BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Kaum Munafikin adalah ancaman terbesar
bagi umat Islam, mereka menikam dari belakang laksana musuh dalam selimut,
merekalah yang selama ini menjadi biang kerok kekalahan kaum muslim dari
orang-orang kafir. Mereka pula yang selama ini dengan gencarnya menolak
penegakan syariat Islam. Karena ini penting bagi kita untuk mengatahui
ciri-ciri mereka agar dapat terhindar dari tipu dayanya.
Ilham Masduqie menjelaskan bahwa:
Persoalan munafik, dalam ruang lingkup
Islam menjadi sorotan tajam. Karena bagaimanapun peran munafik sangat
signifikan dalam meruntuhkan kejayaan Islam dalam sejarah peradaban Islam.
Namun diantara kita terkadang masih bingung akan konsep munafik. Bila kita
kembali pada permasalahan, munafik sendiri berasal dari konteks keislaman. Oleh
karenanya pemahaman munafik yang obyektif menurut penulis adalah dikembalikan
ke dalam sumber pokok ajaran Islam sendiri yaitu AlQuran dan Sunnah[1].
Proses pendidikan dalam keluarga menurut Islam mempunyai
fungsi dan peranannya yang amat luas, baik di dalam tujuan pokok maupun di
dalam tujuan sementara. Karena hal tersebut menyangkut keimanan dan ketaqwaan
kepada Allah Swt.
sudah sejak awal menjadi ciri dan unsur pokok umat manusia. Iman dapat
diartikan dengan “keyakinan yang mantap akan adanya keesaan-Nya,
sifat-sifat-Nya, syari’at serta keputusan-Nya, Maha Pencipta segalanya Dialah
satu-satunya Tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya, tiada Tuhan selain
Dia”.[2] Dalam sebuah hadits diterangkan
bahwa:
عَنْ أَبِيْ سُفْيَانَ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ:
قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ، قُلْ لِيْ فِي اْلإِسْلاَمِ قَوْلاً لاَ أَسْأَلُهُ عَنْهُ
أَحَدًا غَيْرَكَ. قَالَ: قُلْ آمَنْتُ بِاللهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ (رواه مسلم)
Artinya: Abu Amar atau Abu Amrah Aufan bin
Abdullah Rasulullah saw berkata: wahai Rasulullah, katakanlah kepadaku satu
perkataan dalam Islam yang tidak akan pernah aku tanyakan kepada selain engkau.
beliau bersabda, katakanlah aku beriman kepada Allah,
kemudian beristiqamah. (HR. Muslim).[3]
Keyakinan yang teguh dan mantap
terhadap Allah, kemudian dijabarkan kepada rukun-rukun iman yang lain, yaitu
beriman kepada Malaikat, Kitab-Kitab (samawi), para Rasul Alaihimussalam,
iman kepada adanya hari kiamat serta qadha dan qadar Allah, yang kemudian
membentuk aqidah Islamiah yang kuat dan mantap didalam setiap muslim.
