1. Kendala-kendala
Implementasi Teori Belajar Behaviorisme dalam Pembelajaran
PAI di SMP Negeri 2 Juli
Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah yang sedang
berlangsung belum semuanya memenuhi harapan kita sebagai umat Islam mengingat
kondisi dan kendala yang dihadapi, maka diperlukan pedoman dan pegangan dalam
membina pendidikan agama Islam. Ini semua mengacu pada usaha strategis pada
rencana strategis kebijakan umum Direktorat Jendral Pendidikan Agama Islam
Departemen Agama yaitu peningkatan mutu khusus mengenai pendidikan agama Islam
di sekolah, peningkatan mutu itu sendiri terkait dengan bagaimana kualitas
hasil pembelajaran pendidikan agama Islam pada peserta didik yang mengikuti
pendidikan di sekolah.
Berdasarkan pengakuan bapak Ibu Dahliani, S.Pd Wakil
Kepala SMP Negeri 2 Juli Kabupaten Bireuen, Adapun kendala yang beliau hadapi kendala
Implementasi Teori Belajar Behaviorisme dalam Pembelajaran PAI antara lain,
kurangnya kesadaran guru dalam kinerjanya, kurangnya kemampuan guru tertentu
dalam mengajar sehingga mereka malas melaksanakan tugasnya.[1]
Berdasarkan wawncara penulis dengan bapak Alauddin, S.Pd
Wakil Kepala SMP Negeri 1 Juli Kabupaten Bireuen bahwa hambatan yang dihadapi
kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja guru adalah a) rendahnya tingkat
kedisiplinan guru, b)guru kurang termotivasi dalam meningkatkan kinerjanya c)
domisili guru yang jauh dari sekolah, d) fasilitas sekolah yang belum memadai,
e) rendahnya partisipasi warga lingkungan sekolah[2].
Menurut keterangan yang
penulis peroleh dari salah seorang guru SMP Negeri 2 Juli Kabupaten
Bireuen Kabupaten Bireuen, bahwa kendala yang
sangat dirasakan guru-gurunya antara lain;
1.
Kurangnya buku paket yang
tersedia disekolah, sehingga guru harus membagikan 1 buah buku untuk 2 orang
siswa, sehingga mereka saling bergantian dalam membawa pulang buku untuk
belajar dirumah.
2.
Kurangnya media
pembelajaran, sehingga guru sering tidak menggunakan media pembelajaran dalam
mengajar pembelajaran akhlak.
3.
Kurangnya kepedulian orang tua di rumah terhadap perbaikan akhlak
anak, sehingga siswa terbiasa dengan akhlak dirumah.
4.
Kurangnya pengawasan dan pembinaan orang tua, baik itu sekolah
maupun dilingkungan tempat siswa tinggal.
Kondisi lingungan yang
kurang mendukung untuk mendidik siswa untuk berakhlak yang baik, karena
sebagian besar siswa SMP Negeri 2 Juli merupakan penduduk pinggir laut yang
kondisi watak mereka keras[3]
Bersarkan pendapat diatas, maka penulis berkesimpulan
bahwa guru yang merupakan salah satu unsur di bidang kependidikan harus
berperan aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga potensial sesuai
dengan tuntutan masyarakat yang semakin berkembang dalam arti khusus dapat
dikatakan bahwa pada setiap hari guru itu terletak tanggungjawab untuk membawa
para siswanya kearah yang lebih baik.
[2] Hasil Wawancara dengan Bapak Syarifuddin, S.Pd Kepala SMP Negeri 2 Juli
pada tanggal 26 September 2013.
[3] Hasil Wawancara dengan Bapak Syarifuddin, S.Pd Kepala SMP Negeri 2 Juli Kabupaten Bireuen pada tanggal 27 September
2013.
0 Comments
Post a Comment