Pengertian Asuransi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Lembaga asuransi sebagaimana dikenal sekarang
ini sesungguhnya belum dikenal pada periode awal Islam, akibatnya banyak
literatur Islam menyimpulkan secara apriori bahwa asuransi tidak dapat
dipandang sebagai praktik yang halal. Walaupun secara jelas mengenai lembaga
asuransi ini tidak dikenal pada periode awal Islam, akan tetapi terdapat
beberapa aktivitas dari kehidupan pada masa Rasulullah yang mengarah pada
prinsip-prinsip asuransi. Misalnya konsep tanggung jawab bersama yang disebut
dengan sistem ’aqilah. Sistem tersebut telah berkembang pada masyarakat Arab
sebelum lahirnya Rasulullah SAW Kemudian pada zaman Rasulullah SAW atau pada
masa periode awal Islam sistem tersebut dipraktekkan di antara kaum Muhajirin
dan Anshar. Sistem ’aqilah adalah sistem menghimpun para anggota keluarga besar
untuk menyumbang dalam suatu tabungan bersama yang dikenal sebagai “kanz”.
Tabungan ini bertujuan untuk memberikan pertolongan kepada keluarga korban yang
terbunuh secara tidak sengaja dan untuk membebaskan hamba sahaya.
Kemunculan usaha perasuransian syariah tidak
dapat dilepaskan dari keberadaan usaha perasuransian konvensional yang telah
ada sejak lama. Sebelum terwujudnya usaha perasuransian syariah, terdapat
berbagai macam perusahaan asuransi konvensional yang telah lama berkembang.
Jika ditinjau dari segi hukum perikatan Islam asuransi konvensional hukumnya
haram. Hal ini dikarenakan dalam operasional asuransi konvensional mengandung
unsur gharar (ketidakpastian), maysir (spekulasi/gambling) dan riba (bunga).
Pendapat ini disepakati oleh banyak ulama terkenal dunia seperti Yusuf
al-Qaradhawi, Sayyid Sabiq, Abdullah al-Qalqili, Muhammad Bakhil al-Muth’i,
Abdul Wahab Khalaf, Muhammad Yusuf Musa, Abdurrahman Isa, Mustafa Ahmad Zarqa,
dan Muhammad Nejatullah Siddiqi. Namun demikian, karena alasan kemaslahatan
atau kepentingan umum sebagian dari mereka membolehkan untuk sementara belum
ada alternatif yang sesuai syariah beroperasinya asuransi konvensional.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Asuransi
Dalam Ensikloped Indonesia di sebutkan bahwa asuransi
ialah jaminan atau perdagangan yang di berikan oleh penanggung kepada yang
bertanggung utk risiko kerugian sebagai yang ditetapkan dalam surat perjanjian
bila terjadi kebakaran kecuriam kerusakan dan sebagainya ataupun mengenai
kehilangan jiwa atau kecelakaan lainnya dengan yang tertanggung membayar premi
sebanyak yang di tentukan kepada penanggung tiap-tiap bulan[1].
Abbas Salim memberi pengertian bahwa asuransi ialah suatu
kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil yang sudah pasti sebagai
kerugian-kerugian besar yang belum pasti. Dari pengertian diatas dapat diambil
kesimpulan bahwa hal itu sama dgn orang yg bersedia membayar kerugian yang
sedikit pada masa sekarang agar dapat menghadapi kerugian-kerugain besar yang
mungkin terjadi pada masa yang akan datang. Misalnya dalam asuransi kebakaran
seseorang mengasuransikan rumahnya pabriknya atau tokonya kepada perusahaan
asuransi. Orang tersebut harus membayar premi kepada perusahaan asuransi. Bila
terjadi kebakaran maka perusahaan akan mengganti kerugian-kerugian yang
disebabkan oleh kebakaran itu. Di Indonesia kita kenal ada beramcam-macam
asuransi dan sebagai contoh di kemukakan dibawah ini di antaranya
Asuransi Beasiswa Asuransi beasiswa mempunyai dasar
dwiguna. Pertama jangka pertanggungan dapat 5-20 tahun disesuaikan denagn usia
dan rencana sekolah anak kedua jika ayah meninggal dunia sebelum habis kontrak
pertanggungan menjadi bebas premi sampai habis kontrak polisnya. Tetapi jika
anak yang di tunjuk meninggal maka alternatifnya ialah mengganti dengan anak yang
lainnya mengubah kontrak kepada bentuk lainnya menerima uangnya secara tunai
bila polisnya telah berjalan tiga tahun lebih atau membatalkan perjanjian . Pembayaran
beasiswaa dimulai bila kontrak sudah habis. Asuransi Dwiguna Asuransi Dwiguna
dapat diambil dalam jangka 10-15-25-30 tahun dan mempunyai dua guna Perlindungan
bagi keluarga bilamana tertanggung meninggal dunia dalam jangka waktu
tertanggungan. Tabungan bagi tertanggung bilamana tertanggung tetap hidup pada
akhir jangka pertanggungan.
