Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Dasar Kewajiban Orangtua Mendidik Anak


BAB III
TANGGUNG JAWAB ORANGTUA MENURUT PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM
Dasar Kewajiban Orangtua Mendidik Anak

A.    Dasar Kewajiban Orangtua Mendidik Anak    
Setiap ada sesuatu hal yang dirasakan janggal pada diri anak baik di rumah ataupun di sekolah, baik orangtua ataupun guru harus sesegera mungkin untuk menanganinya dengan cara saling menginformasikan diantara orangtua dan guru, mungkin lebih lanjutnya mendiskusikannya supaya bisa lebih cepat tertangani masalah yang dihadapai oleh anak dan tidak berlarut-larut.
Usia dini merupakan periode subur bagi perkembangan otak. Segala stimulasi akan merangsang perkembangan otaknya. Bahkan setelah mengadakan penelitian terhadap perkembangan anak, Lubis Salam melihat “nilai kecerdasan anak yang menerima stimulasi hingga enam tahun, terus semakin mengalami peningkatan. Sehingga semakin memperlebar kesenjangan kecerdasannya dibandingkan teman-teman sebayanya.”[1] Oleh karena itu, untuk dapat berkembang secara optimal otak anak perlu mendapatkan rangsangan dari lingkungannya. Menurut Maya Indrawati, menjelaskan bahwa: “Manusia yang baru lahir merupakan organisme dengan kemampuan belajar efesien. Dan juga menurut Glenn Doman, penulis The Gentle Revolution Series bahwa semua anak dilahirkan dengan tingkat kecerdasan yang sama.[2]

Djalaluddin dan Ramayulis menjelaskan bahwa:
Anak dilahirkan telah membawa fitrah keagamaan dan baru berfungsi setelah mencapai tahap kematangan. Walaupun dalam keadaan yang demikian ia telah memiliki kemampuan bawaan yang bersifat laten. Potensi yang dibawa ini hanya memerlukan pengembangan melalui bimbingan dan pemeliharaan yang mantap lebih-lebih pada tahun-tahun pemulaan.[3]

Disinilah peran orangtua sangat dibutuhkan, yaitu bagaimana orangtua memotivasi dan memacu potensi anaknya agar dapat berkembang dengan baik, karena setiap anak mempunyai potensi yang dapat berkembang menjadi anak yang cerdas dan kreatif.
Lebih lanjut Maya Indrawati menjelaskan bahwa:
Orangtua dituntut memahami perkembangan dan cara belajar anak. Semakin optimal dan luas orangtua mengembangkan otak anak, akan membuatnya semakin tertantang untuk belajar dan mencari pengalaman baru. Dengan demikian sikap dan perilaku orangtua sangat menentukan perubahan pada perilaku dan sikap anak. Sikap positif dalam menddik dan membesarkan anak haruslah dimiliki oleh para orangtua. Sebaiknya orangtua berhati-hati bersikap dan bertingkah laku didepan anak. Karena anak memiliki sifat meniru yang sangat bagus.[4] 

