Modernisasi Pendidikan Islam Haidar Putra Daulay


BAB III

Modernisasi Pendidikan Islam Haidar Putra Daulay

A.    Tujuan Pendidikan Islam
     
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, tujuan adalah arah; haluan (jurusan); yang dituju; maksud; tuntutan (yang dituntut).[1] Menurut Anas Sudjana, tujuan umum pendidikan Islam ialah “terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Jadi menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia yang menghambakan kepada Allah. Yang dimaksud menghambakan diri ialah beribadah kepada Allah”[2].
Salah satu aspek penting dan mendasar dalam pendidikan adalah aspek tujuan. Merumuskan tujuan pendidikan merupakan syarat mutlak dalam mendefiniskan pendidikan itu sendiri yang paling tidak didasarkan atas konsep dasar mengenai manusia, alam, dan ilmu serta dengan pertimbangan prinsip prinsip dasarnya. Hal tersebut disebabkan pendidikan adalah upaya yang paling utama, bahkan satu satunya untuk membentuk manusia menurut apa yang dikehendakinya. Karena itu menurut para ahli pendidikan, tujuan pendidikan pada hakekatnya merupakan rumusan-rumusan dari berbagai harapan ataupun keinginan manusia.[3]

Munzir Hitami melukiskan bahawa:

Tujuan pendidikan sesuai dengan pandangan hidupnya dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, yaitu sesuai dengan filsafatnya, yakni memberi petunjuk akhlak dan pembersihan jiwa dengan maksud di balik itu membentuk individu-individu yang tertandai dengan sifat-sifat utama dan takwa. Dengan ini pula keutamaan itu akan merata dalam masyarakat.[4]
Hujair AH. Sanaky menyebut istilah tujuan pendidikan Islam dengan visi dan misi pendidikan Islam. Menurutnya:
 Sebenarnya pendidikan Islam telah memiki visi dan misi yang ideal, yaitu “Rahmatan Lil ‘Alamin”. Selain itu, sebenarnya konsep dasar filosofis pendidikan Islam lebih mendalam dan menyangkut persoalan hidup multi dimensional, yaitu pendidikan yang tidak terpisahkan dari tugas kekhalifahan manusia, atau lebih khusus lagi sebagai penyiapan kader-kader khalifah dalam rangka membangun kehidupan dunia yang makmur, dinamis, harmonis dan lestari sebagaimana diisyaratkan oleh Allah dalam Al-Qur’an. Pendidikan Islam adalah pendidikan yang ideal, sebab visi dan misinya adalah “Rahmatan Lil ‘Alamin”, yaitu untuk membangun kehidupan dunia yang yang makmur, demokratis, adil, damai, taat hukum, dinamis, dan harmonis.[5]

Qodri Azizy menyebutkan batasan tentang definisi pendidikan agama Islam dalam dua hal, yaitu;
Pertama, mendidik peserta didik untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai atau akhlak Islam; Kedua,  mendidik peserta didik untuk mempelajari materi ajaran Islam. Sehingga pengertian pendidikan agama Islam merupakan usaha secara sadar dalam memberikan bimbingan kepada anak didik untuk berperilaku sesuai dengan ajaran Islam dan memberikan pelajaran dengan materi-materi tentang pengetahuan Islam.[6]

Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Tujuan hidup menusia itu menurut Allah ialah beribadah kepada Allah. Seperti dalam surat az- Dzariyat ayat 56 sebagai berikut:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ) الذاريات: ٥٦(
Artinya:  Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.(Qs. az- Dzariyat:56).
               Jalal menyatakan bahwa sebagian orang mengira ibadah itu terbatas pada menunaikan shalat, shaum pada bulan Ramadhan, mengeluarkan zakat, ibadah Haji, serta mengucapkan syahadat[7]. Tetapi sebenarnya ibadah itu mencakup semua amal, pikiran, dan perasaan yang dihadapkan (atau disandarkan) kepada Allah. Aspek ibadah merupakan kewajiban orang islam untuk mempelajarinya agar ia dapat mengamalkannya dengan cara yang benar.
Ibadah ialah jalan hidup yang mencakup seluruh aspek kehidupan serta segala yang dilakukan manusia berupa perkataan, perbuatan, perasaan, pemikiran yang disangkutkan dengan Allah. Menurut Ahmad Tafsir, tujuan pendidikan Islam adalah :
Pertama, Tujuan yang berkaitan dengan individu, mencakup perubahan yang berupa pengetahuan, tingkah laku masyarakat, tingkah laku jasmani dan rohani dan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup di dunia dan di akhirat. Kedua, Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah laku masyarakat, tingkah laku individu dalam masyarakat, perubahan kehidupan masyarakat, memperkaya pengalaman masyarakat. Ketiga, Tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi, dan sebagai kegiatan masyarakat.[8]

Menurut Haidar Putra Daulay, merinci tujuan akhir pendidikan Islam adalah sebagai berikut: Pertama, pembinaan akhlak. Kedua, menyiapkan anak didik untuk hidup dudunia dan akhirat. Ketiga, penguasaan ilmu. Keempat, keterampilan bekerja dalam masyrakat.[9]
Zakiah Daradjad dalam bukunya “Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam” mendefinisikan tujuan Pendidikan Islam sebagai berikut :
Tujuan pendidikan Agama Islam yaitu membina manusia beragama berarti manusia yang mampu melaksanakan ajaran-ajaran agama Islam dengan baik dan sempurna, sehingga tercermin pada sikap dan tindakan dalam seluruh kehidupannya, dalam rangka mencapai kebahagiaan dan kejayaan dunia dan akhirat. Yang dapat dibina melalui pengajaran agama yang intensif dan efektif.[10]

