Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Pendidikan Agama Anak Prasekolah

PENDIDIKAN AGAMA ANAK PRASEKOLAH


BAB II
PENDIDIKAN AGAMA ANAK PRASEKOLAH

A.    Pengertian, Dasar dan Tujuan Pendidikan Agama Anak Prasekolah
1.     Pengertian
National association for the education of young children (NAEYC) disebutkan bahwa program anak usia dini (prasekolah) adalah program suatu lembaga yang memberikan layanan bagi anak sejak lahir hingga usia 8 tahun. Program tersebut termasuk penitipan anak, penitipan anak pada keluarga, pendidikan Play Group, dan TK. Dalam pelayanan, mereka mengelompokkan usia anak dalam 0-3 tahun, 3-5 tahun dan 6-8 tahun.[15]
Carol Sefeld dan Nita Barbour mengelompokkan perkembangan anak usia dini dalam tiga kategori: bayi lahir sampai 1 tahun, toodler 1-3 tahun, prasekolah 3-4 than, kelas awal SD, 5-6 tahun, kelas lanjutan SD 7-8 tahun.[16]
Masa-masa pada rentang usia ini merupakan masa emas dimana perkembangan fisik, motorik, intelektual, emosional, bahasa dan sosial berlangsung dengan cepat. Dari lahir sampai kurang lebih dua tahun perkembangan anak sangat berkaitan dengan keadaan fisik dan kesehatannya. Di sini kebutuhan akan perlindungan orang dewasa untuk memenuhi kebutuhan fisik dan kesehatannya lebih besar dari pada masa sesudahnya. Perkembangan kemampuannya terutama untuk perkembangan motoriknya sangat pesat. Untuk usia 3-5 tahun ditandai dengan usaha untuk mencapai kemandirian dan sosialisasi. Tahapan-tahap ini sangat penting bagi kehidupan selanjutnya. Pada masa awal-awal kehidupan yang dimulai kira-kira usia 3 tahun anak mulai mampu untuk menerima ketrampilan sebagai dasar pembentukan pengetahuan dan proses berfikir.
Pendidikan prasekolah adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan sejak pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki kehidupan selanjutnya.[17]
Dalam kamus besar bahasa Indonesia Prasekolah adalah jenjang (tingkat) sekolah sebelum sekolah dasar yang meliputi Taman Kanak-Kanak, Play Group, dan Tpa.[18]Alsub Sabri menjelaskan bahwa pendidikan anak pra sekolah adalah masa kanak-kanan awal dan berlangsung dari umur 2 tahun sampai 6 tahun. Masa ini sering disebut usia sulit karena di dalam memelihara dan mendidik mereka sangat sulit.[19]
Dengan demikian dapat dipahami bahwa anak umur prasekolah dimulai dengan waktu dimana anak boleh dikatakan mulai dapat berdiri sendiri, artinya dalam segala hal tidak lagi membutuhkan bantuan dan akan berakhir dengan waktu dimana dia harus masuk sekolah dengan sungguh-sungguh menimba ilmu pengetahuan di bangku sekolah dasar secara formal.
Dari beberapa pendapat di atas dapat dipahami bahwa pendidikan prasekolah adalah masa kehidupan anak sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar, biasanya anak pada masa ini berkisar antara umur 2 tahun sampai 6 tahun. Masa ini ditandai dengan senangnya kepada bermain, sehingga anak prasekolah disebut juga sebagai masa bermain, yang menyebabkan banyak anak pada ini dimasukkan oleh orang tuanya di taman Kanak-Kanak dengan tujuan agar pada anak masa ini saling mengenal satu sama lain. Karena pada umumnya masa ini anak mulai memusatkan perhatian pada diri sendiri, sehingga keegoan anak pada masa ini akan lebih nampak. Anak belum mengerti suatu kejadian itu diakibatkan oleh dirinya sendiri atau orang lain. Setiap sesuatu  dikerjakan anak tidak akan dilihatnya atau dipikirkannya akibat yang terjadi.
Menurut pendidikan Islam, awal dimulainya pendidikan anak adalah semenjak seorang laki-laki dan seorang perempuan mengikat tali perkawinan. Hal ini mengingat bahwa seorang anak akan dipengaruhi oleh faktor-faktor hereditas dari orang tuanya. Oleh karena itu anjuran Rasulullah SAW yang menekankan kehati-hatian dalam pemilihan jodoh merupakan kerangka dasar pendidikan Islam.

2.     Dasar-dasar Pendidikan Anak Prasekolah
Perhatian pemerintah terhadap pendidikan secara umum tertuang dalam pembukaan UUD 1945 yaitu �mencerdaskan kehidupan bangsa�. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, MPR-RI telah mengamandemen Pasal 31 UUD 1945 yang menghasilkan Pasal 31 Ayat (1) sampai Ayat (5) sebagai berikut:
(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. (3)  Pemerintah menyelenggarakan dan mengusahakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat.[20]

Pasal 31 tersebut, kemudian dijabarkan secara progresif dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (selanjutnya disebut UU Sisdiknas) yang di dalamnya jelas dan tegas mengamanatkan program wajib belajar minimal sampai ke jenjang pendidikan dasar. Setiap warga negara wajib mendapatkan pendidikan yang bermutu, Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara sesuai dengan bakat, minat, tingkat kecerdasan dan kemampuannya tanpa diskriminasi, minimal setara dengan Standar Nasional Pendidikan.
Di dalam Islam pendidikan anak sangat ditekankan dan dianggap sangat penting, karena pendidikan pada masa kanak-kanak  memiliki beberapa kelebihan yang tidak dimiliki atau dikejar pada masa sesudahnya. Karena saat itu jiwanya masih suci dan bersih sesuai dengan fitrah Allah, seperti disebutkan dalam hadits Rasulullah SAW.
???? ??? ????? ??? ???? ???. ??? ????? ??? ???? ???? ????, ?? ?? ????? ??????? ??? ??????. ?????? ???????  ?? ???????  ?? ???????� (???? ??????? ? ????)
Artinya: Abu Hurairah ra. Berkata: nabi SAW bersabda: �Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orang tuanyalah yang menjadikannya (seperti) Yahudi, Nasrani atau Majusi �.� (HR. Bukhari Muslim).
Fitrah di sini diartikan sebagai potensi dasar. Sedangkan coretan ukiran yang diberikan oleh orang tua dan menghasilkan kehidupan anak itu adalah suatu usaha untuk menumbuhkan potensi dasar tersebut. Jadi masa kanak-kanak adalah masa penting yang harus diperhatikan dengan baik-baik, karena ini adalah dasar pembentukan tingkah laku dan keyakinan anak pada masa akan datang.
Firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum ayat 30:
O%r'sy7yg_ure$#9$Z?Zym4 |Nt!$#L9$#tss}$Z9$#$pk?n=t4 ?w?@??7s?,=y9!$#4 ?9s?e$!$#Oh?s)9$# 3s9uru?sY2r&$Z9$#?wtbqJn=t?
Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
Fitrah Allah yang dimaksud dalam ayat di atas adalah ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan. Jadi potensi beragama itu memang telah dibawa sejak manusia belum dilahirkan ke dunia.
Islam juga mendorong supaya manusia menguasai ilmu pengetahuan melalui proses belajar (sejak dini). Ketegasan ini bisa dilihat dari ayat pertama yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW, seperti yang terdapat dalam al-Qur�an suratal-�Alaq  ayat 1-5 sebagai berikut:
???? ???? ??? ???? ??? (1) ??? ??????? ?? ??? (2) ???? ???? ?????? (3) ???? ??? ?????? (4) ??? ??????? ?? ?? ???? (5)    (?????: 1-5)

