Hakikat Pendidikan Islam
BAB II
HAKIKAT
PENDIDIKAN ISLAM
A.
Pengertian dan Dasar Pendidikan Islam
Pendidikan
Islam secara fundamental adalah berdasarkan Alquran yang dengan
keuniversalannya terbuka bagi setiap orang untuk mempelajari serta
mengkritisinya. Segala bentuk usaha untuk mengkaji dan menampilkan
gagasan-gagasan tentang konsep pendidikan Islam merupakan usaha positif. Hal
ini karena agama Islam yang diwahyukan kepada Rasulullah Saw adalah mengandung
implikasi pendidikan yang bertujuan menjadi rahmatan lil-alamin.
Menurut
Hasan Langgulung, secara istilah pendidikan yang dalam bahasa inggris adalah “education,
berasal dari bahasa latin yaitu educere, yang berarti memasukkan
sesuatu, barangkali bermaksud memasukkan ilmu ke kepala seseorang”.[1]
Dalam hal ini menurut beliau ada tiga hal yang terlibat yaitu: Ilmu, proses memasukkan ke kepala orang, jadi
ilmu itu memang masuk ke kepala, dalam makna yang lebih luas hasan langgulung
mengartikan pendidikan sebagai usaha memindahkan nilai-nilai kebudayaan kepada
setiap individu dalam masyarakat, dengan kata lain Hasan Langgulung juga
mengatakan bahwa pendidikan suatu tindakan (action) yang diambil oleh
suatu masyarakat, kebudayaan, atau peradaban untuk memelihara kelanjutan
hidupnya.
Menurut
Sayed Muhammad Al-Naquib Al-Attas sebagaimana yang dikutip oleh Ahmad Tafsir
dalam bukunya Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam pendidikan adalah:
Suatu
proses penanaman sesuatu ke dalam diri manusia mengacu kepada metode dan sistem
penanaman secara bertahap, dan kepada manusia penerima proses dan kandungan
pendidikan tersebut. definisi pendidikan Islam yang menurut Al-Attas
diperuntukan untuk manusia saja. menurutnya pendidikan Islam dimasukkan dalam
At-ta'dib, karena istilah ini paling tepat digunakan untuk menggambarkan
pengertian pendidikan, sementara istilah tarbiyah terlalu luas karena
pendidikan dalam istilah ini mancakup juga pendidikan kepada hewan. Adabun berarti pengenalan dan pengakuan
tentang hakikat bahwa pengetahuan dan wujud bersifat teratur secara hierarkis
sesuai dengan beberapa tingkat dan tingkatan derajat mereka dan tentang tempat
seseorang yang tepat dalam hubungannya dengan hakikat itu serta dengan
kepastian dan potensi jasmaniah, intelektual, maupun rohaniah seseorang.[2]
Berbeda
halnya dengan Azyumardi Azra, menurut beliau pengertian pendidikan dengan
seluruh totalitasnya dalam konteks Islam inheren dalam konotasi istilah “tarbiyah,
ta’lim dan ta’dib yang harus dipahami secara bersama-sama. Ketiga
istilah tersebut mengandung makna yang amat dalam, menyangkut manusia dan
masyarakat serta lingkungan yang dalam hubungannya dengan Tuhan saling
berkaiatan satu sama lain”.[3]
Menurut beliau istilah-istilah itu pula yang sekaligus menjelaskan ruang
lingkup pendidikan Islam; formal, informal dan nonformal. Abudddin Nata dalam
bukunya Ilmu Pendidikan Islam menjelaskan bahwa:
Karena
demikian luasnya pengertian Al-Tarbiyah ini, maka ada sebagian pakar
pendidikan, seperti Naquib al-Attas yang tidak sependapat dengan pakar
pendidikan lainnya yang menggunakan kata Al-Tarbiyah dengan arti
pendidikan. Menurutnya kata Al-Tarbiyah
terlalu luas arti dan jangkauannya. Kata tersebut tidak hanya menjangkau
manusia melainkan juga menjaga alam jagat raya sebagaimana tersebut.
