Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Kurikulum Pendidikan Anak


A.    Kurikulum Pendidikan Anak

              Kurikulum pendidikan anak secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu kurikulum pendidikan tahap awal (kurikulum tahap dasar) dan kurikulum pendidikan tinggi. Kurikulum pendidikan tahap awal di antaranya berisi pendidikan keimanan (ketauhidan), pendidikan jasmani, pendidikan akal, dan pendidikan akhlak.[1] Kurikulum pendidikannya tidak sempit, yang hanya berisi materi pelajaran saja, tetapi termasuk kurikulum dalam arti luas, yaitu di samping berisi materi pelajaran, juga berisi kegiatan atau aktivitas keseharian baik di dalam keluarga (informal) di sekolah maupun di luar sekolah. Sebagai contoh anak harus dibiasakan berbuat yang terpuji dan menghindari berbuat tidak baik, seperti berkata jujur, tidak dusta, hidup bersih, disiplin, berolah raga, diberikan kesempatan untuk bermain dan lain-lain.
Penyusunan kurikulumnya sangat memperhatikan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak didik. Sementara untuk kurikulum pendidikan tinggi sangat terkait dengan konsep klasifikasi ilmu yang telah disusunnya. Ilmu yang dijadikan bahan dalam menyusun kurikulum yaitu ilmu wajib ’ain dan ilmu wajib kifayah.[2] Semua ilmu yang termasuk wajib ’ain harus dipelajari, seperti cara membaca al-Qur’an, cara salat. Sementara yang wajib kifayah seperti kedokteran, matematika, ilmu alam tidak diwajibkan pada semua orang, tetapi hanya sebagian saja bila sudah ada yang mempelajari yang lainnya tidak berkewajiban. Ilmu yang wajib ‘ain yang diberikan mulai pendidikan tahap awal (dasar) sampai pendidikan tinggi antara lain al-Qur’an, Hadist, dan fikih.
Pandangan Abdullah Nashih Ulwan tersebut tidak dapat dikatakan dikotomi, yaitu ada pemisahan ilmu agama dan ilmu umum (dalam arti hanya mementingkan satu bagian saja), pembagian antara wajib ’ain dan wajib kifayah dalam ilmu bukan berarti ada pemisahan ilmu umum dan ilmu agama.[3] Namun konsep tersebut belum dapat dilaksanakan dikarenakan kondisi sosial dan               politik saat itu belum kondusif untuk memasukkan dalam kurikulum ilmu-ilmu yang tergolong wajib kifayah, seperti kedokteran, ekonomi.



[1] Abdullah Nashih Ulwan,  Pedoman Pendidikan anak.......................,hal. 48
[2] Abdullah Nashih Ulwan,  Pedoman Pendidikan anak.......................,hal. 49
[3] Abdullah Nashih Ulwan,  Pedoman Pendidikan anak.......................,hal. 50