Penulis: Nur Ilmi
Covid-19, virus yang tergolong berbahaya, membuat infeksi saluran nafas, pilek hingga hal yang lebih serius. Virus yang kini membuat beberapa masyarakat memilih stay dirumah. Termasuk Dianra, perempuan yang berumur 27 tahun. Saat ini Dianra berprofesi sebagai dosen di salah satu Universita Negeri yang ada di Makassar. Saat itu, Dianra sedang sibuk menata rumah yang baru saja dibelinya. Meski agak sempit dari kontrakan sebelumnya, setidaknya rumah yang ditempatinya kini adalah miliknya sepenuhnya. Rumah yang letaknya tidak jauh dari lokasi tempatnya mengajar. Awalnya Dianra cukup senang menerima pesan singkat melalui benda pipih disakunya. Kalimat yang bertuliskan bahwa kampus mulai tutup demi menghindari penyebaran virus yang saat ini mulai menghantui.
Keadaan yang sepatutnya tidak untuk disyukuri. Pikirnya, dengan begitu Ia akan banyak memiliki waktu untuk merapikan rumah, ataupun sekedar bolak balik kerumah dan kontrakan untuk mengambil beberapa barang yang tertinggal.Meski kampus ditutup, bukan berarti perkuliahan tidak berjalan. Belajar online merupakan salah satu strategi saat ini. Merapikan rumah sekaligus mengupdate materi perkuliahan cukup membuat Dianra dengan mudah membagi waktu. Aplikasi yang digunakannya kini bersama mahasiswa juga sangat mebantu dalam memberikan materi ataupun tugas perkuliahannya.
***Matahari menyonsong dibalik jendela. Suara riang dari anak tetangga membuat anak sematawayangnnya terbangun. Dianra yang saat itu sibuk mempersiapkan pembelajaran online akhirnya terganggu. Rasyid anak laki-lakinya merengek minta dibuatkan susu. Mengingat perkuliahan masih satu jam lagi, akhirnya Dianra meninggalkan kesibukannya sejenak demi anaknya Rasyid.Susu telah siap. Sedang air hangat untuk Rasyid mandi juga sudah menunggu. Saat ini, Dianra melakoni perannya sebagai Ibu rumah tangga juga sebagai pengajar. Biasanya jika situasi normal, pagi-pagi sekali Dianra telah berangkat kekampus. Sedang Rasyid akan dijaga oleh ayahnya yang saat ini stay dirumah demi Rasyid.
***Matahari menyonsong dibalik jendela. Suara riang dari anak tetangga membuat anak sematawayangnnya terbangun. Dianra yang saat itu sibuk mempersiapkan pembelajaran online akhirnya terganggu. Rasyid anak laki-lakinya merengek minta dibuatkan susu. Mengingat perkuliahan masih satu jam lagi, akhirnya Dianra meninggalkan kesibukannya sejenak demi anaknya Rasyid.Susu telah siap. Sedang air hangat untuk Rasyid mandi juga sudah menunggu. Saat ini, Dianra melakoni perannya sebagai Ibu rumah tangga juga sebagai pengajar. Biasanya jika situasi normal, pagi-pagi sekali Dianra telah berangkat kekampus. Sedang Rasyid akan dijaga oleh ayahnya yang saat ini stay dirumah demi Rasyid.
Sejak setahun, Aman suami Dianra memilih resign dari pekerjaannya demi tinggal bersama dengan keluarga kecilnya. Meski demikian, sesekali Aman tetap bekerja sampingan jika Dianra sedang libur. Hasilnya lumayan meringankan kebutuhan dapur.“Pa, tolong mandiin Rasyid. Airnya sudah siap tuh dikamar mandi.” Teriaknya dari arah dapur sembari menyiapkan nasi goreng.“Iya, Ma. Bentar. Papa cuci tangan dulu.” Responnya dari depan rumah yang sibuk mencabut rumput.“Cepetan, Pa. Rasyid sudah merengek tuh.”“Iya, iya.” Aman menghampiri Rasyid dengan memasang muka lucu.“Mana anak Papa? Yuk sini yuk mandi.” Menggendong dan mengambil handuk kecil yang tersimpan di kursi.