Benda-benda alam selain manusia, menurutnya tidak dapat dididik, karena
benda-benda alam selain manusia itu tidak memliki persyaratan potensional
seperti akal, pancaindera, hati nurani, insting, dan fitrah yang memungkinkan
untuk dididik. Yang memiliki potensi-potendi akal, panca indera, hati nurani insting
dan fitrah itu hanya manusia. Untuk itu Naquib al-Attas lebih memiliki kata al-ta'dib
(sebagaimana nanti akan dijelaskan) untuk arti pendidikan., dan bukan kata Al-Tarbiyah.[4]
Menurut
UU RI No. 20 tahun 2003 tentang
SISDIKNAS Pendidikan adalah “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdsan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.[5]
Dari
beberapa Definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud
pendidikan Islam adalah suatu proses pembentukan dan pengembangan manusia
melalui pengajaran, bimbingan dan pembiasaan yang dilandasi oleh nilai-nilai
agama Islam sehingga terbentuk pribadi muslim sejati yang mampu mengontrol dan
mengatur kehidupan dengan penuh tanggung jawab semata-mata untuk beribadah atau
mengabdi kepada Allah Swt, guna mencapai kebahagiaan dan keselamatan dunia dan
akhirat.
Dasar
Pendidikan Islam adalah “tauhid, dari semua aspek kehidupan semuanya di landasi
oleh tauhid, pengembangan emosional, sehingga manusia dapat memanfaatkan dunia”.[6]
seperti dalam firman Allah Swt dalam surat Asy-Syuura ayat 52 sebagai berikut:
وَكَذَلِكَ
أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوحاً مِّنْ أَمْرِنَا مَا كُنتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ
وَلَا الْإِيمَانُ وَلَكِن جَعَلْنَاهُ نُوراً نَّهْدِي بِهِ مَنْ نَّشَاء مِنْ
عِبَادِنَا وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ )الشورى: ٥٢(
Artinya: Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Alquran)
dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Alquran)
dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Alquran itu
cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara
hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada
jalan yang lurus. (Qs. Asy-Syuura: 52).[7]
Berdasarkan
pada Ayat di atas dinyatakan bahwa Allah swt memerintahkan kepada umat manusia
untuk memberi petunjuk kearah jalan hidup yang lurus, dalam arti memberi
bimbingan dan petunjuk ke jalan yang di ridhoi Allah Swt dalam hadits Nabi
dinyatakan bahwa diantara sifat orang mukmin ialah saling menasihati untuk
mengamalkan ajaran Allah swt, yang dapat di formulasikan sebagai usaha atau
dalam bentuk pendidikan islam, dengan memberikan bimbingan, penyuluhan dan
pendidikan Islam.
Dasar
pendidikan Islam merupakan dasar dari ajaran agama Islam itu sendiri. Seperti
yang telah disebutkan diatas, dasar pendidikan Islam mempunyai 6 dasar, yaitu “Alquran,
As-sunnah, Kata-kata sahabat (madzab sahabi), kemaslahatan umat/sosial (maslahah
mursalah), tradisi atau adat (‘urf), dan hasil pemikiran para ahli
dalam Islam (ijtihad)”.[8] Keenam
dasar tersebut mempunyai kedudukan secara berurutan, yakni Alquran yang menjadi
pedoman/sumber utama, kemudian diikuti kelima dasar tersebut. Namun dasar
pendidikan Islam sebelumnya hanya Alquran dan As-sunnah saja. Kemudian karena
mengalami pengembangan dalam pemahaman, kedua dasar/landasan tersebut
berkembang menjadi enam dasar.
B.