Artinya : Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanlah yang paling pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (al-'Alaq: 1-5).[21]
Di dalam memahami ayat di atas M. Quraishihab di dalam tafsirnya mengatakan �kaidah bahasa yang menyatakan apabila kata kerja yang membutuhkan objek tapi tidak disebutkan objeknya, maka objeknya yang dimaksud bersifat umum. Mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkau oleh kata tersebut. Jadi makna iqra dalam ayat tersebut di atas adalah semua yang dapat dijangkau. Baik itu ilmu dari tuhan maupun bukan, baik yang menyangkut ayat tertulis atau tidak[22]. Sejalan dengan itu Syekh Muhammad Abduh menjelaskan sebagaimana yang dikutip Hamka dalam tafsirnya Al-Azhar bahwa �Tidak didapat kata-kata yang lebih mendalam dan alasan yang lebih sempurna dari pada ayat ini di dalam menyatakan kepentingan membaca dan menulis ilmu pengetahuan dalam segala cabang dan bahagiannya. Juga dalam kaitannya dengan ayat ini Ar-Razi menjelaskan dengan perantaraan qalam atau pena. Hal ini mengisyaratkan betapa pentingnya umat Islam belajar menuntut ilmu pengetahuan.[23]

3.     Tujuan Pendidikan Prasekolah
Dalam pembukaan undang-undang dasar negera republik Indonesiapada alenia ke-5 dijelaskan bahwa tujuan dari pendidikan nasional adalah ikut mencerdaskan bangsa dan negara. Tidak terlepas juga pendidikan prasekolah, prasekolah juga ikut ambil bagian dalam meningkatkan kecerdasan bangsa dan negara. 
Banyak penulis dan peneliti membicarakan tentang tujuan pendidikan individu mulsim yang dapat penulis simpulkan sebagai berikut: Nyatalah bahwa pendidikan individu dalam Islam mempunyai tujuan yang jelas dan tertentu, yaitu menyiapkan individu untuk dapat beribadah kepada Allah SWT. Dan tak perlu dinyatakan lagi bahwa totalitas agama Islam tidak membatasi pengertian ibadah pada shalat, shaum, zakat dan haji, tetapi setiap karya yang dilakukan seseorang muslim dengan niat untuk Allah semata merupakan ibadah.�
Sebagaimana telah ditekankan dari awal bahwa pendidikan anak prasekolah sangat penting bagi perkembangan selanjutnya, karena pada masa ini perkembangan otak anak sedang berkembang pesat . sekitar 50% kapasitas kecerdasan orang dewasa terjadi ketika anak berusia 4 tahun sampai 8 tahun, meningkat menjadi 80% ketika berusia sampai 8 tahun dan mencapai titik kulminasi ketika anak berusia 18 tahun. Jadi jelaslah bahwa perkembangan anak yang sangat pesat adalah pada masa 4 tahun.[24]
Selain dari itu, masa anak-anak adalah masa dimana anak masih dalam keadaan fitrah. Pada masa ini adalah tempat penanaman prilaku dan mengarahkan mereka pada jalan yang diridhai oleh Allah. Jadi tujuan pendidikan anak prasekolah adalah menciptakan anak yang punya akhlak yang mulia dan berbudi pekerti yang luhur.   

B.    Materi Pendidikan Agama Anak Prasekolah
Pada garis besarnya materi pendidikan agama dapat digolongkan kepada empat hal yaitu akidah, syari�ah, akhlak dan ibadah.

a.      Akidah
Akidah adalah sesuatu yang kita yakini dan kita dapat mempercayainya yang ada hubungan dengan keimanan. [25]akidah adalah suatu keyakinan yang mendalam di hati manusia dan keyakinan itu meliputi keimanan kepada Allah, Rasul-Nya, Malaikat, kitab-kitab dan kepada hari kiamat, serta kepada qada dan kadar-Nya. Sesuai dengan firman Allah dalam surat an-Nisa ayat 136.
$pk??r't? t%!$#(#qYtB#u(#qYB#u !$$/ &!q?u?u =tF39$#ur?%!$#tA?tR 4?n?t &!q?u? =tF69$#ur?%!$# tAt?Rr&`B@6s% 4`tBur3t? !$$/ mFs3n=tBurm7F.ur&#??urQqu?9$#ur zFy$# ?s)s @| Kxn=|#??t/
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan kepada Kitab yang Allah turunkan kepada rasul-Nya serta Kitab yang Allah turunkan sebelumnya. barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, Maka Sesungguhnya orang itu Telah sesat sejauh-jauhnya. (QS. an-Nisa ayat 136)
Dari penjelasan ayat di atas dapat dipahami bahwa orang yang beriman kepada Allah dan rukun iman yang enam maka ia tidak akan sesat dan Allah akan memberinya petunjuk dalam keimanan dan barang siapa yang tidak beriman kepada Allah dan rukun iman yang enam maka tidak akan dapat petunjuk dan berada dalam kesesatan. Oleh karena itu nilai-nilai ketauhidan harus ditanamkan pada anak sejak din agar tidak menyimpang dari ajaran agama.
Masalah akidah adalah hal pokok dalam agama, karena hal ini adalah hal yang menyangkut dengan keyakinan, maka dari itu selaku orang tua harus mengajarkan anak-anaknya dari sejak dini tentang pengetahuan tauhid.

