Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Hadits tentang Pendidikan Keluarga


BAB I

PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang Masalah
Al Qur an dan Hadist adalah kitab suci yang Allah swt turunkan kepada umat manusia agar dijadikan sebagai pedoman hidup. Oleh karena itu Al Quran dan Hadist penuh dengan petunjuk dan tuntunan yang mencakup seluruh aspek dan sektor kehidupan manusia. Termasuk di dalamnya adalah petunjuk dan tuntunan dalam membangun kehidupan rumah tangga.Setiap manusia pasti menginginkan memiliki kehidupan rumah tangga yangharmonis yang di dalamnya terdapat sakinah, mawaddah dan rahmah, ada ketentraman, kedamaai serta cinta dan kasih sayang yang tumbuh sumbur di dalamnya sehinggatercipta rumah tangga yang harmonis. Diantara petunjuk dan tuntunan Allah swt yang terkait dengan kehidupan rumah tangga adalah terdapat hadist-hadist nabi yang menganjurkan pendidikan keluarga.
Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama bagi anak. Dalam kehidupan anak tentunya keluarga merupakan tempat yang sangat vital. Anak-anak memperoleh pengalaman pertamanya dari keluarga. Dalam keluarga peranan orang tua sangatlah penting. Mereka merupakan model bagi anak. Ketika orang tua melakukan sesuatu anak-anak akan mengikuti orang tua mereka.
Hal ini disebabkan anak dalam masa meniru. Orang tua yang satu dengan orang tua yang lainnya dalam mendidik anak-anak tentunya juga berbeda. Mereka mempunyai suatu gaya atau tipe-tipe tersendiri. Dan tentunya gaya-gaya tersebut akan berpengaruh terhadap perkembangan anak. Oleh karena itu lingkungan keluarga sangatlah penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak terutama perkembangan sosio-emosinya.






BAB II

PEMBAHASAN

A.    Hadits tentang Pendidikan Keluarga

Pendidikan keluarga mencakup seluruh aspek dan melibatkan semua anggota keluarga, mulai dari bapak, ibu dan anak-anak. Namun yang lebih penting adalah pendidikan itu wajib diberikan orang tua (orang dewasa) kepada anak-anaknya. Anak bukanlah sekedar yang terlahir dari tulang sulbi, atau anak cucu keturunan kita saja, namun termasuk juga anak seluruh orang muslim dimana pun mereka berada atau berasal dari kebangsaan mana pun. Kesemuanya adalah termasuk generasi umat yang menjadi tempat bertumpu harapan kita, untuk dapat mengembalikan kesatuan umat seutuhnya.[1] Hadits-hadits pendidikan di bawah ini adalah sebagian dari nasehat bapak pendidikan umat Islam Nabi Muhammad SAW, di antaranya:
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اَللهُ عَنْهُ قَالَ: اَقْبَلَ رَجُلٌ اِلَى رَسُوْلَ اللهِ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَقَالَ: اُبَايِعُكَ عَلَى الهِجْرَةِ وَالْجِهَادِ اَبْتَغِى الآجْرَ مِنَ اللهِ قَالَ: هَلْ مِنْ وَالِدَيْكَ اَحَدٌ حَيٌّ؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: فَارْجِعْ اِلَى وَالِدَيْكَ فاَحْسِنْ صُحْبَتَهُماَ (رواه مسلم(
Artinya: “Dari Abu Hurairota r.a. berkata: Ada seorang laki-laki menghadap kepada Rasulullah SAW lalu ia berkata : Saya berjanji kepada engkau, wahai Rasulullah untuk berhijrah dan berjuang agar mendapatkan pahala dari Allah. Beliau bersabda: Apakah salah seorang dari kedua orang tuamu masih hidup? Laki-laki itu menjawab: Ya, masih. Beliau bersabda pula: Pulanglah kamu kepada kedua orang tuamu dan dampingilah keduanya dengan baik." (H.R. Muslim)[2]


