Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Perkembangan Demokrasi Di Indonesia


BAB I
P E N D A H U L U A N

A. Latar Belakang Masalah
Jika melihat bentuk demokrasi dalam struktur pemerintahan Indonesia dari level negara, provinsi, kabupaten, hingga kecamatan hampir dapat dipastikan di level ini demokrasi hanya sampai pada proses pembuatan kebijakan, sementara jika mencari demokrasi yang berupa ciri khas yang dapat mewakili bahwa Negara indonesia mempunyai diri demokrasi tersendiri itu dapat dilihat di level desa. Bagaimana seperti ditulis almarhum Moh. Hatta bahwa,”Di desa-desa sistem yang demokrasi masih kuat dan hidup sehat sebagai bagian adat istiadat yang hakiki.” Dasarnya adalah pemilikan tanah yang komunal yaitu setiap orang yang merasa bahwa ia harus bertindak berdasarkan persetujuan bersama. Struktur demokrasi yang hidup dalam diri bangsa Indonesia harus berdasarkan demokrasi asli yang berlaku di desa. Gambaran dari tulisan almarhum ini tidak lain dari pola-pola demokrasi tradisional yang dilambangkan oleh musyawarah dalam pencapaian keputusan dan gotong royong dalam pelaksanaan keputusannya tersebut.
Dari gambaran di atas, hal ini pula yang menginspirasi demokrasi pancasila yang selalu menjadi Kiblat negara kita dalam menapaki kehidupan berbangsa dan bernegara masih perlu ditelaah atau dikaji secara lebih dalam lagi.



