Implementasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Dalam KTSP
BAB I
P E N D A H U L U A N
A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.
Pembelajaran juga merupakan proses komunikatif-interaktif antara sumber belajar, guru, dan siswa yaitu saling bertukar informasi. �Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran[1]. Menurut Standar Proses pada Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007, tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajara yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar. Ini berarti kemampuan yang dirumuskan dalam tujuan pembelajaran mencakup kemampuan yang akan dicapai siswa selama proses belajar dan hasil akhir belajar pada suatu KD.
Kurikulum merupakan komponen yang dijadikan acuan oleh setiap satuan pendidikan dan penyelenggara, khususnya guru dan kepala sekolah. Oleh sebab itu, perlu adanya perubahan pada kurikulum. Sejak Indonesia memiliki kebebasan untuk menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anak bangsanya, sejak saat itu pula pemerintah menyusun kurikulum. Dalam hal ini kurikulum dibuat oleh pemerintah pusat secara sentralistik, yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau yang lebih dikenal dengan KTSP yang diberlakukan bagi seluruh anak bangsa di seluruh tanah air Indonesia.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan revisi dan pengembangan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi atau ada yang menyebut Kurikulum 2004. KTSP lahir karena dianggap KBK masih sarat dengan beban belajar dari pemerintah pusat dalam hal ini depdiknas masih dipandang terlalu intervensi dalam pengembangan kurikulum. Oleh karena itu, dalam KTSP beban siswa sedikit berkurang dan tingkat satuan pendidikan (sekolah, guru, dan komite sekolah) diberikan kewenangan untuk mengembangkan kurikulum, seperti membuat indikator, silabus, dan beberapa komponen kurikulum lainnya[2].
Pendidikan adalah hak setiap warga Negara Indonesia untuk mendapatkannya. Ini tersurat di Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 BAB XIII pasal 31 dan 32. Untuk melaksanakan amanat UUD ini presiden mengeluarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (sisdiknas).
Untuk pelaksanaan undang-undang ini Departemen Pendidikan Nasional yang diberikan tugas dan wewenang untuk mengembangkan pendidikan mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah. Dalam perjalannya penerapan dari UU NO 20 tahun 2003 ini telah terjadi banyak sekali pasang surut mulai dari pemberlakuan Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dan yang terakhir pemerintah mendapatkan satu format pelaksanaan UU tersebut dalam konsep Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mudah-mudahan pelaksanaan dari KTSP ini bisa menjawab tantangan globalisasi dan mampu meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia tercinta ini.[3]
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan merupakan bentuk upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan dalam negeri dan untuk mencapai keunggulan masyarakat, karena dengan pendidikan masyarakat mampu berkembang sesuai yang digariskan oleh haluan negara. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan memberikan sumbangan lebih bagi kompetensi para siswa, yang didukung dengan SDM yang tinggi dan fasilitas pendidikan yang memadai.
Berbagai persoalan seputar implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan masih saja terjadi. Dalam proses sosialisasi misalnya, hanya guru-guru sekolah unggul dan perkotaan saja yang mendapat sosialisasi tentang KTSP. Hal ini bertolak belakang dengan apa yang diharapkan oleh Curtis R Finch dan John R Crunkilton, ahli kurikulum dari Virginia Politehnic Institute and state University Amerika Serikat (AS). Dalam karyanya, kedua pakar kurikulum ini menekankan pentingnya sosialisasi sebelum kurikulum baru dijalankan. Menurutnya: �Untuk melakukan sosialisasi kurikulum baru, terdapat tiga hal yang harus dipertimbangkan; masing-masing menyangkut pemakai atau pelaksana (audienc), kondisi geografis ( geografical concideration ),serta biaya penyebaran informasi (cost).�[4]
Dalam PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan disebutkan bahwa Peningkatan mutu pendidikan dari tahun ke tahun selalu diperbaiki baik pada tingkat dasar menengah maupun perguruan tinggi, Perbaikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan harus segera dilaksanakan dis egala bidang antara lain sarana pendidikan, fasilitas, kurikulum, maupun manajemen pendidikan itu sendiri. Perubahan kurikulum memberikan peran besar bagi proses pembelajaran yang sedang berlangsung, Kenyataannya sering berganti-ganti kurikulum yakni pada tahun 1989, 1994, 1999 dan bahkan hingga Kurikulum Berbasis Kompetensi dan yang terakhir adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Berdasarkan pengamatan yang penulis lakukan di SMP Negeri 1 Peudada Kab. Bireuentelah mulai menerapkan pembelajaran Pendidikan Agama Islam dalam KTSP secara bertahap. Berdasakan latar belakang masalah yang penulis bahas diatas, maka penulis tertarik untuk membuat penelitian skripsi dengan judul �Implementasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Dalam KTSP di SMP Negeri 1 Peudada Kab. Bireuen�
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana implementasikan pendidikan agama Islam dalam KTSP di SMP Negeri 1 Peudada Kabupaten Bireuen?
