A. Kode
Etik Orangtua Sebagai Pendidik dalam Rumah Tangga
Orangtua boleh dikatakan sebagai pemimpin dalam memimpin
anaknya lebih-lebih seorang bapak sebagai pkepala rumah tangga. Orangtua dalam
memanage pendidikan bagi anaknya tentunya mempunyai batasan-batasan kaidah etika
(kode etik) yang yang harus dipenuhi sebagai klasifikasi seorang pendidik yang
pertama dan utama dalam keluarga.
Adapun beberapa kode etik yang harus dimiliki orangtua
sebagi pendidik menurut Abdullah Nasih Ulwan seharusnya mencakup hal-hal
sebagai berikut:
Pertama, Bersikap penyantun dan penyayang. Kedua,
Menjaga kewibawaan dan kehormatannya dalam bertindak. Ketiga, Menghindari
dan menghilangkan sikap angkuh terhadap sesama. Keempat, Bersikap rendah
hati ketika menyatu dengan sekelompok masyarakat. Kelima, Menghindarkan
dari aktivitas yang tidak berguna dan sia-sia. Keenam, Meningalkan sifat
marah dalam menghadapi problem anaknya. Ketujuh, Mencegah dan mengontrol
anak dalam mempelajari ilmu yang membahayakan. Kedelapan, Mencegah anak
dalam mempelajari ilmu fardlu kifayah ( kewajiban kolektif, seperti mempelajari
ilmu kedokteran, psikologi,dan sebagainya) sebelum mempelajari ilmu fardlu
‘ain ( kewajiban individual, seperti akidah, syari’ah, dan akhlak).[1]
Secara kodrat orangtua adalah pendidik yang pertama dan
utama terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak-anaknya di rumah. Prediket orangtua
sebagai pendidik di rumah datang secara otomatis setelah pasangan suami istri
dikaruniai anak. Yang disebut pendidik dalam pendidikan Islam adalah setiap
orang dewasa yang karena kewajiban agamanya bertanggung jawab atas pendidikan
dirinya dan orang lain. Pendidik dalam Islam juga disebut sebagai orang-orang
yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan
seluruh potensi peserta didiknya, baik berupa potensi afektif (rasa), kognitif
(rasa), dan psikomotor (karsa).
Dikutip dari Abudin Nata, pengertian pendidik adalah:
Orang yang mendidik. Pengertian ini memberikan
kesan bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang
mendidik. Secara khusus pendidikan dalam persepektif pendidikan Islam adalah
orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan seluruh potensi peseta
didik. Kalau kita melihat secara fungsional kata pendidik dapat di artikan
sebagai pemberi atau penyalur pengetahuan, keterampilan.[2]
Orangtua, dalam perspektif ini merupakan orang dewasa
yang bertanggung jawab memberikan pertolongan pada anaknya dalam perkembangan
jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu mandiri dalam
memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah Swt. dan mampu melakukan
tugas sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk individu yang mandiri
nantinya.
B.
Langkah-Langkah Orangtua dalam
Mendukung Perkembangan
Pendidikan Anak
Orang sudah semakin sadar bahwa faktor keturunan dan lingkungan memainkan
peran yang sama pentingnya terhadap kemampuan anak dalam mempelajari sesuatu.
Dalam pengertian yang luas dapat dikatakan bahwa “faktor keturunan mempengaruhi
sejauh mana batasan dan potensi anak, sedangkan pengalaman yang didapat dari
lingkungan memungkinkan sejauh mana potensi anak bisa ditampilkan”[3].
Sejak awal kehidupan, ada pengaruh timbal balik antara individu dengan
lingkungannya, tapi situasi rumah sangatlah berperan dalam meningkatkan
kecerdasan anak. Situasi rumah mencakup status sosial, latar belakang
pendidikan, dan sikap orangtua serta keadaan ekonomi.
