BAB II
Kurikulum Fiqih Di Sd Dan Pembelajarannya
A.
Pengertian dan Fungsi Kurikulum dalam Pembelajarannya
Perkataan kurikulum telah lama dikenal dalam dunia
pendidikan sebagai suatu istilah yang tidak asing lagi. Secara etimologis,
kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu curiryang artinya pelari dan
curure yang berarti tempat berpacu. Jadi istilah kurikulum berasal dari
dunia olahraga pada zaman Romawi kuno di Yunani, yang mengandung pengertian
suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start sampai garis
finish.[1]
Dalam bahasa Arab kurikulum bisa diungkapkan dengan manhaj
yang berarti jalan yang terang yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang
kehidupan.[2]
Sedangkan arti ”manhaj”/kurikulum dalam pendidikan Islam sebagaimana
terdapat dalam qanus at-Tarbiyah adalah seperangkat perencanaan dan
media yang dijadikan acuan oleh lembaga pendidikan dalam mewujudkan
tujuan-tujuan pendidikan.[3]
Pengertian-pengertian kurikulum juga telah banyak
dirumuskan oleh para ahli pendidikan. Diantaranya pengertian yang dikemukakan
oleh H. M. Arifin yang memandang kurikulum sebagai seluruh bahan pelajaran yang
harus disajikan dalam proses kependidikan dalam suatu sistem institusional
pendidikan.[4] Nampak pengertian ini
masih terlalu sederhana dan lebih menitikberatkan pada materi pelajaran semata.
Sementara itu, Zakiah Daradjat memandang kurikulum sebagai suatu program yang
direncanakan dalam bidang pendidikan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah
tujuan-tujuan pendidikan tertentu.[5]
Pengertian kurikulum ini nampak lebih luas dari yang awal, karena di sini
kurikulum tidak hanya dipandang dalam artian materi pelajaran, namun juga
mencakup seluruh program di dalam kegiatan pendidikan. Nampaknya pengertian
kedua ini mempunyai kesamaan pandangan dengan pengertian yang dikemukakan oleh
Addamardasyi Sarhan dan Munir Kamil yang disetir oleh asy-Syaibani, bahwa
kurikulum adalah sejumlah pengalaman pendidikan, kebudayaan, sosial, olahraga,
dan kesenian yang disediakan oleh sekolah bagi murid-muridnya di dalam dan di
luar sekolah dengan maksud menolong untuk berkembang menyeluruh dalam segala
segi dan merubah tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan-tujuan pendidikan.[6]
Namun demikian, jika dilihat dari segi fungsinya, maka
kurikulum memiliki fungsi sebagai berikut:
1.
Kurikulum sebagai program studi
Maksudnya adalah seperangkat mata pelajaran yang mampu
dipelajari oleh anak didik di sekolah atau dinstansi pendidikan lainnya.
2.
Kurikulum sebagai konten
Maksudnya adalah data atau informasi yang tertera dalam
buku-buku kelas tanpa dilengkapi dengan data atau informasi lainnya yang
memungkinkan timbulnya pelajaran.
3.
Kurikulum sebagai kegiatan berencana
Maksudnya adalah kegiatan yang direncanakan tentang
hal-hal yang akan diajarkan dan dengan cara bagaimana hal itu dapat diajarkan
dengan berhasil.
4.
Kurikulum sebagai hasil belajar
Maksudnya adalah seperangkat tujuan yang utuh untuk
memperoleh suatu hasil tertentu tanpa menspesifikasikan cara-cara yang dituju
untuk memperoleh hasil-hasil itu, atau seperangkat hasil belajar yang
direncanakan dan diinginkan.
5.
Kurikulum sebagai reproduksi kultural
Maksudnya adalah transfer dan refleksi butir-butir
kebudayaan masyarakat, agar dimiliki dan dipahami anak-anak generasi muda
masyarakat tersebut.
6.
Kurikulum sebagai pengalaman belajar
Maksudnya adalah keseluruhan pengalaman belajar yang
direncanakan di bawah pimpinan sekolah.
7.
Kurikulum sebagai produksi
Maksudnya adalah seperangkat tugas yang harus dilakukan
untuk mencapai hasil yang ditetapkan terlebih dahulu.[7]
Oleh karena itu, dalam sistem pendidikan kurikulum
sebagai salah satu komponen, namun kurikulum itu sendiri juga mempunyai
beberapa komponen. Hasan Langgulung memandang kurikulum mempunyai empat
komponen utama, yaitu:
1. Tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh
pendidikan itu. Dengan lebih tegas lagi orang yang bagaimana yang ingin
dibentuk dengan kurikulum tersebut.
2. Pengetahuan (Knowledge),
informasi-informasi, data-data, aktifitas-aktifitas dan pengalaman-pengalaman
dari mana terbentuk kurikulum itu.
3. Metode dan cara-cara mengajar yang dipakai
oleh guru-guru untuk mengajar dan memotivasi murid untuk membawa mereka ke arah
yang dikehendaki oleh kurikulum.
4. Metode dan cara-cara penilaian yang
dipergunakan dalam mengukur dan menilai kurikulum dan hasil proses pendidikan
yang direncanakan kurikulum tersebut.[8]
Berdasarkan gambaran tersebut di atas, maka dapat
dipahami, bahwa kurikulum mempunyai empat fungsi utama dalam proses belajar
mengajar. Dengan menjalankan seluruh tersebut, maka proses belajar mengajar
akan dapat mencapai hasil ke arah yang lebih baik, sehingga murid mampu
menerima sekaligus menyerap materi pelajaran yang diajarkan secara sempurna.