Asuransai Jiwa Asuransi jiwa adalah asuransi yang
bertujuan menanggung orang terhadap kerugian finansial yang tidak terduga yang
disebabkan orang meninggal terlalu cepat atau hidupnya terlalu lama. Jadi ada
dua hal yang menjadi tujuan asuransi jiwa ini yaitu menjamin hidup anak atau
keluarga yang ditinggalkan bila pemegang polis meninggal dunia atau untuk
memenuhi keperluan hidupnya atau keluarganya bila ditakdir akan usianya lanjut
sesudah masa kontrak berakhir[2].
Asuransi Kebakaran Asuransi kebakaran bertujuan utk
mengganti kerugian yg disebabkan oleh kebakaran. Dalam hal ini pihak perusahaan
menjamin risiko yang terjadi karena kebakaran. Oleh karena itu perlu dibuat
suatu kontrak antara pemegang polis dengan perusahaan asuransi. Perjanjian
dibuat sedemikian rupa agar kedua belah pihak tidak merasa dirugikan.
Demikianlah diantara macam asuransi yang kita kenal di Indonesia ini. Kalau
kita perhatikan tujuan dari semua macam asuransi itu maka pada prinsipnya pihak
perusahaan asuransi memperhatikan tentang masa depan kehidupan keluarga
pendidikannya dan termasuk jaminan hari tua. Demikian juga perusahaan asuransi
turut memikirkan dan berusaha untuk memperkecil kerugian yg mungkin timbul
akibat terjadi resiko dalam melaksanakan kegiatan usaha baik terhadap
kepentingan pribadi atau perusahaan.
B. Macam-macam
Asuransi
Para ahli berbeda pendapat di dalam menyebutkan
jenis-jenis asuransi, karena masing-masing melihat dari aspek tertentu. Oleh
karenanya, dalam tulisan ini akan disebutkan jenis-jenis asuransi ditinjau dari
berbagai aspek, baik dari aspek peserta, pertanggungan, maupun dari aspek
sistem yang digunakan :
Asuransi ditinjau dari aspek peserta, maka dibagi menjadi
:
1.
Asuransi Pribadi (Ta'min Fardi): yaitu asuransi yang
dilakukan oleh seseorang untuk menjamin dari bahaya tertentu. Asuransi ini
mencakup hampir seluruh bentuk asuransi, selain asuransi sosial
2.
Asuransi Sosial (Ta'min Ijtima'i) , yaitu asuransi
(jaminan) yang diberikan kepada
komunitas tertentu, seperti pegawai negri sipil (PNS), anggota ABRI,
orang-orang yang sudah pensiun, orang-orang yang tidak mampu dan lain-lainnya.