عَنِ عَائِشَةٍ رَضِيَ الله ُعَنْهَا قَالَتْ: دَخَلَتْ هِنْدٌ بِنْتُ عُتْبَةِ اِمْرَأَةُ أَبِى سُفْيَانَ عَلَى رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ فَقَالَتْ : يَا رَسُوْلَ اللهِ  اَنْ أَبَا سُفْيَانَ رَجُلٌ شَحِيْحٌ لَا يُعْطِيْنِيْ مِنَ النَفَقَةِ مَا يَكْفِيْنِى وَيَكْفِى اِبْنِى اِلَّا مَاأَخَذَتْ مِنْ مَالِهِ بِغَيْرِ عَلَّمَهُ, فَهَلْ عَلىَّ فِى ذَلِكَ مِنْ جُنَاحِ؟ فَقَالَ: خُذِى مِنْ مَالِهِ بِالمْعَرْوُفْيِ مَا يَكْفِيْكَ وَمَا يَكْفِي بَنِيْكَ. (متفق عليه(
Artinya: “Aisyah RA menceritakan, bahwa pada suatu kali datanglah Hindun binti ‘Utbah, yaitu isteri Abu Sufyan menemui Rasulullah SAW seraya berkata, “Hai Rasulullah! Abu Sufyan itu ialah laki-laki yang kikir, sehingga tidak diberinya saya nafkah yang memadai untukku, kecuali hanya dengan mengambil hartanya tanpa sepengetahuannya. Apakah saya berdosa dengan begitu?” Jawab Beliau, “Ambillah sebagian hartanya itu dengan niat baik secukupnya yaitu untukmu dan anak-anakmu.” (Mutafaq ‘Alaih)[3]
حَدَّثَنَا مُؤَمَّلُ بْنُ هِشَامٍ يَعْنِي الْيَشْكُرِيَّ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ عَنْ سَوَّارٍ أَبِي حَمْزَةَ قَالَ أَبُو دَاوُد وَهُوَ سَوَّارُ بْنُ دَاوُدَ أَبُو حَمْزَةَ الْمُزَنِيُّ الصَّيْرَفِيُّ عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ ,قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
Artinya: “Berkata Mu’ammal ibn Hisyam Ya’ni al Asykuri, berkata Ismail dari Abi Hamzah, berkata Abu Dawud dan dia adalah sawwaru ibn Dawud Abu Hamzah Al Muzanni Al Shoirofi dari Amru ibn Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya berkata, berkata Rasulullah SAW: Suruhlah anakmu melakukan sholat ketika berumur tujuh tahun. Dan pukullah mereka karena mereka meninggalkan sholat ketika berumur sepuluh tahun. Dan pisahlah mereka (anak laki-laki dan perempuan) dari tempat tidur.” (H.R. Abu Dawud).[4]





B.    Konsep Pendidikan Kontemporer Berdasarkan Hadits-Hadits tentang Pendidikan Keluarga
Sesuai dengan penjelasan hadits-hadits di atas, maka dapat kita ambil beberapa konsep pendidikan kontemporer yang sesuai dengan hadits-hadits tentang pendidikan keluarga. Di antaranya seperti penjelasan di bawah ini:
1.     Pendidikan tentang berbakti kepada orang tua
Menghormati dan bersikap santun kepada orang tua, diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Rasa hormat dan santun tidak boleh berkurang kendatipun berbeda agama dengan orang tua itu (ibu-bapak). Agama Islam membedakan antara pergaulan dan akidah. Pergaulan berhubungan dengan sesama manusia, termasuk ibu bapak. Sedangkan akidah (iman) berhubungan dengan Allah SWT.[5]
Cara berbakti kepada kedua orang tua ibu-bapak di antaranya:
a.      Bersikap sopan santun, berkata lemah lembut yang menyejukkan hati keduanya.
b.     Perlihatkan muka yang jernih bila berhadapan dengan keduanya.
c.      Berilah keperluan hidupnya yang layak.
d.     Tempatkan keduanya pada tempat (rumah) yang layak.
Perhatian, sikap lemah lembut dan sopan santun lebih diutamakan. Sebab, materi, bukan segala-galanya. Walaupun kedua orang tua kaya raya, tetapi pemberian anaknya sangat tinggi nilainya dimata ibu-bapaknya. Orang tua tidak melihat harga barang yang diterimanya dan tidak pula melihat besar kecilnya. Keiklasan anaknya yang paling utama.[6] Perlu diketahui bahwa berbakti kepada ibu adalah lebih berlipat pahalanya dari kebaktian terhadap ayah. Begitulah maksud dari sebuah riwayat hadits. Hal ini disebabkan karena sang ibu telah mangalami kesusahan dan kepayahan mengandung yang diikuti dengan sakitnya melahirkan anak, menyusui dan mengasuhnya hingga menjadi besar, dan seterusnya senantiasa memberikan penuh perhatian, belas kasih dan kasih sayang.
Sebagaimana seseorang itu wajib berbakti kepada kedua orang tua semasa mereka masih hidup, maka wajib pula berbakti kepada keduanya sesudah mereka mininggal dunia. Mendoakan orang yang sudah mati, dengan istighfar dan memohon ampunan bagi mereka, bersedekah bagi pihak mereka adalah terkandung faedah dan manfaat yang besar bagi orang-orang yang sudah mati. Maka, hendaknya setiap orang tidak melalaikan perkara-perkara itu khususnya bagi kedua ibu-bapaknya, kemudian kepada keluarga dan orang-orang yang telah berbaik budi terhadap kita, dan sesudah itu kepada kaum muslimin sekalian.[7]
2.     Pendidikan tentang tanggung jawab kepala rumah tangga
Seorang ayah mempunyai tugas dan kewajiban terhadap anaknya yaitu, mengurus segala hajat dan keperluan mereka manakala membutuhkan. Seperti dalam hadits Nabi SAW:
عَنْ أَبِى مَسْعُوْدٍ البَدْرِيِّ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِي صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: اِذَا اَنْفَقَ الرَّجُلُ عَلَى اَهْلِهِ يَحْتَسِبُهَا فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ (رواه متفق عليه(
Artinya: “Dari Abu Mas’ud Badri r.a. dari Nabi SAW bersabda: apabila seorang lelaki memberikan nafkah kepada keluarganya dengan rela maka yang demikian itu suatu sedekah baginya.” (HR. Mutafaq ‘Alaih)[8]

