia itu tumbuh dan berkembang sebagai pribadi yang
utuh dan mandiri. Seorang dikatakan belajar apabila dalam dirinya telah terjadi
suatu proses kegiatan yang menyebabkan terjadinya perubahan sikap dan tingkah
laku. Apabila terjadinya perubahan tingkah laku seseorang ke arah yang lebih
baik sesuai dengan apa yang dipelajarinya, maka itulah yang dikatakan
keberhasilan belajar.
Sebelum kita membicarakan tentang
tujuan pembelajaran aqidah akhlak di Madrasah Tsanawiyah, maka terlebih dahulu
kita melihat bagaimana fungsi aqidah akhlak itu di sekolah. Fungsi bidang studi
aqidah akhlak adalah:
1)
Untuk meningkatkan keimanan dan
ketaqwaan siswa kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam lingkungan
keluarga.
2)
Untuk memperbaiki
kesalahan-kesalahan dalam keyakinan, pemahaman dan pengamalan ajaran agama
Islam dalam kehidupan sehari-hari.[4]
Adapun tujuan pembelajaran aqidah
akhlak di Madrasah Tsanawiyah yaitu untuk memberikan pengetahuan, penghayatan
dan keyakinan kepada siswa akan hal-hal yang harus diimani serta memberikan
pengetahuan dan kemauan yang kuat untuk mengamalkan akhlak yang baik dan
menjauhi akhlak yang buruk, baik dalam hubungan dengan Allah, dengan dirinya
sendiri, dengan sesama manusia maupun dengan alam lingkungannya.[5]
B. Materi-materi Aqidah
Akhlak
Materi adalah kerangka atau bahan pelajaran yang disampaikan kepada
murid. Materi bidang studi aqidah akhlak merupakan salah satu materi yang sangat
diperlukan dalam upaya mengarahkan siswa ke jalan yang benar dan membentuk budi
pekerti yang mulia sehingga nantinya mereka mampu menyesuaikan diri dan selalu
berakhlak mulia di manapun mereka berada.
Adapun materi-materi pokok aqidah akhlak yang di ajarkan di Madrasah
Tsanawiyah adalah:
1. Kelas I
a.
Aqidah Islam: pengertian dasar dan
tujuan aqidah akhlak; iman, Islam dan ihsan.
b.
Manusia menurut pandangan Islam:
hakikat kejadian dan tugas mulia mukmin, muslim dan muttaqin.
c.
Jenis-jenis dalil: pengertian dan
pembagian dalil; dalil naqli.
d.
Iman kepada Allah: pengertian iman
kepada Allah; bukti-bukti adanya Allah.
e.
Akhlak: pengertian akhlak; dasar
akhlak; tujuan akhlak; pembagian akhlak.
f.
Akhlak mahmudah kepada Allah: takut
kepada Allah; berharap kepada Allah; bertaubat dan nadam; tawadhu; kepada Allah;
tawaqkal kepada Allah; ridha kepada qadha dan qadar.
g.
Akhlak madzmumah kepada Allah:
kufur,syirik.
h.
Cinta kebersihan: ajaran Islam
tentang kebersihan; peranan kebersihan bagi pribadi dan masyarakat.
i.
Iman kepada Allah: sifat-sifat
wajib bagi Allah; sifat-sifat mustahil bagi Allah; sifat jaiz bagi Allah.
j.
Cinta ilmu pengetahuan: ajaran
Islam dalam ilmu pengetahuan; peranan ilmu pengetahuan dalam kehidupan.
2. Kelas II
a.
Iman kepada malaikat: pengertian
iman kepada malaikat; nama dan tugas malaikat; hikmah beriman kepada malaikat.
b.
Makhluk gaib selain malaikat: alam
jasmani dan alam rohani; jin kafir dan jin Islam; iblis/syaitan.
c.
Akhlak mahmudah kepada Allah:
ibadah kepada Allah; cinta kepada Allah; cinta karena Allah; beramal karena Allah.
d.
Iman kepada kitab-kitab Allah:
pengertian iman kepada kitab-kitab Allah; keistimewaan Al-Qur’an.
e.
Sifat-sifat terpuji: sifat-sifat
terpuji bagi diri sendiri; sifat terpuji bagi orang lain.
f.
Iman kepada Rasul-rasul Allah:
pengertian iman kepada Rasul-rasul Allah; nama-nama Rasul-rasul yang harus
diketahui; Muhammad sebagai Nabi dan Rasul terakhir.
g.
