Kajian Teoritis Tentang Pendidikan Islam
BAB II
KAJIAN TEORITIS TENTANG PENDIDIKAN ISLAM
A.
Hakikat Pendidikan Islam
Pendidikan menurut Soegarda Poerbakawatja ialah “semua
perbuatan atau usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya,
pengalamannya, kecakapannya, dan ketrampilannya kepada generasi muda. Sebagai
usaha menyiapkan agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmani maupun rohani”.[1] Menurut
H. M Arifin, pendidikan adalah “usaha orang dewasa secara sadar untuk
membimbing dan mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar anak didik baik
dalam bentuk pendidikan formal maupun non formal”.[2] Adapun
menurut Ahmad D. Marimba adalah “bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si
pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju
terbentuknya kepribadian yang utama”.[3] Menurut
Achmadi mendefinisikan pendidikan Islam adalah “segala usaha untuk memelihara
dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya insan yang berada pada
subjek didik menuju terbentuknya manusia seutuhnya (Insan Kamil) sesuai
dengan norma Islam atau dengan istilah lain yaitu terbentuknya kepribadian
muslim”.[4]
Dari beberapa pendapat yang telah diuraikan
secara terperinci dapat disimpulkan bahwa pendidikan pada hakekatnya merupakan
usaha manusia untuk dapat membantu, melatih, dan mengarahkan anak melalui transmisi
pengetahuan, pengalaman, intelektual, dan keberagamaan orang tua (pendidik)
dalam kandungan sesuai dengan fitrah manusia supaya dapat berkembang sampai
pada tujuan yang dicita-citakan yaitu kehidupan yang sempurna dengan
terbentuknya kepribadian yang utama.
Masih banyak lagi pengertian pendidikan Islam
menurut para ahli, namun dari sekian banyak pengertian pandidikan Islam yang
dapat kita petik, pada dasarnya pendidikan Islam adalah usaha bimbingan jasmani
dan rohani pada tingkat kehidupan individu dan sosial untuk mengembangkan
fitrah manusia berdasarkan hukum-hukum Islam menuju terbentuknya manusia ideal
(insan kamil) yang berkepribadian muslim dan berakhlak terpuji serta
taat pada Islam sehingga dapat mencapai kebahagiaan didunia dan di akherat. Jadi
nilai-nilai pendidikan Islam adalah sifat-sifat atau hal-hal yang melekat pada
pendidikan Islam yang digunakan sebagai dasar manusia untuk mencapai tujuan
hidup manusia yaitu mengabdi pada Allah SWT. Nilai-nilai tersebut perlu
ditanamkan pada anak sejak kecil, karena pada waktu itu adalah masa yang tepat
untuk menanamkan kebiasaan yang baik padanya.
B.
Landasan Pendidikan Islam
Pendidikan Islam sangat memperhatikan penataan
individual dan sosial yang membawa penganutnya pada pengaplikasian Islam dan
ajaran-ajarannya kedalam tingkah laku sehari-hari. Karena itu, keberadaan sumber
dan landasan pendidikan Islam harus sama dengan sumber Islam itu sendiri, yaitu
Al-Qur’an dan As Sunah.[5]
Pandangan hidup yang mendasari seluruh kegiatan
pendidikan Islam ialah pandangan hidup muslim yang merupakan nilai-nilai
luhur yang bersifat universal yakni Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih
juga pendapat para sahabat dan ulama sebagai tambahan. Hal ini senada
dengan pendapat Ahmad D. Marimba “yang menjelaskan bahwa yang menjadi
landasan atau dasar pendidikan diibaratkan sebagai sebuah bangunan sehingga
isi al-Qur’an dan Al Hadits menjadi pondamen, karena menjadi sumber
kekuatan dan keteguhan tetap berdirinya pendidikan”.[6]
1.
Al-Qur’an
Kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber dapat dilihat
dari kandungan surat al-Baqarah ayat 2 :
(٢:البقرة) ذَلِكَ الْكِتَابُ لاَ رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ
Artinya: Kitab
(al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa,(Qs.
al-Baqarah:2 )[7]
Di dalam al-Qur’an terdapat ajaran yang berisi
prinsip-prinsip yang berkenaan dengan kegiatan atau usaha pendidikan itu.
Sebagai contoh dapat dibaca dalam kisah Luqman yang mengajari anaknya dalam surat
Luqman. Al-Qur’an adalah petunjuk-Nya yang bila dipelajari akan membantu menemukan
nilai-nilai yang dapat dijadikan pedoman berbagai problem hidup.apabila
dihayati dan diamalkan menjadi pikiran rasa dan karsa mengarah pada realitas
keimanan yang dibutuhkan bagi stabilitas dan ketentraman hidup pribadi dan
masyarakat.[8]
2.
