Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Kekuatan Seorang Ibu

Kekuatan Seorang Ibu

Dalam banyak hal, perempuan selalu ditempatkan sebagai warga kelas dua. Termasuk dalam pendidikan. Sedari kecil perempuan selalu diajarkan untuk mengalah. Bagi mereka, sekolah sekadar bisa baca tulis dan menghitung. Tidak perlu sangat pintar.

Menempatkan perempuan sebagai warga kelas dua, merupakan tabiat semua bangsa yang masih terkungkung ketertinggalan dalam peradaban. Juga gagal menemukan sains di dalam agama.

Di dalam Islam, perempuan ditempatkan pada posisi teramat agung. Karena perempuan sangat menentukan maju atau tidaknya sebuah bangsa. Maka seringkali disampaikan bila madrasah pertama bagi seorang anak adalah ibu. Bukan ayah, bukan pula guru di sekolah, guru di balai pengajian dan sebagainya.

Saya menonton sebuah film edukasi yang dibuat di Malawi, negara di benua Afrika. Seorang anak yang tergila-gila pada pengetahuan, harus berhadapan dengan ayahnya yang memiliki kenangan buruk pada sekolah. Sang ayah tidak dapat melanjutkan pendidikan karena tidak mampu membayar biaya pendidikan. Walau ia telah memohon agar diberikan kesempatan, tapi guru tidak berkenan memberi waktu. Ia harus keluar karena tidak ada lagi kesempatan yang pantas diberikan.

Bartahun-tahun kemudian, lelaki tersebut menikah dan memiliki anak yang diberi nama William. Si anak mewarisi bakat sang ayah. Tapi ia selalu saja berhadapan dengan tembok ego ayah yang kecewa pada masa lalunya.

Di tengah kemelut itu, ibunya William turun tangan. Kepada suaminya dia berkata. "Aku selalu patuh padamu. Menuruti semua inginmu. Tapi kali ini aku tidak bisa lagi diam dan mengangguk. Karena kau telah keterlaluan. Membunuh impian putramu sendiri, yang setiap hari bercita-cita ingin membuat generator listrik sederhana agar ladang-ladangmu yang kering dapat dialiri air."

"Dia akan gagal! Pertaruhannya sangat besar!" bentak sang suami.

"Darimana kamu tahu bila anak kita akan gagal? Bilapun dia gagal, bukankah dia bisa memperbaikinya? Tidakkah dulu ayahku juga ragu padamu. Tapi aku percaya bila kamu dapat membahagiakanku. Ayolah, jangan bawa kenangan burukmu di masa lalu dan kau timpakan pada anak kita."

Di bagian akhir sinema tersebut, William berhasil membuat generator listrik bertenaga angin dan berhasil memompa air dari dalam sumur dalam, dan mengairi ladang jagung milik warga desa. William kemudian mendapatkan beasiswa dari Pemerintah Malawi untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.

Film tersebut diangkat dari kisah nyata. Saya mencatat satu hal yang paling mendasar. Bahwa peran ibu sangat besar dalam sebuah perubahan. Intinya, tanpa seorang ibu yang cerdas, mustahil seorang anak berhasil menjadi pribadi pemberani, teguh dan bercita-cita tinggi.

Dalam banyak diskusi informal, saya sering mendapatkan keluhan dari lelaki yang sudah menikah. "Istriku payah kali. Gak bisa diajak ngomong. Di rumah, aku hanya menemukan perempuan yang hanya bisa mengangguk dan cemburu tanpa alasan."

"Dulu, kupikir, dengan paras istri cantik, sudah lebih dari cukup untuk mengarungi bahtera rumah tangga. Tapi kini aku sadar bila setelah menikah, aku bukan sekadar butuh seks, tapi juga butuh teman, kekasih sekaligus oposisi intelektual." kata yang lain.

"Saya bingung juga mau ngasih pendapat seperti apa. Mantu saya bila diajak bicara tidak nyambung." Kata seorang perempuan yang telah memiliki menantu.