Iman kepada Rasul-rasul Allah:
sifat-sifat Rasul Allah; sunnah Rasul sebagai uswatun hasanah.
h.
Mu’jizat: pengertian mu’jizat;
kejadian luar biasa selain mu’jizat.
i.
Akhlak kepada Rasulullah: taat
kepada Rasulullah; cinta kepada rasul.
j.
Akhlak kepada ulama ulil amri:
hormat kepada ulama; taat kepada ulama ulil amri.
k.
Sifat-sifat tercela: sifat-sifat
tercela bagi diri sendiri; sifat tercela terhadap orang lain.
3. Kelas III
a.
Kisah-kisah teladan: kisah Rasul
ulul ’azmi; kisah sahabat Nabi.
b.
Akhlak terhadap sesama manusia:
akhlak terhadap orang tua; akhlak terhadap saudara; akhlak terhadap tetangga;
akhlak terhadap sesama muslim; akhlak terhadap kaum lemah.
c.
Cinta pekerjaan: ajaran Islam
tentang cinta pekerjaan; peranan bekerja dalam kehidupan.
d.
Kisah-kisah teladan: kisah Khatijah
dan Aisyah; kisah keluarga Yasir dan Bilal; kisah Wali Songo; kisah beberapa
orang pahlawan bangsa.
e.
Iman kepada hari Akhir: hari akhir;
alam gaib yang berhubungan dengan hari akhir; hikmah beriman kepada hari akhir.
f.
Kisah orang durhaka: kisah orang
durhaka kepada agama; kisah orang durhaka kepada orang tua.
g.
Iman kepada qadha dan qadar; qadha
dan qadar; hubungan qadha dan qadar dengan ikhtiar; hikmah beriman kepada qadha
dan qadar.
h.
Tuntutan Islam tentang hak dan
kewajiban warga negara dan tuntutan Islam dalam membangun negara.
i.
Akhlak terhadap alam lingkungan: memelihara
kelestarian alam; menyayangi binatang dan memelihara tumbuh-tumbuhan.
Mencermati materi bidang studi aqidah akhlak diatas, maka dapat dikatakan
bahwa pada dasarnya materi-materi tersebut dipandang dapat membentuk
kepribadian siswa yang sesuai dengan ajaran Islam, bila proses belajar mengajar
dilaksanakan sebagaimana mestinya. Pembelajaran aqidah akhlak di Madrasah
Tsanawiyah kelas I dan II lebih cenderung kepada aqidah sedangkan kelas III
lebih cenderung kepada akhlak. Selanjutnya pembelajaran aqidah akhlak di
Madrasah Tsanawiyah dilaksanakan secara sistematis, artinya pembelajaran
dimulai dengan mengajar kepada siswa tentang ketuhanan dan diteruskan dengan
iman kepada malaikat dan hari akhir. Pengajaran akhlak seperti ini sesuai
dengan apa yang sudah tercantum dalam kurikulum yang telah ditetapkan.
C. Metode Pembelajaran Aqidah
Akhlak di Sekolah
Metode adalah cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.[6]
Metode pembelajaran adalah salah satu komponen dalam proses belajar mengajar
baik langsung belajar dalam kelas maupun di luar kelas, tanpa ada metode yang
tepat proses belajar mengajar tidak mungkin berhasil dengan efektif dan
efisien. Metode pembelajaran mempunyai andil yang cukup besar dalam kegiatan pembelajaran. Keberhasilan
yang dimiliki peserta didik akan ditentukan oleh kerelevansian penggunaan suatu
metode yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Ini berarti tujuan pembelajaran
akan dapat dicapai dengan penggunaan metode yang tepat. Metode pembelajaran
yang dapat dipergunakan dalam kegiatan pembelajaran bermacam-macam,
penggunaannya tergantung dari rumusan tujuan.
Setiap metode mempunyai sifat atau ciri tertentu baik segi
kelemahannya atau kebaikannya. Dalam mengajar jarang ditemukan guru hanya menggunakan
satu macam metode saja tetapi guru menggunakan kombinasi dari dua atau beberapa
metode. Pemakaian metode pembelajaran dalam suatu bidang studi tertentu perlu
dipertimbangkan beberapa komponen yang terikat dalam proses belajar mengajar.
Diantaranya adalah: tujuan, materi, siswa, situasi kelas dan guru sebagai
operator dalam pemakaian metode mengajar. Pemakaian metode yang tepat akan
dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, sedangkan penggunaan metode yang
tidak tepat akan merupakan hambatan paling besar dalam proses belajar mengajar.
