Pengertian Kriteria Pengajaran PAI
BAB I
P E
N D A H U L U A N
A.
Latar Belakang Masalah
Keberhasilan dari suatu pelaksanaan pendidikan
itu akan sangat ditentukan oleh beberapa faktor. Salah satu faktor tersebut
adalah metode pendidikan. Apabila kita perhatikan dalam proses perkembangan pendidikan
Agama Islam di Indonesia, bahwa salah satu gejala negatif sebagai penghalang
yang paling menonjol dalam pelaksanaan pendidikan agama ialah masalah metode
mengajar agama. Meskipun metode tidak akan berarti apa-apa bila dipandang
terpisah dari komponen-komponen pendidikan yang lain.[1]
Dalam kaitannya dengan metode sebagai alat
untuk mencapai tujuan pendidikan Islam, dimana tujuan umum pendidikan Islam
adalah membimbing anak agar menjadi orang muslim sejati, beriman teguh, beramal
shaleh dan berakhlak mulia serta berguna bagi masyarakat, agama dan negara.[2]
Maka diperlukan usaha dalam mencapai tujuan tersebut, pendidikan merupakan
suatu usaha sedangkan metode merupakan cara untuk mempermudah dalam mencapai
tujuan. Dalam hal ini keteladanan berperan penting sebagai sebuah metode dalam
mencapai tujuan dari pendidikan Islam.
BAB II
P E M BA H A S A N
A.
Pengertian Kriteria Pengajaran PAI
Kriteria pengajaran Pendidikan Agama Islam adalah
persyaratan atau macam-macam pengajaran PAI yaitu dari segi penggunaan metode.
Berbicara kriteria tentunya dari sekian banyak mata pelajaran PAI kriteria
metode yang digunakan seperti apa.
a).
Macam-Macam Metode Pengajaran PAI
Bahan pelajaran agama tidak diragukan lagi mengandung
nilai-nilai bagi pembentukan pribadi muslim tetapi kalau diberikan dengan cara
yang kurang wajar misalnya anak disuruh menghafal secara mekanis apa yang disampaikan oleh guru atau yang terdapat
di dalam buku-buku pelajaran, tidak mustahil akan timbul pada diri anak, murid
merasa tidak senang dengan guru agamanya. Oleh karena itu, diperlukan metode
yang tepat untuk setiap jenis bahan memerlukan jenis belajar sendiri. Pada
umumnya dikenal jenis bahan dan jenis belajar yang sesuai dengannya.
Bahan yang memerlukan pengamatan. Pengetahuan yang dimiliki
oleh anak pada umumnya diperoleh melalui
pengamatan/alat indera. Bahan pelajaran agama di Madrasah Tsanawiyah pada
umumnya dapat dipelajari melalui pengamatan melalui indera / pengamatan
(Sensory type of learning). Contoh pengetahuan tentang shalat dan
pelaksanaannya. Dengan mendengar uraian guru murid dapat mengetahui belai
indera pendengar, dan begitu juga dengan membaca maka indera penglihatan yang
berfungsi dari contoh di atas maka metode yang cocok adalah metode ceramah
metode resitasi atau metode proyek (dalam hal ini proyek tentang shalat)
Bahan yang memerlukan keterampilan atau gerakan tertentu.
Untuk mengusai bahan sejenis ini seseorang terutama harus belajar secara motoris (motor type of learning)
contoh bahan pelajaran tentang jenazah
(mengkafani jenazah) untuk mengusai keterampilan itu guru harus memberi
kesempatan kepada murid melakukan serangkaian kegiatan yang berhubungan dengan
gerakan-gerakan atau keterampilan mengukur, menggunting, membungkus serta
keterampilan membaca doa atau bacaan yang berhubungan dengan jenazah. Dari
contoh di atas maka metode yang relevan adalah metode demonstrasi dan drill.
Bahan yang
mengandung materi hafalan. Bahan pelajaran agama yang seperti ini termasuk
cukup banyak dan segera harus diketahui dan dihafalkan karena akan digunakan
dalam beribadah dan beramal untuk mempelajari bahan hafalan ini diperlukan
jenis belajar menghafal (memory type of learning). Belajar dengan menghafal sering menimbulkan penyakit
verbalisme yaitu anak tahu cara penyebutan kata-kata, definisi dan sebagainya,
tetapi tidak dipahami. Untuk menghindari
anak dari penyakit tersebut perlu diperhatikan prinsip-prinsip berikut :
Bahan yang akan diajarkan hendaknya diusahakan agar dipahami benar-benar oleh
anak. Dan Bahan hafalan hendaknya merupakan suatu kebulatan jadi untuk materi
hafalan metode yang relevan adalah metode resitasi dan tanya jawab
Bahan yang mengandung unsur emosi. Bahan yang mengandung
emosi seperti kejujuran, keberanian, kesabaran, kegembiraan, kasih sayang dan
sebagainya. Bahan seperti ini memerlukan jenis belajar tersendiri yang disebut
emosional type of learning, dibandingkan dengan jenis belajar yang lain, jenis
belajar emosi ini belum mendapat perhatian sebagai mana mestinya. Hal ini
mungkin disebabkan oleh karena jenis belajar ini kurang dipahami dan
pelaksanaannya tidak mudah.
