A.
Manfaat
Kesehatan Jiwa
Manusia dalam melakukan hubungan dan
interaksi dengan lingkungannya baik materiil maupun sosial, semua itu tidak
keluar dari tindakan penyesuaian diri atau adjustment. Tetapi apabila seseorang
tersebut tidak dapat atau tidak bias menyesuaikan diri dikatakan ksehatan mentalnya terganggu atau diragukan.[1]
Contoh penyesuaian diri yang wajar tersebut adalah seseorang yang menghindarkan
dirinya dari situasi yang membahayakan dirinya. Sedangkan penyesuaian diri yang
tidak wajar misalnya seseorang yang takut terhadap binatang yang biasa seperti
kucing, kelinci dan sebangsanya. Dari dua contoh tersebut dapat diambil suatu
kesimpulan bahwa orang yang bisa melakukan penyesuaian diri secara wajar
dikatakan sehat mentalnya dan orang yang tidak bisa melakukan penyesuaian diri
secara wajar, menunjukkan penyimpangan dari kesehatan mentalnya.
Kesehatan jasmani adalah keserasian
yang sempurna antara bermacam-macam fungsi jasmani disertai dengan kemampuan
untuk menghadapi kesukaran-kesukaran yang biasa, yang terdapat dalam
lingkungan, disamping secara positif merasa gesit, kuat dan semangat. Kesehatan
mental dalam kehidupan manusia merupakan masalah yang amat penting karena
menyangkut soal kualitas dan kebahagian manusia.[2]
Tanpa kesehatan yang baik orang tidak akan mungkin mendapatkan kebahagian dan
kualitas sumber daya manusia yang tinggi. Kenapa hal itu bisa terjadi? Jawabannya karena kesehatan mental tersebut
menyangkut segala aspek kehidupan yang menyelimuti manusia mulai dari kehidupan
pribadi, keluarga, sosial, politik, agama serta sampai pada bidang pekerjaaan
dan profesi hidup manusia. Kehidupan mewah dan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi tidak akan menjamin kebahagian manusia. Hal itu karena yang bisa
menjamin kebahagian manusia tersebut adalah kejiwaan, kesehatan dan
keberagamaan yang dimiliki manusia. Tiga faktor tersebut sangat sejalan sekali
dalam mencapai kebahagian hidup manusia didunia dan akhirat, karena kebahagian
yang harus dicapai itu tidak hanya kebahagian didunia melainkan juga kebahagian
diakhirat kelak.
Banyak teori yang dikemukan oleh ahli
jiwa tentang kesehatan mental, misalnya teori psikoanalisis, behavioris dan
humamisme. Sungguhpun demikian teori tersebut memiliki batasan-batasan dan
tidak menyentuh seluruh dimensi (aspek) dan aktivitas kehidupan manusia sebagai
makhluk multidimensional dan multipotensial. Manusia sebagai makhluk
multidimensional setidak-tidaknya memiliki dimensi jasmani, rohani, agama,
akhlak, sosial, akal, dan seni (estetika).[3]
Sedangkan sebagai makhluk multi
potensial manusia memiliki potensi yang amat banyak yang dikaruniakan Allah SWT
kepadanya yang dalam islam terkandung dalam asma ulhusna. Salah satunya adalah
agama. Agama adalah jalan utama menuju kesehatan mental, karena dalam agama ada
kebuutuhan-kebutuhan jiwa manusia, kekuatan untuk mengendalikan manusia dla
memenuhi kebutuhaan, serta sampai kepada kekuatan untuk menafikan pemenuhan
kebuthan manusia tanpa membawa dampak psikologis yang negative.[4]
Di dalam al-Qur’an sebagai dasar dan
sumber ajaran islam banyak ditemui ayat-ayat yang berhubungan dengan ketenangan
dan kebahagiaan jiwa sebagai hal yang prinsipil dalam kesehatan mental.
Ayat-ayat tersebut adalah:
لَقَدْ مَنَّ اللّهُ
عَلَى الْمُؤمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولاً مِّنْ أَنفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ
آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُواْ
مِن قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُّبِينٍ) آل عمران:
١٦٤(
Artinya: Sungguh Allah telah memberi karunia kepada
orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul
dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah,
membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-kitab dan
al-hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (keadaan nabi) itu, mereka adalah
benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (Qs. Ali Imran: 164)
Dengan kejelasan ayat al-Qur’an dan
hadits diatas dapat ditegaskan bahwa kesehatan mental (shihiyat al nafs)
dalam arti yang luas adalah tujuan dari risalah Nabi Muhammad SAW diangkat jadi
rasul Allah SWT, karena asas, cirri, karakteristik dan sifat dari orang yang
bermental itu terkandung dalam misi dan tujuan risalahnya. Dan juga dalam hal
ini al-Qur’an berfungsi sebagai petunjuk, obat, rahmat dan mu’jizat
(pengajaran) bagi kehidupan jiwa manusia dalam menuju kebahagian dan
peningkatan kualitasnya.
[3]
Hadziq , Abdullah, Rekonsiliasi Psikologi Sufistik dan Humanistik, (Semarang: Pustaka Rasail, 2005), hal. 27.
0 Comments
Post a Comment