***“Ya... ampun.” Teriak Dianra sambil menepuk jidat. Ia bergegas mematikan kompor dan berlari kecil menuju kamar.“Ada apa, Ma?” Tanya Aman dengan wajah heran.“Ini, Mama lupa nyiapin materi untuk kuliah anak-anak.” Responnya dibalik kamar.
Aman dengan wajah kesal. Bergegas keluar kamar sebelum Rasyid beraksi membanting laptopnya.Satu tantangan jika Dianra sedang membuka laptop di rumah. Meski hanya sebentar, Rasyid akan segera menghampiri. Ntah itu minta dipangku, menutup laptop dengan keras atau bahkan memainkan jemarinya di atas keyboard. Rasyid yang masih berumur dua tahun sangat aktif dan sangat gampang menirukan kegiatan orang sekitarnya. Terang saja jika Dianra mulai mengambil buku, Ia juga akan bergegas menarik buku yang dipegang Dianra. Duduk dengan buku diatas pahanya. Pura-pura membaca dengan mengeluarkan kata yang tidak jelas. Mengundang tawa setiap orang yang melihatnya.Hal ini kadang membuat Dianra memilih bekerja ditengah malam saat Rasyid tertidur pulas. Sejak adanya Covid Dianra lebih banyak begadang ketimbang biasanya. Ia tidak ingin membuat anaknya kecewa saat berada di rumah. Hal yang membuatnya selalu menyiapkan materi perkuliahan di malam hari. Tinggal mengatur waktu untuk di update di aplikasi. Sedang saat perkuliahan. Dianra akan memantau melalui grup wa ataupun melalui aplikasi yang digunakannyaJika ada kesepakatan dengan mahasiswa, sesekali Dianra memberikan materi dengan tatap muka dengan sistem daring. Dan seperti biasa, tidak semua mahasiswa hadir tepat waktu, kadang bahkan ada yang tidak masuk dengan alasan Warung Internet disekitaran rumah belum terbuka. Sesuatu yang mengharuskan Dianra maklum terhadap mahasiswa yang seperti ini. Meski demikian, terkadang Dianra tersenyum bangga jika membaca pesan singkat mahasiswanya. Rela menempuh jarak jauh agar bisa mendapat jaringan demi keikutsertaannya dalam perkuliahan online. Bukan hanya sekedar menulis maaf tanpa berusaha. Satu kata yang pasti, MAU kata kunci sederhananya.
Aman dengan wajah kesal. Bergegas keluar kamar sebelum Rasyid beraksi membanting laptopnya.Satu tantangan jika Dianra sedang membuka laptop di rumah. Meski hanya sebentar, Rasyid akan segera menghampiri. Ntah itu minta dipangku, menutup laptop dengan keras atau bahkan memainkan jemarinya di atas keyboard. Rasyid yang masih berumur dua tahun sangat aktif dan sangat gampang menirukan kegiatan orang sekitarnya. Terang saja jika Dianra mulai mengambil buku, Ia juga akan bergegas menarik buku yang dipegang Dianra. Duduk dengan buku diatas pahanya. Pura-pura membaca dengan mengeluarkan kata yang tidak jelas. Mengundang tawa setiap orang yang melihatnya.Hal ini kadang membuat Dianra memilih bekerja ditengah malam saat Rasyid tertidur pulas. Sejak adanya Covid Dianra lebih banyak begadang ketimbang biasanya. Ia tidak ingin membuat anaknya kecewa saat berada di rumah. Hal yang membuatnya selalu menyiapkan materi perkuliahan di malam hari. Tinggal mengatur waktu untuk di update di aplikasi. Sedang saat perkuliahan. Dianra akan memantau melalui grup wa ataupun melalui aplikasi yang digunakannyaJika ada kesepakatan dengan mahasiswa, sesekali Dianra memberikan materi dengan tatap muka dengan sistem daring. Dan seperti biasa, tidak semua mahasiswa hadir tepat waktu, kadang bahkan ada yang tidak masuk dengan alasan Warung Internet disekitaran rumah belum terbuka. Sesuatu yang mengharuskan Dianra maklum terhadap mahasiswa yang seperti ini. Meski demikian, terkadang Dianra tersenyum bangga jika membaca pesan singkat mahasiswanya. Rela menempuh jarak jauh agar bisa mendapat jaringan demi keikutsertaannya dalam perkuliahan online. Bukan hanya sekedar menulis maaf tanpa berusaha. Satu kata yang pasti, MAU kata kunci sederhananya.