Asuransi ini biasanya diselenggarakan oleh pemerintah dan bersifat mengikat,
seperti Asuransi Kesehatan (Askes), Asuransi Pensiunan dan Hari Tua (PT
Taspen), Astek (Asuransi Sosial Tenaga Kerja) yang kemudian berubah menjadi
Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja), Asabri (Asuransi Sosial khusus ABRI),
asuransi kendaraan, asuransi pendidikan
dan lain-lain.[3]
Asuransi Pendidikan adalah suatu jenis asuransi yang
memberikan kepastian / jaminan dana yang
akan digunakan untuk biaya pendidikan kelak. Asuransi Pendidikan ini mempunyai
dua unsur yaitu Investasi dan Proteksi. Investasi bertujuan untuk menciptakan
sejumlah dana / nilai tunai agar mampu mengalahkan laju inflasi, sehingga dana
atau nilai tunai yang tercipta bisa dipakai untuk keperluan dana pendidikan. Proteksi
mempunyai tujuan memberikan proteksi kesehatan pada diri Anak atau peserta
utama atau tertanggung utama, sehingga apabila terjadi resiko (sakit) maka
asuransi ini yang akan memberikan santunan, tanpa mengurangi dana yang telah
diinvestasikan dalam asuransi pendidikan ini. Dengan adanya proteksi yang
diberikan ini maka dana yang sudah diinvestasikan tidak akan terganggu karena
terjadi suatu resiko. Selain Proteksi terhadap kesehatan anak, asuransi ini
juga memberikan fasilitas berinvestasi, ketika orang tua (penabung) mengalami
resiko, yang selanjutnya pihak perusahaan akan mengambil alih untuk menabungkan
ke rekening anak di rekening asuransi pendidikan ini sampai anak dewasa. Jadi
dengan adanya proteksi ini maka kepastian dana untuk pendidikan senantiasa
tersedia saat dibutuhkan. [4]
C. Hukum Asuransi
Hukum Asuransi menurut Islam berbeda antara satu jenis
dengan lainnya, adapun rinciannya sebagai berikut :
Pertama : Ansuransi Ta'awun
Untuk asuransi ta'awun dibolehkan di dalam Islam,
alasan-alasannya sebagai berikut[5] :
Asuransi Ta'awun termasuk akad tabarru' (sumbangan suka
rela) yang bertujuan untuk saling bekersama di dalam mengadapi marabahaya, dan
ikut andil di dalam memikul tanggung jawab ketika terjadi bencana. Caranya
adalah bahwa beberapa orang menyumbang
sejumlah uang yang dialokasikan untuk kompensasi untuk orang yang terkena
kerugian. Kelompok asuransi ta'awun ini tidak bertujuan komersil maupun mencari
keuntungan dari harta orang lain, tetapi hanya bertujuan untuk meringankan ancaman bahaya yang akan menimpa mereka, dan
berkersama di dalam menghadapinya.
Asuransi Ta'awun ini bebas dari riba, baik riba fadhal,
maupun riba nasi'ah, karena memang akadnya tidak ada unsure riba dan premi yang
dikumpulkan anggota tidak diinvestasikan pada lembaga yang berbau riba. Ketidaktahuaan
para peserta asuransi mengenai kepastian jumlah santunan yang akan diterima
bukanlah sesuatu yang berpengaruh, karena pada hakekatnya mereka adalah para
donatur, sehingga di sini tidak mengandung unsur spekulasi, ketidakjelasan dan
perjudian. Adanya beberapa peserta asuransi atau perwakilannya yang
menginvestasikan dana yang dikumpulkan para peserta untuk mewujudkan tujuan
dari dibentuknya asuransi ini, baik secara sukarela, maupun dengan gaji
tertentu.
Kedua : Asuransi Sosial
Begitu juga asuransi sosial hukumnya adalah diperbolehkan
dengan alasan sebagai berikut : Asuransi sosial ini tidak termasuk akad
mu'awadlah (jual beli), tetapi merupakan kerjasama untuk saling membantu. Asuransi sosial ini biasanya diselenggarakan
oleh Pemerintah. Adapun uang yang dibayarkan anggota dianggap sebagai pajak
atau iuran, yang kemudian akan diinvestasikan Pemerintah untuk menanggulangi
bencana, musibah, ketika menderita sakit ataupun bantuan di masa pensiun
dan hari tua dan sejenisnya, yang
sebenarnya itu adalah tugas dan kewajiban Pemerintah. Maka dalam akad seperti
ini tidak ada unsur riba dan perjudian.