B.
Materi Bidang Fiqih
Materi
merupakan hal yang pokok dan utama dalam menentukan terjadinya atau
berlangsungnya proses belajar mengajar. Oleh karena itu untuk memudahkan guru
maupun peserta didik, perlu mengerti materi-materi yang akan dibahas dalam
menentukan pembelajaran. Dalam pembahasan ini akan diuraikan Garis Besar
Program Pengajaran Sekolah untuk Sekolah Dasar Tahun 2004 yang telah
dimodifikasi yang berbasis kompetensi.
A.
Thaharah
1.
Sir untuk bersuci
2.
Macam-macam air
3.
Macam-macam najis
4.
Tata cara membersihkan najis
5.
Istinja’
6.
Berwudhu’ serta syarat dan
rukunnya
7.
Adab buang hajat
8.
Mandi wajib
9.
Tayammum
10. Larangan
bagi orang berhadats
B.
Shalat
- Pengertian
Shalat
- Syarat
dan rukun shalat
- Hal-hal
yang membatalkan shalat
- Shalat
berjama’ah
- Meringkas
shalat
- Menjama’
shalat
- Shalat
Jum’at
- Syarat-syarat
mendirikan shalat Jum’at
- Shalat-shalat
sunnat
- Shalat
jenazah
C.
Puasa
- Pengertian
puasa
- Dasar
yang mewajibkan puasa
- Syarat-syarat
wajib puasa
- Hal-hal
yang membatalkan puasa
- Orang-orang
yang batal puasa
- Kelonggaran
untuk tidak berpuasa
- Orang
yang meninggalkan puasa
- Puasa-puasa
sunat
- Puasa
yang haram
- Rukun
I’tikaf dan syarat-syaratnya
D. Zakat
- Pengertian
Zakat
- Dasar
wajib zakat
- Harta
yang wajib dizakati
- Syarat-syarat
wajib zakat ternak
- Syarat-syarat
binatang yang wajib dizakati
- Zakat
emas
- Kadar
zakar emas
- Zakat
barang temuan
- Kadar
zakar barang temuan
- orang-orang
yang berhak menerima zakat
- Dasar
pembagian zakat
E.
Haji
- Arti
haji
- Dasar
hokum haji
- Syarat
wajib haji
- Rukun
haji
- Sunnah
haji
- Memakai
kain yang tidak dijahit
- Larangan
untuk orang yang ihram
- Dam
fidiah dalam haji
F.
Jual Beli
- Dasar
hukum jual beli
- Arti
jual beli
- Jual
beli yang dibolehkan
- Barang-barang
yang diperjualbelikan
- Cara
jual beli
- Riba
- Hukum
riba
- Gadai
- Barang
yang digadaikan
- Upah
- Syarat
dan rukun upah
- Wakaf
dan syarat-syaratnya. [9]
Dari
uraian tentang materi kurikulum fiqh di di Sekolah Dasar secara keseluruhan
dapat dikatakan bahwa isi kurikulum bagi siswa di Sekolah Dasar sangat ideal,
namun demikian data empiris menunjukkan bahwa terdapat beberapa sumber pokok
bahasan yang apabila mengaplikasikannya kepada siswa sulit dalam menentukan
metodologi pembelajaran.
Oleh
karena padatnya pokok-pokok bahasan yang tertera dalam kurikulum fiqh tersebut
maka sangat dibutuhkan kreatifitas seorang guru dalam penyampaian materi, salah
satu diantaranya guru tidak hanya menyampaikan materi di dalam kelas, tetapi
juga penugasan kepada siswa, misalnya membuat rangkuman dan menjawab soal-soal.
Dengan demikian materi fiqh harus diajarkan sampai tuntas, walau terbentur
dengan alokasi waktu yang relatif singkat, namun ketika dihadapi oleh seorang
guru dituntut untuk kreatif sehingga tidak kehabisan akal dalam mensiasati
keadaan tersebut.
C.
Metode Pembelajaran
Fiqh di SD
Metode berasal dari dua
perkataan, yaitu meta dan hodos. Meta
berarti "melalui" dan hodos berarti "jalan" atau
"cara."[10] Dengan demikian metode
dapat berarti cara atau jalan yang harus
dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Metode diartikan juga sebagai sarana untuk
menemukan, menguji dan menguji dan menyusun data yang diperlukan bagi
pengembangan disiplin sesuatu.[11] Metode pada hakikatnya
adalah jalan atau cara untuk mencapai tujuan.[12] Dari
pengertian-pengertian di atas metode adalah jalan untuk mencapai tujuan yang
bermakna untuk ditempatkan pada posisi sebagai cara dalam menemukan, menguji
dan menyusun data yang diperlukan bagi pengembangan ilmu atau pemikiran secara sistematika.
Metode memiliki kaitan
erat dengan pendidikan Islam, sehingga mengandung arti sebagai jalan untuk
menanamkan pengetahuan agama pada diri
seseorang agar menjadi pribadi yang Islami. Karena itu metode dalam pendidikan
Islam diartikan sebagai suatu cara untuk memahami, menggali, dan mengembangkan
ajaran Islam, sehingga terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Dalam
al-Qur'an metode indentik dengan Thariqah[13] yang terdiri dari objek,
fungsi, sifat, akibat dan sebagainya.
