Kedudukan Wanita Dalam Islam
A.
Kedudukan Wanita Dalam Islam
Islam merupakan agama yang sempurna yang memberi
kedudukan dan penghormatan tinggi kepada wanita, dalam hukum ataupun
masyarakat. Beberapa bukti yang menguatkan dalil bahwa ajaran Islam memberikan
kedudukan tinggi kepada wanita, dapat dilihat pada banyaknya ayat Al-qur’an
yang berkenaan dengan wanita. Bahkan untuk menunjukkan betapa
pentingnya kedudukan wanita, ada surah khusus bernama An-Nisa
yang artinya ‘wanita’.
Selain Alquran, terdapat pula
berpuluh hadits (sunnah) Nabi Muhammad SAW. yang membicarakan tentang
kedudukan wanita dalam hukum dan masyarakat. Pada masyarakat yang mengenal
praktik mengubur bayi wanita hidup-hidup, lalu datang ajaran Islam yang
dibawa Nabi Muhammad SAW untuk melarang kekejian itu sebagaimana yang tertuang
dalam hadist Nabi:
وعن أبي هريرة رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قال، قال رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم:استوصوا بالنساء خيراً؛ فإن المرأة خلقت من ضلع وإن أعوج ما في الضلع أعلاه، فإن ذهبت تقيمه كسرته، وإن تركته لم يزل أعوج، فاستوصوا بالنساء) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ(.
Artinya: Dari Abu Hurairah
r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Berwasiatlah engkau
semua kepada kaum wanita dengan yang baik-baik, sebab sesungguhnya wanita itu
dibuat dari tulang rusuk dan sesungguhnya selengkung-lengkungnya tulang rusuk
ialah bahagian yang teratas sekali. Maka jikalau engkau cuba meluruskannya,
maka engkau akan mematahkannya dan jikalau engkau biarkan saja, maka ia akan
tetap lengkung selama-lamanya. Oleh sebab itu, maka berwasiatlah yang baik-baik
kepada kaum wanita itu." ( HR. Bukhari dan muslem)[1]
Dalam
hadits yang lain rasul bersabda:
وعن أبي هريرة رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قال، قال رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم: أكمل المؤمنين إيماناً أحسنهم خلقاً، وخياركم خياركم لنسائهم) رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَقَالَ حَدِيْثٌ حَسَنٌ صحيح.(
Artinya: Dari
Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Sesempurna-sempurnanya kaum mu'minin perihal keimanannya ialah yang
terbaik budi pekertinya di antara mereka itu dan yang terbaik di antara kaum
mu'minin itu ialah yang terbaik sifatnya terhadap kaum wanitanya."(HR.
Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahawa ini adalah Hadis hasan shahih.)[2]
Dalam catatan sejarah dapat
ditelusuri, ajaran Islam telah mengangkat derajat wanita sama dengan pria dalam
bentuk hukum, dengan memberikan hak dan kedudukan kepada wanita yang sama
dengan pria sebagai ahli waris mendiang orangtua atau keluarga dekatnya. Hukum Islam
pula yang memberikan hak kepada wanita untuk memiliki sesuatu (harta) atas
namanya sendiri. Padahal ketika itu kedudukan wanita rendah sekali, bahkan
dalam masyarakat Arab yang bercorak patrilineal sebelum datang Islam wanita
mempunyai banyak kewajiban, tetapi hampir tidak mempunyai hak. Wanita
dianggap benda belaka, ketika masih muda ia adalah kekayaan orang tuanya,
sesudah menikah ia menjadi kekayaan suaminya. Sewaktu-waktu mereka bisa
diceraikan atau dimadu begitu saja. Fisiknya yang lemah, membuat wanita
dipandang tak berguna karena ia tak dapat berperang mempertahankan kehormatan.
Pandangan ini tentu saja merendahkan derajat wanita. Penempatan wanita yang
rendah itulah kemudian menjadi salah satu hal yang diperangi dan ditinggalkan
oleh ajaran Islam.
Dienul Islam sebagai rahmatal lil’alamin,
menghapus seluruh bentuk kekejaman yang menimpa kaum wanita dan mengangkat
derajatnya sebagai martabat manusiawi. Diantara martabat wanita yang dijunjung
tinggi dalam Islam adalah:
Pertama, timbangan kemulian
dan ketinggian martabat di sisi Allah adalah takwa, baik laki-laki maupun
perempuan sebagaimana yang terkandung dalam surat An-nahl ayat 97 disebutkan:
مَنْ
عَمِلَ صَالِحاً مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً
طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ)
النحل: ٩٧(
Artinya: Barangsiapa yang mengerjakan amalan shalih, baik
laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami
berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan kami beri balasan pula kepada
mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (Qs. An Nahl: 97).
