Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Upaya Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Mutu Pembelajaran di SMA


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Upaya meningkatkan mutu pendidikan sesuai dengan yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Sebagai substansi dari Undang-undang Sisdiknas tersebut nampak jelas dari visinya, yakni terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manuasia yang berkualitas sehingga mampu proaktif menjawab tantangan zaman.
Untuk mewujudkan ini, maka peran kepala sekolah sangat diharapkan. Produk yang dihasilkan sekolah hendaknya jangan seperti pabrik yang hanya bisa menghasilkan lulusan, tetapi bagaimana agar lulusan itu berkualitas sehinga mampu menghadapi tantangan sesuai dengan perkembangan zaman[1]. Sesuai dengan tuntutan Undang-Undang Sisdiknas itu, maka untuk menjadi kepala sekolah haruslah mereka yang betul-betul memenuhi persyaratan, baik itu persyaratan akademik, maupun persyaratan lainnya. Karena kemajuan sekolah, baik itu mutu, maupun lainnya, akan sangat ditentukan oleh siapa kepala sekolahnya.
Secara garis besar, ruang lingkup tugas kepala sekolah dapat diklasifikasikan ke dalam dua aspek pokok, “yaitu pekerjaan di bidang administrasi sekolah dan pekerjaan yang berkenaan dengan pembinaan profesional kependidikan”.[2] Untuk melaksanakan tugas tersebut dengan sebaik – baiknya, ada tiga jenis ketrampilan pokok yang harus dimiliki oleh kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan yaitu ketrampilan teknis (technical skill), ketrampilan berkomunikasi ( human relations skill ) dan ketrampilan konseptual (conceptual skill )[3].
Menurut persepsi banyak guru, keberhasilan kepemimpinan kepala sekolah terutama dilandasi oleh kemampuannya dalam memimpin. Kunci bagi kelancaran kerja kepala sekolah terletak pada stabilitas dan emosi dan rasa percaya diri. Hal ini merupakan landasan psikologis untuk memperlakukan stafnya secara adil, memberikan keteladanan dalam bersikap, bertingkah laku dan melaksanakan tugas. Dalam konteks ini, kepala sekolah dituntut untuk menampilkan kemampuannya membina kerja sama dengan seluruh personel dalam iklim kerja terbuka yang bersifat kemitraan, serta meningkatkan partisipasi aktif dari orang tua murid. Dengan demikian, kepala sekolah bisa mendapatkan dukungan penuh setiap program kerjanya. Keterlibatan kepala sekolah dalam proses pembelajaran siswa lebih banyak dilakukan secara tidak langsung, yaitu melalui pembinaan terhadap para guru dan upaya penyediaan sarana belajar yang diperlukan.
Menurut pandangan Islam tentang profesioanalisme merujuk pada dua kriteria yang pokok yaitu (1) merupakan panggilan hidup dan (2) keahlian. Kriteria panggilan hidup sebenarnya mengacu kepada pengabdian (dedikasi) sedangkan kriteria keahlian mengacu kepada mutu layanan. Dengan demikian dedikasi dan keahlian itulah ciri utama suatu bidang yang disebut suatu profesi, maka jelas bahwa Islam mementingkan profesi (pekerjaan).
Dalam Islam setiap pekerjaan harus dilakukan secara profesional, dalam arti harus dilakukan oleh orang yang ahli (orang yang mengerjakan sesuatu itu sesuai dengan bidangnya)[4]. Rasulullah Saw. bersabda:
……اِذَاوُسِّدَاْلأَمْرُاِلَى غَيْرِاَهْلِهِ فَانْتَظِرِاالسَّاعَةَ )رواه البخارى(
Artinya: Apabila diserahkan sesuatu kepada orang yang bukan ahlinya, tunggulah kedatangan sa’ah”(HR. Bukhari)[5].