Penerapan
suatu metode dalam setiap situasi pengajaran haruslah mempertimbangkan dan
memperhatikan berbagai kemungkinan-kemungkinan yang dapat mempertinggi mutu dan
efektifitas suatu metode tertentu. Kalau tidak, maka bukan saja akan berakibat
proses pengajaran terhambat, akan tetapi akan berakibat lebih jauh, yaitu tidak
tercapai tujuan pengajaran sebagaimana yang telah ditetapkannya.Namun demikian
dalam proses belajar mengajar aqidah akhlak tidak ditetapkan metode khusus,
tetapi metode-metode yang berlaku imim diterapkan dalam pengajaran aqidah
akhlak. Adapun metode tersebut adalah:
1.
Metode Hiwar
Hiwar (dialog)
ialah “percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih melalui tanya
jawab mengenai suatu topik yang mengarah kepada satu tujuan, sehingga kedua
pihak dapat bertukar pendapat tentang suatu perkara tertentu“.[14]
Berdasarkan
keterangan di atas, maka dapat dipahami metode hiwar merupakan pengajaran agama
Islam yang memfokuskan diri dalam bentuk pertukaran pandangan antara si siswa
dengan gurunya atau sebaliknya. Bila dilihat secara seksama, metode ini
mempunyai kesamaan dengan metode tersebut adalah metode tanya jawab dan metode
diskusi. Adapun kedua metode tersebut adalah:
a.
Metode Tanya Jawab
Metode
Tanya jawab adalah “suatu teknik mengajar yang dapat membantu kekurangan
mengajar yang terdapat pada metode ceramah, ini disebabkan karena guru
memperoleh gambaran sejauhmana siswa dapat mengerti dan dapat
mengungkapkannya”.[15]
b.
Metode Diskusi
Metode
diskusi adalah “cara penyampaian pelajaran, dimana siswa diharapkan masalah
yang berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat problematis untuk
dipecahkan bersama”.[16]
2.
Metode Hiwar
Dalam
pendidikan Islam, kisah mempunyai fungsi edukatif yang tidak dapat diganti
dengan bentuk lain selain bahasa. Hal ini disebabkan kisah “Qur’ani dan Nabawi
memiliki beberapa keistimewaan yang membuat dampak psikologis dan edukatif yang
sempurna, rapih, dan jauh jangkauannya seiring dengan perjalanan zaman”.[17]
Adapun
kedua metode tersebut adalah:
a.
Metode Ceramah
Metode
ceramah adalah “sebuah bentuk interaksi melalui penerapan dan penuturan secara
lisan oleh seorang guru terhadap sekelompok manusia. Guru yang berbicara,
mengartikan serta menjelaskan pokok-pokok pelajaran yang telah ditentukan dalam
kurikulum”.[18]
b.
Metode Demonstrasi
Meted
demonstrasi adalah “metode mengajar yang menggunakan peragaan untuk memperjelas
sesuatu pengertian atau memperlihatkan bagaimana memperlihatkan sesuatu kepada
anak didik”.[19]
3.
Metode Amtsal
Di dalam
Al-Qur’an banyak sekali ayat-ayat dalam bentuk amtsal (perumpamaan) dalam
rangka mendidik umatnya.[20]
Demikian juga dalam proses pelaksanaan pendidikan sangat banyak perumpamaan-perumpamaan
yang harus diberikan oleh seorang guru.
Adapun
metode yang sama dengan metode ini adalah metode pemecahan masalah dan metode
proyek yaitu:
a.
Metode Pemecahan Masalah
Problem
Solving adalah “suatu cara menyajikan bahan pelajaran dimana siswa diharapkan
dengan kondisi masalah, dari masalah yang sederhana, menuju ke masalah yang
muskil”.[21]
b.
Metode Proyek
Metode
proyek adalah “cara mengajar dengan jalan memberikan kegiatan belajar kepada
siswa untuk memilih, merancang dan memimpin fikiran serta perkataannya,
anak-anak dilatih agar berencana di dalam tugas-tugasnya”.[22]
4.
Metode ‘Ibrah dan Mau’izah
‘Ibrah
adalah suatu metode yang digunakan untuk melakukan pertimbangan dari
kejadian-kejadian yang ada dalam Al-Qur’an. Sedangkan mau’izah adalah “metode
yang pnekanannya kepada memperkuat ingatan terhadap kejadian-kejadian yang
telah lalu, khususnya mengenai kisah-kisah yang ada dalam Al-Qur’an”.[23]
Untuk
lebih jelasnya, maka penulis akan memaparkan metode-metode pengajaran tersebut
sebagai berikut:
a.
Metode Driil
Metode
driil adalah “melakukan kegiatan tertentu berulang kali sebagai latihan, baik
yang menyangkut gerak gerik perbuatan kecakapan tertentu dan juga terpakai
untuk kegiatan-kegiatan intelek atau ingatan, seperti menghafal berkali-kali
secara mekanis dan lain-lain sebagainya. Dalam metode ini aktifitas yang
menonjol berada dipihak siswa”.[24]
b.
Metode Resitasi
Metode
resitasi adalah “suatu cara dalam proses belajar-mengajar manakala guru
memberikan tugas tertentu dan siswa mengerjakannya, kemudian tugas tersebut
dipertanggungjawabkan”.[25]
c.
