Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Kekerasan Dalam Mendidik di rumah tangga


BAB I

P E N D A H U L U A N
A. Latar Belakang Masalah
Islam telah memberikan beberapa jalan dalam menjaga keutuhan keluarga sebagai unsur utama dalam masyarakat. Prilaku atau hubungan sosial manusia selalu bertalian dengan nilai-nilai agama dan membutuhkan pembinaan hubungan sosial agar dapat masuk dalam lingkungan masyarakat yang baik�.[1]Karena itu, masalah pendidikan dalam keluarga, pendidikan di sekolah dan pendidikan dalam masyarakat merupakan refleksi masalah sosial dalam masyarakat�.[2]
Orangtua tentu menginginkan anak bersikap kooperatiftatkala orangtua memberikan peraturan, perintah, atau larangan kepadanya. Anak yang bersikap kooperatif bersedia untuk menerima peraturan dan batasan yang diberikan orangtua. Ia patuh karena peduli pada apa yang dikehendaki atau diinginkan orangtua, bukan karena terpaksa atau karena merasa takut pada ancaman atau amarah orangtua. Berikut ini akan dibahas apa saja yang bisa dilakukan orangtua agar anak patuh dan menunjukkan sikap kooperatif kepada orangtua.
Dalam mendidik hendaknya menggunakan pendekatan yang bersifat kasih sayang, hal ini dapat kita cermati dari seruan Lukman kepada anak-anaknya, yaitu �Yaa Bunayyaa�(Wahai anak-anakku), seruan tersebut menyiratkan sebuah ungkapan yang penuh muatan kasih sayang, sentuhan kelembutan dalam mendidik anak-anaknya. Indah dan menyejukkan. Kata Bunayya, mengandung rasa manja, kelembutan dan kemesraan, tetapi tetap dalam koridor ketegasan dan kedisplinan, dan bukan berarti mendidik dengan keras.
Mendidik anak dengan keras hanya akan menyisakan dan membentuk anak berjiwa keras, kejam dan kasar, kekerasan hanya meninggalkan bekas yang mengores tajam kelembutan anak, kelembutan dalam diri anak akan hilang tergerus oleh pendidikan yang keras dan brutal. Kepribadian anak menjadi kental dengan kekerasan, hati, pikiran, gerak dan perkataannya jauh dari kebenaran dan kesejukan.[3]
Kelembutan, kemesraan dalam mendidik anak merupakan konsep Al-Quran, apapun pendidikan diberikan kepada anak hendaknya dengan kelembutan dan kasih sayang. Begitu juga dalam prioritas mendidik diutamakan mendidik akidahnya terlebih dahulu, dengan penyampaian lembut dan penuh kasih sayang. Mudah-mudahan anak akan tersentuh dan merasa aman di dekat orang tuanya, kenapa dalam mendidik perlu diutamakan akidah terlebih dahulu? Kenapa tidak yang lain? Jawabnya adalah karena akidah merupakan pondasi dasar bagi manusia untuk mengarungi kehidupan ini. Akidah yang kuat akan membentengi anak dari pengaruh negatif kehidupan dunia. Sebaliknya kalau akidah lemah maka tidak ada lagi yang membentengi anak dari pengaruh negatif, apakah pengaruh dari dalam diri, keluarga, maupun masyarakat di sekitarnya.
Mendidik anak harus tanpa kekerasan, jika pendidikan sesuai dengan tuntunan ajaran Islam telah ia lakukan. Misalnya memulai pendidikan itu sejak mencari jodoh karena Allah, mendidik janin dalam kandungan dengan memperbanyak melakukan kebaikan serta memberi makanan yang halal, ketika lahir diadzankan, diberi nama yang baik, dididik dengan kasih sayang, menunjukkan keteladanan dari kedua orang tua, menjaga lingkungan pergaulan anak, dan seterusnya.[4]
Islam secara tegas mengajarkan mendidikan anak tanpa kekerasan, kata �Islam� itu sendiri adalah damai. Semua umat Islam harus menciptakan kedamaian dunia, karena kehadiran Islam tidak lain hanyalah untuk rahmat (kasih sayang) bagi seluruh alam.