2. Bagaimana tingkat keberhasilan siswa dalam pendidikan agama Islam di SMP Negeri 1 Peudada Kabupaten Bireuen?
3. Bagaimana kendala-kendala mengimplementasikan pendidikan agama Islam dalam KTSP di SMP Negeri 1 Peudada Kabupaten Bireuen?
4. Bagaimana tela�ah kritis mengimplementasikan pendidikan Agama Islam dalam KTSP di SMP Negeri 1 Peudada Kabupaten Bireuen?
C. Penjelasan Istilah
Agar terhindar darikesimpangsiuran dan kesalahpahaman dalam pemakaian istilah merupakan salah satu hal yang sering terjadi, sehingga mengakibatkan penafsiran yang berbeda. Maka untuk menghindari hal tersebut di atas, penulis merasa perlu mengadakan pembatasan dari istilah-istilah yang terdapat dalam judul skripsi ini.
Adapun istilah yang penulis anggap perlu dijelaskan adalah: Implementasi, Pembelajaran, Pendidikan Agama Islam dan KTSP.
1. Implementasi
Dessy Anwar, dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa implementasi adalah karya hias dalam seni jahit-menjahit dengan menempelkan guntingan � guntingan kain yang di bentuk seperti bunga pada kain lain sebagai hiasan; tambahan; penggunaan; penerapan; lamaran; mengaplikasikan, menerapakan, menggunakan dalam praktek.[5]
Implementasi dalam kamus besar bahasa indonesia di artikan dengan pelaksanaan atau penerapan yang secara sistematis telah di rerencanakan.[6]Sedangkan menurut Risnayanty Implementasi adalah suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma untuk mencapai suatu tujuan kegiatan.[7]
Adapun menurut penulis, implementasi adalah penerapan kurikulum pendidikan Agama Islam dalam KTSP.
2. Pembelajaran
Pembelajaran berasal dari kata �ajar� yang mendapat imbuhan �be�yang mengadung makna �usaha� selanjutnya kata tersebut mendapat imbuhan �pe-an� yang mengandung makna �proses�, kata belajar diartikan dengan berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Sedangkan kata pembelajaran bearti proses, cara, perbuatan menjadi orang atau makluk hidup yang belajar.[8] Menurut Ramly Yahya kata pembelajaran bersal dari kata �belajar� yang bearti proses atau cara yang menjadikan orang atau maklauk hidup belajar.[9]
Pengertian belajar mempunyai arti banyak, hampir semua ahli mempunyai penafsiran sendiri. Secara garis besar pengertian belajar yang dikemukakan para ahli tersebut dibagi atas dua pandangan, yaitu pandangan tradisional dan pandangan modern.[10]
Menurut pandangan tradisional, belajar merupakan usaha untuk memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan, pandangan ini disebut dengan pandangan yang intelektualitas karena menekankan pada perkembangan otak. Menurut pandangan modern belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku karena berintraksi dengan lingkungan. Perubahan tingkah laku ini baik jasmaniah maupun rohaniah meliputi segala aspek bukan hanya pengetahuan.
Pada dasarnya belajar adalah suatu usaha untuk memperoleh berbagai ilmu pengetahuan tanpa menyeleksi darimana dan dari siapa asalnya. Apakah ilmu pengetahuan berasal dari buku, dari seorang guru, ataukah dari seorang penjahat sekalipun. Karena baik buruknya yang dipelajari dari seseorang tergantung dari tujuan yang ingin dicapai. Apabila tujuan dari belajar itu baik, pengetahuan yang diperoleh dari penjahat pun akan menjadi baik. Yang ia dapat memperoleh pengetahuan sebanyak mungkin. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Imron bahwa : �Belajar adalah mengumpulkan sejumlah pengetahuan.�[11]Jadi semakin banyak pengetahuan yang dikumpulkan seseorang dapat dikatakan ia adalah orang yang banyak belajar.
Pengertian belajar sebagai usaha untuk mengumpulkan sejumlah ilmu pengetahuan tampaknya masih diikuti orang hingga sekarang. Siswa yang sedang menyelesaikan soal fisika dikatakan sedang belajar, siswa sedang baca buku baik di rumah maupun di perpustakaan juga dikatakan sedang belajar, orang yang sedang menimba pengetahuan di sekolah-sekolah dikenal sebagai pelajar. Demikian juga dengan orang yang banyak menguasai ilmu pengetahuan dikenal sebagai kaum terpelajar. Oleh karena itu dapat diartikan pengertian belajar secara umum adalah suatu usaha yang bermaksud untuk mengumpulkan pengetahuan untuk dikuasainya.