Tujuan dan Fungsi Pendidikan Islam
Berbicara
mengenai pendidikan Islam, tidak bisa lepas dari pengertian di atas karena
tujuan itu merupakan cerminan dan penjabaran orientasi yang hendak dicapai dari
maksud pengertian pendidikan tersebut sebagai suatu kegiatan yang berproses
melalui tahapan-tahapan. Hal ini sesuai dengan pendapat Zakiah Daradjat tujuan ialah “suatu yang diharapkan tercapai
setelah sesuatu usaha atau kegiatan selesai”.[9]
Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan statis, tetapi
ia merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang, berkenaan dengan
seluruh aspek kehidupannya, yaitu kepribadian seseorang yang membuatnya menjadi
"insan kamil" dengan pola taqwa. Insan kamil artinya manusia
utuh rohani dan jasmani, dapat hidup berkembang secara wajar dan normal karena
taqwanya kepada Allah Swt.
Ada
beberapa tujuan pendidikan menurut Zakiyah Darajat sebagai berikut:
1.
Tujuan umum
ialah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan yang meliputi
seluruh aspek kemanusiaan baik sikap, tingkah laku, penampilan, kebiasan maupun
pandangan. Sehingga dapat dikatakan bahwa tujuan itu tidak dapat dicapai
kecuali setelah melalui proses pendidikan baik pengajaran, pengalaman maupun
pembiasaan.
2.
Tujuan akhir
yakni mati dalam keadaan berserah diri kepada Allah sebagai muslim yang
merupakan ujung dari taqwa sebagai akhir dari proses hidup manusia.
3.
Tujuan
sementara adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah
pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal.
4.
Tujuan
operasional adalah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan
pendidikan tertentu. Satu unit kegiatan pendidikan dengan bahan-bahan yang
sudah dipersiapkan dan diperkirakan akan mencapai tujuan tertentu disebut
tujuan operasional.[10]
Tujuan
pendidikan bukanlah suatu benda yang statis, akan tetapi tujuan itu merupakan
keseluruhan dari kepribadian seseorang yang berkenaan dengan seluruh aspek
kehidupannya, seperti yang terumus dalam pengertian pendidikan Islam. Menurut Abdul Fatah Jalal sebagaimana yang dikutip oleh Ahmad
Tafsir dalam Bukunya Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam tujuan umum
pendidikan Islam adalah “terwujudnya manusia
sebagai hamba Allah Swt. Jadi menurut Islam pendidikan haruslah menjadikan
seluruh manusia menjadi manusia yang menghambakan diri kepada Allah Swt, yakni
beribadah kepada Allah Swt. Karena Islam menghendaki manusia di didik mampu
merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan Allah Swt.
Tujuan hidup manusia menurut Allah ialah beribadah kepadaNya”.[11] Abuddin Nata dalam bukunya ilmu pendidikan Islam menyatakan
pendidikan Islam dilihat dari segi cakupan atau ruang lingkupnya dibagi dalam
enam tahapan sebagai berikut:
Pertama, Tujuan
pendidikan Islam secara universal, Kedua, Tujuan pendidikan Islam secara
nasional, Ketiga, Tujuan pendidikan Islam secara institusional, Keempat,
Tujuan pendidikan Islam pada tingkat program studi, Kelima, Tujuan
pendidikan Islam pada tingkat mata pelajaran, Keenam, Tujuan pendidikan
Islam pada tingkat pokok bahasan.[12]
Tujuan
umun dari pendidikan Islam adalah untuk mencipta pribadi-pribadi hamba Allah