Rumah tangga merupakan azas kebudayaan dan pembentuk gaya pemikiran seorang anak. Pengetahuan, pemikiran, pandangan, dan filsafat hidupnya, sikap yang di ambil dalam menghadapi situasi dan kondisi tertentu, kebiasaan bahasa, dialek, dan tata nilai yang di terima anak, berasal dari rumah tangga. Rumah tangga merupakan sarana terpenting guna mewariskan kebudayaan sosial dan membentuk para individu agar memiliki cara berfikir dan cara pandang khas dalam kehidupan. Semangat dan kondisi kebudayaan mereka berasal dari kebudayaan yang ada di dalam rumah tangganya. Betapa banyak optimismedan pesimisme akan kehidupan ini, keahlian akan penemuan dan inovasi, muncul dari rumah tangga.
Kedudukan rumah tangga dalam penyususnan masyarakat dan negara, adalah sangat penting sekali. Rumah tangga bagi negara merupakan inti semisal bibit dari pohon. Bila bibit itu sehat dan terpelihara dengan baik, akan tumbuhlah pohoh kuat dan serta berbuah lezat dan lebat. Bila rumah tangga yang teratur rapi dengan diliputi oleh suasana mawaddah(cinta dan kasih sayang) pasti akan dapat mempertinggi mutu nilai penghidupan dan kehidupan masyarakat, yang berarti pula dapat memperkokoh terbinanya suatu negara yang adil dan makmur dan bahagia dengan tercapainya kesejahteraan di tengah masyarakat manusia. Sebab dari rumah tangga orang mulai mengenal adat, peraturan, kesopanan, dan Undang-Undang.
Demikian pula pendidikan, agama dan kekuasaan. Dari rumah tangga pula timbul perasaan yang halus dan hidup sumber daripada perikemanusiaan. Biarpun di tengah-tengah masyarakat telah timbul beberapa ideologi beraneka ragam namun rumah tangga tetap merupakan faktor utama dan memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat manusia.
Berdasakan latar belakang masalah yang penulis bahas diatas, maka penulis tertarik untuk membuat penelitian skripsi dengan judul �Kekerasan Dalam Mendidik di rumah tangga di Desa Pante Baro
B. Rumusan Masalah
Adapun  yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan skripsi  ini adalah sebagai berikut : 
1.     Bagaimana kedudukan rumah tangga dalam pendidikan anak di  Desa Pante Baro?
2.     Bagaimana kekerasan dalam mendidik anak di Desa Pante Baro?                    
3.     Bagaimana tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak di  Desa Pante Baro?
4.     Apa saja usaha-usaha orang tua dalam menanggulangi kekerasan anak di Desa Pante Baro?       
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan skripsi  ini adalah sebagai berikut :
1.     Untuk mengetahui kedudukan rumah tangga dalam pendidikan anak di  Desa Pante Baro.
2.     Untuk mengetahui kekerasan dalam mendidik anak di Desa Pante Baro.
3.     Untuk mengetahui tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak di  Desa Pante Baro.
4.     Untuk mengetahui usaha-usaha orang tua dalam menanggulangikekerasan anak di Desa Pante Baro.          
D. Kegunaan Penelitian
              Adapun yang menjadi kegunaan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah:
Secara teoritis penelitian ini bermanfaat bagi para pelaku pendidikan, secara umum dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan khususnya mengenai kekerasan dalam mendidik di rumah tangga di Desa Pante Baro. Selain itu  hasil pembahasan ini dapat di jadikan bahan kajian bidang study pendidikan.
Secara praktis, hasil penelitian ini dapat memberikan arti dan nilai tambah dalam memperbaiki dan mengaplikasikan kekerasan dalam mendidik di rumah tangga di Desa Pante Baro.  ini dalam pelaksanaannya. Dengan demikian, pembahasan ini di harapkan dapat menjadi tambahan referensi dalam dunia pendidikan, khususnya dalam dunia pendidikan Islam.

