Guru Lulusan SPG

Guru Lulusan SPG

Di Teupin Mane pernah hidup seorang guru lulusan SPG. Orang sekolahan yang diangkat sebagai guru negeri di MIN Cot Meurak Juli. Namanya Rasyidin. Putera Teungku Imum Baka yang sangat membumi.

Pak Rasyidin. Kami memanggilnya demikian. Sebagian teman sebayanya di kampung menyebutnya Din Lapôh, karena badannya kecil dan sangat cekatan dalam bekerja. Banyak hal bisa dia kerjakan tanpa mengeluh. Baginya tiap pekerjaan harus tuntas.

Cerita ini tentang kepeduliannya pada dunia pendidikan. Dia memiliki tetangga yang bernama Abdul Manaf, penjual kopi legendaris di kampung kami. Seorang lelaki muda yang memilih menduda pada usia sangat produktif. Dia memiliki dua putera.

Putera tertua Bang Manaf didaftarkan sebagai murid MIN Cot Meurak oleh Pak Din. Bukan sekadar itu, tapi juga diberi tumpangan setiap kali pergi dan pulang sekolah.

"Dari kelas I hingga lulus MIN, Pak Din tidak pernah lelah memberikan tumpangan pada anak saya. Setiap hari. Bahkan seringkali, walau Pak Din bisa pulang lebih cepat, tapi dia memilih menunggui putera saya hingga bel terakhir," kata Bang Manaf dengan mata agak berkaca-kaca.

Bagi Bang Manaf, kebaikan Pak Din bukan sebatas itu. Ketika dia merantau ke Sumatera Utara, Pak Din kembali memainkan peran besar. Dia menjadi "ayah angkat" untuk kedua anak Bang Manaf.

"Bagaimana ya saya menceritakan kebaikan hatinya? Bila dia membelikan kue untuk anak-anaknya masing-masing dua potong, maka anak saya juga akan diberikan dengan jumlah yang sama," kenang lelaki yang akrab disapa Apa Dô.

"Ketika saya di rantau, almarhum juga selalu memantau lauk pauk anak-anak. Dia sering membeli ikan basah (ungkôt udép) untuk anak saya. Dia sungguh luar biasa," kata apa Dô lagi.

Bagi Apa Dô Pak Din adalah sosok guru sekaligus tokoh gampông yang egaliter. Peduli dan mau berbagi.

Pak Din bukan PNS kaya. Anda bisa mengetahui berapalah gaji Pahlawan Tanpa tanda Jasa kala itu. Pas-pasan untuk bertahan hidup dengan pola sederhana. Apalagi dia sosok yang hidupnya lurus-lurus saja.

Untuk memenuhi kebutuhan belanja keluarga, sepulang dari mengajar, Pak Din berangkat ke kebun. Menanam sayur dan merawat tetumbuhan bernilai ekonomi di kebun kecilnya.

Dia juga tokoh gampông yang sangat disiplin salat. Imum Baka sukses mendidik anak-anaknya untuk disiplin melaksanakan salat lima waktu. Termasuk Pak Din, selalu ada di saf-saf salat.

Sejauh pengetahuan saya, Pak Din adalah sosok yang peduli pada dunia pendidikan. Ketika dia mengetahui bila saya menyukai dunia tulis menulis, dia mengatakan bahwa bila saya perlu mesin tik, dia bisa meminjamkan. "Yang penting jangan kamu rusak. Itu inventaris sekolah," katanya.

Beberapa kali sempat saya pinjam ketika masih STM. Saya ketik apapun yang ada di dalam kepala. Termasuk membuat beberapa laporan PKL.

Dia juga sering memberikan motivasi bahwa pendidikan sangat penting. Dia menceritakan pengalamannya menjejak langkah demi langkah ketika sekolah. Terkadang ia tidak punya uang. Tapi karena keyakinan bahwa sekolah adalah jalan baginya untuk sukses, maka dia tidak pernah berhenti.

Dia memilih SPG, karena negara kala itu memberikan peluang bagi lulusan sekolah setara SMA itu diangkat sebagai pegawai negeri sipil. Dia sejak lama ingin menjadi guru.

Beberapa tahun lalu, dia dipanggil pulang keharibaan Ilahi. Dia jatuh sakit ketika sedang bekerja menyemprot gulma di kebun.

Sejak kepergiannya, saya kehilangan salah satu tokoh yang ikut mencharger semangat untuk terus bersekolah.

Semoga Allah mengampuni dosa-dosanya. Serta menempatkan arwahnya di tempat yang layak.

Penulis: Muhajir Juli

0 Comments