Contoh: akhlak terhadap diri sendiri, bahan yang akan
dipelajari adalah sabar, pemaaf, pemurah, dan menjauhi sifat dendam untuk
mencapai hal tersebut guru harus mengusahakan agar anak memperoleh pengalaman
sebanyak-banyaknya. Jadi dengan menggunakan metode sosiodrama/bermain peranan
dan service project. Hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaannya adalah
ü Harus ada pada anak suatu ide tentang sifat sabar, pemaaf
dan sebagainya
ü Timbul emosional pada diri anak, yaitu ia merasa bahwa
sifat itu baik atau tidak baik
ü Sifat-sifat itu harus dilatih, dilaksanakan dalam
perbuatan
dari bentuk keempat kriteria pengajaran PAI maka dapat
disesuaikan apakah keempat kriteria itu termasuk dalam bidang studi fiqhi,
aqidah, akhlak, dan mata pelajaran yang lain. Yang mana dalam pengajaran agama
dikenal beberapa metode dalam pengajaran seperti
ü Metode ceramah
ü Metode kisah
ü Metode amsah/analogi
B.
Pengertian Evaluasi
Kegiatan “mengukur” atau “melakukan pengukuran” adalah
merupakan kegiatan yang paling umum dilakukan dan merupakan tindakan yang
mengawali kegiatan evaluasi dalam penilaian hasil belajar. Kegiatan “mengukur”
itu pada umumnya tertuang dalam bentuk tes dengan berbagai variasinya. Teknik
tes bukan satu-satunya teknik untuk melakukan evaluasi hasil belajar, sebab
masih ada teknik lainnya yang dapat dipergunakan, yaitu teknik non-tes.[3]
Dengan teknik non-tes maka penilaian atau evaluasi hasil belajar peserta didik
dilakukan dengan tanpa “menguji” peserta didik, melainkan dengan berbagai cara,
seperti Skala, Angket, Wawancara, Observasi. Namun dalam makalah kami tidak
kami bahas secara spesifik mengingat keterbatasan ruang lingkup pembahasan dan
akan di bahas lebih spesifik lagi pada materi-materi kuliah yang lain.
a).
Langkah-langkah evaluasi materi PAI
Secara umum langkah-langkah pokok evaluasi pendidikan
meliputi tiga kegiatan utama yaitu:
ü Persiapan
ü Pelaksanaan
ü Pengolahan hasil
Ketiga langkah tersebut dapat dijabarkan dalam
langkah-langkah yang lebih operasional meliputi :
ü Perencanaan dan perumusan kriterium
ü Pengumpulan data
ü Persifikasi data
ü Pengolahan data
ü Penafsiran data
Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut :
a).
Langkah Perencanaan dan Perumusan Kriterium
Merencanakan pada dasarnya menentukan kegiatan yang
hendak dilakukan pada masa depan. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengatur
berbagai sumber daya agar hasil yang dicapai sesuai dengan yang diharapkan.
Perencanaan adalah proses penentuan tujuan atau sasaran yang hendak dicapai dan
menetapkan jalan dan sumber yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu seefektif
mungkin.
Dalam langkah perencanaan dan perumusan kriterium hal-hal
yang dilakukan mencakup:
ü Perumusan tujuan evaluasi
ü Penetapan aspek-aspek yang akan diukur
ü Menetapkan metode dan bentuk tes
ü Merencanakan waktu evaluasi
ü Melakukan uji coba tes untuk mengukur validitas dan
reabilitasnya sebelum digunakan.
Dalam langkah perencanaan ini perlu kita lakukan segenap
langkah pendahuluan yang dapat kita temukan, misalnya: penyusunan jadwal untuk
waktu waktu pengumpulan data, mempersiapkan alat yang digunakan untuk
mengumpulkan data, menentukan jenis-jenis data yang harus dikumpulkan,
menentukan jenis-jenis pengolahan data yang akan dikerjakan dll.