Dalam hal ini pemimpin pendidikan yaitu Kepala Sekolah sebagai manajer pendidikan juga harus mempunyai keahlian dalam mengelola pendidikan.
Allah Swt berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Hasyr ayat 18 sebagai berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ) الحشر: ١٨(
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Qs. al-asyr: 18)[6].

Ayat diatas dapat berarti “al-ta`ammul wa al-fakh”, yakni melakukan perenungan atau pengujian/pemerikasaan secara cermat dan mendalam. Kata tersebut juga bisa berarti “taqlīb al-baar wa al-baṣīrah li idrāk al-syai` wa ru`yatih”, yakni melakukan perubahan pandangan (perspektif) dan cara penalaran (kerangka pikir) untuk menangkap dan melihat sesuatu. Termasuk di dalamnya adalah berpikir dan berpandangan alternatif serta mengkaji serta mengembangkan ide-ide, rencana kerja, atau strategi yang telah dibuat dari berbagai perspektif untuk mengantisipasi masa depan yang lebih baik.
Sebagai pemimpin pendidikan, kepala sekolah bertanggung jawab untuk pertumbuhan guru secara continue. Dengan praktek demokratis ia harus mampu membantu guru untuk mengenal kebutuhan masyarakat sehingga tujuan pendidikan bisa memenuhi syarat tersebut dan ia harus mampu membantu guru untuk mengevaluasi program pendidikan dan hasil belajar murid. Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk dapat mewujudkan misi, visi dan sasaran sekolah melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap.[7] Oleh karena itu, kepala sekolah dituntut memiliki kemampuan manajemen dan kepemimpinanyang bagus agar mampu mengambil keputusan dan prakarsa dalam meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah.
Salah satu unsur untuk meningkatkan mutu pendidikan dan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional lebih-lebih di tingkat sekolah maka pertama tidak lepas dari usaha meningkatkan kinerja guru, yaitu dengan cara:[8]