Kedua, kedudukan wanita sama dengan pria
dalam pandangan Allah dalam Al – qur’an surat
Al-Ahzab:35:
إِنَّ
الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ
وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ
وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ
وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ
وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيراً وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُم
مَّغْفِرَةً وَأَجْراً عَظِيماً) الأحزاب: ٣٥(
Artinya: Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan
yang mu'min , laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta'atannya, laki-laki
dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan
perempuan yang khusyu', laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan
perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya,
laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah
menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.( Qs. Al – ahzab : 35
)
Persamaan
yang dijelaskan oleh Allah diatas adalah dalam kesempatan beriman, beramal
saleh atau beribadah (shalat, zakat, berpuasa, berhaji) dan sebagainya.
Pemaparan keadaan wanita dalam Islam
diatas dengan jelas mengindikasikan bahwa posisi wanita diangkat martabatnya
ketika Islam datang. Dalih emansipasi atau kesamarataan posisi dan tanggung
jawab antara pria dan wanita telah semarak di panggung modernisasi dewasa ini.
Dikesankan wanita-wanita muslimah yang
menjaga kehormatannya dan kesuciannya dengan tinggal di rumah adalah
wanita-wanita pengangguran dan terbelakang. Menutup aurat dengan jilbab atau kerudung atau
menegakkan hijab (pembatas) kepada yang bukan mahramnya, direklamekan sebagai
tindakan jumud (kaku) dan penghambat kemajuan budaya. Sehingga teropinikan
wanita muslimah itu tak lebih dari sekedar calon ibu rumah tangga yang tahunya
hanya dapur, sumur, dan kasur. Oleh karena itu agar wanita bisa maju, harus
direposisi ke ruang rubrik yang seluas-luasnya untuk bebas berkarya,
berkomunikasi dan berinteraksi dengan cara apapun seperti halnya kaum lelaki di
masa moderen dewasa ini.
Wanita muslimah di tengah
masyarakatnya ditempatkan dalam posisi yang amat mulia. Islam memandang wanita
lewat kesadaran terhadap tabi’atnya hakekat risalahnya serta pemahaman terhadap
konsekwensi logis dari sepesial kodrat yang dianugerahkan Allah Ta’ala
kepadanya. Karena itu wanita dalam masyarakat Islam memiliki peranan yang
sangat penting tetapi sesuai dengan bingkai yang telah digariskan oleh Islam. Dalam kata lain peranan itu tidak bertentangan dengan kodratnya
sebagi wanita yang dalam susunan biologis dan nilai-nilai kejiwaannya berbeda dengan
laki-laki.
Jika tanpa memandang sisi tersebut tentu tidak akan
tampak perbedaan mencolok yang ada antara pria dengan wanita. Dan dengan demikian wanita serta merta
kehilangan kodrat kewanitaannya. Pada tingkat
selanjutnya wanita tak lagi menempati kedudukan khusus dan mulia dipandang dari
sisi kodratnya. Sebaliknya nilai-nilai kewanitaannya akan dicibir dan
dihinakan. Bahkan banyak yang malah dieksploitir laki-laki tak jarang pula yang
dengan sukarela melakukannya sendiri- melalui pemanfaatan susunan biologisnya yang
membakar nafsu.
Memuliakan wanita secara hakiki hanyalah dengan
mengembangkan potensinya sesuai dengan kodrat kewa-nitaannya. Jika tidak maka
ukuran itu akan menjadi berbalik seratus delapan puluh derajat. Jangan heran
jika nanti kekuasaan berada di tangan kaum hawa atau mereka menolak utk
mengan-dung menyusui anaknya sendiri sebagai bentuk pertunjukan kejantanan
kepada sang suami. Serta akan menjadi wajar pula -seperti saat ini banyak kita
temui- jika laki-laki hanya menjadi penunggu rumah mengatur dan
membersihkan-nya serta menyediakan makanan sambil menunggu isterinya pulang
kerja.
[1] Imam Nawawi, Riyadhus
Shalihin (Terjemahan Agus Hasan Basri & M. syu’ieb Al-aiz), cet 2, ( Jakarta: Duta Ilmu, 2004 ), hal.
320.