Sukses yang akan dicapai oleh suatu program evaluasi
telah turut ditentukan oleh memadai atau tidaknya langkah-langkah yang
dilaksanakan dalam perencanaan ini. Yang dapat kita lakukan dalam taraf perencanaan
ini ialah soal-soal yang berhubungan dengan pertanyaan untuk evaluasi yang akan
dipergunakan kemudian. Yang paling penting kita lakukan dalam taraf perencanaan
ini ialah berapa kalikah dalam satu tahun kita harus mengadakan evaluasi
Untuk mengambil keputusan mengenai soal tersebut
pertimbangan yang harus kita utamakan ialah kelengkapan gambaran tentang
pertumbuhan para siswa dalam kecakapan yang kita ajarkan. Artinya jumlah yang
akan kita tetapkan mengenai evaluasi yang akan kita adakan dalam jangka waktu
satu tahun itu kita hubungkan dengan tujuan memperoleh gambaran yang lengkap
mengenai kemajuan yang akan dicapai oleh para siswa selama jangka waktu setahun
itu pula. Kalau pertumbuhan yang akan dicapai oleh para siswa kita tadi dapat
kita bayangkan sebagai suatu pertumbuhan yang terdiri dari empat fase misalnya,
maka ada baiknya untuk mengadakan empat kali evaluasi selama jangka waktu satu
tahun tadi.
b).
Pengumpulan Data
Pengumpulan data dimaksudkan untuk memperoleh informasi
tentang keadaan obyek dengan menggunakan alat yang telah diuji cobakan. Untuk
mengumpulkan data dapat menggunakan metode tes tulis, tes lisan, dan tes
tindakan yang akan dibicarakan tersendiri
Langkah-langkah pengumpulan data :
Ø Menentukan data apa saja yang kita butuhkan untuk melakukan
tugas evaluasi yang kita hadapi dengan baik, penentuan data yang harus
dikumpulkan untuk keperluan tugas evaluasi ini berhubungan erat dengan rumusan
tentang tugas kita dalam suatu usaha pendidikan. Rumusan tentang tugas kita
sebagai seorang pengajar dalam suatu usaha pendidikan menghasilkan suatu
ketentuan-ketentuan tentang tujuan yang harus kita capai dengan materi yang
kita ajarkan. Adapun rumusan tentang tujuan yang harus kita capai untuk
menentukan aspek-aspek manakah dari seluruh pertumbuhan seorang anak, maupun
sekelompok siswa terutama harus kita perhatikan dan manakah serta sampai ke
tarap manakah pertumbuhan aspek-aspek ini kita arahkan.
Ø Menentukan cara-cara yang harus kita tempuh untuk
memperoleh setiap jenis data yang kita butuhkan. Adapun dalam pemilihan cara
yang akan kita tempuh untuk memperoleh suatu data biasanya ditentukan oleh
teori atau pandangan yang kita atur secara standar atau tidak.
Ø Pemilihan alat yang akan kita pergunakan dalam
pengumpulan data. Biasanya pengetahuan
mengenai alat-alat yang telah tersedia akan merupakan suatu pegangan yang
sangat berguna dalam pengumpulan data.[4]
c).
Persifikasi Data
Penelitian data atau verifikasi data maksudnya ialah
untuk memisahkan data yang “baik” yang akan dapat memperjelas gambaran yang
akan kita peroleh mengenai individu atau sekelompok individu yang sedang kita
evaluasi, dari data yang kurang baik yang hanya akan merusak atau mengaburkan
gambaran yang akan kita peroleh apabila turut kita olah juga.
Pada langkah ini data yang terutama membutuhkan
verifikasi ialah data yang kita terima dari pihak lain mengenai orang yang
sedang dievaluasi jadi bukan data yang kita peroleh sebagai hasil observasi
kita sendiri tehadap orang sedang dievaluasi tadi. Pernyataan ini tentu saja
tidak berarti bahwa setiap data yang kita kumpulkan sendiri dapat dianggap
sebagai data yang sudah pasti terjamin “kebaikannya”. Tentu saja kemungkinan
selalu ada bahwa data yang kita peroleh sebagai hasil dari pemeriksaan langsung
terhadap orang yang dievaluasi yang kita sebut data yang berasal dari sumber
pertama mengandung pula keasalahan-kesalahan. Banyaknya faktor yang dapat
menyebabkan masuknya data yang mengandung kesalahan-kesalahan ini.