1.     Membenahi sistem pengelolahan sekolah
2.     Administrasi sekolah
3.     Kedisiplinan
4.     Peningkatan kemampuan guru dalam mengajar,
5.     Kerjasama antara sekolah dan masyarakat.
Kepala sekolah selaku pimpinan tertinggi di sekolah dianggap berhasil jika dapat meningkatkan kinerja guru melalui berbagai macam bentuk kegiatan pembinaan terhadap kemampuan guru dalam melaksanaan pembelajaran di sekolah. Untuk itu kepala sekolah harus mampu menjalankan peran dan tanggung jawabnya sebagai seorang manajer pendidikan, pemimpin pendidikan, supervisor pendidikan dan administrator. Kepala sekolah diaharapkan mampu menciptakan suasana kerja yang nyaman dan kondusif di sekolah, sehingga setiap guru dapat bekerja dengan maksimal.
Menurut Dirawat kepemimpinan pendidikan memerlukan perhatian yang utama, karena melalui kepemimpinan yang baik kita harapkan akan lahir tenaga-tenaga berkualitas dalam berbagai bidang sebagai pemikir, pekerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas[9]. Berkenaan dengan hal tersebut, kualitas kepemimpinan kepala sekolah akan sangat menentukan kualitas pembelajaran di sekolah. Jika kualitas kepemimpinan kepala sekolah baik, maka pelaksanaan pembelajaran berjalan dengan baik dan dipastikan guru bekerja secara optimal.
Seperti halnya peran kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja guru, suasana lingkungan kerja di sekolah atau yang lebih dikenal dengan iklim kerja di sekolah juga dapat mempengaruhi kinerja guru. “Iklim sekolah adalah situasi atau suasana yang muncul karena adanya hubungan antara kepala sekolah dengan guru, guru dengan guru, guru dengan peserta didik atau hubungan antara peserta didik dengan peserta didik yang menjadi ciri khas sekolah yang ikut mempengaruhi proses belajar mengajar di sekolah”[10].
Salah satu indikator yang bisa dijadikan ukuran untuk mengetahui suasana lingkungan kerja yang kondusif adalah adanya hubungan pergaulan dan komunikasi yang baik antara semua komponen yang ada di sekolah. Jika suasana kerja di sekolah sudah kondusif diharapkan guru akan merasa nyaman tinggal di sekolah, dan pada akhirnya akan dapat melaksanakan tugasnya dengan maksimal
Secara umum ada beberapa alasan peneliti memilih SMA Negeri 4 Bireuen sebagai lokasi penelitian: Pertama, termasuk satu-satunya sekolah Negeri di wilayah Kabupaten Bireuen yang masih mampu bersaing di tengah-tengah ketatnya persaingan antar lembaga pendidikan, baik negeri maupun non negeri. Kedua, prestasi akademiknya yang terus meningkat. Ketiga, didukung pula oleh kepala sekolahnya saat ini, yang humoris dan low profile, beliau juga aktif organisasi kemasyarakatan. Keempat, letaknya yang strategis sehingga mudah dijangkau oleh masyarakat luas.
Dari latar belakang tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti dengan judul Upaya Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Mutu Pembelajaran di SMA Negeri 4 Bireuen.”
B.    Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam skripsi ini adalah sebagi berikut:
1.     Bagaimana upaya kepala sekolah dalam meningkatkan proses pembelajaran di SMA Negeri 4 Bireuen?
2.     Bagaimana upaya kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja guru di SMA Negeri 4 Bireuen?
3.     Bagaimana upaya kepala sekolah dalam meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar di SMA Negeri 4 Bireuen?
4.     Bagaimana upaya kepala sekolah dalam meningkatkan prestasi siswa yang tinggi di SMA Negeri 4 Bireuen?
C.    Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam skripsi ini adalah sebagi berikut:
1.     Untuk mengetahui upaya kepala sekolah dalam meningkatkan proses pembelajaran di SMA Negeri 4 Bireuen.
2.     Untuk mengetahui upaya kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja guru di SMA Negeri 4 Bireuen.
3.     Untuk mengetahui upaya kepala sekolah dalam meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar di SMA Negeri 4 Bireuen.
4.     Bagaimana upaya kepala sekolah dalam meningkatkan prestasi siswa yang tinggi di SMA Negeri 4 Bireuen.
D.    Penjelasan Istilah
Adapun istilah yang terdapat dalam judul skripsi ini yang perlu penulis jelaskan adalah sebagai berikut:
1.     Upaya
Upaya adalah usaha (syarat) untuk menyampaikan suatu maksud, akal, ikhtiar.[11] Dalam kamus Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian upaya adalah tindakan yang dilakukan seseorang, untuk mencapai apa yang diinginkan atau merupakan sebuah strategi[12].Upaya adalah aspek yang dinamis dalam kedudukan (status) terhadap sesuatu. Apabila seseorang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu upaya[13]. Upaya dijelaskan sebagai usaha (syarat) suatu cara, juga dapat dimaksud sebagai suatu kegiatan yang dilakukan secara sistematis, terencana dan terarah untuk menjaga sesuatu hal agar tidak meluas atau timbul[14].
Dalam pembahasan ini menjelaskan tentang upaya apa saja yang ditempuh oleh Kepala Sekolah untuk mencapai mutu pembelajaran di SMA Negeri 4 Bireuen.
2.     Kepala Sekolah
Kata kepala sekolah berasal dari dua kata yaitu, kepala dan sekolah. Kata kepala dapat diartikan ”ketua” atau pemimpin dalam suatu organisasi atau suatu lembaga. Sekolah adalah sebuah lembaga pendidikan dimana menjadi tempat menerima dan memberi pelajaran. Secara sedarhana kepala sekolah dapat didefinisikan sebagai ”seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar atau tempat dimana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran”[15].
Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan seperti yang diungkapkan E Mulyasa bahwa ”erat hubungannya antara mutu kepala sekolah dengan berbagai aspek kehidupan sekolah seperti disiplin sekolah. Iklim budaya sekolah dan menurunnya perilaku peserta didik”[16].
Kepala Sekolah merupakan pemimpin pendidikan yang direkrut sekolah untuk mengelola segala kegiatan di sekolah sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan. Secara teoritis istilah “kepala” mempunyai pengertian yang tidak sama dengan istilah “pemimpin”, namun dalam prakteknya keduanya dipahami dalam makna yang identik.[17] “Adapun perbedaan pemimpin dengan kepala adalah pada seorang pemimpin lebih menonjol faktor kewibawaannya, sedangkan pada kepala lebih menonjol faktor kekuasaannya. Kepala yang baik adalah yang memiliki persyaratan kepemimpinan. Sedangkan pemimpin akan lebih efektif kalau ia juga memiliki kekuasaan”.[18]
Jadi jelas bahwa secara teoritis memang keduanya ada sedikit perbedaan tetapi dalam prakteknya keduanya mempunyai makna yang identik dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.
3.     Peningkatan
Menurut Kamus Besar Indonesia peningkatan adalah "penaikan" (derajat, taraf) mempertinggi, memperbesar usaha.[19] Pengertian peningkatan secara epistemologi adalah “menaikkan derajat taraf dan sebagainya mempertinggi memperhebat produksi dan sebagainya proses cara perbuatan meningkatkan usaha kegiatan dan sebagainya”[20]. Kini telah diadakan di bidang pendidikan menteri kesehatan menentukan perlunya pengawasan terhadap usaha perdagangan eceran obat”[21].
Peningkatan yang penulis maksud adalah keaktifan para guru untuk meningkatkan mutu pembelajaran.


