Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Kontribusi Tgk. Dayah terhadap pengembangan pendidikan agama


BAB I
P E N D A H U L U A N

Kontribusi Tgk. Dayah terhadap pengembangan pendidikan agama

A. Latar Belakang Masalah
Dalam era globalisasi sekarang ini ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang secara pesat sehingga menghendaki adanya suatu sistem pendidikan yang komprehensif, manusia diciptakan Allah SWT sebagai khalifah di permukaan bumi ini karena memiliki potensi untuk itu. Di samping itu manusia memiliki kelebihan dari makhluk lainnya diantaranya adalah akal pikiran. Namun demikian akal pikiran tiada arti apa-apa kalau tidak adanya pembinaan sebagaimana mestinya untuk terbentuknya keseimbangan prilaku dan nilai sikap, pengetahuan kecerdasan, keterampilan, kemampuan berkomunikasi serta kesadaran akan lingkungan.
Dalam undang-undang pendidikan menyebutkan: “bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.[1] Definisi tersebut dapat difahami bahwa pendidikan merupakan suatu usaha sadar yang diberikan orang dewasa terhadap peserta didik yang berupa suatu proses bertujuan mendewasakan anak sehingga kelak akan menjadi generasi yang berguna bagi nusa dan bangsa.
Dalam proses pendidikan, keberadaan suatu lembaga pendidikan sebagai wadah dalam mendidik kader bangsa yang tangguh dan berpotensi perlu mendapatkan perhatian dan ditatai sesuai dengan perkembangan masa demi tercapainya tujuan yang dicita-citakan. Seperti halnya keberadaan pesantren yang merupakan suatu lembaga pendidikan agama Islam yang sudah lama berkembang dan sudah lama berdiri sendiri di Indonesia, maka tidak diragukan lagi bahwa pesantren sudah berabad-abad yang lalu berkembang dalam menyiapkan agama Islam serta sesuai menurut perkembangan zaman.
Sejarah perkembangan pendidikan di Indonesia, membuktikan bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan agama yang salah satu fungsi nya adalah mempersiapkan generasi penerus yang mengetahui dan mengamalkan segala ajaran agama Islam secara baik. Sesuai dengan pengertian dayah itu sendiri, yaitu sudut atau pojok. Sebagai lembaga pendidikan, dayah memang berasal dari pengajian-pengajian yang diadakan di sudut-sudut mesjid yang merupakan lembaga pendidikan yang paling tua dalam Islam. Dalam bahasa Aceh perkataan zawiyah akhirnya berubah menjadi dayah karena dipengaruhi oleh bahasa Aceh yang pada dasarnya tidak memiliki huruf Z dan cenderung lebih memendekkan. Di samping istilah dayah berasal dari zawiyah itu, lembaga pendidikan tradisional di Aceh sekarang ini disebut juga dengan pasantren yang terdiri dari khazanah bahasa Sanskerta yang dipakai untuk lembaga pendidikan tradisional yang sama di Jawa.[2]
Semenjak dahulu masyarakat Aceh mengenal pasantren dengan nama dayah atau rangkang, sehingga dalam penulisan ini kata pesantren diidentikkan dengan kata Dayah. Dayah atau rangkang ini dikenal oleh masyarakat Aceh semenjak masuknya Islam ke Aceh. Hal ini sesuai dengan pendapat A. Hasjmi sebagai berikut:
Para ahli sejarah muslim Indonesia telah sepakat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia melalui Negeri Peureulak Kabupaten Aceh Timur. Kerajaan Peureulak diresmikan sebagai kerajaan Islam pertama di Asia Tenggara pada tanggal 1 Muharram 225 H. sekitar tahun 854 M, dengan sultan Said Abdul Aziz Syah. Di negeri inilah pertama kali diresmikan sebuah lembaga pendidikan yang bernama Dayah Cot Kala yang dipimpim ulama besar Teuku Chik Muhammad Amin.[3]