As
- Sunnah
Setelah Al-Qur’an, pendidikan Islam menjadikan as-Sunnah
sebagai dasar dan sumber kurikulumnya. Secara harfiah “Sunnah secara bahasa
artinya adalah jalan atau riwayat hidup, baik ataupun buruk”.[9].
Sementara sunnah menurut istilah para ulama aqidah Islam adalah petunjuk yang
dijalani oleh Rasulullah dan para sahabat beliau ; dalam ilmu, amalan,
keyakinan, ucapan dan perbuatan. Itulah ajaran sunnah yang wajib diikuti dan
dipuji pelakunya, serta harus dicela orang yang meninggalkannya. Oleh sebab itu
dikatakan ; si Fulan temasuk Ahlus Sunnah. Artinya, ia orang yang mengikuti jalan
yang lurus dan terpuji.”.[10]
Sunah menurut istilah Muhadditsin adalah “segala
sesuatu yang berasal dari Nabi baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, sifat,
kelakuan, maupun perjalanan hidup, baik setelah diangkat ataupun sebelumnya”[11]. Sunnah
menurut istilah ahli ushul fiqh adalah “segala sesuatu yang berasal dari
Nabi-selain al Qur’an- baik berupa perkataan, perbuatan ataupun taqrir yang
bisa dijadikan dalil bagi hukum syar’i”[12].
Sebagaimana al-Qur’an sunah berisi
petunjuk-petunjuk untuk kemaslahatan manusia dalam segala aspeknya yang membina
manusia menjadi muslim yang bertaqwa. Dalam dunia pendidikan sunah memiliki dua
faedah yang sangat besar, yaitu: Pertama, Menjelaskan sistem pendidikan Islam
yang terdapat dalam Al- Qur’an atau menerangkan hal-hal yang tidak terdapat
didalamnya. Kedua, Menyimpulkan metode pendidikan dari kehidupan Rasulullah SAW
bersama anak-anaknya dan penanaman keimanan kedalam jiwa yang dilakukannya..[13]
C.
Prinsip-prinsip Pendidikan Islam
Pendidikan Islam mempunyai beberapa prinsip
tertentu, guna menghantar tercapainya tujuan pendidikan diantaranya adalah:[14]
Pertama,
prinsip universal (syumuliyah): prinsip yang memandang keseluruhan aspek
agama (akidah, ibadah dan akhlak, muamalah), manusia (jasmani, rohani dan
nafsani), masyarakat dan tatanan kehidupannya, serta adanya wujud jagad raya
dan hidup; Kedua, prinsip keseimbangan dan kesederhanaan (tawazun qa
iqtishadiyah) keseimbangan antara berbagai kehidupan aspek pribadi berbagai
kebutuhan individu dan tuntutan pemeliharaan kebudayaan silam denan kebutuhan kebudayaan
masa kini serta berusaha mengatasi masalah-masalah yang sedang dan akan
terjadi; Ketiga, prinsip kejelasan (tabayyun); prinsip yag di
dalamnya terdapat ajaran dan hukum yang memberi kejelasan terhadap kejiwaan
manusia (qalb, akal dan hawa nafsu) dan hukum masalah yang dihadapi
sehingga terwujud tujuan, kurikulum dan metode; Keempat, prinsip tak
bertentangan: prinsip yang di dalamya terdapat ketiadaan pertentangan antara
berbagai unsur dan cara pelaksanaanya, sehingga antara satu komponen denan
komponen yang lain saling mendukung; Kelima, prinsip realisme dan dapat
dilaksanakan: prinsip yang menyatakan tidak adanya khayalan dalam kandunga
program pendidikan, tidak berlebihlebihan, serta adanya kaidah yang praktis dan
realistis yang sesuai dengan fitrah dan kondisi sosioekonomi, sosiopolotik,
sosiokultural yang ada; Keenam, prinsip perbuatan yang di ingini:
prinsip tersebut merupakan perubahan struktur diri manusia yang meliputi
jasmaniah, rohaniyah dan nafsiyah. Serta perubahan kondisi psikologis,
sosiologis, pegetahuan, konsep, pikiran, kemahiran, niai-nilai sikap peserta
didik untuk mencapai dinamisasi kesempurnaan pendidikan; Ketujuh, prinsip
menjaga perbedaan individu: prinsip yang memperhatikan perbedaan peserta didik
baik ciri-ciri kebutuhan kecerdasan, kebolehan, minat, sikap tahap pematangan
jasmani, akal, emosi, sosial, dan segala aspeknya; dan Kedelapan, prinsip
dinamis dalam menerima perubahan dan perkembanan yang terjadi pelaku pendidikan
serta lingkungan dimana pendidikan itu dilaksanakan.