Keluarga adalah unit terkecil dari
suatu masyarakat. Di dalam keluargalah anak pertama kalinya menerima pendidikan
agama,karena pada dasarnya yang bertanggung jawab atas pendidikan anak adalah
orang tua. Orang tua merupakan pendidikan utama dan pertama bagi anak-anak
mereka, dari mereka anak mula-mula anak menerima pendidikan. Dengan demikian
bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam keluarga, keluarga sangat
berperan dalam mendidik seprang anak. “Apa yang diterima dan di alami anak
dalam lingkungan keluarga turut menentukan sikap kehidupannya kelak yang
tercermin dari tingkah lakunya oleh karena itu pendidikan perlu sekali
meneropong keluarga sebagai lembaga pendidikan yang pertama dan utama bagi anak”.[4]
Zuhairini dalam buku Filsafat
Pendidikan Islam menjelaskan bahwa:
Keluarga merupakan
pewaris nilai-nilai pendidikan ajaran Islam dan tempat pertama untuk membina
rasa malu pada anak, maka keluarga perlu menciptakan suasana aman bagi setiap
anggota keluarganya, keretakan keluarga berakibat keretakan jiwa anggota
keluarga lainnya, maka ia akan merasa tidak aman dan merasa kehilangan tempat
berpijak sehingga kepribadiannya pun tumbuh kearah yang kurang mengenal kasih
sayang pula, hal ini disebabkan ”karena orang itu merupakan pusat kehiudupan
rohani si anak dan sebagai penyebab berkenalannya dengan dunia luar ”.[5]
Dalam hal ini, untuk dapat menentukan
status manusia sebagaimana mestinya, anak harus mendapat pendidikan. Pendidikan
yang utama adalah dari orang tua, karena orang tua sangat berpengaruh bagi
tumbuh dan kembang anak-anaknya. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Zuhairini
dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam bahwa:
Orang tua yang
mendidik anaknya untuk berbuat baik dalam memberikan keteladanan kepada anak
maka anak akan mencontoh prilaku orang tuanya dengan baik, sebaliknya bila anak
tidak mendapatkan keteladanan yang baik dari orang tuanya atau orang tua
bersifat apatis terhadap anaknya, maka anak akan cenderung ke arah yang tidak
baik.[6]
Dengan demikian, bimbingan orang tua
memegang kedudukan yang sangat penting dalam membina dan membentuk pribadi anak
yang berakhlak mulia, karena baik buruknya akhlak seorang anak tergantung pada
pendidikan dari orang tuanya. Anak yang lahir belum ada pengaruh apa-apa dan
jiwanya dalam keadaan kosong dan bersih dari semua pengaruh, orang tuanyalah
yang pertama mengisi jiwa anak tersebut dengan pendidikan, maka jika yang
kosong itu di isi dengan pendidikan yang baik maka baiklah anak tersebut, bila
pendidikan yang diberikan tersebut buruk, maka buruklah sifat anak tersebut
sesuai dengan pendidikan yang diterimanya. Di sinilah wujud keluarga sebagai
faktor utama dalam masalah pendidikan anak, karena disinilah anak itu
dilahirkan, dipelihara sampai besar dan dipenuhi seluruh kebutuhannya untuk
menentukan hidupnya dimasa yang akan datang.
Dari latar belakang tersebut di atas,
maka penulis tertarik untuk meneliti dengan judul “Pemberantasan
Sifat Munafik dalam Pendidikan Keluarga Muslim.”
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini
adalah sebagi berikut:
1.
Bagaimana kedudukan keluarga dalam pendidikan Islam?
2.
Bagaimana peran keluarga dalam memberantas sifat munafik?
3.
Bagaimana tanggungjawab orang tua terhadap pendidikan
keluarga muslim?
C. Tujuan Pembahasan
Adapun yang menjadi tujuan pembahasan
dalam penulisan skripsi ini adalah sebagi berikut:
1.
Untuk mengetahui kedudukan keluarga dalam pendidikan
Islam.
2.
Untuk mengetahui peran keluarga dalam memberantas sifat
munafik.
3.
Untuk mengetahui tanggungjawab orang tua terhadap
pendidikan keluarga muslim.
D. Penjelasan
Istilah
Adapun istilah
yang terdapat dalam judul skripsi ini
yang perlu penulis jelaskan adalah sebagai berikut:
1.
Pemberantasan
Menurut etimologi pemberantasan
adalah “pencegahan, pengucilan perkembangan, atau pemusnahan penyakit”[7]. Sedangkan
menurut tertimologi pemberantasan adalah “menghilangkan dengan unsur kesengajaan
yang dapat terjadi dengan direncanakan terlebih dahulu atau tidak direncanakan.
Tetapi yang penting dari suatu peristiwa itu adalah adanya niat yang diwujudkan
melalui perbuatan yang dilakukan sampai selesai”[8].
Adapun menurut penulis,
pemberantasan adalah membasmi sampai keakar-akarnya.
2.