Metode Eksperimen
Titik
berat dari pada percobaan adalah “melakukan percobaan-percobaan oleh siswa
sendiri setelah dalil-dalilnya diketahui dan difahami dengan maksud untuk lebih
jelas dan kongkrit tentang teori-teori yang diketahuinya. Bisaanya metode ini
memerlukan alat-alat tertentu bahkan, laboratorium disebut juga laboratorium
method”.[26]
Berdasarkan
keterangan-keterangan yang telah penulis kemukakan di atas, maka menurut
pengamatan penulis, metode pengajaran agama yang paling sering dan sangat
dominant digunakan adalah metode ceramah, tanya jawab, diskusi, demonstrasi,
dan resitasi. Sebab kelima metode tersebut mempunyai relevansi dengan
pengajaran mata pelajaran agama. Tanpa adanya kombinasi kelima metode tersebut,
maka pengajaran agama tidak akan berhasil seperti yang diharapkan.
Untuk
dapat melaksanakan program pengajaran di SD dapat digunakan beberapa
pendekatan, antara lain:
a.
Pendekatan emosional, yaitu
pendekatan untuk menggugah emosi siswa dalam memahami dan meyakin aqidah Islam
serta memberi motivasi agar siswa ikhlash mengamalkan ajaran Islam khususnya
yang berkaitan dengan akhlaqul karimah.
Emosi
adalah gejala kejiwaan yang ada dalam diri seseorang. Emosi berhubungan dengan
masalah perasaan. Seseorang yang mempunyai perasaan pasti dapat merasakan
sesuatu, baik perasaan jasmaniah maupun perasaan rohaniah. Perasaan rohaniah di
dalamnya ada perasaan intelektual, perasaan estetis, perasaan sosial, dan
perasaan harga diri. Dalam hal in Chadijah Hasan mengemukakan bahwa “merasa
adalah aktualisasi kerja dari hati sebagai materi dalam struktur tubuh manusia,
dan merasa sebagai aktifitas kejiwaan ini adalah suatu pernyataan jiwa yang
bersifat subjektif.”[27] Oleh
karena itu, Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono menjelaskan bahwa “fungsi jiwa
untuk dapat mempertimbangkan dan mengukur sesuatu menurut rasa senang dan tidak
senang, mempunyai sifat-sifat senang dan sedih, kuat dan lemah, lama dan
sebentar, relatifdan tidak berdiri sendiri sebagai pernyataan jiwa”.[28]
Emosi atau
perasaan adalah sesuatu yang peka. Emosi akan memberi tanggapan (respon)
bila ada rangsangan (stimulus) dari luar diri seseorang. Baik rangsangan
verbal maupun rangsangan non verbal, mempengaruhi kadar emosi seseorang.
Rangsangan verbal ini misalnya ceramah, cerita, sindiran, pujian, ejekan,
berita, dialog, anjuran, perintah dan sebagainya. Sedangkan rangsangan non
verbal dalam bentuk prilaku berupa sikap dan perbuatan.
b.
Pendekatan rasional, yaitu usaha
memberikan peranan rasio (akal) dalam memahami dan menerima kebenaran ajaran
Islam.
Manusia
adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT. Manusia adalah makhluk yang
sempurna diciptakan. Manusia berbeda dengan makhluk lain yang diciptakan oleh
Tuhan. Perbedaannya terletak pada akal. Manusia mempunyai akal, sedangkan makhluk
lain seperti binatang dan sejenisnya tidak mempunyai akal. Jadi, hanya
manusialah yang dapat berfikir, sedangkan makhluk lain tidak mampu berfikir.[29]
Dengan
kemampuan akalnya manusia dapat membedakan mana perbuatan yang baik dan mana
perbuatan yang buruk, mana kebenaran dan mana kedustaan dari sesuatu ajaran
atau perbuatan. Dengan akal pula manusia dapat membuktikan dan membenarkan
adanya Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha Pencipta atas segala sesuatu di dunia ini.
Walaupun disadarai keterbatasan akal untuk memikirkan dan memecahkan sesuatu
persoalan, tetapi diyakini pula dengan akal dapat dicapai ketinggian ilmu
pengetahuan dan penghasilan teknologi moderen. Oleh karena itulah manusia
dikatakan sebagai homo sapien, semacam makhluk yang kecenderungan
berfikir.
Di sekolah
anak didik dididik dengan berbagai ilmu pengetahuan. Perkembangan berfikir anak
dibimbing ke arah yang lebih baik, sesuai dengan tingkat usia anak.
Perkembangan berfikir anak mulai dari yang abstrak sampai yang kongkrit. Maka
pembuktian sesuatu kebenaran, dalil, prinsip, atau hukum menghendaki dari
hal-hal yang sangat sederhana menuju ke kompleks. Pembuktian tentang sesuatu
yang berhubungan dengan masalah keagamaan harus sesuai dengan tingkat berfikir
anak. Kesalahan pembuktian akan berakibat fatal bagi perkembangan jiwa anak.
Usaha yang terpenting bagi guru adalah bagaimana memberikan peranan kepada akal
(rasio) dalam memahami dan menerima kebenaran ajaran agama, termasuk mencoba
memahami hikmah dan fungsi ajaran agama.[30]
Karena
keampuhan akal (rasio) itulah akhirnya dijadikan pendekatan yang disebut
pendekatan rasional guna kepentingan pendidikan dan pengajaran di sekolah.
Untuk mendukung pemakaian pendekatan ini, maka metode mengajar yang perlu
dipertimbangkan antara lain adalah metode ceramah, tanya jawab, diskusi,
latihan, kerja kelompok dan pemberian tugas.
c.