yang selalu bertaqwa kepadaNya dan dapat mencapai kehidupan yang berbahagia
didunia maupun diakhirat. Sesuai dengan firman Allah Swt dalam surat Ali-Imran
ayat 102 sebagai berikut:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ
إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ) آل عمران: ١٠٢(
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan
dalam keadaan beragama Islam. (Qs. Ali Imran: 102).[13]
Sedangkan
tujuan khusus Pendidikan Islam bersifat lebih praksis sehingga konsep pendidika
Islam tidak hanya sekedar idealisasi ajaran-ajaran Islam dalam bidang
pendidikan. Tujuan-tujuan khusus tersebut adalah tahapan-tahapan penguasaan
anak didik terhadap bimbingan yang diberikan dalam berbagai aspek meliputi
pikiran, perasaan, kemauan, intuisi, ketrampilan atau dengan istilah lain
kognitif, afektif, dam psikomotorik. Sedangkan Zakiyah Daradjat merumuskan
tujuan dari pendidikan Islam secara keseluruhan yaitu untuk membentuk “Insan
Kamil”. Yang dimaksud dengan insan kamil disini adalah manusia utuh
jasmani dan rohani yang dapat hidup dan berkembang secara wajar dan normal
karena taqwanya kepada Allah Swt”.[14]
Adanya
rincian tujuan umum dan tujuan khusus Pendidikan Islam itu pada tahap
selanjutnya akan membantu merancang bidang-bidang pembinaan yang harus
dilakukan dalam kegiatan pendidikan, seperti adanya pembinaan yang berkaitan
dengan aspek jasmani, aspek aqidah, aspek akhlaq, aspek kejiwaan, aspek
keindahan dan aspek kebudayaan. Masing-masing bidang pembinaan pada tahap
selanjutnya disertai dengan bidang-bidang studi atau mata pelajaran yang
berkenaan dengannya. Untuk pembinaan jasmani misalnya terdapat bidang studi
olah raga atau latihan fisik, dan juga untuk pembinaan akal terdapat mata
pelajaran yang berkaitan dengannya yaitu mata pelajaran matematika dan
seterusnya.
Pada
hakikatnya, pendidikan Islam adalah suatu proses yang berlangsung secara continue
dan berkeseimbangan. Berdasarkan hal ini, maka tugas dan fungsi yang perlu
diemban oleh pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya dan
berlangsung sepanjang hayat. Konsep ini bermakna bahwa tugas dan fungsi
pendidikan memiliki sasaran pada peserta didik yang senantiasa tumbuh dan
berkembang secara dinamis, mulai dari kandungan sampai akhir hayat.
Fungsi
pendidikan Islam secara mikro sudah jelas yaitu memelihara dan mengembangkan
fitrah dan sumber daya insan yang ada pada subyek didik menuju terbentuknya
manusia seutuhnya sesuai dengan norma Islam. Atau dengan istilah lazim
digunakan yaitu menuju kepribadian muslim. Lebih lanjut secara makro, fungsi
pendidikan Islam dapat ditinjau dari fenomena yang muncul dalam perkambangan
peradaban manusia, dengan asumsi bahwa peradaban manusia senantiasa tumbuh dan
berkembang melalui pendidikan.
Fungsi
pendidikan Islam menurut Muhaimin adalah sebagai berikut:
1)
Mengembangkan pengetahuan
teoritis, praktis, dam fungsional bagi peserta didik;
2)
Menumbuhkankembangkan
kreativitas, potensi-potensi atau fitrah peserta didik;
3)
Meningkatkan kualitas
akhlak dan kepribadian, atau menumbuh kembangkan nilai-nilai insani dan nilai
Ilahi;
4)
menyiapkan
tenaga kerja yang produktif;
5)
Membangun peradaban
yang berkualitas (sesuai dengan nilai-nilai Islam) dimasa depan.