Sifat Munafik
Secara etimologi kata munafiq
berasal dari derivasi kata “Naafaqa” dari wazan “faa’ala” yang
berarti berpura-pura”[9],
Nifaq dalam bahasa juga bermakna bertukar-tukar lebih daripada satu wajah
dan persembunyian. Sedangkan menurut
istilah, munafiq ialah “orang yang dhzahirnya Islam dan mengikuti Rasulullah Saw.
tetapi menyembunyikan kekufuran dan permusuhan terhadap Allah Swt. dan
Rasul-Nya”.[10]
Adapun menurut penulis, sifat
munafik adalah sifat yang baik didepan dan menjelekkan di belakang.
3.
Pendidikan
Pendidikan
berasal dari kata didik yang artinya ”Memelihara, memberi latihan, dan
pimpinan, kemudian kata didik itu mendapat awalan pe- akhiran- an sehingga
menjadi pendidikan yang artinya perbuatan mendidik.”[11]
Ramayulis dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam menjelaskan
bahwa:
Istilah pendidikan berasal dari kata “didik” yang mendapat
awalan “pe” dan akhiran “an” yang mengandung
arti perbuatan (hal, cara, dan sebagainya). Istilah pendidikan merupakan
terjemahan dari bahasa Yunani, yaitu Paedagogie, yang berarti bimbingan
kepada anak didik. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris
dengan istilah edution yang berarti pengembangan atau
bimbingan. Dalam bahasa Arab istilah ini sering diterjemahkan dengan kata Tarbiyah
yang berarti pendidikan.[12]
Pendidikan menurut Soegarda
Poerbakawatja ialah “semua perbuatan atau usaha dari generasi tua untuk
mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya, dan ketrampilannya kepada
generasi muda. Sebagai usaha menyiapkan agar dapat memenuhi fungsi hidupnya
baik jasmani maupun rohani.”[13]
Adapun menurut Henderson,
bahwa “pendidikan merupakan suatu proses pertumbuhan dan perkembangan, sebagai
hasil interaksi individu dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik
berlangsung sepanjang hayat sejak manusia lahir”.[14] Bakhtiar Rivai
mengatakan bahwa “Pendidikan adalah segala usaha pembinaan kepribadian dan
pengembangan kemampuan manusia Indonesia seumur hidup baik jasmani maupun
rohani dalam rangka pembinaan perwujudan masyarakat pancasila”[15].
Menurut Achmadi mendefinisikan
pendidikan Islam adalah:
Segala usaha untuk memelihara dan
mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya insan yang berada pada subjek
didik menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma
Islam atau dengan istilah lain yaitu terbentuknya kepribadian muslim. Masih
banyak lagi pengertian pendidikan Islam menurut para ahli, namun dari sekian
banyak pengertian pandidikan Islam yang dapat kita petik, pada dasarnya
pendidikan Islam adalah usaha bimbingan jasmani dan rohani pada tingkat
kehidupan individu dan sosial untuk mengembangkan fitrah manusia berdasarkan
hukum-hukum Islam menuju terbentuknya manusia ideal (insan kamil) yang
berkepribadian muslim dan berakhlak terpuji serta taat pada Islam sehingga
dapat mencapai kebahagiaan didunia dan di akherat.[16]
Oemar Muhammad
Al-Syaibani dalam buku ”Filsafat Pendidikan” mengemukakan bahwa ”Pendidikan
adalah usaha-usaha untuk membina pribadi muslim yang terdapat pada pengembangan
dari segi spiritual, jasmani, emosi, intelektual dan sosial”.[17] Menurut M Arifin, pendidikan adalah “usaha orang
dewasa secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadian serta kemampuan
dasar anak didik baik dalam bentuk pendidikan formal maupun non formal”.[18] Adapun
menurut Ahmad D. Marimba adalah “bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si
pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju
terbentuknya kepribadian yang utama”.[19]
Adapun menurut penulis, pendidikan adalah bimbingan atau pertolongan yang
diberikan oleh orang dewasa kepada perkembangan anak untuk mencapai
kedewasaannya dengan tujuan agar anak cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya
sendiri tidak dengan bantuan orang lain.
4.
Keluarga
Menurut bahasa, keluarga
(bahasa Sanskerta: "kulawarga"; "ras" dan "warga"
yang berarti "anggota") adalah lingkungan yang terdapat beberapa
orang yang masih memiliki hubungan darah”[20].