Pendekatan fungsional, yaitu
usaha untuk menyajikan ajaran Islam dengan menekankan pada segi kemanfaatannya
bagi siswa dalam kehidupan sehari-hari.
Ilmu
pengetahuan yang dipelajari oleh anak di sekolah bukanlah hanya sekedar mengisi
otak, tetapi diharapkan berguna bagi kehidupan anak, baik sebagai individu
maupun sebagai makhluk sosial. Anak dapat memaafkan ilmunya untuk kehidupan
sehari-hari sesuai dengan tingkat perkembangannya. Bahkan yang lebih penting
adalah ilmu pengetahuan dapat membentuk kepribadian anak. Anak dapat merasakan
manfaat dari ilmu yang didapatnya di sekolah. Anak mendayagunakan nilai guna
dari suatu ilmu untuk kepentingan hidupnya. Dengan begitu, maka nilai ilmu
sudah fungsional dalam diri anak.[31]
Pelajaran
agama yang diberikan di kelas bukan hanya untuk memberantas kebodohan dan
pengisian kekosongan intelektual, tetapi untuk diimplementasikan ke dalam
kehidupan sehari-hari. Hal yang demikian itulah yang pada akhirnya hendak
dicapai oleh tujuan pendidikan agama di sekolah dalam berbagai jenis dan
tingkatan. Karena itu, kurikulum pun disusun sesuai dengan kebutuhan siswa dan
masyarakat.
Pendekatan
fungsional yang diterapkan di sekolah diharapkan dapat menjembatani harapan tersebut.
Untuk memperlicin jalan ke arah itu, tentu saja diperlukan penggunaan metode
mengajar. Dalam hal ini ada beberapa metode mengajar yang perlu
dipertimbangkan, antara lain adalah metode latihan, pemberian tugas, ceramah,
Tanya jawab, dan demonstrasi.
d.
Pendekatan keteladanan, yaitu
menyuguhkan keteladan, baik yang langsung melalui penciptaan kondisi pergaulan
yang akrab antara personal sekolah, prilaku pendidik, dan tenaga kependidikan
lain yang mencerminkan akhlak terpuji, maupun yang tidak langsung mekakui
suguhan ilustrasi berupa kisah-kisah keteladanan.
Pendidikan
dengan menggunakan pendekatan keteladanan berarti pendidikan dengan memberi
contoh, baik berupa tingkah laku, sifat, cara berfikir, dan sebagainya. Banyak
ahli pendidikan yang berpendapat bahwa pendidikan dengan menggunakan pendekatan
keteladanan merupakan metode yang paling berhasil guna. Hal itu karena, orang
dalam belajar, pada umumnya lebih mudah menangkap yang kongkrit ketimbang yang
abstrak. Dalam hal ini Abdullah Ulwan menggambarkan bahwa ”pendidikan barang
kali akan mudah mengkomunikasikan pesannya secara lisan. Namun, anak akan
merasa kesulitan dalam memahami pesan itu apabila ia melihat pendidiknya tidak
memberi contoh tentang pesan yang disampaikannya”.[32] Dalam
al-qur’an terdapat banyak ayat yang menunjukkan kepentingan keteladanan dalam
pendidikan.
Sebagaimana
termaktub dalam surat
al-Ahzab ayat 21 sebagai berikut:
لقد
كان لكم في رسول الله أسوة حسنة لمن كان يرجو الله واليوم الآخر وذكر الله كثيرا
(الأحزاب: ٢١)
Artinya: Sesungguhnya ada pada (diri)
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Q.
S. al-Ahzab: 21)
Oleh
karena itu, dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar guru boleh memilih
salah satu metode atau menggabungkan beberapa metode mengajar yang ada. Yang
perlu diperhatikan adalah, bahwa metode yang dipilih tersebut sesuai dengan
tujuan pelajaran, materi pelajaran, sarana yang ada, serta waktu yang tersedia.
Namun demikian dalam penerapan metode-metode tersebut terdapat beberapa
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi metode, antara lain:
a.
Tujuan
Yang Hendak Dicapai
Setiap melaksanakan pengajaran tentunya mempunyai tujuan yang
berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Misalnya pada tujuan pengajaran tafsir
al-Qur'an dan hadits berbeda dengan tujuan pengajaran akhlak. Dan pelajaran
tauhid berbeda tujuannya dengan pelajaran fiqh, demikian juga sebaliknya.
Oleh karena itu tujuan umum maupun tujuan khusus dari masing-masing
pelajaran memiliki perbedaan dan tekanannya masing-masing, maka implikasinya
dalam pemilihan metode hendaklah mampu melihat perbedaan-perbedaan tersebut dan
membawanya ke dalam situasi pemilihan riset metode yang dianggap paling tepat
dan serasi untuk diterapkan.[33]
Berdasarkan keterangan di atas, menandakan bahwa penerapan metode
pengajaran agama Islam harus disesuaikan dengan materi pelajaran yang akan
diberikan, karena hanya dengan cara demikian barulah tujuan yang dikehendaki
akan tercapai.
b.