***Ada perbedaan yang signifikan yang dialami Dianra. Konsentrasi ketika mengajar di rumah cukup terpecahkan karena pekerjaan rumah. Jika biasanya Dianra bisa fokus mengajar di kelas, namun kini harus mengajar dan sesekali menyelesaikan pekerjaan rumah. Pernah satu waktu Dianra lupa menyiapkan pembelajaran. Untung saja ketua tingkat dari kelas yang di ajar cukup rajin mengingatkan dosennya.
Saat itu Dianra sibuk mencuci, memasak dan menyelesaikan pekerjaan rumah lainnya. Hingga lupa menyiapkan materi yang harusnya sudah disiapkan sejak malam sebelumnya.Rasyid juga terlihat lebih manja dari biasanya. Jika sebelumnya Ia akan senang dimandikan oleh Papanya justru berpaling dan menangis jika Mamanya tidak ikut serta menemaninya. Makan yang biasanya di suap Papanya justru harus dilakoni juga oleh Mamanya. Hal yang membuat Dianra harus banyak menyediakan mental dan tenaga untuk kedua rutinitasnya.Setidaknya sudah dua minggu perkuliahan online berjalan. Dianra selalu berharap bisa melaksanakan proses perkuliahan seperti biasanya.
Namun, rupaya doanya belum terjawab. Tanda-tanda akan dilaksakan perkuliahan seperti biasanya tak kunjung terlihat. Bahkan tempat tinggal Dianra kini sudah termasuk zona merah. Sejak daerahnya di vonis zona merah, akhirnya Dianra memutuskan kembali kekampung sejenak. Daerah yang dirasa paling aman saat ini. Dengan mengendarai skuter matic bersama suami dan anaknya. Dianra berangkat sepagi mungkin agar tidak terpapar matahari terlalu lama. Masker dan hand sanitizer tak lupa Ia siapkan. Meski awalnya Rasyid menolak memakai masker. Akhirnya mengalah juga setelah diiming-imingkan susu kotak dari warung sebelah rumah. Sepanjang perjalanan Rasyid tertidur pulas. Rupanya perjalan tidak mulus seperti biasanya. Melaju motor di perbatasan tanpa adanya pemeriksaan. Namun, ternyata saat ini penjagaan cukup ketat.
Setidaknya tiga perbatasan yang harus dilalui. Dan ketiganya tentu saja mengecek suhu badan Dianra beserta anak dan suaminya sebelum melanjutkan perjalanan. Sesampai di kampung. Perkuliahan online terus berjalan. Dua minggu sekali akan ada surat dari kampus yang menyatakan penambahan masa kuliah secara daring. Bahkan penyelesaian tugas akhir mahasiswa juga dilaksanakan secara daring. Meski kadang lagi-lagi ada beberapa mahasiswa yang terkendala jaringan tapi tentu tidak menghalangi jalannya seminar proposal. Untung saja kampung Dianra termasuk maju. Jadi tidak ada kendala jaringan yang berarti. Mahasiswa juga sebenarnya sudah diberikan bantuan untuk mengakses internet dalam bentuk rupiah.
Setidaknya para pengajar berharap mahasiswa bisa mengikuti perkuliahan tanpa alasan kekurangan kouta internet.Satu hikmah yang dirasakan para mahasiswa, bahwa puasa pertama di bulan Suci Rhamadan bisa disambut bersama keluarga. Yang harusnya mengikuti perkuliahan di kampus selama bulan Rhamadan justru bisa kuliah di rumah sekaligus berkumpul bersama keluarga.