D.
Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam
1.
Dasar
Pendidikan Islam
Dasar pendidikan Islam adalah
landasan utama dalam pelaksanaan pendidikan yang mengarahkan kegiatan
pendidikan. Dasar turut menentukan arah dan langkah kegiatan pendidikan. Tanpa
dasar itu, maka pendidikan tidak mempunyai arah dan tujuan yang hendak dicapai,
sehingga proses pendidikan tidak sistematis, efektif
dan efisien. Demikian juga halnya dengan pendidikan agama Islam,
kegiatan pendidikan agama tentunya mempunyai dasar atau landasan yang
menentukan gerak langkah dan tujuan kegiatan pengembangan pendidikan.
Dasar utama pendidikan agama Islam
adalah bersumber pada Islam, yakni Al-Qur’an dan Hadits. Keduanya merupakan
sumber hukum sekaligus sebagai landasan pendidikan, sebab dalam Al-Qur’an dan
hadits terdapat materi serta pedoman pelaksanaan pendidikan. Oleh karena itu, Al-Qur’an
dan hadits merupakan dasar utama pengembangan pendidikan Islam. Hal ini
senada dengan ungkapan Jalaluddin dan Usman Said bahwa: “Dasar pendidikan agama
Islam adalah identik dengan ajaran Islam itu sendiri. Keduanya
berasal dari sumber yang sama yaitu al-Qur’an dan hadits.”[15]
Pendapat ini diperkuat oleh Zakiah Darajat, dkk. bahwa
“pendidikan Islam itu bersumber pada ajaran Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an
dan Sunnah Nabi.”[16]
Senada dengan hal ini, Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibany juga mengungkapkan
bahwa,”….dasar ajaran-ajaran dan bimbingan-bimbingan pada segala bidang
kehidupan adalah kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya.”[17]
Berdasarkan beberapa pandangan di atas, jelaslah bahwa
pendidikan agama Islam bersumber pada Al-Qur’an dan hadits. Sehingga proses
pendidikan dalam Islam tidak terlepas dari tuntunan Al-Qur’an dan hadits
sebagai sumber asasinya. Dalam Islam pendidikan harus berpegang
kepada dua sumber hal ini yang membedakan antara corak pendidikan
Islam dengan corak pendidikan dari pada umumnya.
Sebagai bukti bahwa al-Qur’an
merupakan dasar pendidikan Islam, terlihat dalam salah satu ayatnya yang
mendorong supaya manusia menguasai ilmu pengetahuan melalui proses belajar.
Ketika wahyu pertama diturunkan Islam dengan tegas mendorong umatnya untuk
menguasai ilmu pengetahuan. Ketegasan ini bisa dilihat dari ayat pertama yang
diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW, seperti yang terdapat dalam al-Qur’an surat al-‘Alaq ayat 1-5 sebagai
berikut :
اقرأ باسم ربك الذى خلق ,
خلق الانسان من علق , اقرأ وربك الأكرم ,
الذى علم بالقلم , علم الانسان مالم يعلم , (العلق: ١- ٥)
Artinya: Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia
dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanlah yang paling pemurah. Yang mengajar
manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya. (Qs. al-'Alaq: 1-5)[18]
Di dalam
memahami ayat di atas dalam kaitannya dengan ilmu pengetahuan, Syech Muhammad
Abduh menjelaskan bahwa:
Tidak didapat
kata-kata yang lebih sempurna daripada ayat ini di dalam menyatakan kepentingan
membaca dan menulis ilmu pengetahuan dalam segala cabang dan bahagiannya. Juga
dalam kaitannya dengan ayat ini ar-Rāzī menjelaskan bahwa Allah memerintahkan
mencari ilmu pengetahuan dengan perantaraan qalam atau pena. Hal ini
mengisyaratkan betapa pentingnya umat Islam untuk belajar dan menuntut ilmu
pengetahuan.[19]
Hadits juga
merupakan dasar pendidikan Islam. Hal ini terbukti dalam salah satu hadits Nabi
mengungkapkan bahwa menuntut ilmu itu adalah wajib bagi setiap muslim. Perintah
menuntut ilmu juga di dasarkan pada salah satu Hadits Nabi SAW sebagai berikut
:
عن محمد بن سيرين, عن أنس بن مالك, قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: طلب العلم فريضة على كل مسلم وواضع العلم عند غير
اهله كمقلد الخنازير الجوهر واللؤ لؤ والذهب (رواه إبن ماجه)
Artinya :
Dari Muhammad bin Sairin, dari Anas bin Malik berkata, bersabda Rasulullah SAW
: “Menuntut ilmu adalah perlu/wajib atas setiap muslim dan menempatkan ilmu
pada tempatnya bagaikan mutiara, permata dan emas” (HR. Ibnu Majah).[20]
Dengan
demikian ajaran Islam menganjurkan umatnya menuntut ilmu pengetahuan untuk
meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat. Ajaran Islam menganggap
menuntut ilmu sebagai hal yang wajib dilakukan sesuai kemampuan dan kemungkinan
yang ada pada setiap individu. Pendidikan agama sangat penting dilaksanakan
dalam rangka mewujudkan pembangunan manusia seutuhnya. Pendidikan agama Islam
penting dilaksanakan dalam rangka
pemahaman dan penghayatan terhadap
niali-nilai syari’at Islam dan agar manusia lebih mengenal agamanya.