6)
Mewariskan nilai-nilai
Ilahi dan nilai-nilai insani kepada peserta didik.[15]
Fenomena
tersebut dapat kita telusuri melalui kajian antropologi budaya dan sosiologi
yang menunjukan bahwa peradaban masyarakat manusia dari masa ke masa semakin
berkembang maju; dan kemajuan itu diperoleh melalui interaksi komunikasi
sosialnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, ditinjau dari segi
antropologi budaya dan sosiologi, fungsi pendidikan ialah menumbuhkan wawasan
yang tepat mengenai manusisa di alam sekitarnya, sehingga dengan demikian
dimungkinkan tumbuhnya kreatifitas yang dapat membangun dirinya dan
lingkungannya. Dalam artikel yang ditulis oleh Ripariyatun, disebutkan bahwa fungsi pendidikan dilihat secara operasional adalah:
Pertama, alat
untuk memelihara, memperluas, dan menghubungan tingkat tingkat kebudayaan,
nilai-nilai tradisi dan sosial, serta ide-ide masyarakat nasioanal. Kedua,
Alat untuk mengadakan perubahan, inovasi, dan perkembangan. Pada garis
besarnya, upaya ini dilakukan melalui potensi ilmu pengetahuan dan skill
yang dimiliki, serta melatih tenaga-tenaga manusia (peserta didik) yang
produktif dalam menemukan perimbangan perubahan sosial dan ekonomi yang
demikian dinamis.[16]
Menurut
pandangan pendidikan Islam, fungsi pendidikan itu bukanlah sekedar
mengembangkan kemampuan dan mencerdaskan otak peserta didik, tetapi juga menyelamatkan
fitrahnya. Oleh karena itu fungsi pendidikan dan pengajaran Islam dalam
hubungannya dengan faktor anak didik adalah untuk menjaga, menyelamatkan, dan
mengembangkan fitrah ini agar tetap menjadi al-fithratus salimah
dan terhindar dari al-fithratu ghairus salimah. Artinya, agar anak tetap
memiliki aqidah keimanan yang tetap dibawanya sejak lahir itu, terus menerus
mengokohkannya, sehinggamati dalam keadaan fitrah yang semakin mantap, tidak
menjadi Yahudi, Nashrani, Majusi ataupun agama-agama dan faham-faham yang
selain Islam.
Betapa
pentingnya fungsi pendidikan dan pengajaran di dalam menyelamatkan dan
mengembangkan fitrah ini. Di pihak lain, pendidikan dan pengaajaran juga
berfungsi untuk mengembangkan potensi-potensi/ kekuatan-kekuatan yang ada pada
diri anak agar ia bisa menjadi manusia yang bermanfaat bagi dirinya maupun bagi
pergaulan hidup di sekelilingnya, sesuai dengan kedudukannya sebagai hamba
Allah dan sebagai khalifah Allah di muka bumi ini.
C.
Konsep Pendidikan Islam dan Berbagai Implikasinya
Implikasi
adalah “keterlibatan atau keadaan terlibat manusia sebagai objek percobaan atau
penelitian semakin terasa manfaat dan kepentingannya; jadi pengertian di atas
pendidikan Islam yang diimplikasikan ke dalam unsur-unsur dimaksud, melainkan
suatu gambaran dari unsur-unsur itu”.[17]
Khususnya berlaku dalam pendidikan di Indonesia dalam kaitan ini. Penulis
mencoba menjajaki sejauh mana pendidikan agama Islam sebagai suatu sub system
dari pendidikan nasional dapat mengemban cita dan citra Islam. Unsur-unsur
pendidikan dimaksud dan dari gambaran itu diharapkan terlihat dampak positif
terhadap pengembangan pendidikan Islam, maka selain itu Islam merupakan risalah
(syariat) pembawa missi untuk memberikan rahmat kepada makhluk alam sekalian
ini. Konsep pendidikan Islam menurut
zakiyah Daradjat adalah:
Hakikat
pendidikan mencakup kehidupan manusia seutuhnya. Pendidikan Islam yang
sesungguhnya tidak hanya memperhatikan satu segi saja, sepertio segi
akidah, ibadah atau akhlaknya saja,
melainkan mencakup seluruhnya, bahkan lebih luas dari pada semua itu, dengan
kata lain pendidikan Islam memiliki perhatian yang lebih luas dari ketiga hal
tersebut saja.[18]
Pendidikan
Agama Islam dengan berbagai jalur, jenjang, dan bentuk yang ada seperti pada
jalur pendidikan formal ada jenjang pendidikan dasar yang berbentuk Madrasah
Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), jenjang pendidikan menengah ada
yang berbentuk Madrasah Alyah (MA) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), dan pada
jenjang pendidikan tinggi terdapat begitu banyak Perguruan Tinggi Agama Islam
(PTAI) dengan berbagai bentuknya ada yang berbentuk Akademi, Sekolah Tinggi,
Institut, dan Universitas.