Dari berbagai pengalaman para ahli maupun litelatur telah membuktikan bahwa peran ayah dalam membentuk kepribadian anak sangat besar artinya. Sejak Sigmud Freud mencanangkan teori psikoanalisis  untuk pertama kalinya pada abad ke-20 ini, ia sudah menyatakan bahwa perkembangan kepribadian anak, khususnya sewaktu balita, sangat ditentukan oleh tokoh ayah.[5]
Menurut Irawati Istadi peran orangtua dalam proses belajar anak meliputi dua hal yaitu[6]:
1.     Melengkapi fasilitas pendidikan;
Selain perabot rumah tangga, fasilitas rumah tangga yang harus diprioritaskan adalah fasilitas penunjang pendidikan anak. Fasilitas-fasilitas tersebut antara lain:
a).   Tempat belajar yang menyenangkan
Semakin baik dan menarik keberadaan fasilitas pendidikan yang diberikan, anak akan merasakan bahwa kegiatan belajar adalah kegaitan yang istimewa dan menyenagkan dalam keluarga. Selanjutnya, ini akan semakin memacu motivasi belajarnya.
b).   Media informasi
Ilmu pengetahuan tak bisa dilepaskan kaitannya dengan media informasi. Karena dari sinilah sebagian besar ilmu pengetahuan akan diperoleh. Maka untuk mengakrabkan anak dengan bidang pendidikan, tak bisa tidak harus pula terlebih dahulu mengakrabkan mereka dengan media informasi ini.
c).   Perpustakaan Keluarga
Untuk menumbuhkan motivasi pendidikan kepada anak, buku adalah sarana paling tepat. Kecintaan anak terhadap buku mutlak harus ditumbuhkan sedini mungkin. Dan rumah adalah tempat yang paling cocok untuk kepeluan itu, yaitu dengan menyediakan fasilitas yang berupa perpustakaan rumah.
2.     Mengembangkan budaya ilmiyah dalam keluarga
Setelah fasilitas tersedia, yang diperlukan berikutnya adalah pembentukan budaya ilmiah dalam rumah. Maksudnya, pembentukan perilaku dan pembiasaan dari anggota keluarga yang menunjang visi pendidikan. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
a).   Budaya Islami
Satu-satunya cara terbaik untuk memberikan pendidikan keimanan, nilai-nilai moral, adalah dengan teladan langsung. Ajaran tentang dzikir kalimat tayyibah, shalat, kejujuran, hingga mencintai al-Qur’an sangat mudah diajarkan jika orangtua langsung mempraktekkannya. Maka tanpa harus banyak memberi nasehat dan mengingatkan, anak akan secara langsung mencontoh.
b).   Budaya Belajar
Orangtua harus menunjukkan kepada anak-anak, bahwa mereka pun gemar belajar. Harus diluangkan waktu walaupun hanya sebentar bagi orangtua untuk belajar ini. Gairah orangtua untuk terus belajar inilah yang akan dicontoh anak. Sehingga, tanpa disuruh pun, anak akan senang mencontoh untuk belajar.
c).   Budaya Jam Baca
Membudayakan jam baca pun sangat baik untuk dilakukan. Konskwensinya, harus ada fasilitas buku-buku yang memadai untuk dibaca. Jangan sampai anak menjadi bosan dan terpaksa membaca apa yang tak ia butuhkan dan tidak ia sukai.
d).   Gairah Cerita
Kegiatan bercerita memiliki manfaat yang sangat besar, yaitu sebagai wahana memperluas cakrawala berfikir anak, sebagai media bagi orangtua untuk mengajarkan nilai-nilai moral, mengingatkan anak kecintaannya terhadap buku, dan memelihara rasa keingintahuan mereka.
e).   Rasa Rasa Ingin Tahu.
Sebenarnya setiap bayi terlahir dengan berbekal rasa ingin tahu yang amat besar. Selanjutnya mereka berkembang menjadi anak-anak yang selalu serba ingin tahu. Pertanyaan-pertanyaan tentang segala sesuatu yang mereka temui seakan takpernah berhenti mengalir. Fitrah ini penting untuk dipelihara dan diarahkan. Dengan kesabaran orangtua untuk terus menjawab pertanyaan anak, memancingnya dengan pertanyaan baru, inilah akan mempertinggi gairah rasa ingin tahu anak.



               [1] Lubis Salam, Keluarga Sakinah, (Surabaya: Terbit Terang, t.th), hal. 3.

               [2] Maya Indrawati dan Widodo Nugroho,  Serba Serbi Bijak Mendidik  dan Membesarkan Anak Usia Pra-Sekolah, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publiser, 2006), hal. 3.

               [3] Djalaluddin dan Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, Cet. 4, (Jakarta: Kalam Mulia, 1998), hal. 31-32.

               [4] Nugroho,  Serba Serbi..., hal. 3.

               [5] Alex Sobur, Komunkasi Orangtua Dengan Anak, (Bandung: Angkasa, 1991), Cet. 1, hal. 21.
               [6] Irawati Istadi, Istimewakan Setiap Anak (Seri Psikologi Anak 2), (Jakarta: Pustaka Inti, 2004), hal. 169-175.