BAB II
P E M B A H A S A N

A.    Sejarah Lahirnya Demokrasi
Negara yang pertama kali melaksanakan sistem demokrasi adalah Athena (berupa negara-kota yang terletak di Yunani). Di Athena pemerintah dijalankan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Proses pemerintahan di Athena dimulai oleh Kleistenes pada tahun 507 sebelum Masehi dengan perubahan konstitusi dan diselesaikan oleh Efialtes pada tahun 461-462 sebelum Masehi. Efialtes melucuti kekuasaan kaum aristokrat kecuali beberapa fungsi hukum dalam yaitu, perkara pembunuhan, dan beberapa tugas keagamaan. Karena tindakan ini para bangsawan membunuh Efialtes, tetapi demokrasinya tetap hidup, setelah kematian Efialtes tidak ada badan politik yang lebih berkuasa dari pada dewan rakyat. Dewan rakyat di Athena terbuka bagi semua warga negara lelaki yang merdeka dan sudah dewasa, tidak peduli pendapatan atau tingkatannya, pertemuan diadakan 40 tahun sekali, biasanya disuatu tempat yang disebut Pniks (suatu amfiteater alam pada salah satu bukit disebelah barat Akropolis).[1]
Dalam teori, setiap anggota dewan rakyat dapat mengatakan apa saja, asalkan ia dapat menguasai pendengaran, tetapi demi alasan praktis, acara resmi juga ada. Acara ini disiapkan oleh sebuah panitia yang terdiri dari 500 orang, 50 orang dari setiap suku bangsa Attika yang semuanya meliputi 10 suku, mereka itu dipilih dengan undian dari daftar sukarelawan, yang semuanya warga negara berumur 30 tahun lebih. Panitia ini tidak mengekang dewan rakyat tetapi hanya mempermudah segala langkahnya, anggota panitia selalu dibayar dan bertugas selama satu tahun, sesudah selang waktu, ia dapat dipilih lagi untuk tahu kedua, tetapi tidak pernah bertugas selama lebih dari dua tahun, dalam panitia itu terdapat panitia yang lebih kecil dan terdidri dari 50 orang, panitia ini disebut Pritanea dan berkumpul setiap hari, praktis merekalah yang menjalankan pemerintahan. Susunan Pritanea diubah 10 kali dalam setahun dan ketuanya, kedudukan eksekutif paling tinggi, berganti setiap hari.[2]
Dalam teori tidak ada orang yang cukup lama memegang tampuk kekuasaan sehingga merasa mengakar didalamnya, tetapi dalam kenyataan kemungkinan ini terbuka bagi suatu golongan orang : 10 panglima angkatan bersenjata yang langsung dipilih dari dewan rakyat dan bertugas selama satu tahun, seorang panglima dapat dipilih kembali berkali-kali, salah seorang tokoh penting pada masa jaya Athena ialah Perikles, seorang prajurit, aristokrat, ahli pidato, dan warga kota pertama.
Pada musim dingin tahun 430-431 sebelum Masehi ketika perang Peloponnesus mulai, Perikles menyampaikan suatu pidato pemakaman, alih-alih menghormati yang gugur saja, ia memilih memuliakan Athena: “konstitusi kita disebut “Demokrasi”, karena kekuasaan tidak ada ditangan segolongan kecil melainkan ditangan seluruh rakyat, dalam menyelesaikan masalah pribadi, semua orang setara dihadapan hukum, bila soalnya ialah memilih seseorang di atas orang lain untuk jabatan dengan tanggung jawab umum, yang diperhitungkan bukan keanggotaannya dalam salah satu golongan tertentu, tetepi kecakapan orang itu, disini setiap orang tidak hanya mearuh perhatian akan urusan sendiri, malainkan juga urusan negara, tetapi benar-benar dapat disebut berani ialah orang yang sudah mengerti apa yang enak di dalam hidup ini dan apa yang menggemparkan, lalu maju tanpa gentar untuk menghadapi apa yang datang”.
B.    Macam-macam Demokrasi Secara Umum
Adapun macam-macam demmokrasi adalah sebagai berikut:[3]
1.     Demokrasi Langsung
Demokrasi langsung adalah paham demokrasi yang mengikutsertakan setiap warga negaranya dalam permusyawaratan untuk menentukan kebijaksanaan umum dan undang-undang.
2.     Demokrasi tidak Langsung
Demokrasi tidak langsung adalah paham demokrasi yang di laksanakan melalui sistem perwakilan. Demokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan di laksanakan melalui pemilihan umum.
3.     Demokrasi Terpimpin
Paham politik ini di cetus oleh Soekarno. Awalnya pada tahun 1957 saat pengunduran diri yang di lakukan oleh Ali Sastroamidjojo sebagai ketua parlemen, karena sudah tidak ada lagi parlemen, maka demokrasi parlementer yang di anut Indonesia kala itu hangus, apalagi tak lama setelah pengunduran diri dari Perdana Menteri, pada 5 Juli tahun 1959 Presiden Soekarno membubarkan parlemen dan mengeluarkan Dekrit Presiden. Pada masa demokrasi terpimpin, Soekarno menjadi kekuatan politik yang hampir tidak tergoyahkan, bahkan pada saat itu beliau mencalonkan untuk menjadi Presiden seumur hidup, namun konsep ini di tentang oleh Hatta yang menganggap sistem pemerintahan ini malah mengembalikan Indonesia ke negara feodal dan berpusat pada raja.
4.     Demokrasi Parlementer
Demokrasi parlementer adalah sebuah sistem demokrasi yang pengawasannya di lakukan oleh parlemen, ciri utama negara yang menganut paham demokrasi parlementer adalah dengan adanya parlemen dalam sistem pemerintahannya. Indonesia pernah mencoba pada saat pertama merdeka hingga tahun 1957. Kekuatan demokrasi parlementer di pengaruhi hubungan antara parlemen dan pemerintah yang berkuasa, di negara-negara federal  hubungan antara pemerintahan dan parlemen mempunyai dua keiistimewaan, di antaranya yaitu :
a.      Kepala pemerintahan di pilih oleh parlemen, hal ini menyiratkan bahwa kekuasaan sebuah pemerintahan sangat tergantung kepada kepercayaan parlemen.
b.     Sebagian besar dari anggota pemerintahan yang ada merupakan anggota parlemen juga, hal inilah yang merupakan ciri khas sistem demikrasi ini.
5.     Demokrasi Liberal