2.
Tujuan
Pendidikan Islam
Dalam pendidikan Islam, tujuan
memegang peranan penting. Tanpa tujuan, maka kegiatan pendidikan terlaksana
tanpa arah dan target yang ingin dicapai. Tujuan pendidikan agama Islam sejalan
dengan tujuan hidup manusia yaitu untuk mengabdikan diri secara penuh kepada
Allah SWT sebagai pencipta alam semesta, sesuai dengan firman Allah SWT dalam
surat Az - dzariyat ayat 56 berbunyi :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا
لِيَعْبُدُونِ (الزاريات: ٥٦)
Artinya : Dan
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS.
Az – Zariyat : 56)[21]
Tujuan
akhir dari pendidikan agama Islam adalah agar dapat menjadi insan kamil untuk
mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, sebab pendidikan agama tidak hanya
mengajarkan pengetahuan agama dan melatih keterampilan dalam melaksanakan
ibadah, akan tetapi jauh lebih luas dari pada itu. Agama Islam
bertujuan membentuk kepribadian anak yang sesuai dengan ajaran agama.
Muhammad
Fadhil Al-Djamali, seperti dikutip oleh M. Arifin menyatakan bahwa :
Tujuan
pendidikan Islam adalah menanamkan makrifat (kesadaran) dalam diri manusia
terhadap dirinya sendiri selaku hamba Allah dan kesadaran selaku anggota
masyarakat yang harus memiliki tanggung jawab sosial terhadap pembinaan
masyarakatnya serta menanamkan kemampuan manusia untuk mengelola, memanfaatkan
alam sekitar ciptaan Allah bagi kepentingan kesejahteraan manusia dan kegiatan
ibadahnya kepada khaliq pencipta alam itu sendiri.”[22]
Oleh karena Islam harus mampu
menciptakan manusia muslim yang berilmu pengetahuan tinggi, dimana iman dan
taqwanya menjadi pengendali dalam menerapkan ilmu dalam masyarakat Indonesia
sebagai negara berfilsafah Pancasila menetapkan tujuan pendidikan Nasional
sebagai berikut :
Meningkatkan
kualitas manusia Indonesia yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian mandiri, maju, tangguh,
cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung
jawab, produktif, sehat jasmani dan rohani.[23]
Dari
uraian di atas nampaklah gambaran yang jelas tentang sejauhmana tujuan
pendidikan agama dalam membentuk kepribadian anak didik dalam rangka mencapai
pendidikan nasional. Pada sisi lain pendidikan Islam
mempunyai fungsi mendidik pribadi muslim ke arah kesempurnaan sebagai salah
satu upaya mengoptimalkan pengabdian diri kepada Allah. Pendidikan agama lebih
menekankan pada pendidikan moral atau akhlak untuk mewujudkan pribadi muslim
yang sempurna. Hal ini senada dengan ungkapan Athiyah Al-Abrasyi, bahwa
: “Pembentukan moral yang tinggi adalah fungsi utama dari pendidikan Islam”.[24]
Kendatipun dia lebih mengutamakan aspek moral, namun tentu saja tidak
melupakan aspek-aspek penting lainnya.
Seperti sebelumnya dia mengatakan :
Pendidikan
budi pekerti adalah jiwa dari pendidikan Islam yang telah menyimpulkan bahwa
pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah salah satu fungsi pendidikan Islam.