b.     Ibadah
Pendidikan ibadah ialah bermuamalah dengan Allah dengan sesama manusia dalam duniawi. Maksudnya melaksanakan apa saja yang diperintahkan dan menjauhi semua larangan Allah dengan kata lain segala aktifitas seseorang tidak terlepas dari ibadah.
Majelis tarjih muhammdiyah telah merumuskan definisi ibadah yaitu� Ibadah adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan mentaati segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya dan mengamalkan segala yang diperintahkan, ibadah ada yang khusus dan ada yang umum, yang umum adalah segala yang di izinkan oleh Allah, dan yang khusus adalah apa yang telah ditetapkan oleh perintah-perintahnya, tingkat dan tata cara tertentu.[26]
Berbicara tentang ibadah, merupakan sesuatu hal yang selalu dianjurkan ajaran agama Islam. Orang yang suka beribadah, berarti orang tersebut lebih dekat dengan Tuhan. Serta menyerahkan dirinya hanya kepada Allah. Ibadah berarti mengabdikan diri kepada Allah, suruhan yang pertama sekali adalah mengerjakan hubungan dengan Allah melalui shalat, mengeluarkan zakat dan ibadah haji.
Ibadah terutama dalam mengerjakan shalat merupakan ibadah yang sangat besar nilainya di sisi Allah, dengan shalat keperibadian seseorang akan terbina, dari kepribadian yang buruk dan perbuatan yang maksiat. Allah Berfirman:
@?$#!$tBzrr&y7?s9)?B=tG39$#O%r&urno4qn=9$#( ?c)no4qn=9$#4?sSZs?t!$tsx9$#s3ZJ9$#ur3 .%s!ur!$#?t92r&3 !$#urOn=t?$tBtbqoYs?
Artinya: Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Ankabut : 45)
Pendidikan ibadah adalah mendidik seseorang bagaimana cara beribadah, jadi pendidikan ibadah ini perlu diajarkan kepada anak-anak sejak kecil untuk membina prilaku dan cara beribadah yang baik dan tidak menyimpang dari ajaran al-Qur'an dan hadits.

c.      Syari�ah
Masalah syari�ah berkaitan dengan ketetapan yang mengatur segala amal perbuatan manusia yang menjalani kehidupan ini sesuai dengan ketentuan Allah. Masalah syari�ah ini berhubungan dengan amalan lahir dalam rangka mentaati semua peraturan dan hukum yang telah ditetapkan oleh Allah guna mengatur hubungan vertical antara manusia dengan khalik, yang diwujudkan dengan melaksanakan ibadah dan mengatur manusia dengan sesamanya yang termasuk dalam kategori mu�amalah serta hubungan antara manusia dengan lingkungan.
Masalah ini adalah salah satu materi yang harus disampaikan kepada anak sejak usia dini agar mereka sendari dini dapat menyadari bahwa segala tingkah laku dan perbuatan yang mereka lakukan memiliki aturan dari Allah dan akan mendapat balasan kelak di hari pembalasan. Demikian pula anak akan menyadari hakikat keberadaannya di dunia ini dengan mengikuti hukum yang telah ditetapkan oleh Allah guna mendapat ridhanya.





d.     Akhlak
Akhlak adalah implemantasi dari iman dalam segala bentuk, baik yang berhubungan dengan sikap, prilaku dan sifat-sifat yang dapat memberikan kepada Tuhannya. Jadi akhlak merupakan wujud nyata dari pelaksanaan iman. Akhlak adalah realiasi dari iman.
Masalah akhlak adalah masalah yang mengatur tata cara pergaulan hidup manusia yang mencakup hubungan vertikal manusia dengan Allah. Serta hubungan horizontal antara hubungan sesama manusia dengan lingkungannya. Akhlak ini adalah pelengkap dari ketiga hal di atas akidah dan syari�ah serta ibadah.
Akhlak merupakan cerminan kemuliaan bagi seorang muslim, karena agama Islam sangat menjunjung tinggi budi pekerti, dan dengan budi pekerti tersebut manusia akan berada pada posisi yang tinggi yang akan membedakannya dengan makhluk lain. Dalam hal ini akhlak merupakan salah satu tujuan pendidikan Islam yang utama. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW.
???? ??? ????? ??? ???? ???. ??? ????? ??? ???? ???? ????, ?? ?? ????? ??????? ??? ??????. ?????? ???????  ?? ???????  ?? ???????� (???? ??????? ? ????)
Artinya: Abu Hurairah ra. Berkata: nabi SAW bersabda: �Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orang tuanyalah yang menjadikannya (seperti) Yahudi, Nasrani atau Majusi �.� (HR. Bukhari Muslim).
Jadi jelas bahwa, akhlak merupakan materi yang harus diajarkan kepada anak guna mencapai tujuan pendidikan Islam sebagaimana yang diharapkan.
Berdasarkan uraian di atas penulis berpendapat bahwa syari�ah, akhlak akidah dan ibadah adalah hal yang tidak dapat dipisahkan. Semua materi pendidikan itu tidak bisa diabaikan dan harus disampaikan kepada anak sejak dini. Karena keempat materi tersebut merupakan fundamen utama bagi setiap manusia dalam menjalankan ajaran Islam dalam kehidupan.

C.    Metode Pendidikan Anak Prasekolah
Pendidikan Islam memiliki sejumlah metode yang dapat diterapkan dalam pelaksanaan proses pendidikan. Proses tersebut berkenaan dengan bagaimana seorang pendidik dapat memainkan perannya dengan baik sehingga berhasil dalam aktivitasnya sebagai pendidik yang mampu dan menggunakan metode pendidikan secara tepat.
Faktor metode dalam proses pendidikan merupakan faktor yang tidak dapat diabaikan begitu saja, sebab metode yang digunakan akan berpengaruh pada tujuan akhir pendidikan. Apabila metode pendidikan yang digunakan baik dan tepat maka tujuan pendidikan akan semakin besar kemungkinan dapat dicapai.
Seorang pendidik agar berhasil dalam aktivitasnya sebagai pendidik maka ia harus mampu memilih dan menggunakan metode yang tepat dalam aktivitas kependidikannya serta mampu menyesuaikan metode yang digunakan dengan materi yang diajarkan kepada anak didik.
Ada beberapa metode yang dapat diterapkan pada anak didik dalam rangka pelaksanaan proses pendidikan anak, diantaranya:



a.      Metode Suri Tauladan
Yang dimaksud dengan metode suri tauladan adalah suatu metode pendidikan dan pengajaran dengan cara memberikan contoh teladan yang baik kepada anak didik agar ditiru dan dilaksanakan.
Masa anak-anak adalah masa yang peka terhadap berbagai rangsangan, baik rangsangan dari dalam maupun dari luar, Anak akan sangat cepat terpengaruh dengan apa yang dilihat dan didengarnya dari lingkungannya. Oleh karena itu, lingkungan yang baik akan membentuk watak dan kepribadian yang baik pula. Jadi selain pendidikan, lingkungan juga ikut berperan menjadi bagian dari suri tauladan yang ditiru oleh anak-anak, walaupun kedudukan seorang pendidik tetap menduduki posisi yang utama.
Suri tauladan dari pendidik merupakan faktor yang besar pengaruhnya dalam pendidikan anak. Karena anak-anak biasanya gemar meniru apa yang dilakukan oleh orang dewasa terutama pendidik. Apa yang baik menurut mereka adalah apa yang dilakukan oleh pendidiknya dan sebaliknya apa yang ditinggalkan oleh pendidiknya di nilai buruk oleh anak didik, oleh karena itu seorang pendidik harus mampu memposisikan dirinya sebagai teladan di mata anak didiknya.
Selain pendidik, orang tua juga memegang peranan penting dalam menanamkan keteladan dalam diri anak-anaknya. Dalam keluarga yang menjadi suri tauladan bagi anak adalah orang tuanya. Mereka menganggap orang tua sebagai tokoh yang perlu ditiru. Sebab keluarga adalah lingkungan yang pertama yang dikenal dalam kehidupannya.
Menurut Zakiah Daradjat, bahwa dalam praktek pendidikan dan pengajaran, metode ini dilaksanakan dalam dua cara yaitu cara langsung (direct) dan tidak langsung (indirect)
  1. Secara langsung (direct), maksudnya pendidik itu sendiri yang harus mampu menjadi diri yang patut di contoh oleh anak-anak.
  2. Secara tidak langsung (indirect) maksudnya adalah melalui cerita dan riwayat para nabi, kisah orang-orang besar pahlawan dan syuhada sehingga diharapkan anak akan menjadi tokoh-tokoh yang ada dalam cerita tersebut. Sebagai uswatun hasanah.[27]

Metode suritauladan ini cocok diterapkan kepada anak-anak umur prasekolah karena pada saat umur kanak-kanak adalah masa meneniru tingkah laku orang lain yang lebih tua dari dirinya, jadi pendidik yang baik harus memperlihatkan prilaku yang menyenangkan dan tidak menyimpang dari ajaran agama.


b.     Metode Historis/Sejarah
Metode pendidikan sejarah ialah mengajar anak dengan merenungkan dan memikirkan kejadian-kejadian yang ada melalui kisah dan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lalu.
Al-Qur'an datang dengan membawa cerita-cerita kependidikan yang sangat berguna sebagai pelajaran yang dapat dengan diambil hikmahnya serta sebagai pembina akhlak anak didik, Allah berfirman dalam surat Yusuf ayat 11.
(#q9$s%$tR$t/r't?$tBy7s9?w$Z0B's?4?n?ty#?q?$R)ur&s!tbqsoYs9
Artinya: Mereka berkata: "Wahai ayah kami, apa sebabnya kamu tidak mempercayai kami terhadap Yusuf, padahal Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang mengingini kebaikan baginya (QS. Yusuf : 11)
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa di dalam al-Qur'an Allah menceritakan kisah-kisah nabi dan umat terdahulu yang tujuannya adalah untuk menjadikan I�tibar (pelajaran) yang dapat diambil hikmahnya.
Metode histories ini merupakan metode yang tepat diterapkan pada anak-anak, sebab pada fase ini biasanya anak-anak akan lebih menerima materi pelajaran apabila disampaikan dalam bentuk cerita. Cerita atau kisah tersebut diharapkan dapat membimbing perasaan anak didik untuk menghayati isi pesan yang tersirat dalam kisah tersebut.
Sebagai contoh di dalam surat al-Maidah Allah menceritakan kisah dua orang anak Adam yaitu Qabil dan Habil. Kisah tersebut menggambarkan sifat hasut dan dengki Qabil terhadap saudaranya Habil. Sementara Habil mempunyai sifat kasih sayang  dan toleransi. Dari kisah tersebut anak akan mengetahui dan merenungkan betapa rendah dan hinanya orang yang memiliki sifat hasut seperti Qabil. 

c.      Metode Perumpamaan
Metode ini merupakan salah satu metode untuk memberikan pesan kepada anak melalui perumpamaan atau misal yang mengandung nilai-nilai moral. Hal ini akan memberikan kesan dan pengaruh yang dalam pada diri anak dan sangat berperan dalam kehidupan sehari-hari.[28]
Di dalam al-Qur'an sendiri terdapat banyak sekali perumpamaan sebagai contoh perumpamaan antara orang musrik dengan laba-laba yang terdapat di dalam suratal-Ankabut ayat 14.

Ng=sVtB @sVyJx. ?%!$# y?s%qtG?$# #Y?$tR !$Jn=s Nu!$|r& $tB &s!qym |=yds? !$# Nd?qZ/ Ngx.ts?ur ? ;MyJ= ?w tbr?6?
Artinya: Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, Maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat Melihat. (QS. Al-Ankabut : 14)
Dari ayat di atas dengan dipahami bahwa al-Qur'an menggunakan metode perumpamaan untuk menyampaikan pesat pendidikan yang terdapat di dalamnya . demikian pula dengan seorang pendidik, mereka dapat menggunakan metode ini untuk mengasuh kemampuan anak dalam mengalokasikan sesuatu hingga daya nalarnya akan semakin kuat. Metode ini juga akan memberikan pengaruh yang dalam bagi anak dalam memahami sesuatu . jadi jelaslah bahwa metode ini dapat dipergunakan bagi pendidikan anak umur prasekolah untuk menggugah hati dan daya nalarnya.