Islam berprinsip demokrasi, maka pengajarannya merupakan pengajaran rakyat. Tujuannya memberikan pengetahuan tentang agama, bukan untuk memberikan pengetahuan umum. Pendidikan Islam juga bertujuan mencapai pertumbuhan yang seimbang dalam kepribadian manusia secara total melalui latihan dan pengkondisian kegiatan kognitif, afektif dan psikomotorik. Karena itu pendidikan memberikan jalan bagi pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya. Karena itu pendidikan Islam bertujuan:
Pertama, membentuk manusia beraqidah (tarbiyah ‘aqidiyah). Kedua, membentuk manusia beraklak mulia (tarbiyah khuluqiyah). Ketiga, membentuk manusia berfikir (tarbiyah fikriyah). Keempat, membentuk manusia sehat dan kuat (tarbiyah jismiyah). Kelima, membentuk manusia kreatif, inisiatif, antisipatif, dan responsive (tarbiyah amaliyah).[11]
Tujuan Pendidikan Islam identik dengan tujuan agama Islam, karena tujuan agama adalah agar manusia memiliki keyakinan yang kuat dan dapat dijadikan sebagai pedoman hidupnya yaitu untuk menumbuhkan pola kepribadian yang bulat dan melalui berbagai proses usaha yang dilakukan. Dengan demikian tujuan pendidikan Agama Islam adalah suatu harapan yang diinginkan oleh pendidik Islam itu sendiri.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah sebagai usaha untuk mengarahkan dan membimbing manusia dalam hal ini peserta didik agar mereka mampu menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt. serta meningkatkan pemahaman, penghayatan, dan pengamalan mengenai Agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim, berakhlak mulia dalam kehidupan baik secara pribadi maupun sosial.
Pendidikan Islam merupakan salah satu aspek saja dari ajaran Islam secara keseluruhan. Karenanya, tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan hidup manusia dalam Islam yaitu untuk menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah Swt. yang selalu bertaqwa kepadanya, dan dapat mencapai kehidupan yang berbahagia di dunia dan di akhirat. “Dalam konteks sosial masyarakat, bangsa, dan negara maka pribadi yang bertaqwa ini menjadi rahmatan lil ‘alamin, baik dalam skala kecil maupun besar”[12]. Tujuan hidup manusia dalam Islam inilah yang dapat disebut juga sebagai tujuan akhir pendidikan Islam.
Pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan ketrampilannya. Karena itu, “pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup baik dalam keadaan damai maupun perang, dan menyiapkannya untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya”[13]. Pendidikan Islam juga  sebagai suatu proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat.
Pendidikan Islam tidak bertolak belakang secara menyeluruh dengan konsep pendidikan Barat, ada segi-segi tertentu yang merupakan persamaan dan perbedaan. Titik-titik persamaan antara keduanya itu menunjukkan bahwa keberadaanya diterima secara universal. Selain tujuan umum itu, tentu terdapat pula tujuan khusus yang lebih spesifik menjelaskan apa yang ingin dicapai melalui pendidikan Islam. Tujuan khusus ini lebih praxis sifatnya, sehingga konsep pendidikan Islam jadinya tidak sekedar idealisasi ajaran-ajaran Islam dalam bidang pendidikan. Dengan kerangka tujuan yang lebih praxis itu dapat dirumuskan harapan-harapan yang di dalam tahap-tahap tertentu proses pendidikan, sekaligus dapat pula dinilai hasil-hasil yang telah dicapai.
“Tujuan-tujuan khusus itu tahap-tahap penguasaan anak didik terhadap bimbingan yang diberikan dalam berbagai aspeknya, pikiran, perasaaan, kemauan, intuisi, ketrampilan, atau dengan istilah lain kognitif, afektif, dan motorik”[14]. Dari tahapan-tahapan inilah kemudian dapat dicapai tujuan-tujuan yang lebih terperinci lengkap dengan materi, metode, dan sistem evaluasi. Dasar-dasar pendidikan Islam, secara prinsipal diletakkan pada dasar-dasar ajaran Islam dan seluruh perangkat kebudayaannya.
“Dasar-dasar pembentukan dan pengembangan pendidikan Islam yang pertama dan utama tentu saja adalah Al-Qur’an dan Sunnah”[15]. Al-Qur’an misalnya memberikan prinsip yang sangat penting bagi pendidikan, yaitu penghormatan kepada akal manusia, bimbingan ilmiah, tidak menentang fitrah manusia, serta memelihara kebutuhan sosial yang bertujuan untuk menjadikan manusia yang bermamfaat bagi Bangsa dan Negara. “Dasar pendidikan Islam selanjutnya adalah nilai-nilai sosial kemasyarakatan yang tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran Al-Qur’an dan Sunnah atas prinsip mendatangkan kemamfaatan dan menjauhkan kemudharatan bagi manusia”[16].