Demokrasi liberal adalah salah satu paham yang mendorong munculnya banyak partai politik, karena dalam praktiknya setiap masyarakat mempunyai hak yang sama untuk berkecimpung dalam pemerintahan. Dalam sistem politik ini, pemilu harus di lakukan secara bebas dan adil, selain itu pemilihan kepala pemerintahan harus kompetitip.
Demokrasi liberal mengharuskan rakyat memiliki kesadaran politik yang tinggi, karena banyaknya paham politik dan kebebasan untuk memilih, maka rakyat harus bisa mencerna dengan baik visi dan misi dari partai politik tersebut.
Masyarakat yang berhak mengikuti pemilu adalah masyarakat yang sudah dewasa, semua warga negara memiliki hak yang sama dalam memilih. Tidak memandang laki-laki, atau ras apapun, sampai saat ini Indonesia merupakan negara yang menerapkan sistem politik demokrasi liberal.
6.     Demokrasi Pancasila
Demokrasi pancasila merupakan demokrasi konstitusional dengan mekanisme kadaulatan rakyat dalam penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan konstitusi yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Sebagai demokrasi pancasila terikat dengan UUD 1945 dan pelaksanaannya harus sesuai dengan UUD 1945.
Ciri-ciri demokrasi pancasila :
a.      Kedaulatan ada di tangan rakyat
b.     Selalu berdasarkan kekeluargaan dan gotong royong
c.      Cara pengambilan keputusan secara musyawarah untuk mencapai mufakat
d.     Tidak kenal adanya partai pemerintahan dan partai oposisi
e.      Diakui keselarasan antara hak dan kewajiban
f.      Menghargai Hak Asasi Manusia
g.     Ketidaksetujuan terhadap kebijaksanaan pemerintah dinyatakan dan disalurkan melalui wakil-wakil rakyat. Tidak menghendaki adanya demonstrasi dan pemogokan karena merugikan semua pihak
h.     Tidak menganut sistem monopartai
i.       Pemilu dilaksanakan secara luber
j.       Mengandung sistem mengambang
k.     Tidak kenal adanya diktator mayoritas dan tirani minoritas
l.       Mendahulukan kepentingan rakyat atau kepentingan umum
Sistem pemerintahan demokrasi pancasila sebagai berikut :
a.      Indonesia ialah negara yang berdasarkan hukum
b.     Indonesia menganut sistem konstitusional
c.      Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi
d.     Presiden adalah penyelenggaraan pemerintah yang tertinggi dibawah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
e.      Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat ((DPR)
f.      Menteri Negara adalah pembantu Presiden, Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR
g.     Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas
C.    Perkembangan Demokrasi Di Indonesia
Perkembangan demokrasi di Indonesia telah mengalami pasang surut dan setua dengan usia Republik Indonesia itu sendiri. Lahirnya konsep demokrasi dalam sejarah modern Indonesia dapat di telusuri pada sidang-sidang BPUPKI antara bulan Mei sampai Juli 1945.
Meskipun pemikiran mengenai demokrasi telah ada pada para pemimpin bangsa sebelumnya, namun pada momen tersebut, pemikiran mengenai demokrasi semakin mengkristal menjadi wacana publik dan politis. Ada kesamaan pandangan dan konsensus politik dari para peserta sidang BPUPKI bahwa kenegaraan Indonesia harus berdasarkan kerakyatan/kedaulatan rakyat atau demokrasi. Cita-cita atau ide demokrasi ada pada para Founding Fathers bangsa. Para pendiri bangsa bersepakat bahwa negara Indonesia merdeka haruslah negara demokrasi.[4]
Namun terdapat pandangan yang berbeda mengenai bagaimana seharusnya cita-cita demokratis itu di terapkan dalam pemerintahan negara. Pada momen sidang itu di perdebatkan apakah hak-hak demokratis warga negara perlu di beri jaminan dalam undang-undang dasar atau tidak. Pandangan pertama di wakili oleh Soepomo dan Soekarno yang secara gigih menentang di masukkannya hak-hak tersebut dalam konstitusi. Pandangan kedua di wakili oleh Moh. Hatta dan Moh. Yamin yang memandang perlunya pencantuman hak-hak warga dalam undang-undang dasar[5].
Pandangan Hatta mengenai demokrasi dapat kita telusuri pada tulisannya di tahun 1932 dengan judul Demokrasi Kita. Hatta setuju dengan demokrasi yang di katakannya dengan istilah kerakyatan. Hatta menganggap dan percaya bahwa demokrasi/ kerakyatan dan kebangsaan sangat cocok untuk keperluan pergerakan Indonesia di masa datang. Kerakyatan itu sma dengan kedaulatan rakyat namun berbeda dengan kadaulatan individu di negara-negara Barat. Menurutnya demokrasi di negara barat hanya terbatas pada bidang politik, sedangkan kaedaulatan rakyat Indonesia juga memuat bidang sosial dan ekonomi.
Di pandang dari sudut perkembangan sejarah, demokrasi Indonesia sampai masa Orde Baru dapat di bagi dalam 3 (tiga) masa yaitu sebagai berikut[6]:
1.     Masa Republik I, yang di namakan masa demokrasi parlementer
2.     Masa Republik II, yaitu masa demokrasi terpimpin
3.     Masa Republik III, yaitu masa demokrasi Pancasila yang menonjolkan sistem presidensil
Alur periodisasi demokrasi Indonesia terdiri atas :
1.     Periode masa revolusi kemerdekaan
2.     Periode masa demokrasi parlementer (representative democracy)
3.     Periode masa demokrasi terpimpin (guided democracy)
4.     Periode pemerintahan Orde Baru (Pancasila democracy)
Pelaksanaan demokrasi di Indonesia dapat pula di bagi ke dalam periode berikut [7]:
1.     Pelaksanaan demokrasi masa revolusi tahun 1945 sampai 1950
2.     Pelaksanaan  demokrasi masa Orde Lama yang terdiri :
a.      Masa demokrasi liberal tahun 1950 sampai 1959
b.     Masa demokrasi terpimpin tahun 1959 sampai 1965
3.     Pelaksanaan demokrasi masa Orde Baru tahun 1966 sampai 1998
4.     Pelaksanaan demokrasi masa Transisi tahun 1998 sampai 1999
5.     Pelaksanaan demokrasi masa Reformasi tahun 1999 sampai sekarang