Ketiga : Asuransi Bisnis atau Niaga
Adapun untuk Asuransi Niaga maka hukumnya haram. Adapun
dalil-dalil diharamkannya Asuransi Niaga ( Bisnis ), antara lain sebagai
berikut [6] : Pertama: Perjanjian Asuransi Bisnis ini termasuk dalam akad
perjanjian kompensasi keuangan yang bersifat spekulatif, dan karenanya
mengandung unsur gharar yang kentara. Karena pihak peserta pada saat akad tidak
mengetahui secara pasti jumlah uang yang akan dia berikan dan yang akan dia
terima. Karena bisa jadi, setelah sekali atau dua kali membayar iuran, terjadi
kecelakaan sehingga ia berhak mendapatkan jatah yang dijanjikan oleh pihak
perusahaan asuransi. Namun terkadang tidak pernah terjadi kecelakaan, sehingga
ia membayar seluruh jumlah iuran, namun tidak mendapatkan apa-apa. Demikian
juga pihak perusahaan asuransi tidak bisa menetapkan jumlah yang akan diberikan
dan yang akan diterima dari setiap akad
secara terpisah. Dalam hal ini, terdapat hadits Abu Hurairah ra, bahwasanya
ia berkata :
َ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ
Artinya:
Rasulullah saw melarang jual beli dengan cara hashah (yaitu: jual
beli dengan melempar kerikil) dan cara lain yang mengandung unsur penipuan. (HR
Muslim, no : 2787 )
Kedua: Perjanjian Asuransi Bisnis ini termasuk bentuk
perjudian (gambling), karena mengandung unsur mukhatarah (spekulasi pengambilan
resiko) dalam kompensasi uang, juga
mengandung (al ghurm) merugikan satu pihak tanpa ada kesalahan dan tanpa sebab,
dan mengandung unsur pengambilan keuntungan tanpa imbalan atau dengan imbalan
yang tidak seimbang. Karena pihak peserta (penerima asuransi) terkadang baru
membayar sekali iuran asuransi, kemudian terjadi kecelakaan, maka pihak perusahaan
terpaksa menanggung kerugian karena harus membayar jumlah total asuransi tanpa
imbalan. Sebaliknya pula, bisa jadi tidak ada kecelakaan sama sekali, sehingga
pihak perusahaan mengambil keuntungan dari seluruh premi yang dibayarkan
seluruh peserta secara gratis. Jika terjadi ketidakjelasan seperti ini, maka
akad seperti ini termasuk bentuk perjudian yang dilarang oleh Allah swt,
sebagaimana di dalam firman-Nya :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ
وَالأَنصَابُ وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman,
sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi
nasib de-ngan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka
jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan." ( QS.
Al-Maidah: 90).
Ketiga: Perjanjian Asuransi Bisnis itu mengandung unsur
riba fadhal dan riba nasi'ah sekaligus. Karena kalau perusahaan asuransi
membayar konpensasi kepada pihak peserta (penerima jasa asuransi) , atau kepada
ahli warisnya melebihi dari jumlah uang yang telah mereka setorkan, berarti itu
riba fadhal. Jika pihak perusahaan membayarkan uang asuransi itu setelah
beberapa waktu, maka hal itu termasuk riba nasi'ah. Jika pihak perusahaan
asuransi hanya membayarkan kepada pihak nasabah sebesar yang dia setorkan saja,
berarti itu hanya riba nasi'ah. Dan kedua jenis riba tersebut telah diharamkan
berdasarkan nash dan ijma' para ulama.
Keempat: Akad Asuransi Bisnis juga mengandung unsur rihan (taruhan) yang diharamkan. Karena mengandung unsur
ketidakpastian, penipuan, serta
perjudian. Syariat tidak membolehkan taruhan kecuali apabila
menguntungkan Islam, dan mengangkat syiarnya dengan hujjah dan senjata. Nabi
saw telah memberikan keringanan pada taruhan ini secara terbatas pada tiga hal
saja, sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah ra, bahwasnya Rasulullah saw
bersabda :
لَا سَبَقَ إِلَّا فِي خُفٍّ أَوْ فِي حَافِرٍ أَوْ نَصْلٍ
Artinya: Tidak ada perlombaan kecuali dalam hewan yang bertapak kaki ( unta),
atau yang berkuku (kuda), serta
memanah." (Hadits Shahih Riwayat Abu Daud, no : 2210)
Asuransi tidak termasuk dalam kategori tersebut, bahkan
tidak mirip sama sekali, sehingga diharamkan.
