Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Hikmah Larangan Mengawini wanita Musyrikah


BAB I
P E N D A H U L U A N
Hikmah Larangan Mengawini wanita Musyrikah


A.    Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama yang sempurna (kamil) dan komprehensif (syumul). Islam mengatur mulai dari perkara yang paling kecil hingga masalah yang paling besar. Apabila di dalam istinja� (bersuci dari buang hajat) saja Islam telah mengatur-nya, terlebih lagi di dalam perkara-perkara yang lebih besar darinya. Demikian pula dengan penyelenggaraan akad nikah dan walimah (resepsi), Islam telah memberikan aturan-aturan yang jelas agar acara pernikahan menjadi meriah dan berbarakah. Sesungguhnya di dalam pernikahan terdapat rahasia Rabbani yang sangat besar sekali, dimana saat terlaksananya akad nikah akan tercapailah kasih saying yang didapati oleh suami isteri, dimana rasa kasih saying tersebut tidak bisa didapati di antara dua orang sahabat kecuali setelah melalui pergaulan yang sangat lama.[1]
            Allah menciptakan manusia, pria dan wanita, dengan sifat fitrah yang khas. Manusia memiliki naluri, perasaan, dan akal. Adanya rasa cinta kasih antara pria dan wanita merupakan fitrah manusia. Hubungan khusus antar jenis kelamin antara keduanya terjadi secara alami karena adanya gharizatun nau� (naluri seksual/berketurunan). Sebagai sistem hidup yang paripurna, Islam pasti sesuai dengan fitrah manusia. Karenanya Islam tidak melepaskan kendali naluri seksual secara bebas yang dapat membahayakan diri manusia dan kehidupan masyarakat.
            Islam telah membatasi hubungan khusus pria dan wanita hanya dengan pernikahan. Dengan begitu terciptalah kondisi masyarakat penuh kesucian, kemuliaan, sangat menjaga kehormatan setiap anggotanya, dan dapat mewujudkan ketenangan hidup dan kelestarian keturunan umat manusia. Pernikahan merupakan ikatan diantara dua insan yang mempunyai banyak perbedaan, baik dari segi fisik, asuhan keluarga, pergaulan, cara berfikir (mental), pendidikan dan lain hal. Dalam pandangan Islam, pernikahan merupakan ikatan yang amat suci dimana dua insan yang berlainan jenis dapat hidup bersama dengan direstui agama, kerabat, dan masyarakat. Aqad nikah dalam Islam berlangsung sangat sederhana, terdiri dari dua kalimat �ijab dan qabul�. Tapi dengan dua kalimat ini telah dapat menaikkan hubungan dua makhluk Allah dari bumi yang rendah ke langit yang tinggi. Dengan dua kalimat ini berubahlah kekotoran menjadi kesucian, maksiat menjadi ibadah, maupun dosa menjadi amal shaleh.�[2]
Menggapai keharmonisan hidup berumah tangga dan kemesraan di dalamnya adalah impian setiap manusia, terutama kita, umat Islam. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk itu. Ada sebagian orang yang memulainya dengan berpacaran terlebih dahulu sebelum menikah. Alasannya : untuk lebih mengenal lebih dalam calon pasangan masing-masing. Padahal, pacaran sebelum menikah akan mengubur objektivitas, karena setiap orang yang melakukan hanya ingin memperlihatkan hal-hal yang baik kepada pacarnya, dan hanya ingin melihat yang baik dari pacarnya.
Keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah, merupakan suatu keluarga dambaan bahkan merupakan tujuan dalam suatu perkawinan dan sakinah itu didatangkan Allah SWT. ke dalam hati para nabi dan orang-orang yang beriman, maka untuk mewujudkan keluarga sakinah harus melalui usaha maksimal baik melalui usaha bathiniah (memohon kepada Allah SWT.), maupun berusaha secara lahiriah (berusaha untuk memenuhi ketentuan baik yang datangnya dari Allah SWT. dan Rasul-Nya, maupun peraturan yang dibuat oleh para pemimpin dalam hal ini pemerintah berupa peraturan dan perundang-undangan yang berlaku).[3]
            Allah SWT. menjelaskan dalam firmannya dalam suratAr-ruum ayat 21 :
?????? ???????? ???? ?????? ????? ????? ??????????? ?????????? ????????????? ????????? ???????? ????????? ?????????? ?????????? ????? ??? ?????? ???????? ????????? ?????????????? ) ?????: ??(
Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar-Ruum; 21)