Pada reformasi ini, masyarakat memiliki kesempatan yang luas dan bebas untuk melaksanakan demokrasi di berbagai bidang. Demokrasi saat ini menjadi harapan banyak orang sehingga sering di sebut eforia demokrasi. Pada masa transisi dan reformasi ini juga, banyak terjadi pertentangan, perbedaan pendapat yang kerap menimbulkan kerusuhan dan konflik antar bangsa sendiri. Antara tahun 1998 sampai tahun 1999 di anggap tahun yang penuh dengan gejolak dan kerusuhan. Beberapa kasus kerusuhan tersebut antara lain[8] :
1.     Kerusuhan di Aceh
2.     Kerusuhan dan pertentangan di wilayah Timor Timur
3.     Konflik di Ambon, Maluku, Kalimantan Tengah, dan lain-lain
Indonesia sudah melalui 3 zaman demokrasi, yaitu :
1.     Demokrasi Liberal (1950-1959)
Pertama kali Indonesia menganut system demokrasi parlementer, yang biasa disebut dengan demokrasi liberal, masa demokrasi liberal membawa dampak yang cukup besar, mempengaruhi keadaan, situasi dan kondisi politik pada waktu itu. Di Indonesia demokrasi liberal yang berjalan dari tahun 1950-1959 mengalami perubahan-perubahan kabinet yang mengakibatkan pemerintahan menjadi tidak stabil. Pada waktu itu, pemerintah berlandaskan UUD 1950 pengganti konstitusi RIS (Republik Indinesia Serikat) tahun 1949.
Ciri-ciri demokrasi liberal adalah sebagai berikut[9]:
a.      Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu gugat
b.     Menteri bertanggung jawab atas kebijakan pemerintah
c.      Presiden bisa dan berhak membubarkan DPR
d.     Perdana Menteri diangkat oleh Presiden
e.      Daftar kabinet yang ada di Indonesia selama masa semorasi liberal :
f.      Kabinet Natsir (September 1950-Maret 1951)
g.     Kabinet Sukiman (April 1951-April 1952)
h.     Kabinet Wilopo (April 1952-Juni 1953)
i.       Kabinet Ali Sastroamijoyo 1 (Juli 1953-Agustus 1955)
j.       Kabinet Burhanuddin Harahap (Agustus 1955-Maret 1956)
2.     Demokrasi Terpimpin (1959-1966)
Demokrasi terpimpin adalah sebuah demokasi yang sempat ada di Indonesia, yang seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpinnya saja. Latar belakang dicetuskannya sistem demokrasi terpimpin oleh Presiden Soekarno[10]:
a.      Dari segi keamanan : banyaknya gerakan sparatis pada masa demokrasi liberal, menyebabkan ketidak stabilan dibidang keamanan.
b.     Dari segi perekonomian : sering terjadinya pergantian kabinet pada masa demokrasi liberal menyebabkan program-program yang dirancang oleh kabinet tidak dapat dijalankan secara utuh, sehingga pembangunan ekonomi tersendat.
c.      Dari segi politik : Konstituante gagal dalam menyusun UUD baru untuk menggantikan UUD 1950
Masa demokrasi terpimpin yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno diawali oleh anjuran beliau agar Undang-Undang yang digunakan untuk menggantikan UUDS 1950 adalah UUD’45. Namun usulan itu menimbulkan pro dan kontra di kalangan anggota konstituante. Sebagai tindak lanjut usulannya, diadakan voting yang diikuti oleh seluruh anggota konstituante. Voting ini dilakukan dalam rangka mengatasi konflik yang timbul dari pro dan kontra akan usulan Presiden Soekarno tersebut. Hasil voting menunjukan bahwa :
a.      269 orang setuju untuk kembali ke UUD’45
b.     119 orang tidak setuju untuk kembali ke UUD’45
Melihat dari hasil voting, usulan untuk kembali ke UUD’45 tidak dapat direalisasikan, hal ini disebabkan oleh jumlah anggota konstituante yang menyetujui usulan tersebut tidak mencapai 2/3 bagian, seperti yang telah ditetapkan pada pasal 137 UUDS 1950. Bertolak dari hal tersebut, Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah dekrit yang disebut Dekrit Presiden 5 Juli 1959, isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
a.      Tidak berlaku kembali UUDS 1950
b.     Berlakunya kembali UUD 1945
c.      Dibubarkannya konstituante
d.     Pembentukan MPRS dan DPAS
3.     Demokrasi Pancasila
Demokrasi pancasila merupakan demokrasi konstitusional dengan mekanisme kadaulatan rakyat dalam penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan konstitusi yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Sebagai demokrasi pancasila terikat dengan UUD 1945 dan pelaksanaannya harus sesuai dengan UUD 1945.
Ciri-ciri demokrasi pancasila[11] :
a.      Kedaulatan ada di tangan rakyat
b.     Selalu berdasarkan kekeluargaan dan gotong royong
c.      Cara pengambilan keputusan secara musyawarah untuk mencapai mufakat
d.     Tidak kenal adanya partai pemerintahan dan partai oposisi
e.      Diakui keselarasan antara hak dan kewajiban
f.      Menghargai Hak Asasi Manusia
g.     Ketidaksetujuan terhadap kebijaksanaan pemerintah dinyatakan dan disalurkan melalui wakil-wakil rakyat. Tidak menghendaki adanya demonstrasi dan pemogokan karena merugikan semua pihak
h.     Tidak menganut sistem monopartai
i.       Pemilu dilaksanakan secara luber
j.       Mengandung sistem mengambang
k.     Tidak kenal adanya diktator mayoritas dan tirani minoritas
l.       Mendahulukan kepentingan rakyat atau kepentingan umum
Sistem pemerintahan demokrasi pancasila sebagai berikut :
a.      Indonesia ialah negara yang berdasarkan hukum
b.     Indonesia menganut sistem konstitusional
c.      Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi
d.     Presiden adalah penyelenggaraan pemerintah yang tertinggi dibawah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
e.      Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat ((DPR)
f.      Menteri Negara adalah pembantu Presiden, Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR
g.     Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas













BAB III
P EN U T U P
            Berdasarkan uraian-uraian yang penulis kemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab terakhir ini penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan serta mengajukan beberapa saran.
A.    Kesimpulan
1.     Dalam demokrasi, kekuasaan pemerintahan di negara itu berada di tangan rakyat. Rakyat adalah pemegang kekuasaan tertinggi atau kedaulatan di negara tersebut. Pemerintahan yang menempatkan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di sebut pemerintahan demokrasi.
2.     Pemerintahan demokrasi dapat dinyatakan pula sebagai sistem pemerintahan yang berkedaulatan rakyat. Kebebasan dan persamaan adalah fondasi demokrasi. Kebebasan di anggap sebagai sarana mencapai kemajuan dengan memberikan hasil maksimal dari usaha orang tanpa adanya pembatasan dari penguasa. Jadi, bagian tak terpisahkan dari ide kebebasan adalah pembatasan kekuasaan penguasa politik. Demokrasi adalah sistem politik yang melindungi kebebasan warganya sekaligus memberi tugas pemerintah untuk menjamin kebebasan tersebut. Demokrasi pada dasarnya merupakan pelembagaan dari kebebasan.
3.     Dengan konsep kedaulatan rakyat, pada hakikatnya kebijakan yang di buat adalah kehendak rakyat dan untuk kepentingan rakyat. Mekanisme semacam ini akan mencapai dua hal, pertama, kecil kemungkinan terjadi penyalahgunaan kekuasaan dan kedua, terjaminnya kepentingan rakyat dalam tugas-tugas pemerintahan. Perwujudan lain konsep kedaulatan adalah pengawasan oleh rakyat. Pengawasan di lakukan karena demokrasi tidak mempercayai kebaikan hati penguasa. Betapapun niat baik penguasa, jika mereka menafikan kontrol/ kendali rakyat maka ada dua kemungkinan buruk, pertama, kebijakan mereka tidak sesuai dengan kebutuhan rakyat dan kedua, yang lebih buruk kebijakan itu korup dan hanya melayani kepentingan penguasa.
B.    Saran – Saran
1.     Disarankan kepada mahasiswa agar dapat mempelajari lebih detail tentang hukum ketatanegaraan, karena hal ini sangat penting dalam kita hidup bernegara.
2.     Disarankan kepada para mahasiswa/I untuk dapat meningkatkan membaca, karena dengan membaca banyak ilmu yang didapatkan.
3.     Disarankan kepada orang tua mahasiswa, agar dapat memberika motifasi kepada anaknya untuk lebih giat dalam belajar.