Ajaran Islam selalu mengajarkan kepada setiap pendidik dalam menyampaikan
berbagai ilmu pengetahuan kepada anak didiknya supaya menggunakan suatu cara
yang baik,sehingga dapat tercapai suatu tujuan pembelajaran. Hal ini sesuai
dengan firman Allah SWT:
ادع الى سبيل ربك با لحكمة والمو عظة الحسنة
Artinya: “Serulah
ke jalan Tuhanmu dengan bijaksana dan nasehat yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang
lebih baik”. (QS. Al Nahl: 125).
Dalam
hal ini pemakaian metode yang tepat adalah sangat menentukan terhadap
pencapaian tujuan yang diharapkan, salah pilih metode mungkin hasilnya
menyimpang dari tujuan. Dalam proses pembelajaran bidang studi aqidah akhlak
metode-metode yang tepat digunakan antara lain sebagai berikut:
1. Metode Ceramah
Metode
ceramah adalah suatu cara penyajian atau penyampaian informasi melalui
penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru terhadap siswanya.[7] Guru
yang berbicara, mengartikan dan menjelaskan pokok-pokok pelajaran yang
ditentukan dalam kurikulum. Dengan kata lain metode ceramah ini murid
mendengarkan serta percaya kepada yang disampaikan oleh guru menurut
kemampuannya.
Nabi Muhammad dalam memberi
pelajaran kepada umatnya banyak menggunakan metode ceramah, di samping metode
yang lain. Begitu pula di dalam Al-Qur’an banyak ditemui ayat-ayat yang
disampaikan Tuhan kepada Nabi Muhammad dalam bentuk ceramah. Diantaranya firman
Allah SWT dalam surat Yusuf ayat 3:
نحن نقص عليك احسن القصص بما او حينا اليك
هذا القران وان كنت من قبله لمن الغفلين
Artinya: ”Sesungguhnya kami
turunkan Al-Qur’an ini dengan bahasa Arab, mudah-mudahan kamu mengerti
maksudnya, kami riwayatkan (ceritakan) kepadamu sebaik-baik cerita dengan perantara
Al-Qur’an yang kami wahyukan kepadamu ini, padahal sesungguhnya adalah engkau
dahulu tidak mengetahui (orang yang
lalai)”.
Pada
ayat di atas Tuhan menurunkan Al-Qur’an dengan perantara bahasa Arab, dan Tuhan
menyampaikan kepada Nabi Muhammad dengan jalan cerita dan ceramah yang menarik
sekali. Metode ceramah tidak hanya digunakan oleh Nabi Muhammad dalam
menyampaikan dakwahnya, akan tetapi Allah pun dalam menurunkan wahyu-Nya kepada
Nabi Muhammad juga dalam bentuk ceramah.
Untuk mencapai hasil yang memuaskan dalam
metode ini, guru hanya menempuh langkah-langkah sebagai berikut:
a.
Merumuskan tujuan dan bahan
belajar.
b.
Menyelidiki apakah metode ini
cocok untuk digunakan.
c.
Mengarahkan pengertian siswa pada
masalah yang diceramahkan.
d.
Mengadakan evaluasi untuk
mengetahui apakah tujuan telah tercapai.
Ciri yang menonjol dalam metode
ceramah ini adalah peranan guru tampak sangat dominan sedangkan murid mendengar
dengan teliti dan mencatat isi ceramah yang disampaikan guru di depan kelas.
Dengan metode ceramah ini guru dapat menguasai kelas, tidak banyak memakan
biaya dan tenaga, serta bahannya pun dapat disampaikan sebanyak mungkin dalam
waktu yang singkat. Untuk bidang studi aqidah akhlak, metode ceramah ini tepat
untuk dilaksanakan misalnya dalam memberikan pengertian tentang tauhid atau
keimanan, karena tauhid atau keimanan ini tidak dapat diperagakan atau sukar
didiskusikan.
2.
Metode Tanya Jawab
Dalam pembelajaran aqidah akhlak,
metode tanya jawab juga dapat diterapkan, misalnya pokok bahasan mengenai keimanan,
akhlak terpuji, akhlak tercela dan sebagainya. Metode tanya jawab ialah suatu
cara mengajar dimana seorang guru mengajukan beberapa pertanyaan kepada murid tentang bahan pelajaran yang
telah diajarkan atau bacaan yang telah mereka baca sambil memperhatikan berpikir
diantar murid-murid.[8]
Dalam melaksanakan metode tanya jawab, pertanyaan dapat diajukan oleh guru atau
murid dan demikian pula jawabannya dapat diberikan oleh guru atau murid pula.
