BAB I
P E N D A H U L U A N
A. Latar
Belakang Masalah
Membicarakan masalah ilmu pengetahuan dan
filsafat, kita akan memperoleh berbagai pengetahuan dan hikmat. Karena ilmu
akan memberikan kepada kita pengetahuan dan filsafat akan memberi kita hikmat.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa filsafat meliputi lima cabang pembahasan
yakni: logika, estetika, etika, politika dan metafisika. Dengan jelas dapat
kita amati bahwa bersama perjalanan waktu ilmu pengetahuan berjalan maju dengan
pesatnya, sementara filsafat berjalan lambat dan pelan. Ha1 ini disebabkan
karena filsafat lebih banyak memikul beban yang berat daripada ilmu. Karena
tugas filsafat adalah menyelesaikan porsoalan persoalan yang belum mendapatkan
penyelesaiannya dalam bidang ilmu/dal.am lapangan ilmu.
Diantara persoalan persoalan pelik yang harus
diselesaikan filsafat adalah penentuan mana yang baik mana yang buruk,
disamping filsafat juga mencari dan menentukan
sampai dimana batas kebebasan, dan lebih dari itu iapun membicarakan
masalah masalah hidup dan mati. Oleh sebab itu setiap ilmu sebenarnya selalu
dimulai dengan filsafat dan berkesudahan sebagai seni. Ia tumbuh dalam
hypothesis tinjauan ilmu dan terus mengalir menurutkan arus kemajuan. Sedangkan
filsafat adalah sebagai interpretasi dari sesuatu yang belum dikenal dengan
sungguh sungguh sebagai adanya dalam lapangan etika dan filsafat politik, jika
keduanya menjadi terang, maka sesungguhnya yang membawanya ke tempat terang
adalah filsafat sehingga menjadilah ia ilmu. Itulah sebabnya ilmu dikatakan
dimulai dari filsafat dan berakhir
sebagai seni.
Para sarjana muslim telah membawa filsafat ke
tengah gelanggang Islam untuk menyuluhi isi al-Qur’an dan untuk membawanya
ketempat terang guna menyinari akal manusia dan kemudian memtiknya sebagai ilmu.
Dalam hal ini filsafat diumpamakan sebagai garis peran terdepan untuk mengepung
dan menaklukkan kebenaran, sedangkan ilmu diumpamakan sebagai daerah yang telah
diduduki oleh filsafat. Di belakang daerah pendudukan terdapat daerah aman
dimana ilmu dan seni menyempurnakan ketidaksempurnaan kita dalam dunia yang
penuh dengan serba aneka keajaiban. Thooreau mengatakan: Bah¬va menjadi filosof
bukan berarti mempunyai pikiran besar dan tidak pula karena mendirikan
perguruan filsafat, akan tetapi filosof adalah orang yang mencintai
kehidupannya. Seorang filosof adalah orang yang senantiasa mencari hikmat
kabenaran. Kebenaran tidaklah menjadikan orang yang memilikinya kaya, akan
tetapi kebenaran menjadikan orang yang mg milikinya bebas.
BAB II
P E M B A H A S A N
A.
Pengertian Filsafat pendidikan
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo
yang berarti cinta, dan kata Sophos yang berarti ilmu atau
hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta cinta terhadap ilmu atau
hikmah.[1]
Terhadap pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat bukanlah
hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha
mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap positif
terhadapnya. Selanjutnya ia menambahkan bahwa filsafat dapat pula berarti
mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha
menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.
Selain itu terdapat pula teori lain yang mengatakan bahwa filsafat
berasal dari kata Arab falsafah, yang berasal dari bahasa
Yunani, Philosophia:
philos berarti cinta, suka (loving), dan sophia yang
berarti pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi,
Philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada
kebenaran atau lazimnya disebut Pholosopher yang dalam bahasa Arab
disebut failasuf.
Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan bahwa pengertian filsafat
telah mengalami perubahan-perubahan sepanjang masanya. Pitagoras
(481-411 SM), yang dikenal sebagai orang yang pertama yang menggunakan
perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan di atas dapat diketahui bahwa
pengertian fisafat dar segi kebahsan atau semantik adalah cinta terhadap
pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat adalah suatu kegiatan
atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau kebikasanaan sebagai sasaran
utamanya.
B.