Kemampuan
Guru
Efektif tidaknya suatu metode juga sangat dipengaruhi oleh kemampuan
guru yang memakainya, di samping kepribadian guru memang cukup dominant
pengaruhnya, misalnya seorang guru A oleh karena mahir dan cerdik dalam
berbicara sehingga setiap pendengar menjadi terkesan dan terpukau dengan
pembicaraannya, maka metode ceramah menjadi pilihan utama di samping metode
lain sebagai pendukungnya. Akan tetapi metode ceramah tersebut akan menjadi
tidak efektif bagi seorang guru yang pendiam dan tidak menguasai teknik-teknik
metode ceramah yang baik.[34]
Berdasarkan gambaran di atas, maka dapat dipahami bh kemampuan guru
sangat berperan untuk memilih metode yang sesuai dengan materi pelajaran yang
diberikan. Jika metode yang digunakan tidak sesuai, maka proses belajar mengajar
tidak akan berhasil. Oleh karena itu, kemampuan guru memegang peranan penting
dalam menciptakan keberhasilan belajar mengajar.
c.
Anak
Didik
Hal yang perlu diperhatikan pula dalam penggunaan metode adalah anak
didik, karena guru berhadapan dengan makhluk hidup yang bernama anak didik itu,
atau siswa dengan potensi dan fitrah yang dimilikinya memberi kemungkinan
sekaligus harapan untuk berkembang dengan baik ke arah pribadi yang sempurna.[35]
Pada fitrahnya memang setiap individu anak didik itu telah diberikan
hidayah kebaikan (berupa ketauhidan dan keimanan) oleh Allah SWT. Akan tetapi
iman dan tauhid itu dapat saja berubah ke arah kelunturan apabila tidak disiram
dan dipupuk dengan pendidikan dan bimbingan ke jalan menuju ke arah keimanan
dan Islam. Guru di samping itu juga berhadapan dengan anak didik yang
masing-masing memiliki perbedaan kemampuan, kecerdasan, karakter, latar
belakang sosial ekonomi dan perbedaan tingkat usia antara satu dengan yang lain
selamanya siswa berbeda dalam kelas. Oleh karena itu untuk mendukung hal
tersebut diperlukan mengajar dengan kearifan sesuai dengan firman Allah dalam surat an-Nahlu ayat 25
sebagai berikut:
ادع إلى
سبيل ربك بالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم بالتي هي أحسن إن ربك هو أعلم بمن ضل عن
سبيله وهو أعلم بالمهتدين (النحل: ١٢٥)
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu
dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk. Q. S. an-Nahlu: 125)[36]
Dari gambaran ayat di atas, maka diketahui bahwa usaha untuk mensukseskan
belajar mengajar harus ditempuh dengan cara mendidik anak didik sebijaksana
mungkin. Hal ini merupakan usaha untuk meningkatkan keberhasilan proses belajar
mengajar siswa.
d.
Situasi
dan Kondisi di mana Pengajaran Berlangsung
Situasi dan kondisi di mana berlangsungnya pengajaran juga harus
diperhatikan dan dipertimbangkan dalam penggunaan metode mengajar.
Situasi dan kondisi yang dimaksud, yaitu termasuk kondisi fisik gedung
sekolah, apakah berada di pasar atau di samping bioskop dan sebagainya.
Demikian juga keadaan guru dan murid saat mana waktu akan memberikan pelajaran
di kelas apakah guru atau murid dalam keadaan lelah sehingga penerapan metode
pada saat itu perlu dipertimbangkan dan diganti dengan metode lain yang
dianggap lebih tepat seperti sosiodrama, tanya jawab, diskusi dan sebagainya.
Ini berarti guru perlu mempertimbangkan situasi dan kondisi dalam pemilihan
metode jika pengajaran ingin berhasil secara optimal.[37]
Berdasarkan gambaran di atas, dapat dipahami bahwa situasi dan kondisi
merupakan faktor utama yang dapat mempengaruhi proses belajar, karena
keberhasilan belajar mengajar sangat bergantung pada situasi dan kondisi.
Apabila situasi dan kondisi tidak dipengaruhi oleh kebisingan atau rasa lelah
yang menimpa guru atau siswa, maka proses belajar mengajar akan berhasil dengan
baik.
e.
Fasilitas
yang Tersedia
Tersedianya sarana dan prasarana atau media pengajaran misalnya
tersedia gedung sekolah tempat dan alat praktikum, buku-buku bacaan, alat-alat
peraga serta fasilitas lainnya sangat tergantung terhadap efektif tidaknya
penggunaan suatu metode.[38] Misalnya bagaimana kita
ingin memakai metode demonstrasi dan eksperimen sementara peralatan untuk
praktek pelajaran ibadah atau buku-buku bacaan yang berbobot untuk diteliti
tidak ada. Hal ini jelaslah bahwa tersedia atau tidaknya fasilitas sekolah
perlu diperhatikan dalam penentuan metode mengajar yang baik dan khusus.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa fasilitas
merupakan faktor terpenting untuk menyukseskan pendidikan agama, karena tidak
mungkin berjalan proses pengajaran apabila sarana yang tersedia kurang memadai,
apalagi tidak ada sama sekali.
f.
Waktu
yang Tersedia
Di samping hal-hal yang telah disebutkan di atas, masalah waktu yang
tersedia juga perlu diperhatikan, apakah waktunya cukup jika guru menyampaikan
materi pelajaran dengan menggunakan metode demonstrasi dan eksperimen,
sementara acara pengajaran hanya tersedia 40 menit saja, atau sebaliknya.