            Aqad nikah bukan hanya perjanjian antara dua insan. Aqad nikah juga merupakan perjanjian antara makhluk Allah dengan Al-Khaliq. Ketika dua tangan diulurkan (antara wali nikah dengan mempelai pria), untuk mengucapkan kalimat baik itu, diatasnya ada tangan Allah SWT, �Yadullahi fawqa aydihim�. Begitu sakralnya aqad nikah, sehingga Allah menyebutnya �Mitsaqon gholizho� atau perjanjian Allah yang berat. Juga seperti perjanjian Allah dengan Bani Israil dan juga Perjanjian Allah dengan para Nabi adalah perjanjian yang berat Allah juga menyebutkan aqad nikah antara dua orang anak manusia sebagai �Mitsaqon ghalizha�. Karena janganlah pasangan suami istri dengan begitu mudahnya mengucapkan kata cerai.
            Allah SWT menegur suami-suami yang melanggar perjanjian, berbuat dzalim dan merampas hak istrinya dengan firmannya dalam surat An-nisa ayat 21:
???????? ????????????? ?????? ??????? ?????????? ????? ?????? ?????????? ?????? ?????????? ????????) ??????:??(
Artinya: Bagaimana kalian akan mengambilnya kembali padahal kalian sudah berhubungan satu sama lain sebagai suami istri. Dan para istri kalian sudah melakukan dengan kalian perjanjian yang berat �Mitsaqan gholizha. (Qs. An-Nisaa� : 21).

            Perkawinan beda agama atau perkawinan antar orang yang berlainan agama ialah perkawinan antara orang Islam baik pria maupun wanita yang menikah dengan orang yang bukan Islam. Perkawinan ini dalam Islam digolongkan menjadi tiga bagian,  Perkawinan antara seorang pria muslim dengan wnita musyrik,Perkawinan antara seorang pria muslim dengan wanita ahlul kitab,dan Perkawinan antara wanita muslim dengan pria non muslim. Ketiga bagian ini kemudian menjadi perdebatan para ulama tentang status hukumnya. Ada sebagian ulama membolehkan pernikahan ini dan adalagi ulama lain yang melarangnya. Klimaks yang menjadi permasalahan dari perdebatan ini tiada lain tertumpu pada perbedaan pemahaman tentang wanita musyrikah dan wanita ahlul kitab dikaitkan dengan perkembangan zaman sekarang yang notabene kitab suci mereka sudah tidak murni lagi.
            Karena itu pula timbulah keraguan dalam pikiran para ulama yang melarang perkawinan ini terhadap wanita musyrikah dan ahlul kitab. Ayat al-qur'an yang mereka perdebatkan  terdapat pada surah al-Baqarah, ayat 221 sebagai berikut:
?????? ?????????? ?????????????? ?????? ????????? ????????? ??????????? ?????? ???? ??????????? ?????? ?????????????? ????? ?????????? ?????????????? ?????? ??????????? ?????????? ????????? ?????? ???? ????????? ?????? ???????????? ??????????? ????????? ????? ???????? ???????? ???????? ????? ?????????? ??????????????? ?????????? ??????????? ???????? ????????? ??????????? ?????????????? ) ??????: ???(
Artinya:  Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mu'min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu'min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu'min lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.( Qs.. Al-baqarah: 221)

