Pengertian Pendidikan Tauhid
BAB
III
HAKIKAT
PENDIDIKAN TAUHIID
A. Pengertian
Pendidikan Tauhid
Pendidikan merupakan hal yang penting bagi kehidupan manusia.
Dengan pendidikan itulah manusia dapat maju dan berkembang dengan baik,
melahirkan kebudayaan dan peradaban positif yang membawa kebahagian dan
kesejateraan hidup mereka. Hal ini disebabkan semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang makin tinggi pula tingkat kebudayaan dan peradabannya.
Kata pendidikan berasal dari kata dasar didik atau mendidik, yang
secara harfiah berarti “memelihara dan
memberi latihan”[1]. Dalam bahasa Arab kata pendidikan juga berasal dari kata “rabba-yurabbi-tarbiyatan, berarti mendidik, mengasuh dan memelihara”[2]. Bahasa Arab pendidikan
juga sering diambilkan dari kata ‘allama dan addaba. Kata allama
berarti mengajar (menyampaikan pengetahuan), memberitahu, mendidik. “Sedangkan kata addaba lebih menekankan pada melatih, memperbaiki,
penyempurnaan akhlak (sopan santun) dan berbudi baik”[3]. Namun kedua kata tersebut jarang digunakan untuk diterapkan sebagai
wakil dari kata pendidikan, sebab pendidikan itu harus mencakup keseluruhan,
baik aspek intelektual, moralitas atau psikomotorik dan afektif.
Dengan demikian, ada tiga istilah pendidikan dalam konteks Islam
yang digunakan untuk mewakili kata pendidikan, yaitu tarbiyah, ta’lim
dan ta’dib. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, kata tarbiyah dipandang
tepat untuk mewakili kata pendidikan, karena “kata
tarbiyah mengandung arti
memelihara, mengasuh dan mendidik yang ke dalamnya sudah termasuk makna
mengajar atau ‘allama dan menanamkan budi pekerti (addab)”[4]. Walaupun
demikian, baik tarbiyah, ta’lim dan ta’dib, semua merujuk
kepada Allah. Tarbiyah ditengarai sebagai kata bentukan dari kata Rabb,
yang mengacu kepada Allah sebagai Rabbal ‘alamiin. Ta’lim yang
berasal dari kata ‘allama, juga menuju kepada Allah sebagai Zat Yang
Maha Alim. Selanjutnya kata ta’dib memperjelas bahwa sumber utama
pendidikan adalah Allah.
Kata pendidikan juga berpadanan dengan education yang
berarti membimbing; sebagaimana pendapat John Dewey, “the word education
means just a process of leading or bringing up”[5] .
Kata tersebut kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia yang berarti
membimbing kemampuan, potensi dan fitrah yang tersimpan dalam diri anak untuk
mencapai kedewasaan. Dalam Kamus Pendidikan, kata pendidikan diartikan sebagai
“upaya membantu peserta didik untuk mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan,
kecakapan, nilai, sikap dan pola tingkah laku yang berguna bagi hidupnya”[6]. Menurut Muhammad Naquib Al Attas, “Education
is a process of instilling something into human beings”, atau dengan
kata lain “Education is something progressively instilled into man”[7].
Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa pada hakikatnya
pendidikan adalah ikhtiar manusia untuk membantu dan mengarahkan pertumbuhan
dan perkembangan fitrah (kemampuan dasar) atau potensi manusia agar berkembang
sampai titik maksimal sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
Kata tauhid berasal dari kata kerja wahhada, yang
berarti “mengesakan, menyatakan atau mengakui Yang Maha Esa”[8]. Maksudnya ialah keyakinan atau pengakuan
terhadap keesaan Allah, Zat Yang Maha Mutlak. Dalam kamus agama dijelaskan
tentang pengertian tauhid yaitu Tauhid adalah meng-Esakan Tuhan, suatu
kepercayaan yang menegaskan bahwa Tuhan itu Esa, tiada sekutu bagi-Nya, tiada
beranak dan tiada pula diperanakkan, Tuhan yang menciptakan alam semesta
beserta segala isinya yang mengatur dan memelihara serta yang membinasakan[9]. Tauhid menurut pendapat Muhammad Abduh adalah
“asal makna tauhid ialah meyakinkan bahwa Allah adalah satu, tidak ada syarikat
bagiNya”[10].
Keyakinan tentang satu atau Esanya Zat Allah, tidak hanya
percaya bahwa Allah ada, yang menciptakan seluruh alam semesta beserta
pengaturannya, tetapi haruslah percaya kepada Allah dengan segala ketentuan
tentang Allah meliputi Sifat, Asma dan af’al-Nya”[11]. Dengan demikian, tauhid adalah suatu bentuk
pengakuan dan penegasan bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa, Zat Yang Maha
Suci yang meliputi sifat, asma dan af’al-Nya.
Secara sederhana pendidikan tauhid mempunyai arti suatu proses
bimbingan untuk mengembangkan dan memantapkan kemampuan manusia dalam mengenal
keesaan Allah. Menurut Hamdani pendidikan tauhid yang dimaksud di sini ialah
Suatu upaya yang keras dan bersungguh-sungguh dalam mengembangkan, mengarahkan,
membimbing akal pikiran, jiwa, qalbu dan ruh kepada pengenalan (ma’rifat)
dan cinta (mahabbah) kepada Allah SWT. Dan melenyapkan segala sifat,
af’al, asma dan dzat yang
negatif dengan yang positif (fana’fillah) serta mengekalkannya dalam
suatu kondisi dan ruang (baqa’billah)[12].