Apakah tidak sebaiknya kita memakai metode demonstrasi dan eksperimen di
samping metode lainnya, karena acara pengajaran cukup tersedia. Akan tetapi,
bisaanya waktu tersebut telah ditentukan dalam kurikulum, sehingga diperlukan
keahlian guru untuk memilih metode yang sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan itu.[39]
Berdasarkan keterangan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa usaha
untuk menyesuaikan metode dengan materi sangat bergantung waktu yang disediakan
dalam kurikulum, sebab apabila waktu yang disediakan tidak mencukupi, maka
metode yang digunakan tidak efektif. Namun untuk mencegah hal tersebut, maka
seorang guru diwajibkan memilih metode yang sesuai dengan waktu yang telah
disediakan dalam kurikulum.
g.
Sifat
Materi
Sifat materi sangat penting diperhatikan oleh seorang guru, karena
ditentukannya metode yang digunakan dalam pelaksanaan pendidikan sangat
tergantung dari materi yang diajarkan kepada siswa.[40]
Keterangan di atas mengidentifikasikan bahwa dalam metode pengajaran
tersedia banyak metode mengajar, yang kesemuanya tentu cocok untuk diterapkan.
Akan tetapi perlu juga diperhatikan, dari kesemua metode tersebut ada yang
paling tepat dan cocok dengan materi yang diajarkan kepada siswa. Dan di sini
juga membutuhkan kemahiran guru dalam menentukannya.
h.
Kelebihan
dan Kekurangan Suatu Metode
Dari masing-masing metode yang banyak itu, sudah barang tentu memiliki
kelebihan dan kekurangan masing-masing, akan tetapi kekurangan suatu metode
tertentu dapat dilengkapi oleh keunggulan dalam suatu metode yang lain. Oleh
karena itu, guru perlu menerapkan banyak metode dalam setiap pengajaran, bahkan
guru harus menggunakan satu sampai empat metode secara bervariasi, dan oleh
karena itu guru hendaklah mempertimbangkan sisi kelebihan dan sisi kekurangan
suatu metode dalam mengkombinasikannya dalam satu kesatuan yang harmonis dan
kompak.[41]
Berdasarkan kutipan di atas, maka dapat dipahami bahwa kelebihan dan
kekurangan sebuah metode menjadi perhatian serius dalam usaha mensukseskan
kegiatan belajar mengajar. Oleh karena itu, sebagai usaha untuk menutupi
kekurangan-kekurangan yang dimiliki oleh sebuah metode, maka seorang guru
mengkombinasikan beberapa metode agar di antara metode tersebut bisa saling
menutupi.
D.
Indikasi Pencapaian Kurikulum dalam Belajar Fiqh
Kurikulum merupakan salah satu pijakan dalam proses pembelajaran, sebab
tanpa kurikulum, maka guru tidak mungkin dapat melaksanakan proses pembelajaran
sesuai dengan tujuan yang diinginkan dalam pembelajaran. Namun demikian, dalam
usaha mencapai tujuan pembelajaran tersebut, maka guru harus menyaji materi
pelajaran yang terdapat dalam kurikulum, sehingga pencapaian kurikulum sesuai
dengan tujuan pembelajaran.
Di samping itu, kurikulum juga merupakan salah satu komponen yang sangat
menentukan dalam suatu sistem pendidikan, karena itu kurikulum merupakan alat
untuk mencapai tujuan pendidikan dan sekaligus sebagai pedoman dalam
pelaksanaan pengajaran pada semua jenis dan tingkat pendidikan.
Tujuan pendidikan di suatu bangsa atau negara ditentukan oleh falsafah dan
pandangan hidup bangsa atau negara tersebut. Berbedanya falsafah dengan
pandangan hidup suatu bangsa atau negara menyebabkan berbeda pula tujuan yang
hendak dicapai dalam pendidikan dan sekaligus akan berpengaruh pula terhadap
negara tersebut. Begitu pula perubahan politik pemerintahan suatu negara
mempengaruhi pula bidang pendidikan, yang sering membawa akibat terjadinya
perubahan kurikulum yang berlaku. Oleh karena itu, kurikulum senantiasa
bersifat dinamis guna lebih menyesuaikan diri dengan berbagai perkembangan yang
terjadi.
Pada dasarnya kurikulum mempunyai aspek utama yang menjadi cirinya sebagaimana
diungkapkan oleh Hasan Langgulung bahwa:
1.
Tujuan-tujuan
pendidikan yang ingin dicapai oleh kurikulum.
2.
Pengetahuan
(knowledge) ilmu-ilmu data,
aktivitas-aktivitasnya dan pengalaman-pengalaman dari mana terbentuk kurikulum
3.
Metode dan
cara-cara mengajar dan bimbingan yang diikuti oleh murid-murid untuk mendorong
mereka ke arah yang dikehendaki dan tujuan-tujuan yang dirancang.
4.
Metode dan
cara penilaian yang digunakan dalam mengukur dan menilai hasil proses
pendidikan yang dirancangkan dalam kurikulum.[42]
Berdasarkan keterangan di atas dapat dipahami, bahwa untuk mencapai
kurikulum dalam sebuah pengajaran ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
seperti tujuan pendidikan, materi pelajaran yang diberikan, metode mengajar,
dan cara penilaian. Berangkat dari keempat aspek tersebut, maka jika dikaitkan
dengan pencapaian kurikulum dapat dikembangkan oleh semua jenjang pendidikan
akan menyatu dan terpadu dengan ajaran Islam itu sendiri. Tujuan pendidikan
yang ingin dicapai oleh kurikulum dalam pendidikan adalah sejalan dengan tujuan
falsafah pendidikan dan juga sama dengan tujuan pendidikan, yaitu membentuk
keperibadian manusia dalam kaitannya dengan tujuan penciptaan manusia, yaitu
mengabdikan diri kepada Allah SWT.