Tetapi oleh karena itu selalu menyadari baik-buruknya
setiap data yang kita pergunakan untuk memperoleh data lengsung dari otak yang
bersangkutan tadi, karena dalam evalasi yang baik, kita selalu berusaha untuk
hanya mempergunakan alat-alat yang sebaik-baiknya yang tersedia bagi kita. Oleh
karena kita telah mempergunakan cara-cara pencatatan yang baik biasanya dengan
telah dilakukannya berbagai langkah pencegahan semacam ini kita pun dapat
merasa cukup pasti “akan kebaikan” atau “kebersihan” data yang langsung kita
peroleh dari sumber pertama tadi.
Tetapi tidaklah demikian halnya dengan data yang kita
peroleh dari sumber kedua atau sumber ketiga, yaitu data yang kita peroleh
tentang seseorang atau sekelompok orang melalui orang lain yang langsung
mengenai orang yang kita evaluai tadi. Dalam hal semacam ini banyaklah hal yang
tidak kita ketahui tentang kebaikan atau kebenaran data yang diberikan kepada
kita.
Dari uraian diatas dapat diduga bahwa panjang-pendeknya
suatu langkah penelitian terhadap sekumpulan data ditentukan oleh berbagai
faktor. Ada kalanya proses penelitian itu berlangsung sebentar saja.
d).
Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan untuk menjadikan data lebih
bermakna, sehingga dengan data itu orang dapat memperoleh beberapa gambaran
yang lebih lengkap tentang keadaan peserta didik.
Jadi hal ini berarti bahwa tanpa kita olah, dan diatur
lebih dulu data itu sebenarnya tidak dapat menceritakan suatu apa pun kepada
kita. Makna yang sebenar-benarnya baru akan kita peroleh keterangan-keterangan
yang datang dari berbagai pihak kita adakan pengolahan dalam pengolahan dalam
arti kata kita gabungkan, kita satu-satukan yang akan kita anyam seolah-olah
kita kombinasikan barulah akan kita peroleh gambaran data tersebut yang akan
kita ketahui maknanya.
Fungsi pengolahan data yang telah disajikan hingga
sekarang ini, jelaslah fungsi pengolahan data dalam proses evaluasi yang perlu
disadari benar-benar pada taraf pembicaraan sekarang ini ialah bahwa untuk
memperoleh gambaran yang selengkap-lengkapnya tentang diri orang yang sedang
dievaluasikan, langkah pengolahan data ini merupakan keharusan.
e).
Penafsiran Data
Langkah ini merupakan verbalisasi atau pemberian makna
dari data yang telah diolah, sehingga tidak akan terjadi penafsiran yang
overstatement maupun penafsiran understatement. Kalau kita perhatikan segenap
uraian yang telah disajikan mengenai langkah data tadi akan segera tampak bahwa
memisahkan langkah penafsiran dari langkah pengolahan sebenarnya merupakan
suatu pemisahan yang terlalu dibuat-buat. Memang dalam praktek kedua langkah
ini tidak dipisah-pisahkan kalau kita melakukan suatu pengolahan terhadap
sekumpulan data, dengan sendirinya kita akan memperoleh “tafsir” makna data
yang kita hadapi. Sering terasa pada kita bahwa sesuatu telah terumuskan dengan
jelas dalam pikiran kita tetapi kita tidak berhasil juga menemukan kata-kata
yang dapat untuk isi pikiran tadi.
Dalam situasi-situasi tertentu sering kita dapat lari ke
suatu bahasa asing yang telah berhasil menciptakan lambang atau kata, terutama
itu untuk isi pikiran semacam itu tetapi dalam situasi yang lain lagi berbahasa
maupun kita hendak melarikan diri tetapi tidak dapat kita temukan kata-kata
yang tepat. Dalam situasi yang terakhir ini kita mendapatkan diri kita dalam
suatu keadaan oleh pikiran yang tertekan. Kalau hal yang tak terkatakan tadi
sering muncul dalam pikiran kita, kita pun akan berusaha sekeras-kerasnya untuk
menemukankata yang tepat dan lahirlah sebagai hasil usaha semacam itu
“kata-kata baru” istillah-istillah baru[5].
Introduksi di atas disajikan di sini untuk sekedar
meminta perhatian pembaca terhadap kesulitan-kesulitan yang mungkin terjadi
dalam rumusan tafsiran yang dapat diberikan terhadap sekumpulan data yang telah
diolah.
C.