Lebih dari itu, seorang ayah harus mendidik anak-anaknya, mengurus segala keperluan hidupnya, membimbingnya kepada akhlak yang terpuji, kelakuan yang baik dan perangai yang mulia, di samping memelihara dan menjauhkan mereka dari perkara-perkara yang sebaliknya. Juga , memuliakan semua perintah dan larangan agama, menyampingkan urusan keduniaan, melebihkan dan mengutamakan urusan akhirat. Tugasnya yang lain ialah, memberi nama yang baik kepada anaknya, memilihkan istri dari keturunan orang-orang yang berbudi pekerti yang baik dan sholih, agar menjadi ibu yang diberkati oleh anaknya kelak. Hendaklah seorang ayah berlaku adil dalam pemberiannya kepada anak-anaknya. Tidak boleh melebihkan seorang atas lainnya, karena membedakan kasih sayang dan mengikuti kehendak hawa nafsunya sendiri.
Orang yang mengabaikan pendidikan anak-anaknya sebagaimana tersebut di atas, tidak memperhatikan pengajaran atas mereka, malah membuka pintu hatinya agar senantiasa cinta dunia dan tunduk di bawah kekuasaannya, sehingga anak-anak itu mendurhakai mereka dan tidak mengikuti petunjuk ajarannya, maka janganlah ia menyalahkan orang lain selain diri sendiri. Kerugian itu selalu menimpa orang yang alpa dan lalai. Di zaman ini, terlalu banyak anak-anak yang durhaka dan tidak mau mendengar perkataan ibu-bapaknya tersebar dimana-mana. Apabila kita teliti, penyebabnya tidak lain karena kelalaian ibu-bapaknya yang telah menyia-nyiakan pemeliharaan anak-anak itu sejak kecil.[9]
3.     Pendidikan tentang tugas-tugas istri atau ibu
Tugas-tugas istri ialah fardhu’ain. Para ulama dalam hal ini sepakat, Syaikh Al Ghazali ulama Mesir kontemporer yang sering membela hak-hak perempuan menyatakan: ”Betapapun juga, prinsip dasar yang harus kita ikuti atau kita upayakan agar selalu dekat padanya ialah “rumah”. Saya benar-benar merasa gelisah pada kebiasaan para ibu rumah tangga yang meninggalkan (membiarkan) anak-anaknya tinggal dan diasuh oleh para pembantu atau diserahkan pada tempat penitipan anak. Nafas seorang ibu memiliki pengaruh yang luar biasa dalam menumbuhkan dan memelihara perilaku kebajikan dalam diri anak-anaknya.[10]
Tugas seorang ibu yang paling utama adalah melahirkan, menyusui hingga membesarkan anak. Setelah melahirkan peran ibu sangat dibutuhkan oleh bayi yaitu pemberian ASI yang cukup. Mulai dari mengandung hingga proses menyusui, pendidikan sudah mulai diajarkan. Berdasarkan pandangan yang diteliti, bahwa bayi yang baru lahir khususnya pada hari-hari dan bulan-bulan pertama, akan ditemukan sosok tubuh yang tulangnya masih lemah dan urat-uratnya masih lemas. Dia ibarat adonan roti yang terhidang di hadapan kita, siap dipolakan sesuai dengan keinginan kita. Setiap aspek kesehatan yang berkaitan dengan pertumbuhannya secara wajar, wajib diikuti dan harus diperhatikan, khususnya mengenai kebersihan dan kesucian, waktu musim, pergantian udara dan lain sebagainya.
4.     Pendidikan terhadap anak
Pengertian hadits tentang pendidikan terhadap anak di atas mengandung pengertian yang sangat dalam dan bermakana luas, lagi mencakup pembahasan yang dimaksud, yakni:
a.      Pembahasan tentang kedudukan ibadah dan pengaruhnya sangat besar terhadap pendidikan.
b.     Hadits di atas memberi petunjuk dan mengandung hikmah serta tujuan yang sangat dalam.
Secara rasional, ibadah berupa shalat, puasa maupun yang lain, berperan mendidik pribadi manusia hingga kesadaran dan pikirannya terus-menerus berfungsi dalam semua pekerjaan. Pada hakikatnya semua pekerjaan yang dilakukan oleh manusia, apabila tidak ditimbang dengan neraca keridhaan Allah, maka perbuatan tersebut akan berubah menjadi malapetaka bagi yang melakukannya.[11]




