Sedangkan menurut istilah keluarga adalah “unit terkecil
dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang
terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling
ketergantungan”.[21]
Keluarga adalah satuan sosial yang
pertama dan lingkungan yang paling pokok untuk memelihara manusia, oleh sebab
itu keluarga merupakan faktor yang kuat dalam menentukan perkembangan anak,
sebab kehidupan anak dalam keluarga lebih lama sampai mengambil sepertiga dari
waktu kehidupannya dan lama fase anak tergantung pada sistem sosial ekonomi
yang berlaku pada keluarga dan masyarakat.[22]
Adapun yang penulis maksud dengan
keluarga adalah salah satu kelompok atau kumpulan manusia yang
hidup bersama yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak, dan famili-famili
terdekat yang ikut memegang peranan penting dalam pembinaan rumah tangga dimana
mereka harus menunaikan hak dan kewajibannya masing-masing untuk ketentraman
dan keselamatan tersebut.
5.
Muslim
Secara harfiah Muslim artinya
berserah diri. Sedangkan menurut istilah Muslim artinya adalah orang yang sudah
mengucapkan 2 kalimat syahadat[23].
Adapun menurut penulis, muslim yang pasti setiap orang yang mengucapkan
syahadat berarti dia sudah muslim. Tetapi untuk menjadi muslim yang sebenarnya
dia harus menjalankan ajaran ajaran Islam dengan sebenar benarnya pula.
E. Kegunaan
Penelitian
Adapun yang menjadi kegunaan penelitian
dalam penulisan skripsi ini adalah sebagi berikut:
Secara
teoritis pembahasan ini bermanfaat bagi para pelaku pendidikan, secara umum
dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan khususnya mengenai pemberantasan
sifat munafik dalam pendidikan keluarga muslim. Selain itu hasil pembahasan ini dapat di jadikan bahan
kajian bidang study pendidikan.
Secara
praktis, hasil pembahasan ini dapat memberikan arti dan niliai tambah dalam
memperbaiki dan mengaplikasikan pemberantasan sifat munafik dalam
pendidikan keluarga muslim ini
dalam pelaksanaannya. Dengan demikian, pembahasan ini di harapkan dapat menjadi
tambahan referensi dalam dunia pendidikan, khususnya dalam dunia pendidikan
Islam.
F. Metodelogi
Penelitian
1. Jenis penelitian
Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian
kepustakaan (Library Research). Metode ini digunakan untuk memperoleh data
yang ada berkaitan dengan teori-teori pendidikan, khususnya tentang pemberantasan
sifat munafik dalam pendidikan keluarga muslim. Di samping literatur tentang
metodologi penelitian dan referensi lainnya yang berhubungan dengan variabel
penelitian dengan cara membaca, menelaah dan menganalisa.
2. Metode Penelitian
Adapun metode yang penulis digunakan dalam penulisan ini
adalah metode deskriptif, yaitu suatu metode pemecahan masalah yang ada masa
sekarang meliputi pencatatan, penguraian, penafsiran dan analisa terhadap data
yang ada, sehingga menjadi suatu karya tulis yang rapi dan utuh. Penelitian ini akan menjelaskan pemberantasan sifat munafik dalam
pendidikan keluarga muslim.
3. Ruang Lingkup Penelitian
Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
NO
|
Ruang Lingkup Penelitian
|
Hasil Yang diharapkan
|
1
|
Kedudukan keluarga dalam pendidikan Islam
|
1.
Pendidikan
2.
Pembinaan
|
2
|
Peran keluarga dalam memberantas sifat munafiK
|
2.
Di lingkungan
|
3
|
Tanggungjawab orang tua terhadap pendidikan keluarga muslim
|
1.
Mendidik anak
2.
Memberikan contoh
|
4. Sumber Data
a).
Data primer adalah sumber data yang langsung dan segera diperoleh
dari sumber data dan penyelidik untuk tujuan penelitian.[24].