E. Penjelasan Istilah
Agar terhindar darikesimpangsiuran dan kesalahpahaman dalam pemakaian istilah merupakan salah satu hal yang sering terjadi, sehingga mengakibatkan penafsiran yang berbeda. Maka untuk menghindari hal tersebut di atas, penulis merasa perlu mengadakan pembatasan dari istilah-istilah yang terdapat dalam judul skripsi ini.
            Adapun istilah yang penulis anggap perlu dijelaskan adalah: Kekerasan, Mendidik, Anak dan Rumah Tangga.
1.     Kekerasan
Dessy Anwar dalam Kamus lengkap Bahasa Indonesiamenjelaskan, kekerasan adalah pada, kuat dan tak mudah berubah bentuknya atau tak mudah pecah lawan dari lunak, empuk lembut. [5]Hoetomo dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia mendefiniskan kekerasan adalah �bertengkar; berkeras-keras saling membantah, berkelahi, memaksa saling mengerasi�.[6]
Jadi kekerasan yang penulis maksudkan dalam judul skripsi ini adalah menggunakan cara yang kasar dalam membetulkan kesalahan pada anak.
2.     Mendidik
Mendidik yang artinya �Memelihara, memberi latihan, dan pimpinan, kemudian kata didik itu mendapat awalan pe- akhiran- an sehingga menjadi pendidikan yang artinya perbuatan mendidik.�[7] Hoetomo dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia mendefiniskan mendidik adalah memlihara dan memberi latihan, ajaran, bimbingan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran: didikan: hasil didikan; bingung, bodoh.[8]
Selanjutnya dapatlah diketahui bahwa pendidikan itu adalah upaya yang dilakukan secara terarah, terpadu,sistematis untuk mengantarkan anak didik ke arah kedewasaan dalam berfikir, bertindak serta berprilaku yang baik dalam kehidupan mereka sehari-hari sesuai dengan moral dan etika yang berlaku serta sesuai dengan kaeda-kaedah pendidikan itu sendiri.[9]Pengertian pendidikan tersebut tidak terlepas dari maksud dan tujuan pendidikan itu sendiri yaitu untuk meningkatkan kualitas pribadi dan masyarakat untuk mencapai kecerdasan dan ketrampilan guna untuk meningkatkan harkat dan martabat serta untuk dapat membangun diri dan masa depannya yang lebih cerah.
Jadi mendidik yang penulis maksudkan adalah membetulkan kesalahan yang dilakukan anak.
3.     Anak
Pengertian anak dalam bahasa Indonesia, menurut M. Mursal Thaher dkk,  adalah manusia dalam periode perkembangan dan berakhirnya masa bayi hingga menjelang masa pubertas�.[10]  Dessy Anwar dalam Kamus lengkap Bahasa Indonesia dalam kamus lengkap bahasa Indonesia menjelaskan bahwa yang di maksud dengan Anak adalah turunan yang kedua, manusia yang lebih kecil.[11]
Sedangkan Muhammad Arifin seorang pakar pendidikan ia mengemukakan definisi �anak� adalah �makhluk yang masih lemah dalam keseluruhan kehidupan jiwanya�.[12]  Menurut kamus besar bahasa Indonesia, kata anak diartikan dengan: �Keturunan kedua, manusia yang masih kecil.�[13] Batasan umur anak kanak-kanak   (0-6 tahun), anak umur sekolah (6-12 tahun), umur remaja (13-16 tahun).[14]
Yang penulis maksudkan dengan anak disini yaitu manusia yang masih kecil berumur antara 6-12 tahun dan masih berada dalam masa perkembangan serta pertumbuhan baik jasmani maupun jasmani yang memerlukan asuhan dan bimbingan agar menjadi dewasa.
4.     Rumah Tangga
Rumah tangga terdiri atas dua kata yaitu rumah dan tangga. Namun demikian istilah rumah tangga sudah dibentuk sedemikian rupa, sehingga menjadi satu kata yang mempunyai pengertian sekelompok orang-orang yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak.[15] Rumah tangga adalah sinonim dari kata keluarga yang mengandung pengertian sanak saudara, kaum kerabat, orang seisi rumah.[16]keluarga atau rumah tangga merupakan system hidup yang asasi dan sangat urgen dalam pandangan Islam yang harus di jaga keberlangsungannya.
Adil Fathi Abdullah dalam bukunya Rahasia Muslimah Idaman menyebutkan �keluarga adalah umat kecil yang memiliki pimpinan dan anggotanya mempunyai pembagian tugas dan kerja serta hak-hak dan kewajiban bagi masing-masing anggotanya.[17]
Jadi rumah tangga yang penulis maksudkan adalah suatu keluarga yang didalamnya terdapat suami isteri dan anak.
F. Sistematika Penulisan
            Adapun sistematika dalam penulisan skripsi  ini adalah sebagai berikut :Bab satu, pendahuluan meliputi : latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penjelasan istilah, dan sistematika penulisan.
Bab dua, kajian pustaka meliputi: pengertian mendidik di rumah tangga, tujuan mendidik di rumah tangga, ruang lingkup mendidik di rumah tangga dan perumusan hipotesis.
Bab tiga, metodelogi penelitian meliputi: rancangan penelitian, pendekatan penelitian, objek penelitian, ruang lingkup penelitian, tehnik pengumpulan data dan tehnik analisis data.
Bab empat, hasil penelitian dan pembahasan meliputi: temuan umum penelitian dan temuan khusus penelitian.
Bab lima, penutup meliputi: kesimpulan dan saran-saran.
            Sedangkan dalam penulisan skripsi ini untuk adanya keseragaman dan kesamaan dalam penulisan pengetikan penulis berpedoman pada buku � Panduan Penulisan Proposal dan Skripsi yang diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Almuslim Peusangan Kabupaten Bireuen tahun 2009.