Dengan kata lain guru bertanya dan murid menjawab, murid bertanya guru menjawab
atau murid yang satu bertanya dan murid yang lain memberi jawaban.
Metode tanya jawab ini merupakan
salah satu teknik mengajar yang dapat membantu kekurangan-kekurangan yang
terdapat pada metode ceramah. Ini disebabkan dapat memperoleh gambaran sejauh
mana murid dapat mengerti dan mengungkapkan apa yang telah diceramahkan. Anak
didik yang biasanya kurang mencurahkan perhatiannya terhadap pelajaran yang
diajarkan guru, melalui metode ceramah akan berhati-hati terhadap pelajaran
yang diajarkan melalui tanya jawab. Sebab anak didik tersebut sewaktu-waktu akan
mendapat giliran untuk menjawab suatu pertanyaan yang akan diajukan kepadanya.
Untuk menghindari sesuatu yang dapat
terjadi dalam metode tanya jawab maka seorang guru hendaklah memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
a.
Pertanyaan harus singkat, jelas
dan merangsang berpikir.
b.
Sesuai dengan kecerdasan dan
kemampuan anak didik yang menerima pertanyaan.
c.
Memerlukan jawaban dalam bentuk
kalimat atau uraian kecuali yang bersifat objektif test dapat menggunakan ya
atau tidak.
d.
Usahakan pertanyaan pasti bukan
pertanyaan yang mempunyai beberapa alternatif.[9]
Metode tanya jawab dapat dipakai cukup baik apabila pelaksanaan
ditujukan untuk meninjau pelajaran
yang lalu, agar murid memusatkan perhatiannya lagi untuk lebih jelas. Seorang
guru dalam menerima jawaban dari anak didik berusaha jangan mematahkan
semangat,akan tetapi menghargai jawaban yang diberikan anak didik dan menuntun
mereka ke arah yang lebih baik.
3. Metode
Diskusi
Selain metode ceramah dan metode
tanya jawab, metode diskusi pun juga dapat diterapkan dalam mengajarkan
pelajaran aqidah akhlak. Metode diskusi adalah cara menyampaikan pelajaran di
mana para siswa dihadapkan pada masalah yang bisa berupa pernyataan dan
pertanyaan yang problematis untuk dipecahkan bersama.[10]
Dalam metode diskusi ini, guru memberikan kesempatan kepada siswa atau kelompok
siswa untuk saling tukar menukar informasi, mempertahankan pendapat, membuat
kesimpulan dan pemecahan masalah. Yang perlu mendapat perhatian adalah
hendaknya para siswa berpartisipasi secara aktif di dalam forum diskusi.
Semakin banyak siswa terlibat dan menyumbangkan pikirannya, semakin banyak pula
yang mereka pelajari.
Bagi murid-murid yang tidak berani,
dapat mendengar pendapat yang didiskusikan,dalam hal ini guru harus tegas agar
diskusi berjalan lancar. Metode ini merupakan lapangan yang tersedia untuk
mendidik anak berpikir, dan metode ini mempunyai tujuan antara lain:
a.
Menanamkan dan menggambarkan
keberanian untuk mengembangkan pendapat sendiri.
b.
Mencari kebenaran secara jujur
melalui pertimbangan-pertimbangan pendapat yang mungkin saja berbeda antara
satu dengan yang lainnya.
c.
Belajar menemukan kesempatan berpendapat
melalui musyawarah.
d.
Membiasakan anak didik bersifat
toleran.
Metode diskusi ini pada umumnya akan membuat suasana kelas lebih hidup,
karena siswa lebih aktif dan bersemangat di mana setiap siswa mendapat
kesempatan untuk mengemukakan pendapat masing-masing. Jadi metode diskusi ini
merupakan proses pembelajaran yang menyebabkan terjadinya interaksi antara guru
dengan siswa dan antara siswa dengan siswa.
4. Metode
Sosiodrama
Metode sosiodrama adalah penyajian bahan dengan cara memperlihatkan
peragaan, baik dalam bentuk uraian maupun kenyataan. Semuanya berbentuk tingkah
laku dalam hubungan sosio yang kemudian diminta beberapa murid untuk
menerangkannya.[11] Dengan menggunakan metode
sosiodrama dalam proses belajar mengajar bertujuan untuk:
a.
Supaya anak didik mendapat keterampilan
sosial sehingga diharapkan nantinya tidak canggung menghadapi situasi sosial
dalam kehidupan sehari-hari.
b.
Menghilangkan perasaan rendah diri
pada si anak didik.
c.
