A. Sejarah
Tasawuf
Menurut sejarah, orang yang pertama kali
memakai kata “sufi” adalah Abu Hasyim al Kufi (zahid Irak, w. 150). Sedangkan
menurut Abdul Qosim Abdul Karim bin Hawazin bin Abdul Malik bin Talha bin
Muhammad al Qusyairi (tokoh sufi dari Iran 376-465 H), istilah ”tasawuf” telah
dikenal sebelum tahun 200 H. Tetapi ajaran pokok yang selanjutnya merupakan
inti tasawuf itu baru muncul secara lengkap pada abad ke 3 Hijriyah. Pada abad
ke 2 Hijriyah itu itu belum diketahui adanya orang-orang yang disebut sufi;
yang terlihat adalah aliran Zuhud (penganutnya disebut zahid).[1]
Seperti diketahui dalam sejarah, para zahid besar
dalam abad ke 2 H. (seperti al Hasan al Basri, abu Hasyim al Kufi, Sufyan as
Sauri, Fudail bin Iyad, Rabi’ah al Adawiyah dan Makruf al Karkhi) dan
lebih-lebih lagi mereka yang hidup pada abad-abad berikutnya (eperti al
Bistaami, al Halaj, Junaid al Bagdadi, al Harawi, al Gazali, Ibn Sab’in, Ibni
Arabi, abu al Farid, Jalaluddin ar Rumi) telah mengolah atau mengembangkan
sikap atau emosi agamadalam hati mereka dengan kesungguhan yang luar biasa. Sebelum
munculnya Ar Rabbi’ah al Adawiyah (w.185 H) tujuan tasawuf yang diupayakan oleh
para zahid menurut penilaian para ahli, tidak lain dari terciptanya kehidupan
yang diridhai oleh Tuhan didunia ini, sehingga di akhirat terlepas dari azab
Tuhan (neraka) dan memperoleh surga-Nya. [2]
Untuk tiba pada identifikasi akhir tasawuf dengan
thariqah, yang kita ketahui terjadi pada abad ke 3 H, kita harus
meneliti apa yang sebenarnya terjadi dalam tradisi Islam yang mengakibatkan
timbulnya tasawuf. Ada sejumlah peristiwa yang berlangsung pada masa itu, yang
kesemuanya membuat tasawuf mengemukakan : Pertama, kecenderungan
mencampuradukan asketisme dengan jalan itu; Kedua, semakin
mantapnya aliran-aliran yurisprudensi eksetorik; Ketiga,
pernyataan-pernyataan kaum syi’ah mengenai para imam; Keempat, munculnya
filsafat Islam; Kelima, meningkatnya formalism ahli-ahli hukum; dan Keenam,
tuntutan untuk memastikan bahwa pesan integral dari wahyu, sejak saat itu
dikaitkan dengan tasawuf. Jika diperhatikan keenam hal tersebut, kelihatan kaitan erat dengan
kemunculan tasawuf.[3]
Tasawuf yang sering kita temui dalam khazanah
dunia islam, dari segi sumber perkembangannya, ternyata muncullah pro dan
kontra, baik dikalangan muslim maupun dikalangan non muslim. Mereka yang kontra
menganggap bahwa tasawuf Islam merupakan sebuah faham yang bersumber dari
agama-agama lain. Pandangan ini kebanyakan diwakili oleh para orientalis
dan orang-orang yang banyak terpengaruh oleh kalangan orientalis ini. Dengan tidak bermaksud untuk tidak melibatkan diri pada persoalan pro
dan kontra itu, dalam tulisan ini, kami akan mempertengahkan paham tasawuf
dalam tinjauan yang lebih universal karena tentang asal usul atau ajaran
tasawuf, kini semakin banyak orang menelitinya. Kesimpulannya perbedaan
paham itu disebabkan pada asal usul tasawuf tersebut. Sebagian beranggapan
bahwa tasawuf berasal dari masehi (Kristen), sebagian lagi mengatakan
dari unsur Hindu-Budha, Persia, Yunani, Arab, dan sebagainya. Untuk itulah, kami
akan menguraikan asal usul tasawuf dalam konteks kebudayaan tersebut. Hal ini
dimaksudkan untuk melihat apakah tasawuf yang ada di dunia Islam terpengaruhi
dengan konteks kebudayaan tersebut atau tidak.[4]
[3]
Hamka. Tasawuf Perkembangan dan Pemurniaanya, (Jakarta: P.T.Citra Serumpun Padi, 1986), hal. 23.
0 Comments
Post a Comment