Pada
jalur pendidikan non formal seperti Kelompok Bermain, Taman Penitipan Anak
(TPA), Majelis Ta’lim, Pesantren dan Madrasah Diniyah.Jalur Pendidikan Informal
seperti pendidikan yang diselenggarakan di dalam kelurarga atau pendidikan yang
diselenggarakan oleh lingkungan. Kesemuanya itu perlu pengelolaan atau
manajemen yang sebaik-baiknya, sebab jika tidak bukan hanya gambaran negatif
tentang pendidikan Islam yang ada pada masyarakat akan tetap melekat dan sulit
dihilangkan bahkan mungkin Pendidikan Islam yang hak itu akan hancur oleh
kebathilan yang dikelola dan tersusun rapi yang berada di sekelilingnya, sebagaimana
dikemukakan Ali bin Abi Thalib :”kebenaran yang tidak terorganisir dengan rapi
akan dihancurkan oleh kebathilan yang tersusun rapi”.[19]
Dan
sebagai pembawa misi, Islam mewujudkan secara jelas akan implikasi pendidikan
yang bergaya imperative, motivasi, dan persuasive sebagai cara ia melaksanakan
tugas misinya yang suci itu kepada umat manusia dalam bentuk system dan proses
pendidikan. Proses pendidikan yang memahami itu bertumpu pada kemampuan
jasmaniah dan rohaniyah masing-masing individu itu sendiri, secara bertahap dan
berkesinambungan.
Nilai-nilai
yang mendasari dan menjiwai tingkah laku manusia muslim baru dapat mempribadi,
bila mana ditumbuhkan atau dikembangkan melalui proses pendidikan yang baik. Tujuan
hidup muslim untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat, baru
benar-benar dihayati, bilamana dibina melalui proses pendidikan yang
berkesinambungan dari sejak lahir sampai meninggal dunia. Posisi dan fungsi
manusia sebagai hamba Alloh yang wajib beribadah kepada-Nya, baru dapat dipahami
dan dihayati, bilamana ditanamkan kesadaran tentang perlunya sikap (orientasi)
dalam hubungan dengan Tuhannya, dengan masyarakat dan alam sekitar, serta
terhadap diri sendiri. Pola tersebut dikembangkan, diarahkan melalui proses
pendidikan.
Kelengkapan-kelengkapan
dasar manusia yang diberikan Allah dalam dirinya yang berupa fitrah dan mawahib
(potensi dasar manusia). Yang secara individual satu sama lain berbeda
intensitas dan eksentitas dalam perkembangannya, jika tanpa proses pendidikan,
kelengkapan dasar itu tidak berkembang sampai mencapai titik maksimal
perkembangannya. Secara universal, membudayakan manusia melalui agama dengan
tanpa melalui proses pendidikan sulit untuk dapat direalisasikan, pendidikan
adalah sarana pembudayaan manusia.
Dari pembahasan
di atas penulis dapat mempertegas kembali dan menjajaki sejauh mana pendidikan
agama Islam sebagai suatu sub sistem dari pendidikan yang dapat mengemban cita
dan citra Islam.
D.
Pendidikan Islam bagi Pengembangan Masyarakat
Pelaksanaan
pendidikan Islam dalam masyarakat bertujuan untuk membentuk masyarakat yang shaleh.
Masyarakat shaleh adalah masyarakat yang percaya bahwa ia mempunyai risalah (message)
untuk umat manusia, yaitu risalah keadilan, kebenaran, dan kebaikan yang akan
kekal selama-lamanya, tidak terpengaruh oleh faktor-faktor waktu dan tempat.
Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt dalam surat Ali Imran ayat 110 sebagai
berikut:
كُنتُمْ
خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ
عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ
خَيْراً لَّهُم مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ) آل عمران: ١١٠(
Artinya: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik
bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah
orang-orang yang fasik. (Qs. Ali-Imran:110).[20]
Tugas
pendidikan Islam berusaha menolong masyarakat untuk mencapai tujuan tersebut. tugas
pendidikan Islan dalam masyarakat adalah sebagai berikut : Pertama, Menolong
masyarakat membina hubungan-hubungan sosial yang serasi, setia kawan,
kerjasama, interdependen, seimbang, sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Hujarat
ayat 10 sebagai berikut:
إِنَّمَا
الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ
لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ) الحجرات: ١٠(
Artinya: Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu
damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah
terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (Qs. Al-Hujarat: 10).[21]
Kedua, “Mengukuhkan hubungan di kalangan kaum muslimin dan menguatkan
kesetiakawannya melalui penyatuan pemikiran, sikap, dan nilai-nilai. Ini semua
bertujuan menciptakan kesatuan Islam”.[22] Ketiga,
“Memberi sumbangan dalam perkembangan masyarakat Islam. Yang dimaksud
perkembangan adalah penyesuaian dengan tuntutan kehidupan modern dengan
memelihara identitas Islam, sebab Islam tidak bertentangan dengan perkembangan
dan pembaharuan. Peranan pendidikan Islam disini dapat disimpulkan dalam kata
memberi kemudahan bagi perkembangan dalam masyarakat Islam”.[23]
Hal ini dapat dicapai dengan: (1) menyiapakan individu dan kelompok untuk
menerima perkembangan dan turut serta di dalamnya.; (2) menyiapkan mereka untuk
membimbing perkembangan itu sesuai dengan tuntutan-tuntutan syariat, akhlak,
dan aqidah Islam. Keempat, “Mengukuhkan identitas budaya Islam, Hal ini
dapat dicapai dengan pembentukan kelompok-kelompok terpelajar, pemikir-pemikir
dan ilmuwan-ilmuwan yang : 1) bersemangat Islam, sadar, dan melaksanakan ajaran
agamanya, sangat prihatin dengan peninggalan peradaban Islam, di samping bangga
dan bersedia membelanya mati-matian, sehingga karyanya bercorak Islam sejati.
2) Menguasai sains dan teknologi modern dan bersifat terbuka terhadap peradaban
dan budaya lain. 3) Bersifat produktif: mengarang membuat karya inovaitf,
menyelaraskan potensi-potensi yang ada, dan membimbing orang-orang lain. 4) Bebas
dari ketergantungan kepada orang atau budaya lain”.[24]
Menurut
Suhartono sebagaimana yang di kutip oleh Arif Rohman dalam Bukunya memahami
pendidikan dan ilmu pendidikan menjelasakan bahwa:
Secara
awam diketahui bahwa kegiatan mendidik merupakan salah satu kegiatan yang telah
berlangsung barabad-abad lamanya di masyarakat. Bahkan kegiatan mendidik ini
diyakini telah berlangsung sejak manusia ada dalam rangka mengenal diri sendiri
dan lingkungannya demi memajukan peradaban. Keberadaan pendidikan merupakan
khas yang hanya pada dunia manusia dan sepenuhnya ditentukan oleh manusia,
tanpa manusia pendidikan tidak pernah ada.[25]
Pendidikan
merupakan sistem untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala aspek
kehidupan. Dalam sejarah umat manusia, hampir tidak ada kelompok manusia yang
tidak menggunakan pendidikan sebagai alat pembudayaan dan peningkatan
kualitasnya. Pendidikan dibutuhkan untuk menyiapkan anak manusia demi menunjang