Pendidikan yang
dimaksud ialah agar manusia dapat memfungsikan instrumen-instrumen yang
dipinjamkan Allah kepadanya, akal pikiran menjadi brilian di dalam memecahkan
rahasia ciptaan-Nya, hati mampu menampilkan hakikat dari rahasia itu dan fisik
pun menjadi indah penampilannya dengan menampakkan hak-hak-Nya[13]. Pendidikan tauhid yang berarti membimbing
atau mengembangkan potensi (fitrah) manusia dalam mengenal Allah ini, menurut
pendapat Chabib Thoha, “supaya siswa dapat memiliki dan meningkatkan
terusmenerus nilai iman dan taqwa kepada Allah Yang Maha Esa sehingga pemilikan
dan peningkatan nilai tersebut dapat menjiwai tumbuhnya nilai kemanusiaan yang
luhur”[14].
Dengan kata lain pendidikan tauhid adalah “usaha mengubah
tingkah laku manusia berdasarkan ajaran tauhid dalam kehidupan melalui
bimbingan, pengajaran dan pelatihan dengan dilandasi oleh keyakinan kepada
Allah semata”[15].
Hal ini sesuai dengan karakteristik
ajaran Islam sendiri yaitu, mengesakan Allah dan menyerahkan diri kepada-Nya.
Allahlah yang mengatur hidup dan kehidupan umat manusia dan seluruh alam.
Dialah yang berhak ditaati dan dimintai pertolongan-Nya.
Dengan pendidikan tauhid ini, manusia akan menjadi manusia hamba
bukan manusia yang dehumanis kemudian timbul rasa saling mengasihi, tolong
menolong, memberikan hartanya yang lebih kepda mereka yang membutuhkan selalu
waspada terhadap tipu daya dunia dan manusia zalim, dapat belaku sederhana
(zuhud) dan hati yang wara serta sebagainya Dengan demikian pendidikan tauhid
mempunyai makna yang dapat kita pahami sebagai upaya untuk menampakkan atau
mengaktualisasikan potensi laten yang dimiliki oleh setiap manusia, yang dalam
bahasa Islamnya potensi laten ini disebut dengan fitrah. Salah satu fitrah manusia
adalah fitrah beragama maka dari itu pendidikan tauhid lebih diarahkan pada
pengembangan fitrah keberagamaan seseorang sebagai manusia tauhid.
Tauhid, dalam Ensiklopedia Islam yang disusun oleh Tim
IAIN Syarif hidayatullah terbagi menjadi
dua yakni : tauhid Rububiyah dan tauhid Ubudiyah.[16]
Sedangkan menurut Isma’il Raji Al Faruqi tauhid terdiri dari tiga kriteria yang
talazum, yakni Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Al Hakimiyah.[17]
Ruang lingkup aqidah oleh Yunahar Ilyas, yang meminjam sistematika Hasan al
Banna membagi ruang lingkup tauhid menjadi 4 bagian yakni Ilahiyat, Nubuwat,
Ruhaniyat, dan Sam’iyyat[18].
Semua aktivitas alam semesta ini tidak terlepas dari kebesaran dan
kekuasaan Allah sebagai Rabb. Allah tidak membutuhkan bantuan siapapun untuk
mengurus alam ini, mengakui bahwa Dialah Rabb yang Esa, tunggal tidak ada Rabb
selain Dia inilah yang disebut sebagai tauhid rububiyah. Selanjutnya ketauhidan itu tidak hanya
pengakuan bahwa Allah satu-satunya pencipta dan Ilah, namun ketauhidan tersebut
harus sejalan dengan semua aktivitas seorang hamba, keyakinan tersebut harus
diwujudkan melalui ibadah, amal sholeh yang langsung ditujukan kepada Allah
Swt. tanpa perantara serta hanya untuk Dialah segala bentuk penyembahan dan
pengabdian, ketaatan tanpa yang hanya
tertuju kepada-Nya syarat, inilah tauhid ubudiyah.
Tauhid Uluhiyah sebagaimana dijelaskan oleh Daud Rasyid
ialah bahwa yang berhak dijadikan tempat khudhu’ atau ketundukan dalam
beribadah serta ketaatan hanyalah Allah Swt yang berhak dipatuhi secara mutlak
oleh hambanya bukan hamba yang berlagak sebagai “raja”.[19] Dijelaskan pula bahwa Tauhid Al Hakimiyah
ialah hanya Allah-lah yang berhak membuat ketentuan, peraturan, dan hukum.
Meskipun mungkin konsep ini sudah terkandung dalam pengertian Uluhiyah namun
ulama kontemporer tetap memisahkannya dengan tujuan menonjolkan kehakimiyahan
Allah Swt.[20]
Ketauhidan ini harus dimiliki oleh setiap muslim, oleh sebab itu
ditanamkan kepada para generasi penerus karena tanpa tauhid semuanya akan
hancur, baik masa depan agama maupun bangsa. Pendidikan ketauhidan perlu
ditanamkan sejak dini. Awal kehidupan serta lingkungan pertama dan utama yang
dikenal anak adalah keluarga.
Islamic
Philosophy of Education, (Kuala Lumpur : Art Printing works SDN. BHD Riong, 1980),
hal.13
Bintang, 1992),
hal. 3.
University
Press, 2001), hal. 10.
[16]Tim
Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1992), hal. 934.