            Ayat diatas menurut hemat penulis sebenarnya sudah jelas melarang pernikahan ini dan hukumnya pun haram. Pertimbangannya adalah ayat selanjutnya yang menjelaskan bahwa terjadinya kontradiktif antara yang mengajak kepada jalan neraka, sementara yang lain mengajak kesurga. Artinya bahwa wanita musyrikah mengajak keneraka sementara Allah mengajak ke surga. Dan hal inipun selaras dengan pendapat para ulama yang melarang terhadap pernikahan ini. Tetapi walaupun demikian pendapat sebagian ulama lain pun memiliki alasan tersendiri. Islam dengan tegas melarang seorang wanita Islam kawin dengan seorang pria non Muslim, baik musyrik maupun Ahlulkitab. Dan seorang pria Islam secara pasti dilarang menikahi seorang wanita musyrik. Kedua bentuk perkawinan tersebut mutlak diharamkan. Mengapa? Karena pernikahan yang berlanjut kepada lembaga keluarga bisa menjadi institusi penting dan strategis untuk memindahkan dan menanamkan nilai-nilai agama yang diyakini kebenarannya. Banyaknya kasus murtad atau pemurtadan antara lain melalui perkawinan beda agama. Adapun yang menjadi persoalan sejak zaman sahabat Rasulullah hingga abad modern ini adalah perkawinan antarpria Islam dengan wanita Ahlulkitab atau Kitabiyah.
            Perkawinan beda agama pada dasarnya dilarang oleh agama Islam, meskipun secara tekstual ada ayat al-Qur'an yang membolehkannya. Namun menurut para ulama ayat ini merupakan dispensasi bersyarat; yakni boleh seorang pria muslim menikah dengan wanita ahlul kitab dengan syarat kualitas iman pria tersebut sudah kuat. Artinya iman mereka sudah berkualitas. Sebab dari pernikahan ini mengandung resiko yang sangat besar, yaitu dapat menyeret pria muslim pindah agama dan terjadi perceraian.  Pelarangan ini merupakan tindakan preventif agar tidak terjadi pemurtadan  dan perceraian.Walaupun di akui dari pernihan ini bisa dijadikan strategi da'wah untuk mengajak   wanita musrikah menganut ajaran Islam. Tetapi pada kenyataannya strategi ini digunakan oleh kaum kristiani untuk menikahi wanita muslimah. Dan akhirnya terjadilah pengkristenan muslim lewat pernikahan.
                Tetapi jika pria muslim melakukan tindakan yang sama seperti kaum kristiani tersebut, dikhawatirkan muslim itu menjadi murtad atau keluar dari Islam disebabkan terpengaruh oleh istrinya. Selain itu pun anak-anak yang dihasilkan dari pernikahan ini akan menjadi masalah dalam hukum kewarisan. Sebab itulah para ulama melarang pernikahan ini guna mencegah terjadinya resiko yang lebih besar meskipun ada sedikit manfaatnya. Dalam kaidah fiqih dijelaskan bahwa mencegah datangnya madarat yang lebih besar itu harus di utamakan ketimbang mengambil maslahat yang sedikit. Larangan perkawinan antar pemeluk agama yang berbeda itu agaknya dilator belakangi oleh harapan akan lahirnya sakinahdalam keluarga. Perkawinan baru akan langgeng dan tenteram jika terdapat kesesuaian pandangan hidup antar suami dan istri, karena jangankan perbedaan agama, perbedaan budaya, atau bahkan perbedaan tingkat pendidikan antara suami dan istri pun tidak jarang mengakibatkan kegagalan perkawinan.
            Nikah merupakan jalan yang paling bermanfa'at dan paling afdhal dalam upaya merealisasikan dan menjaga kehormatan, karena dengan nikah inilah seseorang bisa terjaga dirinya dari apa yang diharamkan Allah. Oleh sebab itulah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendorong untuk mempercepat nikah, mempermudah jalan untuknya dan memberantas kendala-kendalanya. Nikah merupakan jalan fitrah yang bisa menuntaskan gejolak biologis dalam diri manusia, demi mengangkat cita-cita luhur yang kemudian dari persilangan syar'i tersebut sepasang suami istri dapat menghasilkan keturunan, hingga dengan perannya kemakmuran bumi ini menjadi semakin semarak.
Rasulullah S.A.W. bersabda:
???? ?????? ????? ???? ?????????? ?????? ????? ???????? ?????? ?????: ????? ????? ???????? ????? ?????? ????? ???????? ????????? ??????????? ?????????? ???? ?????????? ???????? ?????????? ???????????????? ????????? ??????? ?????????? ?????????? ?????????? ?????? ???? ?????????? ?????????? ??????????? ????????? ???? ???????.) ????  ???????(
Artinya : Abdullah bin Mas�ud R.A. menceritakan bahwa Nabi saw berkata :Wahai para pemuda ! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya. (HR. Bukhari).[4]