*
Seorang teman pernah bertanya. "Kapan Aceh akan maju?"

Saya menjawab "Ketika perempuan Aceh kembali ke puncak tertinggi ilmu pengetahuan. Ketika perempuan Aceh secara umum bersekolah di sekolah berkualitas dan mengisi bangku-bangku perguruan tinggi ternama di dunia. Ketika itu terjadi, percayalah, Aceh mulai menuai sumber daya manusia yang unggul"

Menurut saya, perempuan adalah kekuatan paling besar yang dapat diharapkan mengubah peradaban. Bila moral perempuan rusak, maka peradaban akan hancur. Bila perempuan bodoh, negeri akan hancur. Bila perempuan lemah, negeri akan hancur.

Perempuan harus paripurna dalam hal pendidikan agama dan pendidikan dunia.

Bila sekarang kita mengenali banyak negara di dunia yang memiliki SDM luar biasa, percayalah berpuluh tahun lampau, atau ratusan tahun yang lalu, mereka memperbaiki keadaan dengan memberikan ruang besar bagi pengembangan kualitas intelektual perempuan. Apa yang kita semai itulah yang kita tuai.

Perempuan cerdas yang berhasil melahirkan manusia cerdas, namanya jarang sekali dicatat sejarah. Selalu saja ayah yang mendapatkan nama besar dari kejayaan yang diciptakan oleh anaknya. Bila kelak putera saya menjadi ilmuan besar di masa depan, maka bukan nama Mutia Dewi yang dibicarakan orang. Bukan nama istri saya yang akan dicatat di dalam sejarah. Tapi nama sayalah yang akan direkam dalam banyak dokumen. Prof. Dr. H. Nyak Rafa, Lc., bin Muhajir Juli.

Padahal, yang berlelah-lelah membentuk pengetahuan Rafa adalah istri saya. Dialah yang setiap hari harus berfikir mencari bahan belajar, menjawab pertanyaan dengan sabar serta terkantuk-kantuk di sudut kamar sembari menunggu si agam menyelesaikan PR yang diberikan guru sekolah.

Sebagai penutup tulisan ini, saya akan menceritakan kisah seorang ibu muda yang telah menjanda. Dengan segenap tenaga, bekerja apapun, demi menyekolahkan puteri semata wayangnya. Mulai dari memetik pinang di kebun hingga menjadi pramusaji di sebuah warung kopi di Bireuen. Bekerja dari pagi hingga sore, dan tiap lembar rupiah yang didapatkannya, disimpan untuk biaya hidup dan pendidikan puterinya.
Sebagai janda dengan pekerjaan sebagai pramusaji warung kopi, dia memiliki cita-cita tinggi. Tanpa ragu dia mendaftarkan anaknya ke sebuah pesantren terpadu. Semurah-murahnya biaya mondok di pesantren terpadu, tentu tidaklah sangat murah. Apalagi bagi seorang perempuan yang bergaji tidak sampai dua juta. Tapi ini bukan soal berapa banyak ia memiliki uang. Tapi seberapa tinggi perempuan tersebut memiliki cita-cita.

"Puteriku harus mendapatkan pendidikan terbaik. Biarlah aku yang merasakan perihnya hidup, bertarung dengan waktu, tak peduli hujan dan terik matahari, asalkan dia mendapatkan pendidikan melebihi apa yang pernah kudapatkan." itulah kira-kira pesan yang disampaikankan olehnya. Walau hal itu tidak pernah dia kalamkan.

Saya meyakini, bila tidak ada aral melintang, suatu saat, nama puteri sang janda cerai mati itu, akan tercatat di buku induk mahasiswa Al-Azhar University, Cairo, Mesir. Tidak ada yang mustahil di dunia ini. Keajaiban-keajaiban akan selalu terjadi. Hanya ibu-ibu luar biasa, yang dapat merajut impian dan menjaganya untuk buah hati tercinta.

Kepada ibu hebat di seluruh dunia, salam takzimku untuk kalian.

Penulis: Muhajir Juli