4.     Mutu Pembelajaran
Mutu berasal dari bahasa latin yakni “Qualis” yang berarti what kind of (tergantung kata apa yang mengikutinya). Mutu menurut Deming ialah kesesuaian dengan kebutuhan.Mutu menurut Juran ialah kecocokan dengan kebutuhan[22]. Sedangkan Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan mutu adalah “ukuran baik buruk suatu benda taraf atau derajat kepandaian, kecerdasan, dan sebagainya kualitas”[23].
Adapun menurut penulis mutu adalah kualitas pembelajaran.
Pembelajaran bersal dari kata “ajar” yang mendapat imbuhan “be”yang mengadung makna ”usaha” selanjutnya kata tersebut mendapat imbuhan “pe-an” yang mengandung makna “proses”, kata belajar diartikan dengan berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Sedangkan kata pembelajaran bearti proses, cara, perbuatan menjadi orang atau makluk hidup yang belajar.[24] Menurut Ramly Maha kata pembelajaran bersal dari kata “belajar” yang bearti proses atau cara yang menjadikan orang atau maklauk hidup belajar.[25] Pembelajaran merupakan sebuah proses untuk menjadikan orang kepada orang yang berguna atau makhluk hidup yang berguna dengan cara belajar.[26]
Adapun yang penulis maksudkan dengan mutu pembelajaran dalam penelitian ini adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, fasilitas, perlengkapan, dan Prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan.
E.    Kegunaan Penelitian
Adapun yang menjadi kegunaan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah sebagi berikut:
              Secara teoritis pembahasan ini bermanfaat bagi para pelaku pendidikan, secara umum dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan khususnya mengenai upaya kepala dalam meningkatkan mutu pembelajaran di SMA Negeri 4 Bireuen. Selain itu  hasil pembahasan ini dapat di jadikan bahan kajian bidang studi pendidikan.
              Secara praktis, hasil pembahasan ini dapat memberikan arti dan nilai tambah dalam memperbaiki dan mengaplikasikan upaya kepala dalam meningkatkan mutu pembelajaran di SMA Negeri 4 Bireuen ini dalam pelaksanaannya. Dengan demikian, pembahasan ini di harapkan dapat menjadi tambahan referensi dalam dunia pendidikan, khususnya dalam dunia pendidikan Islam.
F.     Kajian Terdahulu
Diantara para peneliti sebelumnya, antara lain :
Nama: Mulyadi Nim: A. 273585/2535 (Sekolah Tinggi Agama Islam) Almuslim Matangglumpangdua Bireuen Pada tahun 2011 dengan judul dengan judul skripsi Bentuk-Bentuk Prilaku Kepemimpinan Kepala  Sekolah Dalam Mempengaruhi Kinerja Guru (Suatu Penelitian Pada Guru SMP Negeri 1 Jeumpa) metode yang digunakan dalam penelitiannya adalah metode fiel reserch dengan kesimpulan sebagai berikut:
1.      Terdapat berbagai prilaku yang ditunjukkan oleh kepala sekolah SMP Negeri 1 Jeumpa yaitu demokratis dan otoriter, namun kepala sekolah SMP Negeri 1 Jeumpa lebih menonjolkan prilaku demokratis dibandingkan otoriter.
2.      Kinerja guru SMP Negeri 1 Jeumpa dalam mencapai harapan sebagaimana yang telah dituntut yaitu: membuat satuan pelajaran, menyiapkan media dan memperagakannya pada siswa, mengatasi siswa yang membuat tingkah di dalam kelas dengan bimbingan kepala sekolah, memperhatikan posisi duduk siswa, dengan demikian guru mampu mengelola kelas dengan baik. Sehingga dengan hasil penelitian ini dapat ditingkatkan peran kepmimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru.
3.      Hubungan kepala sekolah dengan dewan guru, pegawai Tata Usaha, dan  murid,  dapat ditingkatkan melalui hasil yang telah dicapai sehingga sikap kepemimpinan kepala sekolah menuju ke arah demokrasi yang lebih baik.