Mendidik dan mengembangkan
kemampuan untuk mengemukakan pendapat.
d.
Membiasakan diri untuk sanggup
menerima dan menghargai pendapat orang lain.[12]
Metode semacam ini dapat digunakan sangat tepat dalam bidang studi aqidah
akhlak, karena dengan metode ini anak-anak akan lebih menghayati tentang
pelajaran yang akan diberikan, misalnya dalam menerangkan bagaimana sikap orang
muslim terhadap kafir miskin atau dalam mengkontruksikan peristiwa sejarah
Islam, tentang peristiwa awal mula Umar bin Khatab memeluk Islam dan
sebagainya.
5. Metode Pemecahan
Masalah (Problem Solving)
Problem solving adalah suatu cara menyajikan bahan pelajaran dengan jalan
di mana siswa dihadapkan dengan kondisi masalah. Dari masalah yang sederhana
menuju ke masalah yang sulit/muskil.[13]
Metode ini dimaksudkan untuk melatih keberanian anak dan masa tanggung jawab
dalam menghadapi masalah-masalah kehidupan kelak di masyarakat. Metode ini
berdekatan dengan metode diskusi, di mana siswa dan guru sama-sama memikirkan
dan mengeluarkan pendapat serta memperdebatkan untuk memperoleh kesimpulan.
Materi pelajaran aqidah akhlak yang sesuai dipergunakan untuk metode ini adalah
materi yang bersifat problem, contohnya mengapa manusia harus mengabdi kepada
Tuhan dengan melaksanakan apa yang diperintahkan dan menjauhi segala yang
dilarang-Nya.
6. Metode Karya
Wisata
Karya wisata merupakan metode pengajaran yang dilaksanakan dengan jalan
mengajak anak-anak keluar kelas untuk memperlihatkan hal-hal atau peristiwa
yang ada hubungannya dengan bahan pelajaran.[14]
Dalam perjalanan karya wisata ada hal-hal tertentu yang telah direncanakan oleh
guru untuk didemontrasikan atau ditunjukkan kepada anak-anak didik, di samping
ada hal-hal secara kebetulan ditemukan dalam perjalanan tamasya tersebut,
misalnya: pengenalan terhadap kekuasaan Tuhan dalam menciptakan alam semesta,
contoh lain wisata ke Kapolres, peserta didik dapat melihat larangan-larangan
yang ditetapkan oleh penegak hukum, misalnya tentang narkoba, sehingga peserta
didik dapat menghindar dan menjauhi
narkoba.
7. Metode
Resitasi
Metode resitasi (penugasan) adalah metode penyajian bahan yang mana guru
memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Metode ini
untuk merangsang anak untuk selalu aktif belajar, baik secara individu maupun
secara kelompok. Dalam pembelajaran aqidah akhlak metode ini merupakan salah
satu metode yang dirasakan sangat bermanfaat karena pemberian tugas kepada siswa
akan menguatkan apa-apa yang dipelajarinya dalam pelajaran aqidah akhlak, dan
murid juga berkesempatan memupuk perkembangan dan keberanian untuk dapat
mengambil inisiatif dan bertanggung jawab serta berdiri sendiri. Metode
pemberian tugas dapat membangkitkan semangat kepada siswa untuk mengulang
pelajaran dan mempelajarinya dan rasa tanggung jawab, dan metode ini bertujuan
untuk mendidik siswa untuk bertanggung jawab atas segala tugasnya.
8. Metode Drill (latihan siap)
Metode latihan siap yaitu suatu cara menyajikan bahan pelajaran dengan
jalan melatih atau membiasakan siswa agar menguasai pelajaran dan terampil
dalam melaksanakan tugas latihan yang diberikan. Dalam pembinaan akhlak, anak
didik dilatih supaya memiliki akhlak yang mulia yaitu melatih untuk menghormati
dan bersikap sopan santun kepada sesama teman, orang yang lebih tua, berkata
jujur dan selalu berbuat baik terhadap sesama manusia.