Berdasakan latar belakang masalah yang penulis bahas diatas, maka penulis tertarik untuk membuat kajian skripsi dengan judul � Hikmah Larangan Mengawini wanita Musyrikah Menurut Pendidikan Islam
B.    Rumusan Masalah
Adapun  yang menjadi rumusan masalah adalah sebagai berikut : 
  1. Bagaimana hukum perkawinan menurut al-Qur�an dan hadist?
  2. Apa hikmah perkawinan dalam Islam ditinjau menurut pendidikan Islam?
  3. Apa hikmah larangan mengawini wanita musyrikah ditinjau menurut pendidikan Islam?
  4. Apa hikmah larangan mengawini wanita musyrikah dalam tinjauan pendidikan Islam?
  5. Apa pengaruh negatif perkawinan dengan wanita musyrikah dalam tinjauan pendidikan Islam?
C.    Penjelasan Istilah
Adanya kesimpangsiuran dan kesalahpahaman dalam pemakaian istilah merupakan salah satu hal yang sering terjadi, sehingga mengakibatkan penafsiran yang berbeda. Maka untuk menghindari hal tersebut di atas, penulis merasa perlu mengadakan pembatasan dari istilah-istilah yang terdapat dalam judul skripsi ini.
            Adapun istilah yang penulis anggap perlu dijelaskan adalah: Hikmah, Larangan Mengawini wanita Musyrikah,dan Pendidikan Islam
1.     Hikmah
Dessy Anwar dalam Kamus lengkap Bahasa Indonesia menjelaskan Hikmah artinya hikmat, kebijaksanaan, kepandaian[5]. Hoetomo dalam Kamus lengkap Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa hikmah adalah hikmat, kebijaksanaan, kepandaian, sakit, kesakitan, arti yang dalam, mempunyai kekuatan.[6]
Adapun menurut penulis, hikmah larangan mengawini wanita musyrikah adalah menfaat atau keuntungan yang terkandung dalam larangan kawin dengan wanita musyrikah.
2.     Mengawini
Daryanto,SS, Kamus Lengkap Bahasa Indonesiamengartikan kata "nikah/kawin"  sebagai perjanjian  antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri (dengan resmi)� .[7]  Perkawinan.  Al-Quran  menggunakan kata  ini  untuk  makna  tersebut,  di  samping  secara majazi diartikannya dengan "hubungan seks". Kata ini  dalam  berbagai bentuknya  ditemukan  sebanyak  23  kali.  Secara  bahasa pada mulanya kata nikah digunakan dalam arti "berhimpun�.
            Adapun menurut penulis, kawin adalah persetubuhan antara seorang laki � laki dengan perempuan yang sudah diikat dengan tali pernikahan yang sah.


