MK: Calon Kades Tidak Terbatasi Domisili


Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian pengujian Pasal 33 huruf g dan Pasal 50 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Gampong(UU Desa) terkait aturan domisili bagi calon kepala desa. Putusan dengan Nomor 128/PUU-XIII/2015 tersebut diucapkan Ketua MK Arief Hidayat didampingi delapan hakim konstitusi lainnya.

“Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian. Pasal 33 huruf g dan Pasal 50 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Gampongbertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” ucap Arief membacakan putusan yang diajukan oleh Asosiasi Perangkat Gampong Seluruh Indonesia (APDESI).

Pemohon menguji konstitusionalitas norma “terdaftar sebagai penduduk dan bertempat tinggal di Gampongsetempat paling kurang 1 (satu) tahun sebelum pendaftaran” yang termaktub dalam Pasal 33 huruf g dan Pasal 50 ayat (1) huruf c UU Desa. Dalam pertimbangan hukumnya, Mahkamah menyebut Gampongmerupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan NKRI. 


UU Desa merupakan penjabaran lebih lanjut dari ketentuan dalam Pasal 18 ayat (7) dan Pasal 18B ayat (2) UUD 1945, yaitu memberikan pengakuan dan penghormatan atas Gampongdalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia; memberikan kejelasan status dan kepastian hukum bagi Gampong dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.


Aswanto yang membacakan pendapat Mahkamah menjelaskan masyarakat perdesaan di Indonesia dapat dibedakan antara masyarakat Gampong dan masyarakat adat. Menurut Mahkamah, status Gampong dalam UU Gampongkembali dipertegas sebagai bagian tak terpisahkan dari struktur organisasi pemerintahan daerah, peraturan Gampong ditegaskan sebagai bagian dari pengertian peraturan perundang-undangan dalam arti peraturan yang melaksanakan fungsi pemerintahan, sehingga Gampong menjadi kepanjangan tangan terbawah dari fungsi-fungsi pemerintahan negara secara resmi.

Oleh sebab itu, lanjut Aswanto, sudah seyogianya pemilihan “kepada Gampongdan perangkat desa” tidak perlu dibatasi dengan syarat Calon Keuchiekatau calon perangkat Gampongharus “terdaftar sebagai penduduk dan bertempat tinggal di Gampongsetempat paling kurang 1 (satu) tahun sebelum pendaftaran”.

“Hal tersebut sejalan dengan rezim pemerintahan daerah dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang tidak memberikan batasan dan syarat terkait dengan domisili atau terdaftar sebagai penduduk dan bertempat tinggal di daerah setempat,” tuturnya.

Sedangkan terhadap permohonan para Pemohon yang meminta pengujian konstitusional Pasal 50 ayat (1) huruf a UU Gampongmengenai syarat pendidikan bagi perangkat desa, Pemohon tidak menguraikan argumentasinya. Sehingga permohonan a quo tidak dipertimbangkan lebih lanjut. “Berdasarkan seluruh pertimbangan tersebut di atas, menurut Mahkamah, permohonan para Pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian,” tandasnya.

Pemohon adalah badan hukum privat yang tugas dan peranannya adalah melaksanakan kegiatan-kegiatan perlindungan dan pembelaan serta penegakan hak-hak konstitusional warga negara sebagai Keuchiekdan Perangkat Gampongatau masyarakat yang berniat mencalonkan diri sebagai Calon Keuchiekdan sebagai calon Perangkat Gampongyang dirugikan atas berlakunya Pasal 33 huruf g dan Pasal 50 ayat (1). Pasal 33 huruf g menyatakan “Calon Keuchiekwajib memenuhi persyaratan: g. terdaftar sebagai penduduk dan bertempat tinggal di Gampongsetempat paling kurang 1 (satu) tahun sebelum pendaftaran”. Pasal 50 ayat (1) huruf a dan c menyatakan “Perangkat Gampongsebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 diangkat dari warga Gampongyang memenuhi persyaratan: a. berpendidikan paling rendah sekolah menengah umum atau yang sederajat; b. terdaftar sebagai penduduk Gampongdan bertempat tinggal di Gampongpaling kurang 1 (satu) tahun sebelum pendaftaran”.

Menurut Pemohon ketentuan Pasal 33 huruf g dan Pasal 50 ayat (1) huruf a dan huruf c tidak memberikan kesempatan yang adil kepada warga negara yang ingin menjadi kepala desa, karena mensyaratkan kepada Calon Keuchiekdan calon perangkat Gampongharus terdaftar sebagai penduduk dan bertempat tinggal di Gampong setempat paling kurang 1 (satu) tahun sebelum pendaftaran. Pada kenyataannya, penduduk daerah Pemohon banyak yang bermigrasi, pindah ataupun merantau ke daerah lain dengan tujuan mengembangkan diri. Ketentuan a quo dinilai Pemohon menghambat hak politik penduduk daerah yang telah merantau keluar daerah dengan tujuan mengembangkan diri kemudian kembali ke daerah asalnya untuk mencalonkan diri sebagai perangkat desa. Dengan alasan tersebut para Pemohon meminta MK untuk menyatakan Pasal 33 huruf g dan Pasal 50 huruf a dan huruf c UU Gampong bertentangan bertentangan dengan UUD 1945. (Lulu Anjarsari/lul)

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 128/PUU-XIII/2015

0 Comments