Selanjutnya dalam proses pembelajaran aqidah akhlak ini juga perlu
diperhatikan sebagai strategi yang dapat menunjang kelancaran proses belajar
mengajar, diantaranya yaitu:
- Memberi teladan yang baik
Pendidikan melalui teladan termasuk salah satu cara pendidikan dengan
memberikan contoh yang baik kepada anak didik, mereka di sekolah lebih cenderung
mencontoh gurunya dalam tingkah laku dan perbuatan serta menjadikan guru
sebagai suri tauladan dalam segala hal. Muhammad Abdul Qadir mengatakan banyak
sifat-sifat, akhlak, nilai-nilai dan sikap yang tidak dipelajari oleh
murid-murid kecuali contoh teladan pendidik yang menjadi panutan mereka.[15]
Oleh sebab itu guru atau pendidik itu memegang peranan penting dalam bentuk
siswa untuk berpegang teguh kepada agama, baik aqidah maupun tingkah lakunya di
dalam kelas dan di luar kelas, sehingga siswa berada di jalan lurus dan selalu
mengerjakan yang baik yang diridhai Allah SWT. Teladan ini merupakan salah satu
strategi yang berpengaruh dalam menanamkan nilai aqidah dalam jiwa anak dan
membina akhlaknya. ”Rasulullah dalam membina umatnya ke jalan yang benar selalu
dengan suri teladan”.[16]
Dalam hal ini Allah berfirman dalam surat Al-Ahzab ayat 2:
لقد
كان لكم فى رسول الله أسوة حسنة
Artinya: “Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu telah ada suri teladan yang baik bagimu”.
Rasulullah SAW sejak kecil telah
memberikan teladan yang baik bagi umat manusia, ia seorang yang jujur, rajin,
sopan santun, membenci kemusyrikan dan sebagainya. Ini merupakan contoh yang
patut diikuti oleh umat Islam. Dengan demikian orang tua atau guru yang
menanamkan pendidikan aqidah dan pembinaan akhlak anak senantiasa harus
memberikan contoh teladan, sehingga jiwa anak akan terisi dengan nilai-nilai
Islami.
- Penciptaan suasana yang positif
Dalam pelaksanaan strategi ini hendaknya guru maupun orang tua tanggap
akan adanya berbagai situasi dan kondisi yang dialami siswa dalam proses
belajar mengajar berlangsung. Seorang guru tidak boleh memaksa muridnya untuk
mengikuti pelajaran pada kondisi tertentu,maka dalam hal ini kalau kita melihat
murid sudah mulai bosan maka kita harus menyampaikan pelajaran dengan metode
yang disenangi murid seperti metode bercerita. Jangan sekali-kali memberikan ancaman ataupun
hukuman karena hal semacam ini bisa membuat anak didik membenci materi
pelajaran yang disampaikan oleh guru tersebut. Ajaran Islam memberikan
prioritas pada upaya menggugah suasana gembira dibanding ancaman dan hukuman.[17]
Hukuman bukan cara pendidikan yang
mutlak diberikan karena cara seperti ini besar kemungkinan akan menyebabkan
anak-anak semakin mendorong untuk melakukan kesalahan lebih besar lagi. Tetapi
guru bisa memberi teguran yang sederhana dan teguran bernasehat. Para pakar
pendidikan muslim meyakini bahwa teguran tidak langsung perlu ada dalam metode
pengajaran jika murid menunjukkan perilaku yang tidak teratur.[18]
Dalam uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa semua umat Islam bertanggung jawab terhadap pendidikan. Dalam memberikan
pemahaman dan pembinaan pendidikan aqidah akhlak tidak boleh diberangi dengan
hukuman dan ancaman sebaliknya kita harus mampu menggugah perasaan senang dan gembira kepada anak didik. Seorang
pendidik hendaknya memberikan motivasi kepada anak didik sehingga ia merasa
senang dalam mempelajari pelajaran yang diajarkan.
Dalam menanamkan nilai-nilai Islami
ke dalam jiwa seseorang harus dilakukan dengan cara-cara yang mudah dimengerti
apalagi kalau pendidikan aqidah akhlak, seorang guru harus pandai menerapkan
metode yang cocok yang disenangi oleh murid. Dengan demikian anak akan lebih
bergairah dalam mempelajari pendidikan aqidah akhlak yang diajarkan dan materi
yang diajarkan lebih mudah diterima oleh murid.
D. Sistem Evaluasi
Pembelajaran Aqidah Akhlak
Dalam setiap proses pembelajaran
evaluasi merupakan hal yang sangat penting dilakukan guna mengetahui sejauh mana
daya serap siswa terhadap pelajaran yang disajikan, begitu pula halnya dengan
pengajaran bidang studi aqidah akhlak, hendaknya seorang guru mengadakan
evaluasi terhadap hasil belajar siswa.