               [1] A. Samana, Profesionalisme Keguruan, (Yogyakarta: Kanisius,1994), hal.27.
               [2] Dedi Supriadi, Mengangkat Citra dan Martabat Guru, (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2000), hal.95.
              
               [3] Hamzah B. Uno,Profesi Kependidikan (problem, solusi dan reformasi pendidikan diIndonesia), (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hal. 15.
               [4] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Pespektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), hal. 113.

               [5] Zainuddin Hamidy dkk, Terjemah Hadis Shahih Buchari, (Jakarta: Widjaya, 1961),  hal. 45.

               [6] Q.S. Qs. al-asyr/59: 18.
               [7] Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep, Karakteristik dan Implikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 182.

               [8] Baharuddin, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Ar-Ruzz  Media Grup, 2007), hal. 39.
               [9] Dirawat dkk, Pengantar Kepemimpinan Pendidikan, Cet III, (Surabaya: Usaha Nasional
, 1986), hal. 29.
               [10] Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hal. 19.
               [11] W.J.S. Poerwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), hal. 1132.

               [12] Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), hal. 298.
              
               [13] Badudu dan Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001), hal. 245.

               [14] A.M. Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta:  Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 17.

               [15] Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hal. 83.

               [16] E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional : Dalam Konteks Menyukseskan MBS danKBK, (Bandung : Remaja Rosda Karya, 2005), hal. 24-25.

               [17]Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996), hal. 62.
               [18] Ahmad Gazali dan Syamsuddin BA, Administrasi Sekolah, (Jakarta: Cahya Budi, 1997), hal. 35.

[19]Fuad Hasan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Dep. P dan K, Cet. Kedua, (Jakarta: Balai Pustaka), hal. 950.

               [20] Peter Salim dan Yeni Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern Press, 1995), hal. 160.

               [21] Ibid., 1250.
               [22] Husaini Usman, Manajemen Teori, Praktek Dan Riset Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hal. 407.

               [23] Tim penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), hal. 677.

    [24] Hasan Alwi, dkk, Kamus Besar Indonesia Ed. I, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), hal. 17.

    [25] Ramly Maha, Perencanaan Pembelajaran Sistem PAI, (Banda Aceh: IAIN AR-Raniry, 2002), hal. 2.

[26] Ibid, hal 37.