Pengertian Pendidikan Tauhid
A. Pengertian
Pendidikan Tauhid
Abu Tauhid dalam bukunya “Beberapa Aspek Pendidikan Islam”
mengungkapkan bahwa arti menjaga diri
serta keluarga dari siksa api neraka atau disebut (الوقاية) di dalam ayat ini dengan mengutip
pendapat Sayid Sabiq: “Menjaga diri dan keluarga dari api neraka adalah dengan
pengajaran dan pendidikan, serta mengembangkan kepribadian mereka kepada akhlak
yang utama, serta menunjukkan kepada hal-hal yang bermanfaat dan membahagiakan diri
serta keluarga”.[1]
Setiap orang tua ingin menyelamatkan dirinya serta keluarganya dari
siksa api neraka, serta ingin mendidik putra putrinya karena hal itu sudah
menjadi kodrat sebagai orang tua. Namun bagi para orang tua yang beriman,
mendidik anak bukan hanya mengikuti dorongan kodrat naluriah, akan tetapi lebih
dari itu yakni dalam rangka melaksanakan perintah Allah Swt. yang harus dilaksanakan.[2] Oleh sebab itu orang tua harus memberikan pendidikan terutama
penanaman ketauhidan kepada putra putrinya.
Tauhid, berarti mengakui bahwa seluruh alam semesta beserta isinya
berada dalam kekuasaan Allah Swt.
hanya ada satu tuhan karena jika ada tuhan yang lain selain Allah maka niscaya
alam semesta akan hancur lebur.
لَوْ كَانَ
فِيهِمَا آلِهَةٌ إِلَّا اللَّهُ لَفَسَدَتَا …(سورة الانبياء : ٢٢)
Artinya: Sekiranya ada di langit dan bumi tuhan-tuhan selain
Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa.(Qs. Al-Anbiya:22)
Sehingga jin dan manusia diciptakan Allah hanyalah untuk mengabdi,
menyembah serta menghambakan dirinya secara penuh sebagai hamba-Nya.
وَمَا
خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ (سورة الذاريات : ٥٦)
Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan
supaya mereka menyembah-Ku.(Qs. Adz-Dzariyaat:56)
Allah yang Maha Pengampun akan mengampuni dosa apapun
yang dilakukan hamba-Nya selama ia bertobat, namun Allah tidak akan memberikan
pengampunan terhadap siapa saja yang telah menduakan-Nya, menyamakan-Nya dengan
yang lain sampai-sampai Allah memberikan ultimatum ini sebanyak dua kali dengan
redaksi yang hampir sama yakni dalam surat an Nisa ayat 48 sebagai berikut:
إِنَّ
اللّهَ لاَ يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَاءُ
وَمَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْماً عَظِيماً
) النساء: ٤٨(
Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari
(syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan
Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.(Qs. An-Nisa:48).
Perbuatan syririk atau lawan dari tauhid berarti menzalimi
diri sendiri, serta Allah mengharamkan pelakunya untuk menikmati surga karena
tempat bagi siapa saja pelakunya adalah neraka jahanam sebagaimana yang
terdapat dalam surat Al-Maidah ayat 72 sebagai berikut:
لَقَدْ
كَفَرَ الَّذِينَ قَالُواْ إِنَّ اللّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيحُ
يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُواْ اللّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ
بِاللّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللّهُ عَلَيهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ
مِنْ أَنصَارٍ (سورة الما ئدة : ٧٢)
Artinya: Sesungguhnya telah kafirlah
orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam",
padahal Al Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israil, sembahlah Allah
Tuhanku dan Tuhanmu". Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu
dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya
ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun.(Qs.
Al-Maidah:72).
Tauhid, dalam Ensiklopedia Islam yang disusun oleh Tim
IAIN Syarif hidayatullah terbagi menjadi
dua yakni : tauhid Rububiyah dan tauhid Ubudiyah.[3] Sedangkan
menurut Isma’il Raji Al Faruqi tauhid terdiri dari tiga kriteria yang talazum,
yakni Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Al Hakimiyah.[4] Ruang
lingkup aqidah oleh Yunahar Ilyas, yang meminjam sistematika Hasan al Banna
membagi ruang lingkup tauhid menjadi 4 bagian yakni Ilahiyat, Nubuwat, Ruhaniyat,
dan Sam’iyyat[5].
Semua aktivitas alam semesta ini tidak terlepas dari kebesaran dan
kekuasaan Allah sebagai Rabb. Allah tidak membutuhkan bantuan siapapun
untuk mengurus alam ini, mengakui bahwa Dialah Rabb yang Esa, tunggal tidak ada
Rabb selain Dia inilah yang disebut sebagai tauhid rububiyah. Selanjutnya ketauhidan itu tidak hanya pengakuan bahwa
Allah satu-satunya pencipta dan Ilah, namun ketauhidan tersebut harus sejalan
dengan semua aktivitas seorang hamba, keyakinan tersebut harus diwujudkan
melalui ibadah, amal sholeh yang langsung ditujukan kepada Allah Swt. tanpa
perantara serta hanya untuk Dialah segala bentuk penyembahan dan pengabdian,
ketaatan tanpa yang hanya tertuju
kepada-Nya syarat, inilah tauhid ubudiyah.
Tauhid Uluhiyah sebagaimana dijelaskan oleh Daud Rasyid
ialah bahwa yang berhak dijadikan tempat khudhu’ atau ketundukan dalam
beribadah serta ketaatan hanyalah Allah Swt yang berhak dipatuhi secara mutlak
oleh hambanya bukan hamba yang berlagak sebagai “raja”.[6] Dijelaskan pula bahwa Tauhid Al Hakimiyah
ialah hanya Allah-lah yang berhak membuat ketentuan, peraturan, dan hukum. Meskipun
mungkin konsep ini sudah terkandung dalam pengertian Uluhiyah namun ulama
kontemporer tetap memisahkannya dengan tujuan menonjolkan kehakimiyahan Allah Swt.[7]
Ketauhidan ini harus dimiliki oleh setiap muslim, oleh sebab itu
ditanamkan kepada para generasi penerus karena tanpa tauhid semuanya akan
hancur, baik masa depan agama maupun bangsa. Pendidikan ketauhidan perlu
ditanamkan sejak dini. Awal kehidupan serta lingkungan pertama dan utama yang
dikenal anak adalah keluarga.
[1] Abu
Tauhied, Ms., Beberapa Aspek Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan
Kalijaga, 1990), hal .236.
[2] Ibid,
hal. 2.
[3] Tim
Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1992), hal. 934.
[4]
Ismail Raji al Faruqi, Tauhid, Terjemahan Rahmani Astuti, (Bandung:
Pustaka, 1988), hal.18.