Masyarakat yang mementingkan perkembangan segi-segi intelektualitas, akan
memberikan kemungkinan belajar meningkat berbeda dengan masyarakat yang lebih
mengutamakan aspek kehidupan yang lain. Bila dua tahun pertama dari kehidupan
anak diisi dengan banyak rangsangan kegiatan yang bermanfaat, buku-buku, mainan
dan sebagainya, maka hasil tes terhadap kecakapannya akan lebih baik
dibandingkan dengan anak yang tidak memiliki sarana dan kesempatan untuk
belajar dan bermain melalui buku-buku tersebut, dengan bermain akan memperluas
kesempatan anak untuk mengembangkan kemampuannya, seperti kemampuan berbahasa
dan koordinasi tangan dan mata.
Setiap anak akan menunjukkan reaksi yang berbeda, tergantung dari daya
serap, kematangan perkembangan, dan sikapnya sendiri. Hal ini juga berinteraksi
dengan sikap orangtua, orangtua jangan terlalu banyak menuntut anak untuk
mempelajari sesuatu dengan memberikan begitu banyak rangsangan dan variasi
dalam kehidupan.
Adapun beberapa
langkah yang dapat dilakukan orangtua dalam mendukung perkembangan pendidikan anak antara lain :
1.
Memahami Cara Belajar Anak
Anak adalah
pelajar yang alami. Anak usia 0-12 tahun perkembangan belajarnya berada pada
rentang yang paling cepat dibanding usia sepanjang hidupnya. Masa ini adalah
masa terbentuknya kepribadian dasar individu.
2.
Memahami Fitrah Anak
Menurut M.
Thalib, Anak dilahirkan dengan membawa 20 fitrah (sifat bawaan) yang harus
dipahami oleh setiap orangtua antara lain:
a).
Anak
menginginkan perlindungan dan bimbingan
b).
Anak
cenderung lebih mengidolakan bapak
c).
Anak
cenderung membanggakan prestasi orangtua
d).
Anak
prihatin bila orangtuanya sesat
e).
Anak tidak senang bila tidak dipercayai orangtua
f).
Anak tidak senang bila dianak-tirikan orangtua
g).
Anak senang bila orangtuanya seaqidah
h).
Anak cenderung membela martabat orangtua bila dihinakan orang lain
i).
Anak senang mendapatkan restu orangtua
j).
Anak cenderung mengikuti jejak orangtua
k).
Anak senang membahagiakan orangtua
l).
Anak senang diperlakukan orangtua secara dewasa
m).
Anak menjaga diri agar tidak dimarahi orangtua
n).
Anak senang membantu kepentingan orangtua
o).
Anak cenderung lebih dekat dengan ibu
p).
Anak Mengharapkan doa kebaikan dari orangtua
q).
Anak cenderung kurang dekat dengan orangtua ketika telah mampu mandiri
r).
Anak kurang bersabar merawat orangtua yang telah lanjut usia.
s).
Anak
lebih senang memilih sendiri jodohnya.
Dalam kerangka penciptaan lingkungan keluarga yang memberikan nilai
edukatif bagi anak, orangtua perlu memahami fitrah yang telah dimiliki anak. Dengan memahami karakteristiknya, orangtua akan dapat menangkap
segala isyarat yang ditampilkan anak melalui perilakunya. Hal tersebut
bermanfaat untuk merespon perilaku anak sehingga tanggapan yang muncul adalah
yang mengandung unsur edukatif.
Dari
kesemua yang tak kalah pentingnya adalah orangtua juga harus terus belajar,
ilmu pengetahuan tentang dunia anak itu terus berkembang. Dan sebagai orangtua
sudah sewajarnya bila anda mengikuti perkembangan tersebut bila ingin
memberikan yang terbaik buat anak. Demikian juga dengan cara mendidik anak,
bagaimana sebenarnya, seharusnya seorang anak itu diperlakukan, bagaimana cara
mempersiapkannya baik fisik maupun mental agar anak dapat survive di zamannya
kelak.[5]
3.