d.     Metode nasehat (Nashihah)
Pembinaan anak melalui nasehat, ajaran Islam menganjurkan pendidikan anak melalui nasehat, seperti yang dilakukan oleh Lukmanul Hakim kepada anaknya:
o_6t?O%r&no4qn=9$#B&ur$ryJ9$$/tmR$#ur`ts3ZJ9$#?9$#ur4?n?t!$tBy7t/$|r&( b)y79s?`BP?t?qBW{$# 
Artinya : Hai anakku, Dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan Bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (QS. Luqman : 17)
Ayat di atas merupakan salah satu metode pembinaan yang terdapat dalam al-Qur'an, metode tersebut adalah dengan cara memberikan nasehat, menerangkan sesuatu perbuatan, kemudian menjelaskan akibat yang ditimbulkan.
Dengan demikian nasehat juga merupakan salah satu metode yang efektif dalam menerapkan pendidikan anak pada umur prasekolah. Metode ini penting dalam pendidikan dalam rangka pembinaan keimanan, mempersiapkan modal, spiritual dan sosial. Pendidikan dengan pemberian nasehat ini dapat membuka mata anak-anak pada hakikat sesuatu dan mendorong menunju situasi luhur serta menghiasinya dengan akhlak mulia.

e.      Metode Pembinaan Perhatian Khusus
Selain nasehat, anak juga dapat dibina dengan perhatian. Yang dimaksud dengan pembinaan dengan perhatian adalah mencurahkan, memperhatikan dan senantiasa mengikuti perkembangan anak dalam pembinaan akidah dan moral, seperti sosial dan spiritual. Di samping selalu bertanya tentang situasi pendidikan, jasmani dan rohaninya. Pembinaan ini dianggap sebagai asas terkuat dalam pembinaan manusia secara utuh, yang menunaikan hak setiap orang yang memiliki hak dalam kehidupan, termasuk mendorong untuk menunaikan tanggung jawab dan kewajiban secara sempurna. Melalui upaya tersebut tercipta muslim yang baik dalam upaya membangun pondasi Islam yang kokoh.
Dengan demikian, pendidikan dengan cara memberikan perhatian merupakan salah satu metode  yang dapat diterapkan orang tua dalam mendidik anak di lingkungan keluarga. Orang tua dalam hal ini apabila melihat anaknya melakukan perbuatan yang menyimpang dari ajaran agama harus menegurnya dengan memberikan perhatian. Allah berfirman:
??Rr&ury7s?u?t?/t%F{$#
Artinya: Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat, (QS. Asy  Su�ara : 214)

f.      Metode Bimbingan Dan Penyuluhan
Metode ini sering kita dengan metode guidance and counseling, karena didalamnya terdapat tidak hanya nasehati tetapi juga arahan dan bimbingan yang diberikan kanarti kasih sayang yang sebenarnya bagi seorang anak.
Orang tua tidak hanya memberi contoh teladan saja kepada anaknya, tapi di samping itu anak juga perlu dibimbing dan pengaraan. Tanpa bimbingan belumlah lengkap seperti rumah tanpa atap atau beratap tapi tak berdinding. Menyuruh anak melakukan shalat/puasa, sedangkan ayah dan ibu tidak pernah melakukannya akan sulit sekali, karena kemungkinan anak akan bertanya �kenapa hanya ia yang harus shalat, sementara ayah dan ibu  tidak�. Begitu juga kalau ayah dan ibu tidak pernah meninggalkan shalat, tapi tidak pernah membimbing anak untuk shalat, bahkan tidak pernah memberitahukan untuk apa shalat/puasa dilaksanakan, hal tersebut membuat si anak seperti orang buta yang pernah mendengar nama gajah tapi tidak tahu pasti seperti apa gajahnya itu.
Jadi di samping contoh yang diberikan oleh orang tua, bimbingan dan penyuluhan pun perlu diberikan. Dr. Zakiah Daradjat mengemukakan �untuk membina anak agar mempunyai sifat-sifat terpuji tidaklah mungkin dengan melakukan yang baik, yang diharapkan nanti ia akan mempunyai sifat-sifat itu dan menjauhi sifat tercela. Kebiasaan latihan itulah yang membuat ia cenderung untuk melakukan yang baik dan meninggalkan yang kurang baik. Demikian juga hendaknya pendidikan agama, semakin kecil umur si anak hendaknya semakin banyak latihan-latihan dan pembiasaan pada agama yang dilakukan pada anak. Dan semakin bertambah umur si anak hendaknya semakin bertambah pula penjelasan dan pengertian tentang agama itu diberikan sesuai dengan perkembangan kecerdasannya.[29]

g.     Metode Tabsyir (menggugah suasana gembira)
Ajaran Islam memberikan prioritas pada upaya menggugah suasana gembira dibanding dengan ancaman dan hukuman. Dalam pelaksanaan dan kondisi yang dihayati anak dalam proses belajar mengajar. Sehingga terciptalah suasana belajar yang menyenangkan dan harmonis. Metode tabsyir ini biasanya menggunakan cara yang menggembirakan, memberi kabar gembira atau menimbulkan suasanan hati yang menggembirakan hal ini sesuai dengan firman Allah surat AL-Baqarah ayat 119:
!$R)y7oY=y??r&d,ys9$$/#Z?o0#\??tRur( ?wur@t@`t=ptr&O?spg:$#
Artinya: Sesungguhnya kami Telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran; sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta (pertanggungan jawab) tentang penghuni-penghuni neraka. (QS. AL-Baqarah : 119)
Dari ayat di atas jelaslah bahwa Rasulullah memakai metode ini ketika menyiarkan agama Allah dipermukaan bumi ini, sehingga banyak umat yang tertarik dan ingin memeluk Islam.
Masa anak-anak adalah masa dimana keinginan untuk bermain masih tinggi, pada saat ini anak tidak begitu senang dengan nasehat yang berbentuk ceramah, mereka butuh kegembiraan dan bermain. Jadi metode tabsyir ini cocok diterapkan kepada anak-anak, karena anak-anak akan senang belajar sambil bermain. 

h.     Metode Talqin (Perintah/Larangan)
Metode talqin adalah metode yang berupa perintah atau larangan yang tegas seperti yang dicontohkan Rasulullah dalam haditsnya yang berbunyi:
?? ???? ?? ????, ?? ????, ?? ??? ??? : ??? ???? ???? ??? ???? ???? ???? ???? ??????? ??????? ??? ????? ??? ????, ???????? ????? ??? ????? ???, ?????? ????? ?? ??????? (???? ??? ?????)