Aliran Empirisme Dalam Filsafat Pendidikan
Empirisme adalah salah satu aliran
dalam filosof yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan
serta pengetahuan itu sendiri, dan mengecilkan peranan akal.[2]
Istilah Empirisme diambil dari bahasa Yunani yaitu emperia yang berarti coba-
coba atau pengalaman. Sebagai tokohnya adalah Francis Bacou , Thomas Hobbes,
John Locker, dan David Hume. Karana adanya kemajuan ilmu pengetahuan dapat
dirasakan manfaatnya, pandangan orang terhadap filsafat mulai merosot.
Hal itu terjadi karena filsafat
dianggap tidak berguan lagi bagi kehidupan. Pada sisi lain ilmu pengetahuan
yang bermanfaat, pasti, dan benar hanya diperoleh lewat indra ( empiri) dan
empirilah satu- satunya sumber pengetahuan. Pemikiran tersebut lahir dengan
nama Empirisme.
C.
Tokoh – Tokoh Aliran Empirisme
1. Francis Bacon ( 1210- 1292 M )
Dari mudanya Bacon sudah mempunyai
minat terhadap filsafat. Akan tetapi waktu dewasa ia menjabat pangkat- pangkat
tinggi dikerjakan inggris kemudian diangkat dalam golongan bangsawan. Setelah
berhenti dari jabatannya yang tinggi. Barulah ia mulai menuliskan filsafatnya.
Menurut Franccis Bacon bahwa
pengetahuan ynag sebenarnya adalah pengetahuan yang diterima orang melaui
persatuan inderawi dengan dunia fakta. Pengalaman merupakan sumber pengetahuan
yang sejati. Denagn demikian bagi Bacon cara memcapai pengetahuan itupun segera
nampak dengan jelasnya. Haruslah pengetahuan itu dicapai dengan mempengaruhi
induksi. Haruslah kita sekarang memperhatikan yang konkrit, mengumpulkan,
mengadakan kelompok- kelompok, itulah tugas ilmu pengetahuan.
2. Thomas Hobbes (1588- 1679 M )
Thomas hobbes adala seorang ahli
piker yang lahir di Malmesbury, ia adalah anak dari seorang pendeta. Menurutnya
bahwa pengalaman interawi sebagai permulaan segala pengetahuan. Hanya sesuatu
yang dapat disentuh dengan inderalah yang merupakan kebenaran. Pengetahuan kita
tak mengatasi pengindraan dengan kata lain pengetahuan yang benar hanyalah
pengetahuan indera saja, yang lain tidak.
Ada yang menyebut Hobbes itu
menganut sensualisme, karena ia amat mengutamakan sensus (indra) dalam
pengetahuan. Tetapi dalam hubungan ini tentulah ia anggap salah satu dari
penganut empirisme, yang mengatakan bahwa persantuhan denag indera( impiri)
itulah yang menjadi pangkal dan sumber pengetahuan.
Pendapatnya adalah bahwa ilmu
filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan yang sifatnya umum. Menurutnya filsafat
adalah suatu ilmu pengetahuan tentang akibat- akibat atau tentang gejela-
gejela yang doperoleh. Sasaran filsafat adalah fakta, yaitu untuk mencari
sebab-sebabnya. Segala yang ditentukan oleh sebab, sedangkan prosesnya sesuai
dengan hukum ilmu pasti/ ilmu alam.
3. John Locke ( 1932- 1704 M )
John locke dilahirkan di Wrington,
dekat Bristol, inggris. Ia adalah filosof yang banyak mempelajari agama
Kristen. Disamping sebagai seorang ahli hukum ia juga menyukai filsafat dan
teologi, mendalami ilmu kedokteran, dan penelitian kimia. Dalam mencapai
kebenaran, sampai seberapa jauh (bagimana) manusia memakai kemampuannya.
Ia hendak menyelidiki kemampuan
pengetahuan manusia sampai kemanakah ia dapat mencapai kebenaran dan
bagimanakah mencapainya itu. Dalam penelitiannya ia memakai istilah sensation
dan reflecaton. Sensation adalah suatu yang dapat berhubungan itu, reflection
adalah pengenalan intuitif yang memberikan pengetahuan kepada manusia, yang
lebih baik daripada sensation.
John lock berargumen:
1)
Dari jalan masuknya pengetahuan kita mengetahui bahwa innate itu
tidak ada, memang agak umum orang beranggapan bahwa innate itu ada. Ia itu
seperti ditempelkan pada jiwa manusia, dan jiwa membawanya ke dunia ini.