DAFTAR PUSTAKA
Winarno, Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta: Bumi Aksara, 2006.

Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia, 1977.

Suardi Abubakar, dkk, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 2 SMU, Jakarta: Yudhistira,  2000.

Riyanto Rahmat, dkk, Demokrasi Indonesia, Bekasi: Gramedia Jaya, 2011.

Zainul Ittihad Amin, Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta:Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, 2004.

Winarno, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan, Surakarta: Bumi Aksara, 2007.

Amin Supriatini, dan Yudi Suparyanto, Pendidikan Kewarganegaraan, Klaten: Intan Pariwara, 2010.




               [1] Winarno, Pendidikan Kewarganegaraan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hal. 29.
               [2] Ibid., hal. 29.
               [3] Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia, 1977), hal. 10-13.
               [4] Suardi Abubakar, dkk, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 2 SMU, (Jakarta: Yudhistira,  2000), hal. 36.

               [5] Riyanto Rahmat, dkk, Demokrasi Indonesia, (Bekasi: Gramedia Jaya, 2011), hal. 39.
              
               [6]Zainul Ittihad Amin, Pendidikan Kewarganegaraan, (Jakarta:Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, 2004), hal. 54.

               [7] Winarno, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan, (Surakarta: Bumi Aksara, 2007), hal. 26.
               [8] Amin Supriatini, dan Yudi Suparyanto, Pendidikan Kewarganegaraan, (Klaten: Intan Pariwara, 2010), hal. 33.
               [9] Suardi Abubakar, dkk, Pendidikan Pancasila..., hal. 40.
              
               [10] Ibid., hal. 41.
               [11] Zainul Ittihad, Pendidikan Kewarganegaraan..., hal. 67.