Semalam, seorang teman saya mengirimkan gambar seorang wanita Aceh yang sedang viral di media sosial. Fotonya hanya berbalut blus lengan pendek dan tanpa hijab dengan rambut tergerai. "Kenal dia, Mar? Itu lho yang sedang viral di instagram. Mungkin dia terkena star syndrome, ya?" Tulisnya di bawah foto tersebut.
Saya mengenal wanita ini melalui beberapa video pendek yang dibagikan teman-teman di Fesbuk. Karena saya sendiri jarang membuka Instagram. Disebabkan video-videonya yang banyak disukai, belakangan ia juga menjadi bintang endorse beberapa produk fashion dan kecantikan. Banyak teman-teman yang juga membagikan foto bersamanya. Ya, dia sudah menjadi bintang dadakan.
Saya tergerak untuk membrowsing makna star syndrome pada salah satu mesin pencari di internet. Ia adalah suatu gangguan kejiwaan yang jarang disadari pengidapnya. Karena pujian followers yang berlebihan, akhirnya ia merasa hebat, merasa menjadi bintang, merasa memiliki penggemar, hal apapun yang terjadi dalam kehidupannya akan dibagikan tanpa malu-malu sebagai sorotan publik. Hingga terkadang lupa diri dan tanpa memfilter dahulu, layakkah atau tidak. Ketika ada yang memprotes atau menasehati, ia anggap itu haters.
Salahkah mereka yang menggemarinya? Tidak. Yang salah adalah ketidaksiapan mental seseorang dalam menghadapinya. Dewasa ini menjadi viral sangatlah mudah. Cukup satu konten yang diakui menarik, lalu dibanjiri dengan banyaknya pujian dan shares, fix, sekejap kita akan menjadi bintang. Namun jangan lupa, bersinar dalam sekejap, mereduppun secepat kilat. Biasanya begitu.
Maka biasa saja dalam menghadapi pujian. Biasa saja dalam menghadapi celaan. Menjadilah orang biasa. Tetaplah berteman dengan orang-orang biasa. Tetaplah ramah dan rendah hati dengan siapapun. Karena bila dilambung terlalu tinggi, saat jatuh teramat sakit bila tidak ada persiapan.
Siang dan malam selalu berganti.
Mungkin hari ini waktunya kita, besok belum tentu lagi.
Nikmatilah waktumu pohon Talas. Semoga kamu siap mental bila suatu hari nanti kembali dibuang ke parit dan semak-semak. Eh?! Talas lagi.
Kota Sabang,
12 September 2020
Jangan melambungku terlalu tinggi, bila kau tak sanggup menahannya saat aku terjatuh.
Ismi Marnizar
0 Comments
Post a Comment