BAB I
P E N D A H U L U A N
A.
Latar Belakang Masalah
Banyak hal terkait dengan hadist. Diperlukan
dua ilmu untuk dapat melihat hadist secara bijak. Ilmu yang pertama adalah ilmu
dirayah hadist (untuk menentukan status hadist), dan yang kedua adalah sejarah hadist.
Penulisan hadist sempat di larang di zaman rasul, sempat dibatasi pada zaman
khulafa rasyidin, dan baru dimulai penyusunannya berupa buku pada periode ke
empat, berdasarkan kekuatan daya ingat dan berdasarkan kedekatan seseorang
kepada Rasul[1].
Sebenarnya setiap ucapan yang baik, dari rasul
maupun orang biasa, tetaplah suatu kebaikan. Misalnya saja ucapan orang tua
kepada anaknya, mungkin bukanlah suatu hadist, namun karena kebaikan
kandungannya, maka sang anak dapatlah mengikutinya. Tetapi karena ucapan ini adalah ucapan seorang rasul yang
terkait dengan instinbat (pengambilan hukum), maka urusannya tidak lagi
sederhana[2]. Saya sepakat dengan ahli hadits yang telah bersepakat
menetapkan, bahwa hadits-hadits maudlu ini tak dapat sekali-kali dijadikan
hujjah untuk menetapkan sesuatu hukum baik hukum wajib, hukum sunnat, maupun
hukum-hukum yang lain.
Ahmad Muhammad Syakir berkata, "Tak ada
perbedaan antara menetapkan hukum sesuatu amal dengan menetapkan keutamaan
sesuatu amal, kedua-duanya tak boleh dilakukan dengan hadits dla'if.
Sebenarnya, tak ada yang menjadi hujjah bagi seseorang, melainkan hadits Nabi
yang shahih atau yang hasan.
BAB II
P E M B A H A S A N
A.
Pengertian Hadits
- Menurut Bahasa
ا لحديد
|
Artinya Baru
|
القريب
|
Artinya Dekat
|
الخبر
|
Artinya Barita
|
- Menurut Istilah
ما اضف
الي رسول الله ص.م قولا كان او فعلا او تقريرا او صفة
Artinya : Sesuatu yang disandarkan pada Rasulullah
SAW. baik berupa ucapan, perbuatan, maupun persetujuan
3. Pengertian Sunnah
Ø
Menurut Bahasa
العادة
|
Artinya Kebiasaan
|
الطريقة
|
Artinya Jalan
|
Ø Menurut
Istilah
a. Menurut
Ahli Hadits ( Pencatan Sejarah )
لسنة
هو ما اضف الي رسول الله ص.م قولا كان او فعلا او تقريرا او صفة اما بعد بعثة او
قبلها امايتعلق بالأحكام او لا
Artinya : Sesuatu
yang disandarkan pada Rasulullah SAW, baik berupa ucapan, perbuatan, ataupun
persetujuan atau sifat baik setelah diangkat menjadi rasul maupun sebelum baik
menyangkut hukum atau tidak
b. Menurut
Ahli Ushul Fiqh ( Pencatan Sejarah )
السنة
هو ما اضف الي رسول الله ص.م قولا كان او فعلا او تقريرا ويحد علي ما بعد بعثة
ويحد علي ما يتعلقبالأحكام
Artinya : Sesuatu
yang disandarkan pada Rasulullah SAW, baik berupa ucapan, perbuatan, ataupun
persetujuan, terbatas pada yang muncul setelah pengangkatan Rasul dan terbatas
pada masalah yang terait dengan hukum.
c. Menurut
Fuqaha :
Sunnah adalah salah satu dari hukum yang lima,
adapun hukum yang lima itu adalah : Wajib, Sunah, Haram, Makruh, Mubah.
ü Menurut
Mazhab Hanafi Sunah yaitu sesuatu yang dituntut dengan tuntutan yang
tidak mutlaq.
ü
Menurut Mazhab Syafi’I Sunah:
ما يثاب علي فعله ولا يعاقب علي تركه
Sesuatu yang diberi pahala bila dikerjakan, tapi tidak dosa atau
tidak disiksa bila ditinggalkan.
B. Hadist Tentang
Perbedaan Nisab Karena Perbedaan Lahan
Kewajiban umat muslim menunaikan
zakat terdapat dalam Al-Qur’an, Sunnah dan Ijma’ ulama. Sebagaimana yang telah
dijelaskan dalam Al-Qur’an surat at-Taubah 34-35:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّ
كَثِيراً مِّنَ الأَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ
بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَن سَبِيلِ اللّهِ وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ
وَالْفِضَّةَ وَلاَ يُنفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللّهِ فَبَشِّرْهُم بِعَذَابٍ
أَلِيمٍ, يَوْمَ
يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنوبُهُمْ
وَظُهُورُهُمْ هَـذَا مَا كَنَزْتُمْ لأَنفُسِكُمْ فَذُوقُواْ مَا كُنتُمْ
تَكْنِزُونَ) التوبة: ٣٥(
Artinya: Hai orang-orang yang beriman,
Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib
Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka
menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan
emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah
kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, Pada hari
dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi
mereka, Lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah
harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang
(akibat dari) apa yang kamu simpan itu."
Adapun
hadist-hadits Nabi yang menjelaskan akan keutamaannya antara lain :
عن أبي هريرة t أن أعرابياً أتى النبي r فقال: يا رَسُول اللَّهِ! دلني على عمل إذا عملته دخلت الجنة.