Evaluasi merupakan suatu tindakan
atau proses untuk menentukan nilai sesuatu atau dapat diartikan sebagai
tindakan untuk menentukan nilai segala sesuatu yang ada hubungannya dengan
pendidikan.[19]
Evaluasi adalah alat untuk mengukur sampai di mana penguasaan murid terhadap
bahan pendidikan yang telah diberikan. Oleh karena itu, kemampuan guru menyusun
alat dan melaksanakan evaluasi merupakan bagian dan kemampuan menyelenggarakan
proses pembelajaran secara keseluruhan.
Adapun tujuan evaluasi adalah:
(1) Untuk mengetahui tingkat kemajuan yang telah dicapai oleh siswa dalam
proses belajar tertentu, (2) Untuk mengetahui posisi atau kedudukan seorang
siswa dalam kelompok kelasnya, (3) Untuk mengetahui sejauh mana telah mendayagunakan
kemampuan kecerdasan yang dimilikinya, (4) Untuk mengetahui tingkat daya dan hasil
guna metode mengajar yang telah digunakan guru dalam proses mengajar belajar.[20]
Bertitik tolak dan kutipan di
atas, jelaslah bahwa manfaat dan evaluasi adalah untuk mengukur keberhasilan
pencapaian tujuan dan membangkitkan gairah belajar siswa serta untuk mengetahui
kegunaan dan kekurangan usaha pendidikan. Setiap proses belajar mengajar yang terakhir
harus selalu diikuti dengan evaluasi, karena melalui evaluasi itulah dapat
diketahui hasil belajar murid dan hasil mengajar guru. Untuk itu perlu adanya
bekal ilmu yang berkaitan dengan evaluasi.
a. Teknik evaluasi
Teknik evaluasi pengajaran aqidah
akhlak merupakan alat yang digunakan dalam rangka melakukan evaluasi hasil
belajar siswa. Dalam konteks evaluasi hasil belajar siswa di sekolah, dikenal
ada dua macam teknik evaluasi yaitu tes dan non tes. Dengan teknik tes, maka
hasil proses pembelajaran di sekolah itu dilakukan dengan jalan menguji peserta
didik. Sebaliknya dengan teknik non tes, evaluasi dilakukan tanpa menguji
peserta didik misalnya observasi terkontrol.
Tes dibagi ke dalam 3 macam
yaitu:
1) Tes awal (pre-test)
Tes jenis ini dilaksanakan dengan
tujuan untuk mengetahui sejauh mana materi atau bahan pelajaran aqidah akhlak
yang akan diajarkan telah dapat dikuasai oleh peserta didik. Jadi tes awal
adalah tes yang dilaksanakan sebelum bahan pelajaran diberikan kepada peserta
didik, karena itu maka butir-butir soalnya dibuat mudah-mudah.
2) Tes formatif
Tes formatif
ialah tes yang hasil belajar yang bertujuan untuk mengetahui penguasaan peserta
didik terhadap bahan pelajaran aqidah akhlak setelah mengikuti proses
pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Tes ini sama dengan post test.
3)
Tes sumatif
Tes sumatif
adalah tes hasil belajar yang dilaksanakan setelah sekumpulan satuan program
pengajaran selesai diberikan. Di sekolah, tes ini dikenal dengan ulangan umum
atau EBTA (Evaluasi Belajar Tahap Akhir), di mana hasilnya digunakan untuk
mengisi nilai rapor atau mengisi ijazah. Tes sumatif ini pada umumnya disusun
atas dasar materi pelajaran yang diberikan selama satu catur wulan atau satu
semester.[21]
Begitu juga dengan materi pelajaran aqidah akhlak yang telah diberikan selama
satu catur wulan atau satu semester, dibuat atau disusun untuk dilakukan tes
sumatif.
- Cara
Evaluasi
Pada pelaksanaan evaluasi hasil belajar
pengajaran aqidah akhlak, ada dua bentuk atau cara evaluasi:
1) Tes tertulis
Tes tertulis yaitu tes yang
dialami oleh sejumlah siswa secara serempak dan harus menjawab pertanyaan atau
seal secara tertulis dalam waktu yang ditentukan. Kebaikan tes ini adalah
sekaligus dapat menilai sejumlah siswa dalam waktu yang singkat dan karena pertanyaan
yang sama maka scope dan isi
pengetahuan yang dinilai pada setiap siswa pun sama.
2) Observasi
Observasi merupakan metode atau
cara menganalisa dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah
laku dengan melihat atau mengamati siswa atau sekelompok siswa secara langsung.
Observasi sebagai alat evaluasi banyak digunakan untuk menilai tingkah laku
individu atau proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam
situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Observasi dapat mengukur
atau menilai hasil dan proses belajar, misalnya tingkah laku peserta didik pada
waktu guru pendidikan aqidah akhlak menyampaikan pelajaran di kelas, tingkah
laku peserta didik pada jam-jam istirahat atau pada saat terjadinya kekosongan
pelajaran.