Dari dasar-dasar pendidikan Islam itulah kemudian dikembangkan suatu sistem pendidikan Islam yang mempunyai karakteristik tersendiri yang berbeda dengan sistem-sistem pendidikan lainnya. “Bila pendidikan dipandang sebagai suatu proses, maka proses tersebut akan berakhir pada saat tercapainya tujuan, suatu tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan pada hakikatnya adalah suatu perwujudan dari nilai-nilai ideal yang terbentuk dalam pribadi manusia yang diinginkan”[17]. Pendidikan Islam adalah penekanan pada pencarian ilmu pengetahuan, penguasaan, dan pengembangan atas dasar ibadah kepada Allah Swt. setiap penganut Islam diwajibkan mencari ilmu pengetahuan untuk dipahami secara mendalam yang dalam taraf selanjutnya dikembangkan dalam kerangka ibadah guna kemaslahatan umat manusia.
                 “Sebagai sebuah ibadah, maka dalam pencarian, penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam pendidikan Islam sangat menekankan pada nilai-nilai akhlak”[18]. Di dalam konteks ini maka kejujuran, sikap tawadhu, menghormati sumber pengetahuan dan sebagainya merupakan prinsip-prinsip penting yang perlu dipegangi setiap pencari ilmu. karena pendidikan bertujuan mencapai pertumbuhan kepribadian manusia yang menyeluruh secara seimbang melalui latihan jiwa, intelek, diri manusia yang rasional, perasan dan indera. Karena itu “pendidikan harus mencakup pertumbuhan manusia dan segala aspeknya: spritual, intelektual, imajinatif, fisik, ilmiah, bahasa, baik secara individual maupun secara kolektif, dan mendorong semua aspek ini ke arah kebaikan dan mencapai kesempurnaan”[19]. Tujuan terakhir pendidikan muslim terletak pada perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah Swt. baik secara pribadi, komunitas, maupun seluruh ummat manusia. 
                 Dari realita di atas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam yang dimaksudkan adalah suatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau kegiatan selesai. “Artinya tujuan merupakan kehendak seorang untuk mendapatkan dan memiliki, serta memamfaatkan bagi kebutuhan dirinya sendiri atau untuk orang lain”[20]. Kemudian pengakuan akan potensi dan  kemampuan seseorang untuk berkembang dalam suatu kepribadian. Setiap pencari ilmu dipandang sesuai makhluk Tuhan yang perlu dihormati dan disantuni, agar potensi-potensi yang dimilikinya dapat teraktualisasi dengan sebaik-baiknya.  
B.    Materi Pendidikan Islam
Materi  Pendidikan Islam meliputi keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara hubungan manusia dengan Allah Swt. hubungan manusia dengan sesama manusia, dan hubungan manusia dengan dirinya sendiri, serta hubungan manusia dengan makhluk lain dan lingkungannya. Materi Pendidikan Islam juga identik dengan aspek-aspek pengajaran Agama Islam karena materi yang terkandung di dalamnya merupakan perpaduan yang saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya.
 “Pendidikan merupakan satu-satunya jalan untuk mengajak seseorang keluar dari kemiskinan dan kehancuran. Begitupun suatu Bangsa,  jika ingin maju dan tidak tertinggal Bangsa lain, harus lebih dulu mengutamakan pendidikan bagi warganya”[21]. Sebagai seorang muslim yang taat Haidar Putra Daulay sangat meyakini anjuran Islam akan pentingnya pendidikan bagi setiap umat. Islam menganjurkan bahwa mewajibkan setiap individu untuk mendapatkan pendidikan dalam pengertian yang seluas-luasnya. “pendidikan adalah sesuatu yang sangat fundamental untuk diamalkan agar umat Islam menjadi berpengetahuan dan tidak menjadi umat yang buta pengetahuan”[22]. Haidar Putra Daulay mengatakan bahwa pendidikan Islam secara doktrinal sangat mendukung pengembangan ilmu pengetahuan dan pengembangan akal pikiran.