Dayah merupakan lembaga pendidikan Islam yang banyak menciptakan ulama, juru dakwah, pendidik, dan pemimpin yang berwawasan luas, sehingga mampu memecahkan berbagai persoalan umat serta mampu berhadapan dengan cobaan-cobaan dan rintangan dalam usaha menyebarluaskan agama Islam ke seluruh penjuru tanah air. Ulama dan muballigh yang telah menamatkan studinya di suatu dayah kembali mendirikan dayah atau pesantren yang baru di daerah asalnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan A. Hasjmi sebagai berikut:
Dayah Cot Kala adalah pusat pendidikan yang banyak menghasilkan ulama, juru dakwah, dan pemimpin yang sangat berperan dalam pembangunan kerajaan Peureulak, Samudra Pase, Beunua (Tamiang), Lingga, Pidie, Daya dan Lamuri. Sebagai contoh Teungku Kawee Teupat, dan Teungku Chik lampeuneu’eun. Teungku Kawee Teupat adalah keluaran Dayah Cot Kala, pindah ke Aceh Tengah, dan membangun kerajaan Islam Lingga pada tahun 416 H. atau 1025 M. sedangkan teungku Chik Lampeuneu’eun yang orang tuanya berasal dari Kan’an Palestina, setelah menamatkan pendidikannya di Cot Kala, pindah ke Lamuri, Aceh Besar dan menjadi pendakwah yang pertama di Aceh Besar.[4]