Namun, yang menjadi tantangan selama bulan puasa, terkadang ada saja mahasiswa yang terlambat jika waktu perkuliahan di mulai Pukul 07.30. Sudah pasti dengan alasan terlambat bangun. Kebiasaan yang tidak bisa ditoleransi. Tertidur setelah shalat subuh.Ada yang menyenangkan ketika memberikan tugas kepada mahasiswa. Menginat MK yang dipegang Dianra bergelut dibidang pendidikan. Tentu saja mahsasiswa harus melaksakan simulasi mengajar. Biasanya mahasiswa akan simulasi dikelas. Terlihat sedikit gugup atau bahkan jadi bahan tertawaan dari teman-temannya. Tapi rupaya perkuliahan sitem online sedikit membantahkan ketidak percayaan diri didepan orang banyak.
Pengalaman simulasi pertama yang harus dijalankan dengan bantuan kamera. Merekam diri saat melaksanakan simulasi dengan latar tempat tinggal masing-masing. Ada yang kreatif dari beberapa mahasiswa. mengajak beberapa anak-anak untuk ikut serta dalam penyelesaian tugasnya. Anak-anak yang dijadikan model sebagai siswa yang diajarnya. Tapi tak jarang ada pula yang mengerjakan seadanya. Tugas yang harusnya simulasi minimal lima menit justru hanya berdurasi satu menit. Beberapa macam karakter saat perkuliahan online juga bermunculan. Yang biasa pendiam dikelas justru lebih aktif saat di perkuliahan sistem online.
Hal yang membuat Dianra mengacungkan jempol jika salah satu siswanya sepertinya ini. Ia menyadari satu hal, bahwa tidak semua yang terlihat diam, kurang dalam perkuliahan, tapi justru hanya sulit mengungkapkan kata melalui lisan. Terbukti dibeberapa perkuliahan online diisi dengan diskusi. Mahasiswa yang biasanya tidak pernah bersuara dikelas justru lebih aktif mengungkapkan argument melalui tulisan.
Sejak di kampung, dua peran yang biasanya dijalankan Dianra sedikit berkurang. Kini Dianra bisa lebih focus ketika mengajar. Rupaya adik Dianra juga memilih tinggal sejenak di kampung. Membuat Rasyid sangat senang dan memilih bermain dengan tantenya ketimbang mengganggu Mamanya yang sibuk didepan laptop. Urusan masak memasak juga sedikit berkurang. Ibu Dianra yang sangat mengerti dengan kesibukan Dianra tidak akan mengganggu Dianra saat sedang mengajar online. Setidaknya dengan begitu Dianra akan lebih berkonsentrasi ketimbang harus melakoni dua peran sekaligus.
Tidak terasa sudah berada di akhir perkuliahan. Beberapa kelas telah melaksanakan UAS sebelum lebaran Idul Fitri, sedang kelas lainnya UAS setelah lebaran. Selama perkuliahan online, beberapa ahasiswa justru terasa lebih dekat. Grup wa yang dibuat untuk masing-masing kelas memberikan warna tersendiri bagi Dianra. Saling mengucap maaf dan memaafkan melalui pesan singkat, rupanya tidak mengurangi silaturrahmi. Meski Dianra tidak hapal betul wajah-wajah mahasiswa yang diajarnya, namun, setidaknya namanya tetap akan teringat bagi Dianra.
Karakter-karakter yang berbeda sejak perkuliahan online juga terlihat jelas. Ketika mengupdate informasi di grup tak jarang ada yang hanya sekedar membaca tanpa respon, namun ada pula yang bersegera merespon walau hanya berkata ‘iya’.Banyak pengalaman yang terjadi selama covid. Melaksanakan perkuliahan online tidak mengurangi semangat belajar mengajar. Meski demikian, setiap orang selalu berharap pandemi ini segera berakhir.
Dua bulan lebih setidaknya membuat Dianra rindu mengajar di kampus. Bertatap langsung dengan mahasiswa dan melihat jelas respon balik ketika mengajar. Kadang Dianra berfikir. Apakah mahasiswa paham materi yang diberikan atau tidak? Apakah tugas yang dikerjakan betul-betul pemikiran sendiri atau justru hanya copas? Tapi yang pasti Dianra selalu berharap bisa mengajar kembali dan menikmati suasana kampus seperti biasa.
0 Comments
Post a Comment