Jika observasi diadakan sebagai
alat evaluasi, maka harus selalu diingat bahwa pencatatan hasil observasi itu
pada umumnya jauh lebih sukar dari pada mencatat jawaban-jawaban yang diberikan
dalam suatu tes, ulangan atau ujian, sebab respons yang diperoleh dalam observasi adalah berupa
tingkah laku.
Penilaian atau evaluasi hasil
yang dilaksanakan dengan melakukan observasi itu disamping memiliki kebaikan,
juga tidak lepas dari kekurangan-kekurangan. Diantara segi kebaikan yang
dimiliki oleh observasi itu adalah:
a.
Data observasi itu diperoleh secara langsung di lapangan, yakni dengan
jalan melihat dan mengamati kegiatan atau ekspresi peserta didik di dalam
melakukan sesuatu, sehingga dengan demikian data tersebut dapat lebih bersifat
objektif dalam melukiskan aspek-aspek kepribadian peserta didik menurut keadaan
yang senyatanya.
b.
Data hasil observasi dapat mencakup sebagai aspek kepribadian
masing-masing individu peserta didik, dengan demikian maka di dalam
pengolahannya tidak berat sebelah atau hanya menekankan pada salah satu segi
saja dari percakapan atau prestasi belajar mereka.
Adapun
segi-segi kelemahannya antara lain adalah:
a.
Observasi sebagai salah satu alat evaluasi hasil belajar tidak selalu
dapat dilakukan dengan baik dan benar oleh para pengajar. Guru yang tidak atau
kurang memiliki kecakapan atau keterampilan dalam melakukan observasi, maka
hasil observasinya menjadi kurang dapat diyakini kebenarannya. Untuk
menghasilkan data observasi yang baik, seorang guru harus mampu membedakan
antara, apa yang tersurat dengan apa yang tersirat.
b. Data yang diperoleh dari
kegiatan observasi umumnya baru dapat mengungkap “kulit luar” nya saja. Adapun
apa-apa yang sesungguhnya terjadi dibalik hasil pengamatan itu belum dapat
diungkapkan secara tuntas hanya dengan melakukan observasi saja. Karena itu observasi
harus didukung dengan cara-cara lain. Misalnya dengan melakukan wawancara.[22]
[1]Winarno Surakhmand, Dasar dan Teknik Interaksi Belajar Mengajar, (Bandung: Tarsito,
1973), hal. 42.
[2]E.
Mulyasa, Menciptakan Pembelajaran Kreatif
dan Menyenangkan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005) hal. 187-190.
[3]E.
Mulyasa, Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2004) hal. 128-129.
[4]Departemen
Agama RI, Kurikulum 1993 dan GBPP
Madrasah Tsanawiyah, (Jakarta: Pustaka Setia 1993) hal. 1.
[5]Departemen Agama, Kurikulum, (Jakarta: Logos,
1993) hal. 2
[6]Syaiful
Bahri Djamarah dan Azwar Zain, Strategi
Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hal.53.
[7]Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama
Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), hal. 129.
[8]Ibid, hal. 135.
[9]Zakiah Daradjat, Metode Khusus
Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hal. 309.
[10]Syaiful Bahri Djamarah dan Azwar Zain, Strategi, hal. 99.
[11]Ramayulis,
Metodelog, hal. 172.
[12]Zakiah
Daradjat, Metodik khusu, hal. 301.
[13]Proyek
Pembinaan Perguruan Tinggi Agama/IAIN,
Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam,
(Jakarta: 1980/1981), hal. 237-238.
[14]Zuhairini,
Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya. Usaha Nasional, 1983), hal.
104.
[15]Abdul
Qadir Ahmad, Metodolog, hal. 61.
[16]Ahmad
Tafsir, Metodologi Pengajara, hal.
140.
[17]Abdul Fatal, Azas-azas Pendidikan Islam,
cet I, (Bandung, Diponogoro, 1998), hal. 182.
[18]Basir Shaif Al-Qarasyi, Seni Mendidik
Anak, (Jakarta: Pustaka Zahra, 2003), hal. 144.
[19]Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam,
(Jakarta: Logos, 1997), hal. 131.
[20]Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta:
Logos, 1997), hal. 176-177.
[21] Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi
Pendidikan, (Jakarta: Bina Aksara, 995), hal.36
[22] Anas Sudiyono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 76-82.
0 Comments
Post a Comment