Siskeudes: Perangkat Dungu Yang Membunuh Hakekat


Oleh : Sutoro Eko

Teknologi membuat hidup manusia lebih mudah. Berkat teknologi, peradaban manusia tumbuh dan berubah menjadi maju. Tetapi teknologi juga bisa membuat dehumanisasi.

Saya sangat senang ketika datang teknologi informasi masuk ke Gampong, memfasilitasi dan memudahkan Gampong untuk mengurus kepentinganya. Gampong secara sukarela dan mandiri menggunakan TI itu atas fasilitasi para pegiat Gampong. Pada tahun 2012 saya menyaksikan Gampong Nglegi Gunungkidul dan Gampong Terong Bantul menerapkan Sistem Informasi Gampong (SID) untuk database dan aplikasi layanan administrasi hanya dalam tempo 3 menit. Gampong Rappoa Bantaeng menggunakan peta sosial digital untuk pendataan kondisi sosial dan potensi lokal, sebagai basis perencanaan dan kebijakan Gampong. Di Banyumas dan sekitarnya, hadir Gerakan Gampong Membangun (GDM) merintis DEMIT (Gampong Melek IT), yang antara lain membuat website Gampong auntuk kepentingan "Gampong bersuara" dan promosi produksi lokal.

Tetapi saya juga ngeri-ngeri sedap ketika menyaksikan TI menjadi teknokrasi. Contoh utama adalah Sistem Keuangan Gampong (Siskeudes) yang masuk dengan paksa ke dalam Gampong. Paksaan ini adalah melanggar hakekat teknologi sebagai pilihan manusia. Siskeudes buatan institusi negara ini bukan teknologi semata, melainkan instrumen teknokratis-birokratis untuk mengatur, mengurus, memerintah, melarang, membatasi dan mengawasi Gampong dalam pengelolaan uang.

Setiap saya bertatap muka dengan para pemangku Gampong dan pendamping Gampong, keluhan dan curhat soal Siskeudes selalu muncul. Ada yang mengeluh belum bisa gunakan Siskeudes karena tidak ada jaringan internet. Ini hanya masalah teknis, dan lebih baik tanpa internet kalau hanya dipakai untuk Siskeudes. Keluhan terbesar pada soal prosedur dan hakekat.

Kalau soal keruwetan administrasi yang dungu, tentu bisa diantisipasi dan ditangani. Namun dalam hal ini banyak Keuchiekmengatakan bahwa Siskeudes dan administrasi keuangan yang ruwet sebenarnya mengajari dan memaksa Gampong untuk manipulasi dan lakukan kebohongan. Keuchiekdan perangkat Gampong hanya sibuk bikin laporan untuk dimasukkan ke dalam SiskueGampong, bukan mengurus rakyat. Laporan hanya laporan yang tidak otentik. Karena kondisi ini, para pendamping Gampong berubah menjadi pendamping Siskeudes, yang harus memberesi Siskeudes. Modus ini saya sebut sebagai pemuasan hasrat kekusaan rezim keuangan untuk memaksa Gampong tunduk dan tertib administrasi keuangan. Inilah yang saya sebut Siskeudes membuat dehumanisasi, alias tidak memanusiakan manusia.

Tunduk dan tertib itu tujuan, sebab pembuat dan pemaksa Siskuedes dilatari oleh tindakan rasional yang negatif: DD an ADD membutuhkan ongkos sangat besar, manfaat dan hasil dikhawatirkan rendah karena kemampuan Gampong yang rendah, serta khawatir akan risiko (misalnya korupsi) yang terlalu besar.

Masalah yang lebih parah adalah kendali secara teknokratis-birokratis oleh kodifikasi dan aplikasi Siskeudes terhadap APBGampong. Dalam pikiran pembuat Siskeudes, APBGampong adalah perkara teknis, atau sengaja mereduksi APBGampong dari hakekat dan politik menjadi barang teknis. Banyak APBGampong yang dimasukkan ke dalam aplikasi tetapi mental ditolak karena item-item belanja dan pembiayaan APBGampong tidak dikenal oleh kodifikasi. Gampong dipaksa mengubah APBGampong baik kategori minor bahkan mayor. Karena itu saya mengatakan bahwa Siskeudes adalah sebuah perangkat dungu yang membunuh hakekat. Mungkin Siskeudes dibuat dengan niat baik, tetapi barang dungu itu mengandung kontradiksi antara nalar si pembuat dengan konteks dan hakekat lokal. Karena itu Siskeudes tidak akan membuahkan hasil yang bermakna kecuali hanya menciptakan dehumanisasi, sekaligus menundukkan dan mengerdilkan Gampong.

sumber : akun Facebook Sutoro Eko

0 Comments