Kelima: Perjanjian Asuransi Bisnis ini termasuk mengambil
harta orang tanpa imbalan. Mengambil harta tanpa imbalan dalam semua bentuk
perniagaan itu diharamkan, karena termasuk yang dilarang dalam firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُمْ
بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ وَلاَ
تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu;
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." (QS.An-Nisa': 29).
Keenam: Perjanjian Asuransi Bisnis itu mengandung unsur
mewajibkan sesuatu yang tidak diwajibkan oleh syara'. Karena pihak perusahaan
asuransi tidak pernah menciptakan bahaya dan tidak pernah menjadi penyebab
terjadinya bahaya. Yang ada hanya sekedar bentuk perjanjian kepada pihak
peserta penerima asuransi, bahwa perusahaan akan bertanggungjawab terhadap bahaya yang
kemungkinan akan terjadi, sebagai imbalan dari sejumlah uang yang dibayarkan
oleh pihak peserta penerima jasa asuransi. Padahal di sini pihak perusahaan
asuransi tidak melakukan satu pekerjaan apapun untuk pihak penerima jasa, maka
perbuatan itu jelas haram.
BAB
III
P E
N U T U P
Berdasarkan pembahasan pada bab –
bab diatas, maka penulis dapat mengambil beberapa kesmpulan dan saran – saran
sebagai berikut:
A.
Kesimpulan
1. Dalam Ensikloped Indonesia di sebutkan bahwa
asuransi ialah jaminan atau perdagangan yang di berikan oleh penanggung kepada
yang bertanggung utk risiko kerugian sebagai yang ditetapkan dalam surat
perjanjian bila terjadi kebakaran kecuriam kerusakan dan sebagainya ataupun
mengenai kehilangan jiwa atau kecelakaan lainnya dengan yang tertanggung
membayar premi sebanyak yang di tentukan kepada penanggung tiap-tiap bulan.
2. Asuransi
ditinjau dari aspek peserta, maka dibagi menjadi : Asuransi Pribadi (Ta'min Fardi):
yaitu asuransi yang dilakukan oleh seseorang untuk menjamin dari bahaya
tertentu. Asuransi ini mencakup hampir seluruh bentuk asuransi, selain asuransi
sosial dan asuransi sosial (Ta'min Ijtima'i) , yaitu asuransi (jaminan) yang diberikan kepada komunitas tertentu,
seperti pegawai negri sipil (PNS), anggota ABRI, orang-orang yang sudah
pensiun, orang-orang yang tidak mampu dan lain-lainnya.
B.
Saran - Saran
1.
Disarankan kepada umat islam untuk dapat memperdalam ilmu tentang hukum Islam.
2.
Disarankan kepada mahasiswa untuk dapat belajar dengan giat
terutama tentang hukum Islam.
3.
Disarankan kepada pihak orang tua agar dapat mendidik anak sesuai dengan tuntunan
Islam.
DAFTAR
PUSTAKA
Rahmat Husein, Asuransi Takaful
Selayang Pandang dalam Wawasan Islam dan Ekonomi, Jakarta: Lembaga
Penerbit FE-UI, 1997.
Jafril Khalil, Asuransi Syariah dalam
Perspektif Ekonomi: Sebuah Tinjauan, Jurnal Hukum Bisnis Volume 22, Nomor
2 Tahun 2003.
Syekh Husain bin Muhammad al Malah, Al
fatwa Nasyatuha wa Tathuwuruha, Beirut:
Al-Hakim, 1989.
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam
Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, cet. 7, Jakarta: PT RajaGrafmdo
Persada, 1999.
A. Djajuli dan Yadi Janwari,
Lembaga-lembaga Perekonamian Umat (Sebuah Pengenalan), Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002.