قال: (تعبد اللَّه لا تشرك به شيئاً، وتقيم الصلاة، وتؤتي الزكاة المفروضة، وتصوم
رمضان) قال: والذي نفسي بيده لا أزيد على هذا. فلما ولى قال النبي r : (من سره أن ينظر إلى رجل من أهل الجنة؛ فلينظر إلى هذا)
مُتَّفَقٌ عَلَيهِ.
Artinya: Dari
Abu Huraira radhiyallahu `anhu bahwa
seorang Arab Badui mendatangi Nabi shallallahu `alaihi wasallam seraya berkata, “Wahai Rasulullah! beritahu
aku suatu amalan, bila aku mengerjakannya, aku masuk surga?”, Beliau bersabda
: “Beribadahlah kepada Allah dan jangan
berbuat syirik kepada-Nya, dirikan shalat, bayarkan zakat yang diwajibkan, dan
berpuasa di bulan Ramadhan,” ia berkata, “Aku tidak akan menambah amalan selain
di atas”, tatkala orang tersebut beranjak keluar, Nabi shallallahu `alaihi
wasallam bersabda : “Siapa yang ingin
melihat seorang lelaki dari penghuni surga maka lihatlah orang ini”. Muttafaq
’alaih. [3]
Allah SWT,
adalah Dzat yang Maha Suci dan tidak akan menerima kecuali hal-hal yang suci
dan baik, demikian juga shadaqah kecuali dari harta yang suci dan halal.
Rasulullah SAW bersabda:
عن أبي هريرة
t قال : قال
رَسُول اللَّهِ r : ( من
تصدق بعدل تمرة من كسب طيب- ولا يقبل اللَّه إلا الطيب-؛ فإن اللَّه يقبلها بيمينه، ثم يربيها لصاحبها
كما يربي أحدكم فُلُوَّهُ ، حتى تكون مثل الجبل) مُتَّفَقٌ عَلَيهِ.
Artinya: Dari Abu Huraira radhiyallahu `anhu , ia berkata : “Rasulullah
shallallahu `alaihi wasallam bersabda : “Siapa
yang bersedekah dengan sebiji korma yang berasal dari usahanya yang halal lagi baik (Allah tidak
menerima kecuali dari yang halal lagi baik), maka sesungguhnya Allah menerima
sedekah tersebut dengan tangan kanan-Nya kemudian Allah menjaga dan
memeliharnya untuk pemiliknya seperti seseorang
di antara kalian yang menjaga dan memelihara anak kudanya. Hingga
sedekah tersebut menjadi sebesar gunung.” Muttafaq ’alaih. [4]
BAB III
P EN U T U P
Berdasarkan
uraian-uraian yang penulis kemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab
terakhir ini penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan serta mengajukan
beberapa saran.
A. Kesimpulan
1.
Hadist Sesuatu yang disandarkan pada Rasulullah
SAW. baik berupa ucapan, perbuatan, maupun persetujuan.
B. Saran – Saran
1. Disarankan kepada umat Islam untuk dapat mengamalkan Islam sesuai dengan petunjuk
Al – qur’an dan as – Sunnah.
2. Disarankan kepada para mahasiswa/I untuk dapat meningkatkan pembelajaran
tentang kajian hadist.
3. Disarankan kepada umat islam untuk berpegang tuguh kepada Al – Qur’an dan
as – Sunnah.
DAFTAR PUSTAKA
TM Hasbi Ash-Shiddiqi,. Sejarah
dan Pengantar Ilmu Hadits, Semarang: PT Pustaka Rizki Putra.1999.
Endang Soetari,. Ilmu Hadits
Kajian Riwayah dan Dirayah, Bandung: Amal Balai Press. 2005.
Fathur Rachman, Ikhtisar
Mushtalahul Hadits, Bandung: PT
Al-Ma’arif.. 1974.
M. Bali. Kamus Besar Bahasa,
Indonesia, Bandung:
Penabur Ilmu, 2000.
Syaikh Manna’ Al-Qathan,. Pengantar
Study Ilmu Hadits, Jakarta:
Pustaka Alkautsar, 2008.
Al-Bukhari, Muhammad bin Isma’il.
Matan al-Bukhary, juz I, Bandung: Syirkah al-Ma’arif, tth.
Lafadz “ ma “ dalam kalimat
hadits “ Fima saqat al-Sama’u”, adalah termasuk lafadz Am yang
mencakup semua jenis tanaman. Lihat pada Ibnu Rusyd, Bidayat al-Mujtahid fi Nihayat al-Muqtashid, juz
I, Indonesia : Dar ihya’ al-Kutub al-Arabiyah, tth.
Ibnu Hajar al-Atsqalany, Fath
al-Bary bi Syarhi al-Bukhary, juz IV, Bairut : Dar al-Fikr, tth.
Wahbah al-Zuhaily, Zakat,
Kajian Berbagai Madzhab, (Bandung:
Remaja Rosda Karya,1995, hal. 197-198.
Al-Syaukany,
Muhammad bin Ali bin Muhammad, Nail al-Awthar Syarh Muntaqa al-Akhbar, juz III,, Bairut : Dar
al-Fikr, tth.
Drs Saichul Hadi Permono dalam
Tafsir al-Qur’an Tentang Sumber-Sumber Penggalian Zakat, Surabaya : IAIN
Sunan Ampel, 1980.
Al-Syawkany, Subul al-Salam, juz II, Indonesia:
Dahlan, tth.
[2] Shahih Subhi, Membahas Ilmu-ilmu Hadits, Cet ke-VI, Terj, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2007), hal. 44.
[4] .
Muttafaq Alaih diriwayatkan oleh Bukhari No Hadist : 1410 dan Muslim No Hadist: 1014.
0 Comments
Post a Comment