Pendekatan Metode
Beberapa cara
atau metode yang sering dan mudah dilakukan dalam mendidik dan mewariskan
ajaran Islam kepada anak antara lain:
a).
Metode keteladanan
Metode
pendidikan Islam berpusat pada keteladanan. Yang memberi keteladanan adalah
guru, kepala sekolah dan semua aparat sekolah. “Pada
diri anak terdapat potensi imitasi dan identifikasi terhadap seorang tokoh yang
dikaguminya. Sehingga kepada seorang pendidik atau orangtua harus mampu
memberikan suri teladan yang baik”[6]. Keteladanan ini sangat efektif digunakan, yaitu contoh yang jelas
untuk ditiru.
Keteladanan
merupakan salah satu metode yang ditunjukkan dalam al-Qur`an yang terdapat pada
pribadi Rasulullah Saw. Melalui keteladanan Beliau, ajaran agama Islam mudah
diterima dan tersebar diseluruh penjuru dunia. Firman Allah Swt. Surat Al-Ahzab
ayat 21:
لَقَدْ كَانَ
لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ
وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيراً )الأحزاب: ٢١(
Artinya: Dan
sesungguhnya pada diri Rasulullah itu terdapat
tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.(Qs.
Al-Ahzab:21).
Keteladanan
terbagi menjadi dua macam, yaitu peneladanan yang disengaja dan peneladanan
yang tidak disengaja. Peneladanan yang disengaja adalah peneladanan yang
disertai dengan penjelasan atau printah agar meneladani, seperti memberi contoh
membaca yang baik dan benar, mengerjakan shalat dan lainnya. Sedangkan
peneladanan yang tidak disengaja seperti keilmuan, kepemimpinan, sifat
keikhlasan dan sebaginya. Dalam hal ini pemberi teladan kepada anak-anak adalah
guru-guru dan orangtua. “Keteladanan
memberikan pengaruh yang lebih besar daripada omelan atau nasehat”[7].
“Metode
keteladanan sangat penting karena aspek agama yang terpenting adalah Akhlak yang
termasuk dalam kawasan afektif yang terwujud dalam bentuk tingkah laku (behaviorial)”.[8]
Metode
pendidikan islam berpusat pada keteladanan. Sedang yang memberi keteladanan
dalam sekoalah adalah guru. Kepala sekolah, dan semua aparat sekolah. “Keteladanan
dalam pendidikan adalah metode influentif yang paling meyakinkan
keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk anak di dalam moral,
spiritual dan sosial”[9]. Anak akan mencontoh apa yang dilakukan pendidik baik ketika
berteriak berkata dan sebagainya. Dari sini masalah keteladanan menjadi faktor
penting untuk memperbaiki penyimpangan perilaku anak.
b).
Metode Nasehat
Metode lain
yang dapat mengubah kelainan tingkah laku pra sekolah adalah pendidikan dengan
nasehat. “Bagi pra sekolah akan lebih mungkin menerima nasehat yang lebih
melekat dari pada orang dewasa”[10]. Merujuk pada firman Allah surat Ali-Imran
ayat 138:
هَـذَا بَيَانٌ
لِّلنَّاسِ وَهُدًى وَمَوْعِظَةٌ لِّلْمُتَّقِينَ) آل عمران: ١٣٨(
Artinya: Al
Qur’an adalah penerangan bagi semua manusia dan petunjuk serta nasehat bagi
orang-orang yang bertaqwa.(Qs. Ali-Imran:138).
“Agar pemberian
nasehat lebih melekat, dalam menyampaikan nasehat bisa disertai dengan
perumpamaan, gambar dan contoh serta praktek supaya bisa disaksikan langsung”[11]. Metode ini di gunakan untuk membuka anak-anak pada hakekat
sesuatu, mendorongnya pada situasi luhur, menghiasinya dengan Akhlak mulia dan
membekalinya dengan prinsip-prinsip Islam. Metode nasehat merupakan metode yang
sesuai dengan dasar dakwah sebagai jalan menuju kebaikan individu dan petunjuk
bagi umat.
c).