Sejarah permulaan dayah di Aceh berlangsung dalam keadaan sangat sederhana. Hal ini dapat dilihat dari keadaan tempat yang digunakan adalah hanya mesjid-mesjid dan diikuti oleh beberapa orang saja, seperti Dayah Darussalam Labuhan Haji Aceh Selatan yang didirikan oleh Syech Muhammad Wali al-Khalidy pada tahun 1931. Namun, sekarang Dayah Labuhan Haji semakin maju dan sangat berpengaruh dan memiliki 2000 santri dengan 300 orang guru.[5]
Sampai sekarang ini, pendidikan sistem Dayah di Aceh mengalami berbagai fenomena baru yaitu munculnya berbagai pesantren atau dayah yang bersifat terpadu yang mengambil pola-pola perubahan yang telah dilakukan di Jawa. Di antara Dayah terpadu yang sangat menonjol sekarang ini di Aceh adalah Madrasah Bustanul Ulum Langsa Aceh Timur, dan Dayah Jeumala Amal di Lueng Putu Kabupaten Pidie.[6]
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa, sejarah dan perkembangan pesantren atau Dayah diawali oleh perkembangan agama Islam di bumi Nusantara dan merupakan suatu langkah yang ditempuh untuk menarik umat dalam menyebarluaskan agama Islam, yaitu melalui pembukaan dan pembinaan Pesantren dengan cara mengumpul atau memondokkan sejumlah santri untuk menerima pendidikan Islam di bawah bimbingan kyai atau ulama. Para santri yang telah lama belajar di Pesantren atau Dayah diharapkan mampu menguasai pengetahuan agama, sehingga dapat mewarisi ilmu yang telah diperolehnya kepada generasi berikutnya.
Memperhatikan perkembangan pesantren, maka nampak jelas peranannya dalam usaha pembinaan pendidikan terhadap masyarakat, terutama dalam membina generasi muda. Dalam hal ini dayah telah banyak menampakkan hasil-hasil positif. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya peminat untuk menempuh jalur pendidikan di Dayah-dayah. Dayah pada masa sekarang juga sangat berperan dalam menanggulangi tindakan dekadensi moral dan kriminal di kalangan generasi muda. Dengan demikian, secara langsung Dayah dapat dikatakan sebagai lembaga yang dapat menyukseskan program-program pemerintah.
            Berdasakan latar belakang masalah yang penulis bahas diatas, maka penulis tertarik untuk membuat penelitian skripsi dengan judul “Kontribusi Tgk. Dayah terhadap pengembangan pendidikan agama Kabupaten Bireuen
B. Rumusan Masalah
Adapun  yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan skripsi  ini adalah sebagai berikut : 
1.     Bagaimana kontribusi Tgk. Dayah terhadap pengembangan pendidikan agama bagi anak-anak di Kab. Bireuen?
2.     Bagaimana kontribusi remaja terhadap pengembangan pendidikan agama bagi anak-anak di Kab. Bireuen?
3.     Bagaimana kontribusi orang tua terhadap pengembangan pendidikan agama bagi anak-anak di Kab. Bireuen?
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan  penelitian dalam penulisan skripsi  ini adalah sebagai berikut :
1.     Untuk mengetahui kontribusi Tgk. Dayah terhadap pengembangan pendidikan agama bagi anak-anak di Kab. Bireuen.
2.     Untuk mengetahui kontribusi remaja terhadap pengembangan pendidikan agama bagi anak-anak di Kab. Bireuen.
3.     Untuk mengetahui kontribusi orang tua terhadap pengembangan pendidikan agama bagi anak-anak di Kab. Bireuen.
D. Kegunaan Penelitian
            Adapun yang menjadi kegunaan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah:
Secara teoritis pembahasan ini bermanfaat bagi para pelaku pendidikan, secara umum dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan khususnya mengenai kontribusi Tgk. Dayah terhadap pengembangan pendidikan agama Kabupaten Bireuen. Selain itu  hasil pembahasan ini dapat di jadikan bahan kajian bidang study pendidikan.
Secara praktis, hasil pembahasan ini dapat memberikan arti dan nilai tambah dalam memperbaiki dan mengaplikasikan kontribusi Tgk. Dayah terhadap pengembangan pendidikan agama Kabupaten Bireuen ini dalam pelaksanaannya. Dengan demikian, pembahasan ini di harapkan dapat menjadi tambahan referensi dalam dunia pendidikan, khususnya dalam dunia pendidikan Islam.
E. Penjelasan Istilah
Agar terhindar dari kesimpangsiuran dan kesalahpahaman dalam pemakaian istilah merupakan salah satu hal yang sering terjadi, sehingga mengakibatkan penafsiran yang berbeda. Maka untuk menghindari hal tersebut di atas, penulis merasa perlu mengadakan pembatasan dari istilah-istilah yang terdapat dalam judul proposal skripsi ini.
            Adapun istilah yang penulis anggap perlu dijelaskan adalah: kontribusi, Tgk. Dayah,pengembangan, pendidikan agama.
1.     Kontribusi
Dessy Anwar dalam Kamus Lengkap Bahasa Indoonesia menyebutkan bahwa, kontribusi adalah sumbangan.[7] Hoetomo Kamus Lengkap Bahasa Indoonesia menjelaskan bahwa kontribusi adalah sumbangan yang sifatnya positif.[8]
Adapun menurut penulis, kontribusi adalah sumbangan pemikiran Teungku Dayah dalam pengembangan pendidikan Islam.
2.     Pendidikan agama
Pendidikan berasal dari kata “didik” yang berawalan “pen” dan berakhiran “an” yang dibacanya pendidikan “yang mengandung arti” memelihara, memberi latihan, ajaran dan bimbingan mengenai akhlak terhadap kecerdasan pikiran”.[9] Sedangkan agama dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sanskerta: agama tersusun dari dua kata, yaitu “A” sama dengan tidak, dan “gama” sama dengan pergi. Jadi tidak pergi, tetapi “ditempat, tidak berubah- ubah diwarisi turun-temurun”.[10] Menurut Ahmad D. Marimba, pendidikan adalah “bimbingan atau pimpinan secara sadar terhadap perkembangan jasmani dan rohani siterdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama”.[11]
Menurut Gold Simon: “Pendidikan adalah cara membuat seseorang intelek menjadi orang intelek yang sesungguhnya dan hati yang menjadi hati yang sesungguhnya, dengan demikian dapat diindikasikan bahwa pendidikan bahwa pendidikan harus menjadi alat pencapaian pertumbuhan intelektual dan akhlak yang mulia.[12]
Menurut Dr. M. Budiman, MA: “pendidikan adalah proses segala penanaman nilai-nilai agama ke dalam diri subjek didik dengan mempengaruhi, membimbing, melatih, mengarahkan, membina dan mengembangkan kepribadian subjek didik”.[13] Menurut Nur Uhbiyati, pendidikan merupakan “latihan mental, moral fisik jasmaniah yang menghasilkan manusia yang berbudaya tinggi untuk melaksanakan  tugas kewajiban dan tanggung jawab dalam masyarakat selaku hamba Allah, maka pendidikan berarti “menembuhkan personalitas (kepribadian) serta menanamkan rasa tanggung jawab”.[14]
Dalam hidup ini manusia tidak bisa terlepas dari pendidikan, baik pendidikan umum maupun pendidikan Agama, karena pendidikan itu sangat dibutuhkan dan menjadi perhatian orang dimana saja. Dalam pengertian yang luas pendidikan dapat diartikan “sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan”.[15]