3.     Wanita Musyrikah
M. Qurasy Shihab menjelaskan yang dimaksud dengan wanita musyrik adalah penyembah berhala, api, dan sejenisnya.[8]
            Adapun penurut penulis yang dimaksud dengan wanita musyrik ialah wanita yang bukan beragama Islam dan bukan pula ahli kitab.
4.     Pendidikan Islam
Hobby, dalam Kamus Populer menjelaskan bahwa Pendidikan berasal dari kata didik yang artinya �Memelihara, memberi latihan, dan pimpinan, kemudian kata didik itu mendapat awalan pe- akhiran- an sehingga menjadi pendidikan yang artinya perbuatan mendidik.�[9] Menurut H. M Arifin, pendidikan adalah usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar anak didik baik dalam bentuk pendidikan formal maupun non formal.[10]
            Menurut  Soegarda Poerbakawatja pendidikan ialah semua perbuatan atau usaha dari generasi tua untku mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya, dan ketrampilannya kepada generasi muda. Sebagai usaha menyiapkan agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmani maupun rohani.[11]. Oemar Muhammad Al-Syaibani dalam buku �Filsafat Pendidikan� mengemukakan bahwa �Pendidikan adalah usaha-usaha untuk membina pribadi muslim yang terdapat pada pengembangan dari segi spiritual, jasmani, emosi, intelektual dan sosial.[12]
            Dari pengertian di atas maka yang penulis maksudkan dengan pendidikan islam adalah suatu usaha membimbing dan membina pribadi muslim baik jasmani ataupun rohani menuju terbentuknya akhlak yang mulia sesuai dengan Al-qur�an dan sunnah.
D.    Tujuan dan Signifikansi Pembahasan
Adapun tujuan pembahasan skripsi  ini adalah sebagai berikut :
1.     Penulis ingin menjelaskan hukum perkawinan menurut al-Qur�an dan hadist.
2.     Penulis ingin menjelaskan hikmah perkawinan dalam Islam ditinjau menurut pendidikan Islam.
3.     Penulis ingin menjelaskan hikmah larangan mengawini wanita musyrikah ditinjau menurut pendidikan Islam.
4.     Penulis ingin menjelaskan hikmah larangan mengawini wanita musyrikah dalam tinjauan pendidikan Islam.
5.     Penulis ingin menjelaskan pengaruh negatif perkawinan dengan wanita musyrikah dalam tinjauan pendidikan Islam.
Adapun signifikansi pembahasan skripsi  ini adalah sebagai berikut :
1.     Agar dapat meningkatkan pemahaman masyarakat tentang bahaya perkawinan dengan wanita musyrikah
2.     Agar umat Islam tidak melakukan perkawinan dengan wanita musyrikah
3.     Hasil pembahasan ini akan bermanfaat bagi pembaca yang concern dalam memahami perkawinan beda agama dalam hukum Islam.
4.     Hasil pembahasan ini dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan Islam tentang hikamh larangan mengawini wanita musyrikah.
E.    Metode Pembahasan
            Adapun metode dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut:
1.     Pendekatan Penelitian
Dalam pembahasan ini penulis mempergunakan metode deskriptif kualitatifyaitu suatu metode pemecahan masalah yang meliputi pencatatan, penafsiran dan analisa terhadap data dalam pengkajian skripsi ini.[13]
Pembahasan ini akan menjelaskan hikmah larangan mengawini wanita musyrikah dalam tinjauan pendidikan Islam.
2.     Ruang lingkup pembahasan
Adapun ruang lingkup pembahasan dalam penulisan skripsi ini adalah :
Tabel 1.1 Ruang Lingkup Pembahasan
No
Ruang Lingkup
Hasil Yang Diharapkan
1
Hukum perkawinan
a).   Wajib
b).   Sunnah
c).   Mubah
d).   Makruh
e).   Haram
2
Hikmah Perkawinan
a).   Mengikuti Sunnah
b).   Ketenangan
c).   Kesucian
3
Hikmah larangan kawin dengan wanita musyrikah
a)     Menjaga Kesucian Jiwa
b)     Pendidikan Anak
c)     Rumah Tangga
4
Hikmah larangan kawin dengan wanita musyrikah dalam tinjauan pendidikan Islam
a)     Sakinah
b)     Mawaddah
3
Pengaruh negatif akibat dari perkawinan dengan wanita musyrikah
a)     Pola Pikir Anak
b)     Keretakan Rumah Tangga
c)     Jauh Dari Sakinah