Tapi ini tidak berarti bahwa kita tidak mementingkan pendidikan jasmani, akal
atau ilmu, ataupun segi-segi praktis lainnya. Tetapi artinya ialah bahwa kita
memperhatikan segi-segi pendidikan akhlak seperti segi-segi lainnya.[25]
Dari
penjelasan-penjelasan di atas, dapatlah disimpulkan bahwa tujuan pendidikan
Islam adalah terbentuknya hamba Allah yang bertaqwa dan memiliki multi
pengetahuan lewat pendidikan. Kemudian merealisasikan segala perintah Allah dan
bertanggung jawab dalam melaksanakan seluruh aktivitasnya dengan tujuan
kebahagian dunia dan akhirat.
Melalui
tujuan pendidikan ini dapat ditingkatkan kualitas manusia dalam membina
hubungan kepada Allah (Hablumminallah) dan
hubungan sesama manusia (Hablumminannas). Secara
keseluruhan An-Nahlawy menjelaskan sikap Pendidikan Islam :
Pendidikan
Islam bertujuan mendidik warga negara mukmin dan masyarakat muslim agar dapat
merealisasikan ubudiyah kepada Islam semata. Dengan terealisasinya tujuan ini
maka terealisasi pulalah segala keutamaan kehidupan sosial, seperti saling
tolong menolong, bahu-membahu, menjamin dan mencintai. Disamping itu,
pendidikan Islam menanamkan pada anak rasa kasih untuk dekat dengan masyarakat
bersandar kepadanya cenderung kepada tradisi dan merasa bangga dengan umat.
Semua itu ditanamkannya tanpa penyimpangan, kepatuhan secara membuta atau
kehilangan watak diri kepribadian.[26]
Berdasarkan
uraian tersebut di atas jelaslah bahwa, pendidikan Islam memadukan secara seimbang
antara pendidikan individual dengan pendidikan sosial, supaya salah satu di antara kedua
belah pihak ini tidak saling meremehkan yang lain. Pendidikan individual akan membentuk
pribadi-pribadi yang bertaqwa serta taat kepada segala perintah Allah SWT
sedangkan pendidikan sosial berorientasi ke arah hubungan antar sesama manusia.
Terealisasinya pendidikan ini akan membawa umat ke arah kehidupan yang
berbahagia dunia dan akhirat.
Melalui
pelaksanaan pendidikan Islam secara optimal akan terlihat fungsi pendidikan
Islam dalam membentuk perilaku muslim sejati yang dapat meningkatkan pengabdian
kepada Allah dan mengharmoniskan hubungan sesama manusia. Peningkatan
pengabdian kepada Allah serta hubungan sesama manusia sangat dipengaruhi oleh
perilaku yang sesuai dengan tuntutan dan tuntutan syari’at Islam. Oleh sebab
itu pendidikan agama sangat berfungsi menentukan optimalisasi hubungan kepada
Allah dan hubungan sesama manusia.
[1]
Soegarda Poerbakawatja, et. al. Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta :
Gunung Agung,
1981) hal. 257.
[5]
Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan masyarakat, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), hal.
28.
[9] Teungku
Muhammad Hasbi Ash Shidieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 1999), hal 1.
[11] Al-Siba’i.Musthafa, Sunnah dan Peranannya dalam Penetapan Hukum Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993), hal. 84.
[13]
Abdurrahman An Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam,
(Bandung:
Diponegoro,
1992), hal. 47.
[15]
Jalaluddin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja
Grafindo, 1996), hal. 37.
[16]Zakiah
Daradjat, dkk, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Proyek
Pembinaan Perguruan Tinggi Agama/IAIN, 1981/1982), hal. 61.
[17]
Omar Muhammad At-Toumy Asy-Syaibany, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1983), hal. 246.
[19]Hamka
(Haji Abdul Malik Karim Amarullah), Tafsir Al-Azhar, Jilid 5, Cet.
Ketiga, (Surabaya: Pustaka Islam, 1983),
hal. 196.
[20]
Sunan Ibnu Majah, Ibnu Mājah, (Beirut Dār al-Fikr, 1995), hal.
87.
[22]M.
Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Edisi I, Cet. III, (Jakarta: Bumi
Aksara, 1993), hal 133.
[23]Departemen
Agama RI, Petunjuk Pelaksanaan Kurikulum/GBPP Pendidikan Agama Islam Sekolah
Menengah Umum/Kejuruan, (Jakarta: Dirjen Bimbaga Islam, 1995/1996), hal. 1.
[24]Mohd.
‘Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan
Islam, (Terjemahan Bustami A. Gani dan Djhsr Bahri), Cet. I,
(Jakarta: Bulan Bintang , 1970), hal 136.
[26]Abdurrahman
An-Nahlawy, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam, Cet. II,
(Bandung: Diponegoro, 1992), hal. 197.