Sedangkan pembelajaran sebagaimana yang disebutkan oleh Mukaiyat adalah rangkaian yang dilakukan guru dan siswa dalam kegiatan pengajaran yang mengunakan sarana atau fasilitas pendidikan yang ada untuk mecapai tujaun.[12]
3. Pendidikan Agama Islam
Istilah pendidikan berasal dari kata �didik� yang mendapat awalan �pe� dan akhiran �an� yang mengandung arti perbuatan (hal, cara, dan sebagainya). Istilah pendidikan merupakan terjemahan dari bahasa Yunani, yaitu Paedagogie, yang berarti bimbingan kepada anak didik. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan istilah edution yang berarti pengembangan atau bimbingan. Dalam bahasa Arab istilah ini sering diterjemahkan dengan kata Tarbiyah yang berarti pendidikan.[13]
Pendidikan berasal dari kata didik, lalu kata ini mendapat awal �me� sehingga menjadi �mendidik�, artinya memelihara dan memberikan latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan, dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pengertian pendidikan dalam kamus besar Bahasa Indonesia ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan menusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Dalam bahasa Inggris, education (pendidikan) berasal dari kata educate (mendidik) artinya memberikan peningkatan, dan mengembangkan. Dalam pengertian yang sempit, education atau pendidikan berarti perbuatan atau proses perbuatan untuk memperoleh pengetahuan.[14] Jadi yang dimaksud dengan Pendidikan ialah bimbingan atau pertolongan secara sadar yang diberikan oleh guru kepada peserta didik dalam usaha perkembangan jasmaniah dan rohaniah kearah kedewasaan dan seterusnya ke arah terbentuknya kepribadian muslim.
Pendidikan dalam arti sempit, ialah bimbingan yang diberikan kepada anak didik sampai ia dewasa. Sedangkan pendidikan dalam arti luas, ialah bimbingan yang diberikan sampai mencapai tujuan hidupnya, sampai terbentuknya kepribadian muslim. Jadi pendidikan Islam, berlangsung sejak anak dilahirkan sampai mencapai kesempurnaannya atau sampai akhir hidupnya. Sebenarnya kedua jenis pendidikan ini (arti sempit atau arti luas) satu adanya.[15]
Sedangkan menurut undang-undang sistem pendidikan nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.[16]
Menurut Athiyah Al-Abrasyi (Al-Tarbiyah Al-Islamiyah) ialah mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya, teratur pikirannya, halus perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, manis tutur katanya, baik dengan lisan atau tulisan.[17]
Ahmad D. Marimba juga memberikan pengertian bahwa: Pendidikan Agama Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum Agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.[18] Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani, bertaqwa, dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya yaitu Al-quran dan Hadis, melalui kegiatan, bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman diberangi dengan tuntutan untuk menghormati penganut agama dalam masyarakat hingga terwujudnya kesatuan dan persatuan bangsa.[19]
Pendidikan Agama Islam yang penulis maksudkan disini adalah suatu mata pelajaran yang ada di ajarkan di SMP.
4. KTSP
Istilah �kurikulum� berasal dari bahasa latin, yakni �curiculum� awalnya mempunyai pengertian �a running course� dan dalam bahasa perancis yakni �courier� berarti �to run = berlari�. Istilah ini kemudian digunakan untuk sejumlah mata pelajaran �(course)� yang harus ditempuh untuk mencapai suatu gelar penghargaan, dalam dunia pendidikan yang dikenal dengan ijazah.[20]
Pengertian kurikulum menurut pandangan tradisional sebagaimana dukutip oleh Iskandar Wiryokusumo dan Usman Mulyadi adalah :�kurikulum tidak lebih dari sekedar rencana pelajaran di suatu sekolah. Pelajaran itu harus ditempuh siswa di suatu sekolah itulah yang dinamakan kurikulum.[21]
Definisi kurikulum yang ditetepkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20 Tahun 2003 Bab I Pasal I ayat 19 yaitu: �Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu�. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus.[22]
Omar Hamalik dalam bukunya Manajemen Pengembangan Kurikulum menjelaskan �KTSP merupakan singkatan dari KurikulumTingkat Satuan Pendidikan, yaitu kurikulum operasional yang dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi sekolah/daerah, karakteristik sekolah/daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan karakteristik peserta didik�.[23]Dalam PPPG Teknologi Bandung, Pengantar KTSP, http://www.sma1 disebutkan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah �kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan�.[24]
Adapun kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang penulis maksud adalah kurikulum yang diberlakukan pada tahun 2006.