Pendidikan dapat membawa pembaharuan kondisi hidup manusia lebih baik dari pada sebelumnya. Dengan demikian kita bisa mengangkat nama baik keluarga dan masyarakat. Dalam hal ini sudah menjadi tugas dan kewajiban masyarakat, bangsa dan Negara untuk “melihat kelangsungan pendidikan itu sendiri demi terwujudnya bangsa yang terhormat”.[16]
            Meskipun pendidikan merupakan fenomena dan usaha manusiawi yang pasti terselenggara dimana pun manusia berada, namun fenomena dan usaha pendidikan memegang peranan sentral dalam perkembangan individu dan umat manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, pendidikan perlu didasarkan atas pemikiran yang matang, baik pikiran yang bersifat teoritis maupun yang mengarah kepada pertimbangan praktis dalam rangka mencapai hasil perkembangan dan pembudayaan manusia secara maksimal.
Pada dasarnya istilah pendidikan tersebut memiliki pengertian yang sangat luas, sehingga sampai saat ini belum ada keseragaman pengertian atau definisi pendidikan yang diberikan para ahli. Masing-masing ahli pendidikan masih sangat dipengaruhi oleh pola pikirnya masing-masing dalam memberikan pengertian pendidikan. Menurut Ahmad Tafsir dalam bukunya Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, menyebutkan bahwa “pendidikan Islam adalah ilmu yang berdasarkan Islam yang berisi seperangkat ajaran tentang kehidupan manusia, dan ajaran tersebut didasarkan pada Al-Qur'an dan hadits”.[17]
Lapangan pendidikan Islam identik dengan ruang lingkup pendidikan Islam, yaitu bukan sekedar proses pengajaran (face to face), tetapi mencakup  segala usaha penanaman (internalisasi) nilai-nilai Islam ke dalam diri subjek didik. Usaha tersebut dapat dilaksanakan dengan mempengaruhi, membimbing, melatih, mengarahkan, membina dan mengembangkan kepribadian subjek didik. “Tujuannya adalah agar terwujudnya manusia  muslim yang berilmu, beriman dan beramal salih. Usaha-usaha  tersebut  dapat dilaksanakan  secara langsung ataupun  secara tidak langsung”.[18]     
Dalam bahasa Arab pendidikan diistilahkan dengan tarbiyah, istilah ini berarti mengasuh, memelihara, membuat, menjadikan bertambah dalam pertumbuhan, membesarkan, memproduksi hasil-hasil  yang sudah matang. Pemahaman yang lebih rinci  mengenai  tarbiyah ini  harus mengacu kepada substansial yaitu pemberian pengetahuan, pengalaman dan kepribadian. Karena itu pendidikan  Islam harus dibangun dari perpaduan istilah  'ilm  atau 'allama (ilmu, pengajaran). 'adl  (keadilan), 'amal (tindakan), haqq (kebeenaran atau ketetapan  hubungan  dengan  yang benar  dan nyata, nuthq (nalar), nafs (jiwa), qalb (hati), 'aql (pikiran atau intelek), meratib dan darajat (tatanan hirarkhis), ayat (tanda-tanda  atau symbol), tafsir dan ta'wil (penjelasan dan penerangan), yang secara keseluruhan terkandung dalam  istilah adab.[19]
Pendidikan merupakan kehidupan manusia itu sendiri dan menjadi tuntunan hidupnya, apabila hasil yang diperoleh dalam kehidupannya adalah produk pendidikan. Secara filosofis bahwa di dalam pendidikan itu mengandung nilai-nilai yang sangat berharga dalam kehidupannya. Bahkan dikatakan pendidikan itu mewariskan nilai-nilai kepada generasi. Di sinilah pentingnya kelestarian, nilai dalam pendidikan sangat diutamakan. Pewarisan nilai-nilai kepada generasi penerus tidak akan sampai kepada suatu tujuan pendidikan bila tidak didasarkan kepada falsafah hidup dan sumber pedoman  kehidupan.
            Berkenaan dengan masalah tersebut di atas Wens Tainlain mengemukakan bahwa "Istilah paedagogigiek (ilmu pendidikan) berasal dari kata yunani “pedagogues” dan dalam bahasa latin pedagogues yang berarti pemuda yang bertugas mengantar anak kesekolah serta menjaga anak itu agar ia bertingkah laku susila dan disiplin”.[20]
            Berdasarkan kutipan di atas dapatlah diketahui bahwa unsur membuat anak menjadi susila dan beriman serta bertindak disiplin merupakan unsur yang dominant dalam membatasi pengertian pendidikan. Sebab jika tidak menuju pada perbaikan susila dan peningkatan kedisiplinan, bukan pendidikan namanya. Selain itu, John Dewey dalam Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati lebih lanjut mengemukakan pengertian tentang pendidikan sebagai berikut: “Pendidikan (pedagogik) adalah proses pembentukan kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional.”[21]
Menurut Syaikh Athhiyah Muhammad Salim dalam buku “Metode Khusus Pendidika Agama Islam” seperti yang disebut oleh Mahmud Yunus “agama adalah Suatu peraturan Tuhan yang mendorong jiwa orang yang mempunyai akal pikiran, memegang peraturan itu dengankehendak sendiri untuk kebahagiaan dunia dan kemenangan di akhirat”.[22] Sedangkan pendidikan agama menurut Mahmud Yunus adalah “memberikan hati, mensucikan jiwa serta mendidik hati nurani dan mencetak anak dengan kelakuan yang baik dan mendorong mereka untuk berbuat pekerjaan yang mulia”.[23] Kemudian Ramli Maha mengungkapkan pendidikan agama adalah “segala usaha dan daya upaya untuk membimbing manusia ke taraf yang mulia di sisi Tuhan”.[24]
 Adapun pendidikan agama yang dimaksud dalam penulisan ini adalah segala usaha yang dilakukan dalam proses penanaman nilai agama kepada anak sebagai generasi Islam dengan mempengaruhi, membimbing, melatih, mengarahkan, membina dan mengembangkan kepribadian anak guna menjadikan mereka sebagai generasi Islam yang berkualitas dalam menghadapi tantangan kemajuan zaman.
F. Sistematika Penulisan
            Adapun sistematika dalam penulisan dalam pembahasan skripsi  ini adalah sebagai berikut : Bab satu, pendahuluan meliputi : latar belakang masalah, rumusan masalah, fungsi  penelitian, kegunaan penelitian, penjelasan istilah, dan sistematika penulisan.
Bab dua, kajian pustaka meliputi :  pengertian Dayah, fungsi Dayah dalam pendidikan Aceh, Dayah sebagai lembaga pendidikan Islam, Bab tiga, metodelogi penelitian meliputi : rancangan penelitian, objek penelitian, tehnik pengumpulan data dan analisis data
Bab empat, hasil penelitian meliputi : temuan umum penelitian dan temuan khusus penelitian.
Bab  lima,  penutup meliputi : kesimpulan dan saran – saran
            Sedangkan dalam penulisan skripsi ini untuk adanya keseragaman dan kesamaan dalam penulisan pengetikan penulis berpedoman pada buku ” Panduan Penulisan Proposal dan Skripsi yang diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Almuslim Peusangan Kabupaten Bireuen tahun 2009.