Artinya: Dari Umar bin Syuaib, dari bapaknya, ia berkata Rasulullah SAW, bersabda: �Suruhlah anak-anakmu shalat waktu berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka jika meninggalkannya di waktu berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka.� (HR. Abu Daud)[30]
Hadits di atas menjelaskan kepada kita bahwa perintah pada anak sangatlah penting, karena dengan perintah anak akan terbiasa melakukan hal-hal yang diwajibkan oleh agama, sehingga anak akan menjadi seorang yang shaleh dan berakhlak mulia. Metode ini juga bisa dijadikan sebagai sebuah metode yang diterapkan oleh pendidik untuk mendidik anak didik ke arah yang lebih baik.

i.       Metode Tandzir (hukuman)
Tidak usah kita ragukan lagi bahwa hingga sekarang masih banyak orang tua beraggapan bahwa anak yang selalu tunduk dan melaksanakan dengan tanpa pamrih dan tanpa pembantu, mereka merupakan anak ideal yang patut untuk ditonjolkan sebagai anak teladan. Harus diketahui bahwa anak-anak yang mempunyai sikap demikian adalah sesuatu ketidak wajaran dan menyalahi naluri bawaannya yang tumbuh dan berkembang secara bebas dan merdeka.
Mengenai metode hukuman ini Dewa Ketutu Sukardi mengatakan ahli-ahli ilmu pendidikan sepakat bahwa kepatuhan dan ketaatan yang berlebihan merupakan suatu hasil dari paksaan dan hasil dari sistem pendidikan yang menggunakan kekerasan dan ancaman. Anak sejak kecil dibiasakan dengan dorongan kekerasan dan ancaman, akan tumbuh dan berkembang pribadi yang lemah dan gampang menyerah pada nasib dan tidak memilih inisiatif. Maka secara langsung mereka tidak berani mengembangkan keperibadiannya sendiri serta selalu dihantui oleh pola pikir orang lain. Tujuannya dalam segala gerak dan aktivitasnya adalah untuk memuaskan orang lain walaupun mereka mengorbankan idenya sendiri, harga diri dan keperibadinnya.[31]
Pernyataan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa banyak efekk negatif yang akan ditimbulkan apabila hukuman diberikan kepada anak apalagi pengaruh terhadap psikologinya.
Masalah hukuman yang dilaksanakan dengan kekerasan ini Dewa Ketut Sukardi menambahkan.:
Ahli yang lain mengatakan bagaimana juga tindakan kekerasan yang ditujukan pada anak-anak apalagi nantinya akan menimbulkan kesakitan pada jasmani, merupakan suatu tindakan kejam yang menimbulkan efek negatif baik ditinjau secara fisik maupun mental. Ada juga ahli yang menekankan bahwa penjatuhan sanksi bagi anak yang brandal haruslah dicari sumbernya, apakah itu dari sikap hidup orang tuanya atau sumber dari anak itu sendiri. Dengan kebijaksanaan orang tualah keberadaan seorang anak dapat diatasi.[32]
Dalam hal menghadapi yang demikian, orang tua harus waspada, pengawasan harus diperketat sebab apabila seorang anak sudah mulia bergaul dengan dunia luar, maka secara langsung dia telah terpengaruh oleh dua luar itu. Di lingkungan (dunia luar) mereka dengan bebas akan bergaul dengan teman-teman yang lingkuannya berbeda dan latar kehidupan yang beraneka ragam. Hal tersebut yang seiring membuat anak berubah dari baik menjadi anak yang susah diatur.
Sebagian orang tua beranggapan, hukuman yang diberikan kepada anak yang seperti itu adalah dengan jalan kekerasan, kalau perlu dengan siksaan badan ataupun ancaman dalam konteks ini melaksanakan hukuman dengan cara kekerasan bukanlah suatu pembinaan yang baik, tetapi justru efek yang negatif bagi si anak. Memberi hukuman haruslah dilihat tingkat umur anak dan sejauh mana kesalahan yang diperbuat anak. Melalui penelitian yang dilakukan oleh Eberson terhadap usia sekolah dasar katanya: �teguran yang sederhana itu bisa  mencapai perubahan tingkah laku yang efektif dari pada ancaman hukuman yang berat�.[33]
Dewa Ketut Sukardi mengatakan pujian ibarat obat, tidak diberikan semabarangan. Memberikan pujian pada aturanya, kapan, bagaimana dan berapa, supaya tidak menimbulkan efek samping yang merugikan. [34]
Hukuman juga merupakan suatu metode yang dapat diterapkan kepada anak-anak asalkan harus memperhatikan jenis hukuman dan berat hukuman yang akan diberikan kepada anak-anak, jangan sampai melukai fisik dan mental anak-anak.  Sehingga hukuman tersebut benar-benar dapat menjadi pelajaran baginya dan membuat mereka meninggalkan perbuatan itu.

D.    Subjek Pendidikan Anak Prasekolah
1.     Orang Tua
    Pendidikan merupakan hal terbesar yang selalu diutamakan oleh para orang tua. Saat ini masyarakat semakin menyadari pentingnya memberikan pendidikan yang terbaik kepada anak-anak mereka sejak dini. Untuk itu orang tua memegang peranan yang sangat penting dalam membimbing dan mendampingi anak dalam kehidupan keseharian anak. Sudah merupakan kewajiban para orang tua untuk menciptakan lingkungan yang kondusif sehingga dapat memancing keluar potensi anak, kecerdasan dan rasa percaya diri. Dan tidak lupa memahami tahap perkembangan anak serta kebutuhan pengembangan potensi kecerdasan dari setiap tahap.
Ada banyak cara untuk memberikan pendidikan kepada anak berumur prasekolah baik formal maupun non formal. Adapun pendidikan formal tidak sebatas dengan memberikan pengetahuan kepada anak-anak mereka di lembaga prasekolah. Selain itu pendidikan non formal menanamkan tata nilai yang serbaluhur atau akhlak mulia, norma-norma, cita-cita, tingkah laku dan aspirasi dengan bimbingan orang tua di rumah.
Pendidikan anak dimulai dari pendidikan orang tua di rumah dan orang tua yang mempunyai tanggung jawab utama terhadap masa depan anak-anak mereka, Lembaga pendidikan prasekolah hanya merupakan lembaga yang membantu proses tersebut. Sehingga peran aktif dari orang tua sangat diperlukan bagi keberhasilan anak-anak.
Keshalihan kedua orang tua merupakan teladan yang baik bagi anak, mempunyai pengaruh yang besar terhadap kejiwaan anak. Apabila kedua orang tua mempunyai kedisiplinan untuk bertakwa kepada Allah dan mengikuti jalan Allah, dan juga terus ada kerja sama antara kedua orang tua untuk menunaikan hal tersebut, maka anak akan ikut tumbuh pula dalam ketaatan dan kepatuhan kepada Allah SWT karena mencontoh kedua orang tuanya.[35]Sebagaimana firman Allah suratAli Imran ayat 34:
Op?h??$pkt/.`B<t/3 !$#ur?x?O?=t
Artinya: (sebagai) satu keturunan yang sebagiannya (turunan) dari yang lain. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Ali Imran : 34)
Wajib bagi para ayah untuk mengajari anak-anak mereka dasar-dasar kebaikan agar kelak mereka dapat menuai kebahagiaan melalui komitmen mereka terhadap perilaku yang baik. Dalam hal ini Imam Sajjad berkata:
�Hak anakmu atas dirimu adalah engkau harus mengetahui bahwa dirinya berasal dari dirimu dan dirinya akan mencerminkan dirmu di dunia ini melalui kebaikan atau kejahatan yang telah ia lakukan. Wajib bagi dirimu untuk memenuhi tanggung jawabmu sebagai orang tuanya, yaitu mendidiknya dengan adab yang baik, mengajarkan dirinya untuk mengenal Allah SWT. Dan membantunya untuk mematuhi Allah SWT. Kesemuanya itu bukan hanya demi keselamatannya, namun juga demi keselamatan dirimu sendiri. Keberhasilanmu dalam memenuhi tanggung jawabmu akan dibalas dengan kebaikan dari Allah SWT dan apabila engkau gagal dalam memenuhinya, maka engkau pun akan menerima hukuman yang setimpal dengan kegagalanmu itu. Besarkanlah ia dengan penuh kebanggaan dan peliharalah ia dengan baik sehingga engkau dapat terbebaskan dari tuntutan Allah SWT kelak (tuntutan atas usahamu dalam membesarkan anakmu.[36]