Bentuk-Bentuk
Evaluasi Berdasarkan Kriteria Materi PAI
Mengamati dari pembahasan diatas tentang metode
pengajaran materi PAI yang meliputi 4 bahan ajar dan lengkah-langkah penyusunan
evaluasi maka dapat kami sebutkan beberapa contoh dari bentuk-bentuk penilaian
yang sesuai dengan karakteristik materi PAI meskipun banyak bentuk-bentuk
evaluasi yang mungkin belum kami temui dan belum kami ketahui, berdasarkan
pemahaman kami bentuk-bentuk evaluasi berdasarkan karakteristik materi PAI
adalah sebagai berikut :
Ø Berdasarkan bahan ajar yang memerlukan pengamatan. Contoh
pengetahuan tentang shalat dan pelaksanaannya. Maka bentuk evaluasi yang sesuai
adalah : test tulis, tanya jawab/wawancara dll. (meliputi pemahaman tentang
tata cara sholat, dasar-dasar diperintahkannya sholat, rukun dan sunnah-sunnah
dalam sholat dll).
Ø Berdasarkan bahan ajar yang memerlukan keterampilan atau
gerakan tertentu. contoh bahan pelajaran
tentang jenazah (mengkafani jenazah). Maka bentuk evaluasi yang sesuai adalah
praktek, tes tulis, dll (meliputi tata cara mengkafani jenazah dst).
Ø Berdasarkan bahan
ajar yang mengandung materi hafalan. Contoh hafalan tentang surat-surat
pendek semisal surat At Takatsur. Maka bentuk evaluasi yang sesuai adalah tes
lisan (hafalan), tes tulis, dll (meliputi kefasihan dalam menghafal, kelancaran
dan kebenaran hafalan, dll).
Ø Berdasarkan bahan ajar yang mengandung unsur emosi.
Contoh akhlak terpuji semisal kejujuran. Maka bentuk yang sesuai adalah tes
tulis subyektif dan obyektif, tes kecakapan perilaku/wawancara (meliputi
pemahaman tentang kejujuran dan pengamalannya dalam kehidupan sehari-hari,
dll).[6]
BAB III
P E N U T U P
Berdasarkan uraian-uraian yang
penulis kemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab terakhir ini penulis
dapat mengambil beberapa kesimpulan serta mengajukan beberapa saran.
A.
Kesimpulan
1.
Dalam pengajaran agama Islam pada khususnya tentunya memerlukan metode agar
dalam proses belajar mengajar dan hasil belajar akan tercapai sesuai dengan
yang diharapkan.
2.
Dalam kriteria pengajaran PAI ada 4 hal yang harus diperhatikan dan metode
yang relevan untuk digunakan yaitu, : bahan yang memerlukan pengamatan, metodenya
yaitu metode ceramah, resitasi, atau proyek, Bahan yang memerlukan keterampilan
atau gerakan tertentu, metodenya yaitu
demonstrasi dan dril, bahan yang mengandung materi hafalan, metodenya yaitu,
pemberian tugas dan tanya jawab dan bahan yang mengandung unsur emosi,
metodenya yaitu metode sosiodrama/bermain peran dan service project.
B.
Saran - Saran
1.
Disarankan Bagi mahasiswa calon guru untuk dapat menggunakan
metode yang baik dalam mengajar.
2.
Disarankan kepada mahasiswa untuk memperbanyak membaca, karena dengan banyak membaca banyak
ilmu yang didapatkan.
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. Pengembangan Kurikulum dan Sistem Penilaian Berbasis Kompetensi, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Menengah Umum, 2003.
Depdiknas. Standar Kompetensi Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Pusat Kurikulum,
Balitbang Depdiknas, 2003.
Direktorat Jendral Pendidikan Islam
Departemen Agama RI. Direktorat Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Standar Isi Pendidikan Agama Islam (PAI) Sekolah Menengah Atas (SMA), 2008.
Direktorat Pendidikan Agama Islam
(PAI) pada Sekolah. Pedoman Sistem Penilaian Pendidikan Agama Islam (PAI) Sekolah Menengah Atas (SMA),
Direktorat Jendral Pendidikan Islam Depag RI, 2007.
Suharsimi, Arikunto. Dasar-dasar Evaluasi
Pendidikan, Jakarta : PT Bumi Aksara. 2003.
Daradjat, Zakiah. Ilmu Pendidikan
Islam, Jakarta : Bumi Aksara. 2000.
Daryanto. Evaluasi Pendidikan.Jakarta: PT Rineka Cipta. 1999
M. Chabib Thoha. Teknik Evaluasi Pendidikan.Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada. 1996
[1] Zuhairini, Abdul
Gofir, Slamet As. Yusuf, Metodik Khusus
Pendidikan Agama (Surabaya : Usaha Nasional, 1983), hal. 79.
[3] Suharsimi, Arikunto. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : PT Bumi
Aksara. 2003), hal. 30-31.
[6] M. Chabib Thoha. Teknik Evaluasi Pendidikan.(Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada. 1996), hal. 28-29