BAB III

PENUTUP

Berdasarkan pembahasan yang telah penulis kemuakan diatas, maka penulis dapat mengambil kesimpulan dan saran-saran sebagai berikut:
A.    Kesimpulan

1.     Pendidikan keluarga mencakup seluruh aspek dan melibatkan semua anggota keluarga, mulai dari bapak, ibu dan anak-anak. Namun yang lebih penting adalah pendidikan itu wajib diberikan orang tua (orang dewasa) kepada anak-anaknya.
2.     Sesuai dengan penjelasan hadits-hadits di atas, maka dapat kita ambil beberapa konsep pendidikan kontemporer yang sesuai dengan hadits-hadits tentang pendidikan keluarga. Di antaranya seperti penjelasan di bawah ini:Pendidikan tentang berbakti kepada orang tua, Pendidikan tentang tanggung jawab kepala rumah tangga,Pendidikan tentang tugas-tugas istri atau ibu, Pendidikan terhadap anak
B.    Saran-Saran

1.     Disarankan kepada orang tua agar seyogianya dapat memberikan perhatian yang seriu tentang pendidikan anak dalam keluarga, karena keluarga merupakan salah satu pusat pendidikan. 
2.     Disarankan kepada mahasiswa agar lebih giat dalam belajar












DAFTAR PUSTAKA

Abu Dawud, Sunan Abu Dawud , Al Maktabah As Syamilah: As Sholat, 418.

Al-Halwani, Aba Firdaus, Melahirkan Anak Saleh, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1999.

Haddad, Imam Habib Abdullah, Nasehat Agama dan Wasiat Iman, Semarang: CV Toha Putra: 1993.

Hasan, M. Ali, Mengamalkan Sunnah Rasulullah, Jakarta: Siraja, 2003.

Mahfudz, M. Jalaluddin, Psikologi Anak dan Remaja, t.t.: Pustaka Al-Kautsar, t.t.

Muhammad, Husein, Fiqih Perempuan, Yogyakarta: LKiS, 2001.

Muslim, Romdoni, Hadits Akhlak, Jakarta: Restu Ilahi, 2004.

Rifa’i, Moh., Terjemah/ Tafsir Al Qur’an, Semarang: CV Wicaksana, 1997.

Syahid, Mahmud, Akidah dan Syariah Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1990.

Zarkasih. Monday, 26 April 2010 09:40 (mahardhikazifana.com, diakses 17 Oktober 2011).



               [1] Aba Firdaus Al-Halwani, Melahirkan Anak Saleh (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1999), hal. 13.

               [2] Romdoni Muslim, 300 Hadits Akhlak (Jakarta: Restu Ilahi, 2004), hal. 58-59.
               [3] Husein Muhammad, Fiqih Perempuan, (Yogyakarta: LKiS, 2001), hal. 126.

               [4] Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, Al Maktabah As Syamilah: As Sholat, hal. 418.
               [5] M. Ali Hasan, Mengamalkan Sunnah Rasulullah, (Jakarta: Siraja, 2003), hal. 180.

               [6]  Ibid, hal. 183-184.
               [7] Imam Habib Abdullah Haddad, Nasehat Agama dan Wasiat Iman, (Semarang: CV Toha Putra: 1993), hal. 296.

               [8] Romdoni Muslim, 300 Hadits Akhlak, (Jakarta: Restu Ilahi, 2004), 173.
               [9] Imam Habib Abdullah Haddad, Nasehat Agama ....., hal. 298.

               [10] Husein Muhammad, Fiqih Perempuan, (Yogyakarta: LKiS, 2001), hal. 126.
               [11] Aba Firdaus Al-Halwani, Melahirkan....., hal. 57-58.