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua yaitu membantu anak mengenali dirinya (kekuatan dan kelemahannya), membantu anak mengembangkan potensi sesuai bakat dan minatnya, membantu meletakkan pondasi yang kokoh untuk keberhasilan hidup anak dan membantu anak merancang hidupnya.
Kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh orang tua dan harus dihindari dalam mendidik anak mereka, antara lain menumbuhkan rasa takut dan minder pada anak, mendidik anak menjadi sombong terhadap orang lain, membiasakan anak hidup berfoya-foya, selalu memenuhi permintaan anak, terutama ketika anak sedang  menangis, terlalu keras dan kaku dalam menghadapi anak, terlalu pelit terhadap anak (melebihi batas kewajaran),  tidak mengasihi dan menyayangi mereka sehingga mereka mencari kasih sayang di luar rumah, orang tua hanya memperhatikan kebutuhan jasmaninya saja, orang tua terlalu berprasangka baik kepada anak-anak mereka.
Untuk itu sudah menjadi kewajiban orang tua untuk juga belajar dan terus menerus mencari ilmu, terutama yang berkaitan dengan pendidikan anak.  Agar terhindar dari kesalahan dalam mendidik anak yang dapat berakibat buruk bagi masa depan anak-anak. Orang tua harus lebih memperhatikan anak-anak mereka, melihat potensi dan bakat yang ada di diri anak-anak mereka, memberikan sarana dan prasarana untuk mendukung proses pembelajaran mereka. Para orang tua diharapkan dapat melakukan semua itu dengan niat yang tulus untuk menciptakan generasi yang mempunyai moral yang luhur dan wawasan yang tinggi serta semangat pantang menyerah.

2.     Masyarakat
Masyarakat merupakan subjek pendidikan bagi anak, setelah ayah dan ibu (keluarga). Masyarakat berpengaruh terhadap pembentukan akhlak anak dan nilai sosial budaya yang berkembang di lingkungan masyarakat dimana individu tinggal.
Di dalam masyarakat terdapat norma-norma sosial budaya yang harus diikuti oleh warganya dan norma itu berpengaruh dalam pembentuka kepribadian anak dalam bertindak dan bersikap. Jadi peran serta masyarakat sangatlah dibutuhkan dalam pembentukan pribadi anak yang shaleh. Masyarakat juga harus memberikan contoh teladan bagi anak-anak agar tercipta pribadi yang mempunyai akhlak yang mulia.
Masyarakat merupakan elemen paling signifikan yang padanya pendidikan bergantung dalam pembentukan personalitas serta pencapaian hasrat-hasrat individu dalam kerangka umum peradaban. Masyarakat juga memberi sumbangan dalam mewujudkan sebuah tingkat kesempurnaan sosial yang tinggi. Pada waktu yang sama, masyarakat sekitar dapat mengurangi ketergantungan serta unsur-unsur tingkah laku yang menyimpang dan ini menciptakan penyatuan kolektif individu-individu serta kesetiaan pada berbagai tujuan dan nilai-nilai masyarakat.
Para tokoh agama atau tokoh masyarakat berperan dalam penularan norma-norma masyarakat di samping orang tua kepada anak-anak tentang adat-istiadat atau tradisi atau sopan santun baik dalam pertemuan-pertemuan resmi maupun dalam pergaulan sehari-hari. Umpamanya norma-norma yang boleh di perbuat masyarakat seharusnya di perbuat dan yang tidak boleh harus ditinggalkan.

