BUMG, menurut Pasal 1 angka 6 UU Desa, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa. Definisi Badan usaha milik gampong (BUMG) mirip definisi BUMN dalam UU No. 19 Tahun 2003, bukan?
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) dan Transmigrasi memproyeksikan pendirian 5000 Badan usaha milik gampong (BUMG) didirikan. Hingga akhir tahun 2015 ternyata sudah berdiri sekitar 12.115 Badan usaha milik gampong (BUMG) yang tersebar di 74 kabupaten, 264 kecamatan dan 1022 desa. Dananya darimana? Sebagian memanfaatkan dana desa yang totalnya Rp20,7 triliun tahun 2015. Menteri Desa PDT dan Transmigrasi, Marwan Jafar pernah menyebut 28,7 persen dari dana desa dialokasikan untuk pendirian Badan usaha milik gampong (BUMG).
Namun pendirian Badan usaha milik gampong (BUMG) bukan tanpa persoalan. Penelitian Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro) yang dilansir Jum’at (17/6) lalu menemukan fakta tentang argumentasi pendirian Badan usaha milik gampong (BUMG) seperti untuk menggali potensi desa, tetapi ada pula menyesuaikan dengan kondisi riil desa. Ada pula yang berupa simpan pinjam.
Salah satu persoalan yang ditemukan adalah struktur dan bentuk badan usaha. Strukturnya masih didominasi pendiri, sehingga peran Lembaga tuha peut (tuha peut)masih kurang. Ada yang menggunakan bendera koperasi, ada pula yang berbentuk CV, bahkan ada yang menginginkan perseroan terbatas. “Pengurusnya masih ada yang main tunjuk,” jelas peneliti Pattiro, Agus Salim.
Lantaran disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi riil desa, maka Badan usaha milik gampong (BUMG) memiliki karakter khusus. Pendiriannya tergantung pemerintahan dan warga desa, yang diatur dalam Peraturan Desa (Perdes). Berdasarkan Pasal 88 UU Desa, Badan usaha milik gampong (BUMG) dibentuk melalui musyawarah gampong.
Lantas apa saja prisip pendirian BUMG? UU Desa memuat satu dua pasal tentang pendirian desa. Pengaturan lebih lanjut dimuat dalam Peraturan Menteri Desa PDT dan Transmigrasi No. 4 Tahun 2015, yang diundangkan 18 Februari 2015. Ada beberapa prinsip yang penting dipahami.
- Pertama, payung hukum pendirian. Badan usaha milik gampong (BUMG) dibentuk melalui Perdes. Sesuai konsep UU No. 6 Tahun 2014, maka Perdes itu juga harus dicatatkan di Lembaran Desa. Ada atau tidak Peraturan Daerah tentang Pembentukan Badan usaha milik gampong (BUMG), masyarakat desa dapat membentuk Badan usaha milik gampong (BUMG) asalkan diatur dalam Perdes tentang Pendirian Badan usaha milik gampong (BUMG). Kedua, Undang-Undang hanya menyaratkan Badan usaha milik gampong (BUMG) didirikan melalui Musyawarah Desa, bukan melalui akta notaries apalagi pendaftaran ke Kementerian Hukum dan HAM.
- Ketiga, jangan asal mendirikan Badan usaha milik gampong (BUMG). Pendirian badan usaha ini seharusnya disesuaikan dengan kondisi ekonomi, sosial budaya masyarakat. Keempat, bahas secara jelas organisasi pengelola Badan usaha milik gampong (BUMG) dan orang-orang yang punya kapasitas untuk mengelola organisasi Badan usaha milik gampong (BUMG). Organisasi Badan usaha milik gampong (BUMG) terdiri dari penasihat, pelaksana operasional, dan pengawas.
Jika salah kelola, pendirian Badan usaha milik gampong (BUMG) bisa berimbas ke persoalan hukum. Apalagi jika modalnya berasal dari Dana Desa yang dialokasikan APBN. Jadi, pahami prinsip-prinsip pendirian Badan usaha milik gampong (BUMG),
0 Comments
Post a Comment