Adapun sumber data primer dalam penelitian ini adalah
1)
Ilham Masduqie, Abuyah Ahmad, Syifa al-Shudur, Pasuruan, Aqdaamul
Ulama’, 2005,
2)
Nawai al-Bantani, Muhammad, Marah Labid Tafsir Nawawi Surabaya, Hidayah,
3)
Wahid Syarkani, Abd, Orang-orang Munafik, Bangil, al-Muslimun, 1988.
b). Data skunder yaitu sumber data yang mendukung dan
melengkapi sumber data primer tersebut yaitu buku:
1) Metode Pendidikan Qur’ani; Teori dan
Aplikasi,”, karya Syahidin yang diterbitkan Misaka Galiza, 1999.
2) Tafsir al-Azhar,
karya Hamka, yang diterbitkan Pustaka Panji Mas, 1988.
3) Cahaya al-Qur-an karya
M. Ali Ash-Shabuny yang diterbitkan Pustaka al-Kautsar, 2002.
4) Pendidikan
Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat karya Abdurrahman An Nahlawi yang
diterbitkan Gema Insani Press. 1996.,
5) Ilmu
Pendidikan II karya
M. Nasir Budiman yang diterbitkan Fakultas Tarbiyah, Banda Aceh, 2000.
5. Tehnik Pengumpulan Data
Adapun tehnik pengumpulan data yang penulis
gunakan adalah teknik library research
yaitu menelaah buku-buku, teks dan literature-literature yang berkaitan dengan
permasalahan di atas.[25]
Teknik pengumpulan data atau bahan melalui perpustakaan
yaitu dengan membaca dan menganalisa buku-buku, majalah-majalah yang ada
kaitannya dengan masalah yang penulis teliti. Selain itu juga akan memanfaatkan
fasilitas internet untuk memperoleh literatur-literatur yang berhubungan dengan
skripsi ini.
6. Tehnik Analisa Data
Teknik analisis
data adalah proses kategori urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu
pola, kategori dan satuan uraian dasar, ia membedakannya dengan penafsiran
yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian
dan mencari hubungan di antara dimensi-dimensi uraian.
Menurut Lexy J. Moleong, analisis data adalah yakni suatu teknik
penelitian untuk membuat inferensi dengan mengidentifikasi karakter khusus
secara obyektif dan sistematik yang menghasilkan deskripsi yang obyektif,
sistematik mengenai isi yang terungkap dalam komunikasi.[26]
G. Kajian
Terdahulu
Di antara para peneliti
sebelumnya, antara lain :
Nama: Husna Sarwani Nim:
A. 284372/3322 Sekolah Tinggi Agama Islam Almuslim
Matangglumpangdua Bireuen Pada tahun 2011
dengan judul dengan judul skripsi “Dendam dan Cara
Mengatasinya Menurut Pendidikan Islam metode yang digunakan dalam
penelitiannya adalah metode deskritif dengan kesimpulan sebagai berikut:
Orang yang
memiliki sifat dendam akan merugikan diri sendiri, di jauhi dan dibenci oleh
masyarakat serta dapat menimbulkan berbagai kejahatan yang dilarang dalam agama
Islam seperti pertikaian, penganiayaan bahkan pembunuhan. Kemudian penulis juga
mengetengahkan beberapa konsep untuk menghindarinya.
[2]Muhammad Abduh, Risalatut Tauhid, (Beirut: Wasyirkah al-Halabi
al-Babi, 1953), hal. 122.
[10]“Pembahagian
Sahabat: Antara Ahli Sunnah dan Syi’ah Rafidhah”, http://www.darulkautsar.netarticle. Diakses pada tanggal 26
September 2010.
[12]Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. 1, (Jakarta: Kalam Mulia,
1994), hal. 1.
[13]
Soegarda Poerbakawatja,dkk. Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1981), hal.
257.
[17]Oemar
Muhammad At-Tomy Al-Syaibani, Filsafat Pendidikan Islam ,terj. Hasan
Langgulung, Cet. I, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hal.44.
[24]
Winarmo Surachmad,. Dasar dan Teknik Research Pengantar Metodologi Ilmiah,
(Bandung:
Angkasa, 1987), hal. 163.
[26]Lexy J., Moleong, Metodologi Penelitian
Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), hal. 44.
0 Comments
Post a Comment