Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Teknik Pembinaan Kader Dakwah


A.  Teknik Pembinaan Kader Dakwah

Pembinaan kader dakwah merupakan tugas dan tanggung jawab pesantren yang mesti dilakukan jika terdapat santri yang berkeinginan untuk belajar ilmu dakwah. Namun dalam melakukan usaha memberikan pelajaran ilmu dakwah[1], guru memerlukan beberapa cara, antara lain:
1.     Memberi angka
Angka dalam hal ini sebagai simbol dari nilai kegiatan belajarnya. Banyak siswa belajar yang utama justru untuk mencapai angka atau nilai yang baik. Angka-angka yang baik itu bagi para siswa merupakan motivasi yang sangat kuat. Namun demikian yang harus diingat  oleh guru bahwa pencapaian angka-angka seperti itu belum merupakan hasil belajar yang sejati, hasil belajar yang bermakna.[2]
2.     Hadiah
Hadiah dapat juga dikatakan sebagai motivasi, tetapi tidaklah selalu demikian. Karena hadiah untuk suatu pekerjaan, mungkin tidak akan menarik bagi seseorang yang tidak senang dan tidak berbakat untuk sesuatu pekerjaan tersebut.
3.     Saingan/Kompetisi
Saingan atau kompetisi dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong santri belajar. Persaingan, baik persaingan individual maupun persaingan kelompok dapat meningkatkan prestasi belajar santri.[3]
4.     Ego – Involvoment
Menumbuhkan kesadaran kepada santri agar merasakan pentingnya belajar dan menerimanya sebagai tantangan sehingga mereka bekerja keras dengan mempertaruhkan harga diri, adalah sebagai salah satu motivasi yang cukup penting.[4]
5.     Materi Ulangan
Para santri akan menjadi giat belajar jika mengetahui akan ada ulangan. Oleh karena itu, memberi ulangan merupakan sarana motivasi, tetapi memberikan ulangan jangan terlalu sering, karena santri bisa bosan dan bersifat rutinitas.[5]
6.     Mengetahui Hasil
Dengan mengetahui hasil belajar, apalagi kalau terjadi kemajuan, akan mendorong santri untuk lebih giat belajar. Semakin mengetahui bahwa grafik hasil belajar meningkat, maka motivasi pada diri santri untuk terus belajar dengan suatu harapan hasilnya terus meningkat.[6]
7.     Pujian
Pujian merupakan bentuk motivasi yang positif sekaligus umpan balik yang baik. Oleh karena itu, supaya pujian ini merupakan motivasi, pemberiannya harus tepat.
8.     Hukuman
Hukuman sebagai reinforcement yang negatif kalau diberikan secara tepat dan bijak akan bisa menjadi alat motivasi. Tetapi guru harus memahami prinsip-prinsip pemberian hukuman.[7]
9.     Hasrat untuk Belajar
Hasrat untuk belajar berarti pada diri santri itu memang ada motivasi untuk belajar, sehingga sudah barang tentu hasilnya akan lebih baik.
10. Minat
Motivasi sangat erat hubungannya dengan unsur minat. Motivasi muncul karena ada kebutuhan. Proses belajar akan berjalan lancar kalau disertai dengan minat. Minat antara lain dapat dibangkitkan dengan cara-cara sebagai berikut:
a)          Membangkitkan adanya suatu kebutuhan.
b)          Menghubungkan dengan persoalan pengalaman yang lampau.
c)           Memberikan kesempatan untuk mendapatkan hasil yang baik.
d)          Menggunakan berbagai macam bentuk mengajar.[8]
11. Tujuan yang Diakui
Rumusan tujuan yang diakui dan diterima baik oleh santri akan merupakan alat komunikasi yang sangat penting. Sebab dengan memahami tujuan yang harus dicapai, karena dirasa sangat berguna dan menguntungkan, maka akan timbul gairah untuk terus belajar.
Bermacam-macam motivasi itu dapat dikembangkan dan diarahkan guna untuk dapat melahirkan hasil belajar yang bermakna. Pada mulanya, jika santri rajin belajar, ustadz harus mampu melanjutkan dari tahap rajin belajar kepada kegiatan belajar yang bermakna.



[1]M. Dawam Rahardjo, Pesantren dan Pembaharuan, (Jakarta: LP3ES, 1993), hal. 95

[2]Marwan Saridjo, Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia, (Jakarta: Dharma Bhakti, 1980), hal. 135
[3]Habib Carzhin, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LP3ES, 1982), hal. 122

[4]Ibid., hal. 122

[5]Karel Steen Brink, Pesantren Madrasah Sekolah, Terj. Anton Suseno, (Jakarta: LP3ES, 1979), hal. 67
[6]Mustafa Syarief, Administrasi Pendidikan, (Jakarta: Baryu Barkan, t.t.), hal. 17
[7]M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hal. 156
[8]Ibid., hal. 113