[1]Tim Penyusun, Undang-Undang Republik Indonesia, No. 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung: Permana. 2002), hal. 67.
[2]Majelis Pendidikan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Aceh, Perkembangan Pendidikan di Daerah Istimewa Aceh, (Banda Aceh: Gua Hira’, 1995), hal. 61.

[3]A. Hasjmi, Pendidikan Islam di Aceh dalam Perjalanan Sejarah, (Banda Aceh: Yayasan Pembina, 1977), hal. 11.

[4]A. Hasjmi, Kebudayaan Aceh dalam Sejarah, (Jakarta: Beuna, 1993), hal. 226.

[5]Forum Keadilan, Potret Pesantren di Indonesia, (Jakarta: Forum Adil Mandiri, 2001), hal. 104.

[6] Ibid, hal. 33.
[7] Dessy Anwar, Kamus lengkap Bahasa Indonesia cet.I (Surabaya: Karya Abditama, 2001) hal. 355.

[8] Hoetomo, Kamus Lengkap Bahasa Indoonesia menyebutkan, ( Jakarta: Mitra Pelajar, 2005), hal. 29

[9] Muhammad ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern, (Pustaka Aman), hal. 210.

[10] Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari berbagai Aspek, Jilid I, (Jakarta: Bulan Bintang : 1974), hal. 9.

[11] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: Al Ma’arif : 1976), hal. 671.

[12] Baqir Shrif al-Qarashi, Seni Mendidik Islam, (Jakarta: Pustaka Zahra, 2003), hal 32.

[13] M. Nasir Budiman, Pendidikan ...., hal 1.

[14] Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1997),hal. 12.

[15]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Cet. VIII, (Jakarta: Rosda, 2003), 10.

[16] Ibid., hal. 12.
[17]Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif  Islam, cet.VI, (Bandung: Rosda Karya, 2004), hal. 13.

[18]M. Nasir Budiman, Pendidikan Dalam Persepektif Al-Qur'an, (Jakarta: Madani Press, 2001), hal. 1.
[19]Khursyid  Ahmad,  Prinsip-prinsip Pendidikan Islam, terj. A.S Robith (Surabaya: Pustaka Progresif, 1992), hal. 14.

[20]Wens Tainlain, Dasar-Dasar Pendidikan, (Jakarta:  Obor 1992), hal. 5.

[21]Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan,  (Jakarta: Rineka Cipta 1991), hal. 69.

[22] Mahmud Yunus, Metode Khusus Pendidikan Agama Islam, cet IV, (Jakarta, Hidayah : 1968), hal. 19.

[23] Mahmud Yunus, Metode Khusus Pendidikan Agama Islam, cet IV, (Jakarta, Hidayah : 1968), hal. 19.

[24] Ramli Maha, pendidikan agama dan pembangunan nasional, (Sinar Darussalam, No. 62 : 1975), hal. 47.