BAB
II
MUSTAFA
KAMAL DAN SEKULERISASI
A. Sejarah
Singkat Mustafa Kamal At-Taturk
Mustafa Kamal
adalah seorang pemimpin besar Islam yang sangat berkuasa di Turki, sehingga dia
digelar dengan sebutan at-Taturk.
Dia juga disebut
sebagai pendiri dan presiden pertama Republik Turki. Dengan sebutan at-Taturk
(Bapak Turki). Lahir di Slonika, ibukota Macedonia , yang pada waktu itu
merupakan bagian kerajaan Turki Utsmani. Ayahnya, Ali Redha Efendi, adalah
seorang pegawai rendah kemudian menjadi pedagang kayu. Dalam usia 17 tahun,
ayahnya meninggal dunia dan kemudian ia dibesarkan ibunya, Zubeyde Hanum. Namun
jika dilihat pendidikannya, setelah menamatkan sekolah dasar (1893), ia
memasuki Military Secondary School di Salonika.[1]
Tambahan Kemal
pada namanya diberikan oleh gurunya. Setelah tamat (1895), ia melanjutkan pada
Military Academy di Minasti dan War College di Istambul sebagai kadet
infanteri. Maka ia belajar di War
College bersamaan dengan
masa pemerintahan Sultan Abdul Hamid (1876-1909) yang refresif. Ia memasuki
dinas militer pada tahun 1902 dengan memperoleh pangkat Kapten tahun 1905 dan
ditempatkan di Damaskus pada staf Angkatan Darat. Di sana ia membentuk organisasi wathan
(cinta tanah air). Dalam kedudukannya sebagai perwira ia melakukan perjalanan
ke Yaffa, Beirut ,
dan Yerussalem.
Di tempat ini
berhasil membuka cabang organisasi rahasia itu. Tahun 1907 pangkatnya dinaikkan
manjadi Mayor dan dipindahkan ke tempat kelahirannya, Macedonia . Secara rahasia ia
berhubungan dengan ittihad ve Terekki (Perkumpulan Persatuan dan
Kemajuan), salah satu sayap utama dari gerakan Turki Muda. Dalam perang Balan
ia ditempatkan diberbagai front dan kemudian di angkat sebagai Atase Militer di
Sofia. Ketika dalam Perang Dunia I kerajaan Utsmani memihak Jerman melawan
sekutu, atas permintaannya ia dipanggil pulang untuk ikut serta dalam perang.
Memimpin sebuah Divisi di Gahlipoli ,
ia berhasil menahan serangan
Inggris tahun 1915. sukses yang dicapainya itu menyelamatkan Istambul dari
invasi musuh, dan merupakan sekian banyak dari sedikit kesuksesan yang
diperoleh Kerajaan Utsmani selama perang. Ia menjadi terkenal dan disanjung
sebagai pahlawan nasional.[2]
Bulan Pebruari
1916 ia dipindahkan ke Dyarbarkir dengan pangkat jendral. Tidak lama kemudian
ia dipindahkan ke Syria
sebagai komandan Divisi VII Angkatan Darat yang baru dibentuk. Kembali ke
Istambul 1917, ia melakukan kunjungan ke Jerman dan Austria . Bulan Juli 1918 ia kembali
ke Istambul dan kemudian dikirim ke Palestina. Enam minggu kemudian pihak
sekutu melakukan serangan terakhir. Pasukan Jerman dan Turki terpaksa keluar
dari Palestina dan Syiria. Sewaktu Mustafa Kamal merancanakan serangan balasan,
ia mendengar gencatan senjata telah ditandatangani di Mudros (30 Oktober 1918).
Dua minggu kemudian pasukannya dibubarkan dan ia kembali ke Istambul. Ia sampai
di Ibukota Kerajaan itu bersamaan dengan hari kedatangan Angkatan Laut sekutu
di kota itu.[3]
[1]M. Hutchin, Encyclopedia Britannica,
Vol. 22, Chicago, Encyclopedia Britannica, 1970, hal. 170
[2]Harun Nasution, Pembaharan dalam
Islam, Jakarta :
Bulan Bintang, 1982, hal. 125
[3]Hutchin, Op. cit, hal. 175
0 Comments
Post a Comment