D. Tujuan dan Signifikansi Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian adalah sebagai berikut :
1. Penulis ingin mengetahui implementasikan pendidikan agama Islam dalam KTSP di SMP Negeri 1 Peudada Kabupaten Bireuen.
2. Penulis ingin mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam pendidikan agama Islam di SMP Negeri 1 Peudada Kabupaten Bireuen.
3. Penulis ingin mengetahui kendala-kendala mengimplementasikan pendidikan agama Islam dalam KTSP di SMP Negeri 1 Peudada Kabupaten Bireuen.
4. Penulis ingin menela�ah implementasikan pendidikan Agama Islam dalam KTSP di SMP Negeri 1 Peudada Kabupaten Bireuen.
Adapun yang menjadi signifikansi penelitian adalah sebagai berikut :
1. Agar dapat meningkatkan pemahaman guru tentang implementasi PAI dalam KTSP.
2. Agar dapat meningkatkan belajar siswa dalam pembelajaran PAI.
3. Hasil penelitian ini akan bermanfaat bagi pembaca yang concern dalam memahami Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP).
4. Hasil penelitian ini dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan Islam tentang implementasi PAI dalam KTSP.
E. Postulat dan Hipotesis
Postulat adalah anggapan dasar yang kebenarannya tidak diragukan lagi, dan menjadi pokok pangkal lahirnya hipotesis. Winarto surakhmat mengemukakan anggapan dasar atau asumsi atau postulat yang menjadi tumpuan segala pandangan dan kegiatan terhadap masalah yang dihadapi. Postulat inilah yang menjadi titik pangkal, tidak menjadi keragu-raguan penyelidik.[25]
Adapun yang menjadi postulat dalam penelitian ini adalah:
1. Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum yang disempurnakan setelah Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Sedangkan yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. implementasikan pendidikan agama Islam dalam KTSP di SMP Negeri 1 Peudada Kabupaten Bireuen belum memadai.
2. Tingkat keberhasilan siswa dalam pendidikan agama Islam di SMP Negeri 1 Peudada Kabupaten Bireuen sangat rendah.
3. banyaknya kendala-kendala yang dihadapi guru dalam mengimplementasikan pendidikan agama Islam dalam KTSP di SMP Negeri 1 Peudada Kabupaten Bireuen.
4. tela�ah kritis oleh guru terhadap implementasikan pendidikan Agama Islam dalam KTSP di SMP Negeri 1 Peudada Kabupaten Bireuen sangat rendah.
[1]Anas Sudijono. Pengantar Evaluasi Pendidikan. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 1995), hal. 14.
[2]Zaenul, Agus. 2008. Manajemen Kurikulum Dalam Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah.http://zafazain.blogspot.com. Diakses pada tanggal 28 Februari 2009.
[3]Muslich, Mansur, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dasar Pengembangan dan Pemahaman, ( Jakarta. Bumi Aksara, 2007 ), hal. 55.
[6]Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indanesia Ed. III, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal 427.
[7]Risnayanti, Implementasi Pendidikan Agama Islam Di Taman Kanak-Kanak Islam Ralia Jaya Villa Dago pamulang,(Jakarta: Perpustakaan Umum, 2004), hal. 40.
[9] Ramly Maha Perencanaan Pembelajaran Sistem PAI (Banda Aceh: IAIN AR-Raniry, 2002), hal. 2.
[10]Latu Heru, J. D, Media Pembelajaran Dalam Proses Belajar Mengajar Masa Kini, (Jakarta: Depdikbud, Dirjen Pendidikan Tinggi, PPLPTK, 1988), hal 15.
[11] A. Imron, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya, 1996), hal. 2.
[13]Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), Cet. 1, hal. 1.
[14]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT.Remaja Rosda Karya, 1997), hal.256.
[15]Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Al-Ma.rifBandung ), hal. 31-32.
[16]UU Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Focus Media, 2003), hal. 3.
[17]Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. I, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), hal. 3-4.
[18]Ibid, hal. 4.
[19] Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama Dan Pembangunan Watak Bangsa, Edisi I, (Jakarta 2005 Pt Raja Grafindo Persada), hal.37-38.
[20]Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1988), hal. 36.
[22]Nana Sudjana. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum Disekolah. (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2002), hal. 19.
[24]PPPG Teknologi Bandung, Pengantar KTSP, http://www.sma1 sltg.sch.id/modules.php?name=Content&pa=showpage&pid=14, 05 Februari 2007
[25]Harun nasution,dk, ensiklopedi