[1]Made Pidarta, Landasan Kependidikan, Cet. I, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hal. 155.

[2]Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, Cet. I, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hal. 14.

[3]Ida, L. Perilaku Kesewenang-wenangan Terhadap Anak . (Jakarta: Merdeka. 1992), hal. 29.
[4]Schaefer, Charles, Bagaimana Membimbing,  Mendidik dan Mendisiplinkan Anak Secara Efektif, Terj. R. Turman Sirait, (Jakarta: Restu Agung, 1997), hal. 28.
[5]Dessy Anwar, Kamus lengkap Bahasa Indonesia, Cet. I, (Surabaya: Karya Abditama, 2001), hal. 234.

[6]Hoetomo, Kamus Lengkap bahasa Indonesia, (Surabaya: Mitra Pelajar, 2005), hal. 259.

[7] Hobby, Kamus Populer, Cet.XV, (Jakarta: Central, 1997), hal 28.
[8]Hoetomo, Kamus Lengkap bahasa Indonesia, (Surabaya: Mitra Pelajar, 2005), hal. 237.

[9]Ibid., hal. 69

[10] M. Mursal Thaher dkk, Kamus Umum Ilmu Jiwa Pendidikan, (Bandung: Al-Ma�aruf, 1976), hal. 17.

[11] Dessy Anwar, Kamus lengkap Bahasa Indonesia, Cet. I (Surabaya: Karya Abditama, 2001), hal. 39.

[12] Arifin, Hubungan Timbal BalikPendidikan Agama di Lingkungan Sekolah dan Keluarga, (Jakarta:  Departemen P dan K : 1973), hal. 31.

[13]Ibid, hal. 30-31.

[14]Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1986), hal. 133-134.

[15]Ibid., hal. 798.

[16]Nuri, Sukamto, Petunjuk Membangun dan Membina Keluarga Menurut Anjuran Islam, ( Surabaya: Al Ikhlas, 2000), hal. 28.

[17]Adil Fathi Abdullah, Rahasia Muslimah Idaman, Cet I, (Jakarta: Qultum Media, 2007),hal. 15.