perannya di masa datang. Upaya pendidikan yang dilakukan oleh suatu bangsa
memiliki hubungan yang signifikan dengan rekayasa bangsa tersebut di masa
mendatang. Dengan demikian, pendidikan merupakan sarana terbaik untuk
menciptakan suatu generasi baru pemuda-pemudi yang tidak akan kehilangan ikatan
dengan tradisi mereka sendiri tapi juga sekaligus tidak menjadi bodoh secara
intelektual atau terbelakang dalam pendidikan mereka atau tidak menyadari
adanya perkembangan-perkembangan disetiap cabang pengetahuan manusia. Selanjutnya
Arif Rohman menyebutkan bahwa:
Kegiatan
mendidik dilakukan oleh banyak orang di banyak tempat, lebih-lebih kegiatan ini
secara natural telah dilakukan oleh para orangtua terhadap anaknya. Praktek
kegiatan mendidik yang telah berlangsung jutaan tahun lamanya yang dilakukan
oleh umat manusia di muka bumi ini terkadang terjadi secara berulang dan kurang
mendapat evaluasi yang cukup oleh para pelakunya, termasuk oleh orang-orang
yang menamakan dirinya sebagai ‘pendidik’ sekalipun. Sebagian dari mereka
melakukan praktek ini dari hari ke hari, mingu ke minggu, bulan ke bulan, dan
tahun ke tahun yang relatif sama, padahal yang dididik telah berubah dan
berganti, lebih-lebih lingkungan juga sudah berubah.[26]
Pendidikan
merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia yang
berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan selalu berkembang, dan selalu
dihadapkan pada perubahan zaman. Untuk itu, mau tak mau pendidikan harus
didisain mengikuti irama perubahan tersebut, apabila pendidikan tidak didisain
mengikuti irama perubahan, maka pendidikan akan ketinggalan dengan lajunya
perkembangan zaman itu sendiri. Hasabullah dalam bukunya dasar-dasar ilmu
pendidikan menyebutkan bahwa:
Dalam
kontek pendidikan, masyarakat merupakan merupakan lingungan ketiga setelah
keluarga dan sekolah. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini, telah mulai
ketika anak-anak untuk beberapa waktu setelah lepas dari asuhan keluarga dan
berada diluar dari pendidikan sekolah. Dengan demikian, berarti pengaruh
pendidikan tersebut tampaknya lebih luas.[27]
Bagi
perkembangan manusia pendidikan adalah. Pertama transformasi budaya dari
generasi ke generasi, mempertahankan unsure-unsur esensi dari kebudayaan dengan
membuka diri pada usur positif dari luar. Kedua Pendidikan bertanggung jawab
terhadap generasi masa kini, artinya pendidikan tidak dapat pejam mata terhadap
pengangguran dan harus mewujudkan kesejahteraan dalam kehidupan. Ketiga dalam
tugas yang paling berat pendidikan adalah menyiapkan generasi masa depan dalam
perkembangan kehidupan, yang dulu hidup dalam keadaan tradisional harus
mempersiapkan generasi yang mampu menerobos kehidupan modern dan berperan
aktif.
[2] Ahmad
Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2001), hal. 29.
[5] Afnil
Guza, Undang-Undang Sisdiknas, UU RI Nomor 20 Tahun 2003 dan Undang-Undang
Guru dan Dosen, UU RI Nomor 14 Tahun 2005, (Jakarta: Asa Mandiri, 2009),
hal. 2.
[8]
Alkhazny, Dasar Pendidikan Islam, artikel diakses Tanggal 20 November
2015 dari http://alkhazny.blogspot.co.id.
[17]Blogspot, Pendidikan
Islam, diakses Tanggal 20 November 2015 dari http://kuliahnyata.blogspot.co.id
[18]
Abuddin Nata, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2005), hal. 242.
[19]Blogspot, False-False-False, artikel diakses Tanggal 20 November
2015 dari http://deniasetyawan.blogspot.co.id
[22]Net, Pendidikan
Islam dan Keluarga dan Masyarakat, artikel diakses Tanggal 20 November 2015
dari http://www.ilmupendidikan.net