Metode Ganjaran dan Hukuman
“Metode ini
didasarkan pada fitrah (sifat
kejiwaan) manusia, yaitu sifat keinginan kepada kesenangan, keselamatan dan
tidak menginginkan kepedihan, kesengsaraan”[12]. Pendidikan dengan metode ini bertujuan agar segala sesuatu
dilaksanakan sesuai dengan aturan dan kaidah yang telah di tetapkan. Hadiah
adalah bentuk dari dorongan, dukungan atau spirit agar anak bersedia
melaksanakan sesuatu. Sedangkan hukuman adalah tindakan tegas agar segala
sesuatu diletakkan pada tempat yang benar.
d).
Metode Cerita/Dongeng
Dalam al-Qur’an
sendiri terdapat banyak cerita yang menggambarkan sebuah metode dalam
pendidikan. Cerita mempunyai daya tarik yang menyentuh sebuah perasaan dan
memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap perasaan.
e).
Metode pembiasaan
Pembiasaan atau
latihan sangat diperlukan dalam mewujudkan pendidikan agama yang baik pada
anak. Pentingnya pembiasaan dan latihan ini sebagaimana pendapat Zakiah
Daradjat karena “Pembiasaan dan latihan tersebut akan membentuk sikap tentunya
pada anak yang lambat laun sikap itu akan bertambah jelas dan kuat, akhirnya
tidak tergoyahkan lagi, karena masuk menjadi bagian dari pribadinya”.[13]
Di samping itu perlu dingat bahwa anak-anak usia pra
sekolah, belum mampu berfikir abstrak (ma’nawi), oleh karena itu
pendidikan akhlak harus di berikan dalam jangkauannya, yaitu dalam kehidupan
nyata. Disinilah letak pentingnya pembiasaan-pembiasaan dalam pendidikan
pada umumnya dan perbaikan tingkah laku khususnya.[14]
Abdullah Nashih
Ulwan menjelaskan bahwa: “pendidikan dengan pembiasaan adalah pilar terkuat dan paling
efektif untuk memperbaiki perilaku karena pembiasaan didasarkan pada
partisipasi anak”[15].
f).
Metode Demonstrasi
Demonstrasi
sangat dibutuhkan di saat pendidik harus membimbing dengan sabar cara
mempraktekan secara langsung contoh tingkah laku yang harus ditunjukkan anak
secara seharusnya. Dengan metode-metode diatas, upaya memperbaiki kelainan
tingkah laku akan bisa efektif. Selain metode tersebut masih banyak metode yang
bisa diterapkan sesuai dengan kondisi dan situasi perilaku anak yang dibimbing.
g).
Metode Pengawasan
Pengawasan
sangat dominan dalam pembentukan akhlak bagi anak, karena hilangnya pengawasan
membawa ketidakberhasilan dalam pembinaannya. Cara ini dalam pendidikan akhlak
dapat berwujud kata-kata verbal seperti pesan, nasehat, anjuran, lamaran,
pemberian, peringatan, ancaman dan lain-lain. Namun bisa juga dengan perbuatan
seperti tekanan, pembiasaan tindakan dan latihan. Dengan demikian dalam usaha mendidik
perilaku anak, seorang pendidik harus mampu memilih serta menggunakan cara
sebagai penanaman nilai tersebut.
[1]
Abdullah Nasih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, (terjemah: Tarbiyatul
‘l-Aulad fil‘-Islam),
(Bandung: Asy-Syifa, 1988), hal. 42.
[5]
Nugroho, Serba Serbi...., hal. 112.
[7]
Jaudah Muhammad Awad, Mendidik Anak Secara Islami, (Jakarta: Gema Insani
Pers, 2000), Cet. VIII, hal. 13.
[9] Ibid., hal. 2.
[10] Ibid., hal. 122.
[12]
Tafsir, Ilmu... ., hal. 14.
[14] Ibid., hal. 77.
0 Comments
Post a Comment