3.     Sumber Data
Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1)     Sumber data primer adalah sumber data yang langsung dan segera diperoleh dari sumber data dan penyelidik untuk tujuan penelitian.[14]. Adapun sumber data primer dalam penelitian ini adalah Rusli dan R. Tama, Perkawinan Antar-Agama dan Masalahnya, Bandung: Pionir Jaya. 1986, Thalib, Muhammad, Karakteristik Pernikahan Islami, Yokyakarta: Pro-U Media, 2008, Thaha, Khairiyah, Husain, Konsep Ibu Teladan: Kajian Pendidikan Islam, Surabaya: Risalah Gusti, 2002. Thalib,Sajuti, Hukum Kekeluargaan Indonesia, Jakarta: UI Press, 1974.Mohammad,Adhim, Kado PernikahanUntuk Istriku,Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2006.
2)     Sumber data skunder yaitu sumber data yang mendukung dan melengkapi sumber data primer tersebut yaitu buku �Perkawinan Dalam Syariat Islamkarya Abdul Rachman yang diterbitkan PT Rineka : Cipta, 2000, �Petunjuk Membangun dan Membina Keluarga Menurut Anjuran Islam�, karya Sukamto Nuri, yang diterbitkan Al Ikhlas, 2000. Pernikahan Campuran Menurut Pandangan Islam, karya Jabry Abdul Muta'al Muhammad yang diterbitkan Risalah Gusti, 1992, Mubayidh, Makmum, Saling Memahami Dalam Bahtera Rumah Tangga. Jakarta: Pustaka Al- Kautsar, 2005, Muhammad Rasyid Al �Uwaid, Mengatasi Konflik Rumah Tangga, Jakarta: Al-�Itishom Cahaya Umat, 2005 dan Ath Thahir, Fathi, Petunjuk Mencapai Kebahagiaan Dalam Pernikahan, Jakarta: Amzah, 2005.
4.     Tehnik Pengumpulan Data
Adapun tehnik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah teknik literature yang berkaitan dengan permasalahan di atas.[15]Suatu metode pengumpulan data atau bahan melalui perpustakaan yaitu dengan membaca dan menganalisa buku-buku, majalah-majalah yang ada kaitannya dengan masalah yang penulis teliti. Selain itu juga akan memanfaatkan fasilitas internet untuk memperoleh literatur-literatur yang berhubungan dengan skripsi ini.
5.     Tehnik Analisa Data
Teknik analisis data adalah proses kategori urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar, ia membedakannya dengan penafsiran yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian dan mencari hubungan di antara dimensi-dimensi uraian.
Menurut Moleong analisis data adalah yakni suatu teknik penelitian untuk membuat inferensi dengan mengidentifikasi karakter khusus secara obyektif dan sistematik yang menghasilkan deskripsi yang obyektif, sistematik mengenai isi yang terungkap dalam komunikasi.[16]




[1]Ibrahim bin Shalih al-Mahmud, Kiat Hidup Bahagia dengan Suami Anda, (Jakarta: Firdaus, 2005), hal.38.
[2]Yazid bin Abdul Qadir Jawas hafizhahullah, Bingkisan Istimewa Menuju Keluarga Sakinah,(Jakarta: Pustaka At-Taqwa, 2002), hal 19.

               [3] Adhim, Mohammad,Kado Pernikahan Untuk Istriku. (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2006 ).hal. 29
[4]Aidh al-Qarni, Bulughul Maram Hadits Pilihan Hukum (terj.Zacky Mubarak,), cet. I, (Jakarta Timur: Qisthi Press, 2006) , hal. 285.
[5]  Dessy Anwar, Kamus lengkap Bahasa Indonesia cet.I (Surabaya: Karya Abditama, 2001) hal. 325.

[6]Hoetomo, Kamus lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Mitra Pelajar, 2005), hal. 185.
                  
               [7]Daryanto,SS, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Apollo, 1998), hal. 412.

               [8]M. Quraish Shihab, Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung:  Mizan, 2000), hal. 28.

[9]Hobby, Kamus Populer, Cet.XV, (Jakarta: Central,  1997), hal 28.

[10] HM. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2000), hal. 12.
[11] Soegarda Poerbakawatja, et. al. Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 2001), hal. 257.
[12]Oemar Muhammad At-Tomy Al-Syaibani, Filsafat Pendidikan Islam ,terj. Hasan Langgulung, Cet. I, (Jakarta: Bulan Bintang,  1979), hal.44.
[13] Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hal. 243.
[14]Winarmo Surachmad, Dasar dan Teknik Research Pengantar Metodologi Ilmiah, (Bandung: Angkasa, 1987), hal. 163.
[15]Kartini, Pengantar Metodologi Research Sosial, (Bandung: Alumni, 1980), hal. 28.
[16] Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), hal. 44.