Namun demikian, kurikulum pemakaian kurikulum dibatasi oleh tempat dan
waktu, selain itu hanya memberikan seperangkat paket untuk kehidupan manusia di
dunia saja. Kurikulum yang seperti tidak sesuai dengan hakikat manusia sebagai
makhluk yang bertuhan, di mana ia harus mempertanggungjawabkan segala perbuatannya
di hadapan Tuhan di akhirat kelak.
[1]Hasan Langgulung, Manusia
dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Pustaka al-Husna, 2000), hal. 176
[2]Ramayulis, Ilmu
Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), hal. 61
[4]Muhammad Ali al-Khuli,
Dictionary of Education English, (Beirut :
Dar El-Ilm Lil Malayin, t.t.), hal. 105
[5]H. M. Arifin, Ilmu
Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hal. 183
[6]Zakiah Daradjat, Ilmu
Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hal. 122
[7]Muhain dan Abdul
Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar
Operasionalnya, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), hal. 185
[8]Hasan Langgulung, Azas-Azas
Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1998). hal. 303
[10]H. M.
Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan
interdesipliner, (Jakarta: Bumi Akasara, 1991), hal. 61.
[11]Imam Bernadib, Filsafat Pendidikan, Sistem dan
Metode, (Yogyakarta: Yayasan Penerbitan IKIP Yogyakarta, 1990), hal. 85.
[12] Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran
tentang Pendidikan Islam, (Bandung: Al-ma'arif, 1991), hal. 183.
[13]Dalam
bahasa Arab kata metode diungkapkan
dalam berbagai kata, seperti al-thariqah,
manhaj dan al-wasilah. Al-tariqah berartu jalan, manhaj
dan al-wasilah berarti
perantara atau mediator. Kata al-Thariqah
dalam al-Qur'an dihubungkan sebagai jalan
menuju neraka (Q.S: 4:169),
terkadang juga dihubungakn dengan sifat
dari jalan lurus, seperti al-thariqah al-mustaqim yang berarti jalan
yang lurus (Q.S: 46:30). Ada
juga Al-thariqah fi-al-bahr yang berarti jalan (yang kering) di laut (Q. S: 20: 77). Di
samping itu diartkan juga kepatuhan kepada jalan "Dan
bahwasanya: jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama
Islam), benar-benar Kami akan
memberikan minum kepada mereka
air yang segar" (rezeki yang banyak) (Q.S:
72: 16). Dan juga thariqah
berarti tata surya atau langit. "Dan sesungguhnya
Kami telah mencibtakan di atas kamu tujuh buah jalan (tujuh buah langit) dan Kami
tidaklah lengah terhadap ciptaan Kami" (Q.S: 23: 17 ).
[14]Ramayulis, Metodologi
Pengajaran Agama Islam, cet. II, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), hal. 113
[15]Zakiah Daradjat, Metode
Khusus Pengajaran Agama Islam, Cet. III, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976),
hal. 20
[16]Syaiful Bahri Djamarah
dan Aswan Zein, Strategi Belajar Mengajar, hal. 99
[18]Ali Ashraf, Horison
Baru Pendidikan Islam, Terj. Sori Siregar, )Jakarta : Pustaka Firdaus, 1993), hal. 71
[19]Indrakusuma, dkk., Pengantar
Ilmu Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1973), hal. 236
[21]Tayar Yusuf dan
Syaiful Anwar, Metode Pengajaran Agama dan Bahasa Arab, (Jakarta:
Grafindo Persada, 1995), hal. 94
[24]Sutari Imam Bernadib, Pengantar
Ilmu Pendidikan Sistematis, (Yokyakarya: Andi Offset, 1993), hal. 89
[25]Ahmad Tafsir, Ilmu
Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1993),
hal. 237
[26]Sudjono Trimo, Perkembangan
Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1986), hal. 95
[27]Chadijah Hasan, Dimensi-Dimensi
Psikologi Pendidikan, Cet. I, (Surabaya: Al-Ikhlash, 1994), hal. 39
[28]Abu Ahmadi dan Widodo
Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hal. 63
[29]Hassan Langgulung, Manusia
dan Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), hal. 35
[30]Syaiful Bahri Djamarah
dan Aswan Zein, Strategi Belajar Mengajar, Cet. II, (Jakarta : Rineka Cipta, 2002), hal. 76-77
[32]Abdullah Ulwan, Tarbiyah
al-Aulad fi al-Islam, (Berikut: Dar al-Salam, 1978), hal. 663
[33]Tayar
Yusuf dan Syaiful Anwar, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab,
hal. 7
[34]Ahmad
Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Cet. V, (Bandung : Remaja Rosda Karya, 2000), hal. 33
[35]Zakiah
Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hal. 39
[36]Departemen
Agama RI, al-Qur'an dan Terjemahnya, (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab
Suci al-Qur'an, 1989), hal.
[37]Amir
Yusuf Faisal, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Gema Insani Press,
1995), hal. 43
[38]Jalaluddin
dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1994), hal. 53
[39]Tayar
Yusuf dan Syaiful Anwar, Metodologi Pengajaran Agama Islam, hal. 10
[40]M.
Jafar, Beberapa Aspek Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999),
hal. 133
[41]Muhaimin,
Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung :
Remaja Rosda Karya, 2001), hal. 145
[42]Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisa
Psikologi, (Jakarta :
Rineka Cipta, 2000), hal. 117
0 Comments
Post a Comment