Sebenarnya kenyataan telah cukup menjelaskan kepada kita bagaimana pengetahuan
itu dating, yakni melalui daya-daya yang alamiah tanpa bantuan kesan-kesan
bawaan, dan kita sampai pada keyakinan tanpa suatu pengertian asli.
2)
Persetujuan umum adalah argument yang terkuat. Tidak ada sesuatu
yang dapat disetujui oleh umum tentang adanya innate idea justru dijadikan
alasan untuk mengatakan ia tidak ada.
3)
Persetujuan umum membuktikan tidak adanya innate idea.
4)
Apa innate itu sebenarnya tidaklah mungkin diakui dan sekaligus
juga tidak diakui adanya. Bukti-bukti yang mengatakan ada innate itu ada justru
saya jadikan alasan untuk mengatakan ia tidak ada.
5)
Tidak juga dicetakkan (distempelkan) pada jiwa sebab pada anak
idiot ide yang innate itu tidak ada padahal anak normal dan akan “idiot
sama-sama berpikir”.
4. David Hume ( 1711- 1776 M )
David Hume menjadi terkenal oleh
bukunya. Buku hume, treatise of human nature (1739 M). ditulisnya tatkala ia
masih muda, yaitu tatkala ia berumur dua puluh tahunan. Buku itu tidak terlalu
banyak menarik perhatian orang, karenanya hume pindah kesubyek lain, lalu ia
menjadi seorang yang terkenal sebagai sejarawan.[3]
Kemudian pada tahun 1748 M ia
menulis buku yang memang terkenal, yang disebutnya An Enqury Cincering Human
Understanding, waktu mudanya ia juga berpolitik tetapi tak terlalu mendapat
sukses. Ia menganalisa pengertian substansi. Seluruh pengetahuan itu tak lain
dari jumlah pengaman kita.
Apa saja yang merupakan pengetahuan
itu hanya disebabkan oleh pengalaman. Adapun yang bersentuhan dengan indra kita
itu sifat-sifat atau gejala-gejala dari hal tersebut. Yang menyebabkan kita
mempunyai pengertia sesuatu yang tetap – substansi – itu tidak lain dari
perulangan pengalaman yang demikian acap kalinya, sehingga kita menganggap
mempunyai pengertian tentang suatu hal, tetapi sebetulnya tidak ada substansi
itu hanya anggapan, khayal, sebenarnya tidak ada.
BAB III
P E N U T U P
Berdasarkan
uraian-uraian yang penulis kemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab
terakhir ini penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan serta mengajukan
beberapa saran.
A. Kesimpulan
1. Secara harfiah,
kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan kata Sophos yang
berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta cinta
terhadap ilmu atau hikmah.
2. Empirisme
adalah salah satu aliran dalam filosof yang menekankan peranan pengalaman dalam
memperoleh pengetahuan serta pengetahuan itu sendiri, dan mengecilkan peranan
akal.
B. Saran -
Saran
1. Disaran
Bagi umat islam yang hendak melakukan pengkajian yang sangat mendalam tentang
filsafat, karena ilmu ini sangat penting dalam pendidikan
2. Disarankan
kepada pihak Perguruan Tinggi Islam untuk dapat menyediakan Dosen yang ahli
dalam masalah filsafat.
DAFTAR PUSTAKA
Jalaluddin dan Idi, Abdullah, Filsafat Pendidikan, Gaya
Media Pratama, Jakarta: 2002
Munawwaroh, Djunaidatul dan Tanenji, Filsafat Pendidikan
(perspektif islam dan umum), UIN Jakarta Press, Jakarta: 2003
Prasetya, Filsafat Pendidikan Untuk IAIN, STAIN,PTAIS,
Penerbit Pustaka Setia, Bandung: 1997
Saifullah, Ali, Antara Filsafat dan Pendidikan, Usaha
Nasional, Surabaya: 1997.
[1]
Abuddin Nata, M.A., Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I,( Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 1997), hal 28
[2]
Jalaluddin dan Idi, Abdullah, filsafat pendidikan, (Jakarta: Gaya Media
Pratama, 2002), hal 26
[3]
Munawwaroh, Djunaidatul dan Tanenji, Filsafat Pendidikan (perspektif islam
dan umum), (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2003), hal 36
0 Comments
Post a Comment