3.     Guru
Guru adalah salah satu elemen pendidikan yang sangat menentukan dalam pembentukan anak serta perbaikan pendidikan mereka. Guru, ketika yang memiliki niat baik serta metode-metode yang benar yang dikelola oleh badan pendidikan yang sungguh-sungguh, akan menghasilkan generasi yang sadar yang meyakini tujuan bangsa mereka. Di sisi lain tatkala guru mengabaikan tugas dan tanggung jawab mereka, nilai-nilai bangsa akan runtuh dan perilaku generasi-generasi mendatang akan terpengaruh.
Guru adalah pendidik profesional, karenanya secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundak para orang tua. Mereka ini, tatkala menyerahkan anaknya ke sekolah, sekaligus berarti pelimpahan sebagian tanggung jawab pendidikan anaknya kepada guru. Hal itupun menunjukkan pula bahwa orang tua tidak mungkin menyerahkan anaknya kepada sembarang guru/sekolah karena tidak sembarang orang dapat menjabat guru.
Untuk menjadi seorang guru yang dapat mempengaruhi anak didik ke arah kebahagiaan dunia dan akhirat sesungguhnya tidaklah ringan, artinya ada syarat-syarat yang harus dipenuhi. Dalam buku Ilmu Pendidikan Islam Zakiah Daradjat menyebutkan persyaratan sebagai berikut:
1.     Taqwa kepada Allah
2.     Berilmu
3.     Sehat jasmani
4.     Berkelakuan baik[37]
Sebagai tenaga profesional seorang guru yang sangat mengharapkan keberhasilan dan menjalankan tugasnya sebagai guru tidak boleh lupa, bahwa anak datang ke sekolah untuk belajar, belum tentu atas kemauan sendiri, kadang-kadang itu hanya tuntutan dari orang tua dan mereka kadang-kadang tidak merasa butuh pada pendidikan. Oleh karena itu seorang guru harus menyadari hal-hal itu, dan harus berusaha memperbaiki sikap jiwanya terhadap tugas berat yang telah dipilihnya serta meningkatkan kemampuannya untuk dapat melaksanakan tugas itu sebaik-baiknya dengan cara menambah ilmu yang diperlukan dalam tugasnya. Supaya ia dapat membuat anak yang dulunya enggan pergi ke sekolah dan tidak merasa perlu dapat merasa senang dengan pergi ke sekolah dan merasa butuh kepada pendidikan.[38]
Seorang guru yang baik harus merasa bahwa dirinya adalah pembimbing bagi anak didiknya, apabila dalam proses pembinaan sikap religuitas, ia menyiapkan suasana religius yang dapat membantu mereka, sikap dan tingkah lakunya penuh kasih sayang sesuai dengan norma-norma ilahi, komunikasi dengan baik kepada anak didik juga diiringi dengan kelembutan, gayanya arif dan bijaksana mencerminkan keimanan yang teguh kepada Allah SWT. ia menampakkan dirinya sebagaimana adanya, tidak berpura-pura hebat atau seram, hubungannya dengan anak didik sederhana dan wajar. Biasanya guru seperti itu menarik dan menyenangkan bagi anak didik, ia akan dihormati, disayangi dan dipatuhi dengan gembira oleh anak didik. Pribadinya yang religiusi akan menjadi contoh teladan dan benar-benar akan diikuti oleh anak didiknya serta pelajarannya akan diperhatikan serta diminati oleh anak didik. Guru seperti inilah yang akan mampu dan berhasil mencetak generasi islami yang akan mengangkat harkat dan martabat umat Islam di masa yang akan datang.[39]
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa para guru menduduki posisi yang sangat penting di sekolah, yang sangat menentukan masa depan anak didik, bahkan masa depan bangsa ini. Di samping memberikan ilmu pengetahuan, guru juga memberikan bimbingan dan penyuluhan agama kepada anak didiknya. Sehingga mereka dapat mengidentifikasikan diri dalam kehidupan beragama umumnya. Hendaknya sekolah benar-benar dijadikan lapangan yang baik bagi menumbuhkan dan pengembangan moral anak didik, juga tempat pendidikan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang nantinya akan menghasilkan generasi-generasi yang islami, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Manusia sebagai makhluk hidup selalu ingin berkembang. Keinginan ini secara manusia tidak terbatas, akan tetapi kemampuan manusia yang membatasi keinginan tersebut. Oleh karena itu keinginan untuk berkembang berlangsung mulai dan lahir sampai meninggal dunia. Untuk mengembangkan diri itu manusia memerlukan bantuan dari pihak lain yaitu guru.







[15]Loezina Aziz, Tesis Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Keluarga, (Banda Aceh: Pascasarjana IAIN Ar-Raniry, 2006), hal. 13.

[16]Yusuf Muhammad Al-Hasan, Pendidikan Anak Usia Dini, Agustus 2008 www.google.co.id  .

[17]Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Depdiknas, 20002) pasal 1 ayat 14, hal. 2. 

[18]Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989).  

[19]Alisub Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu, 1995), hal. 13.

[20] Undang-undang Dasar 1945, (Jakarta: Depdiknas, 2002) pasal 31 ayat 1-5, hal. 18.

[21]Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya, (Bandung: Diponegoro, 2004),  hal. 479

[22]

[23]Hamka, Tafsir Al-Azhar, Jilid. 5, cet. III, (Surabaya: Pustaka Islam, 1983), hal. 196.


[24]Loeziana Aziz, Tesis Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Keluarga,(Suatu Kajian Dalam Persepektif Islam), (Banda Aceh: Pascasarjana IAIN Ar-Raniry, 2006), hal. 24.  

[25]Muhammad Nasir Budiman,  Pendidikan dalam Perspektif al-Qur'an,Cet. 1 (Jakarta: Madani Press, 2001), hal. 139.

[26]Ali Hasyimi, Dakwah Menurut Al-Qur'an,  (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), hal. 23.

[27] Zakiah Daradjat, Mendambakan Anak Saleh, (Yogyakarta: Al-Bayan, 1991), hal. 39-40.

[28] Ibid. hal 42.

[29]Zakiah Daradjad, Ilmu Jiwa Agama ,( Jakarta: Bulan Bintang, 1970), hal. 62.

[30]Imam Abu Daud, Sunan Abu Daud, Juz I, (Bandung: Dahlan, t.t), hal. 133.  

[31]Dewa Ketut Sukardi, Psikologi Populer Bimbingan Perkembangan Anak,  (Jakarta: Galia Indonesia, 1987), hal. 91. 

[32] Ibid, hal. 92.

[33]Abdurrahman Sahleh, Teoir-teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur'an,(Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hal. 230.

[34]Dewa Ketut Sukardi, Psikologi Populer Bimbingan Perkembangan Anak, (Jakarta Gaalia Indonesia, 1984), hal. 20.

[35]Muhammad Suwaid, Mendidik Anak Bersama Nabi SAW (Panduan Lengkap Pendidikan Anak Disertai Teladan Kehidupan ParaSalaf ), Cet. IV, Penerjemah: Salafuddin Abu Sayyid, (Jawa Tengah: CV. Arafah Graup, 2006), hal. 56

[36]Sayyid Mahdi As Sadr, Saling Memberi Saling Menerima, (Kita Sukses Menjalin Hubungan dalam Hidup), Penerjemah; Ali bin Yahya (Jakarta; Pustaka Zahra, 2003), hal. 56-57. 


[37]Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara dengan Dirjen Pembinaan Kelembagaan agama Islam Depag, 1992), hal. 39.

[38]Ibid, hal. 66. 

[39] Anwar, Tesis Pembinaan sikap Religiusitas Pada Anak Usia 6-12 Tahun (Suatu Analisis Psiko-Padagogis Tehadap Pemikiran Zakiah Daradjat),(Banda Aceh: Program Pascasarajan IAIN Ar-Raniry, 2003, hal. 107.