                 “Pendidikan pada hakikatnya adalah mengembangkan konsepsi kependidikan Islam secara menyeluruh dengan bertitik tolak dari sejumlah pandangan dasar Islam mengenai kependidikan dan mengkombinasikannya dengan pendidikan moderen”[23]. Pendidikan Islam adalah rangkaian proses transformasi dan internalisasi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai pada anak didik melalui pertumbuhan dan pengembangan potensi fitrahnya, baik aspek spiritual, intelektual, maupun fisiknya, guna keselarasan dan kesempurnaan hidup dalam segala aspeknya sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. “Dasar yang menjadi acuan pendidikan Islam merupakan sumber nilai kebenaran dan kekuatan yang dapat menghantarkan pada aktivitas yang dicita-citakan”[24]. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya menjadi penting diperhatikan hal-hal yang dapat mencerminkan nilai universal yang dapat dikonsumsikan oleh seluruh umat manusia. “Kemajuan bangsa tidak akan terwujud tanpa pendidikan, tanpa pendidikan pula sebuah tatanan masyarakat yang berkeadaban tidak akan tercapai”[25]. Oleh karena itu pendidikan bukan hanya memberikan pengetahuan kepada peserta didik, tetapi juga membentuk kesadaran mereka akan hak dan kewajiban mereka sebagai warga negara. Dalam konteks ini pendidikan membuka cakrawala pengetahuan tentang keragaman atau multikulturalisme Dunia.
                  “Pendidikan kewargaan yang dalam segi-segi tertentu sangat identik pula dengan pendidikan demokrasi. Karena pendidikan kewargaan mencakup kajian dan pembahasan tentang pemerintahan, konstitusi, lembaga-lembaga demokrasi, hak dan kewajiban negara”[26]. Yang semua itu bertujuan untuk menumbuhkan dan mengembangkan civic culture yang juga merupakan salah satu tujuan dari pendidikan kewargaan. untuk konstek pembaruan sistem pendidikan agama Islam Haidar Putra Daulay menegaskan bahwa pendidikan multibudaya ini sangat diperlukan untuk mendukung hakikat pendidikan agama di sekolah-sekolah umum. Hal ini disebabkan karena sebagian orang masih melihat pendidikan agama kurang berhasil dalam membentuk prilaku dan sikap keagamaan yang mencerminkan Iman dan taqwa dan kurang berhasil dalam menumbuhkan sikap toleran dalam menghadapi perbedaan-perbedaan diantara umat beragama, baik intra maupun antar agama,
                 Pendidikan Islam sangat jelas mempunyai peranan penting dalam meningkatkan sumber daya manusia sesuai dengan cirinya sebagai pendidikan agama, secara ideal “Pendidikan Islam berfungsi dalam penyiapan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi, baik dalam penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi maupun dalam hal karakter, sikap moral, dan penghayatan dan pengamalan ajaran agama”[27]. Pendidikan Islam secara ideal  ini berfungsi membina dan menyiapkan anak didik yang berilmu, berteknologi, berketrampilan tinggi dan sekaligus beriman dan beramal saleh. Pendidikan Islam dalam berbagai tingkatannya mempunyai kedudukan yang penting dalam sistem pendidikan nasional, posisi pendidikan Islam sebagai sub sistem pendidikan Nasional menjadi semakin mantap”[28]. Pendidikan Islam, baik pada sekolah-sekolah dan perguruan tinggi umum, maupun pada sekolah-sekolah keagamaan dan Perguruan Tinggi Agama Islam, telah semakin kokoh sebagai bagian integral dari pendidikan nasional.
                 Pendidikan Islam selain masih berorientasi kepada pembinaan dan pengembangan nilai-nilai agama dalam diri anak didik, seperti selama ini di lakukan kini harus memberikan penekanan khusus pada penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. “Setiap materi yang diberikan kepada anak didik harus memenuhi dua tantangan pokok yaitu: penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan penanaman pemahaman dan pengamalan ajaran agama”[29]. Pentingnya modernisasi Pesantren dan madrasah merupakan upaya untuk mengintegrasikan pendidikan Islam ke dalam sistem pendidikan nasional, tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas manusia yang belajar pada lembaga-lembaga pendidikan Islam”[30]. Karena saat ini Indonesia memiliki landasan kuat untuk mewujudkan cita-cita tersebut. “Sosialisasi dan penyadaran terhadap masyarakat dan pemerintah bahwa Madrasah dan Pesantren merupakan dua model institusi Islam yang tidak boleh dianggap remeh sebagai basis pendidikan Islam di Indonesia”[31]. Salah satu materi dari program itu yaitu untuk memodernkan sistem pendidikan Islam yang selama ini terkesan sangat tradisional.                                               
C.    Sanksi dan Pujian dalam Pendidikan Islam       
“Salah satu teknik atau metode pendidikan Islam adalah pendidikan dengan pemberian penghargaan dan sanksi”.[32] “Penghargaan atau hadiah dalam pendidikan anak akan memberikan motivasi untuk terus meningkatkan atau paling tidak mempertahankan prestasi yang telah didapatnya, di lain pihak temannya yang melihat akan ikut termotivasi untuk memperoleh hal yang sama”.[33] Sedangkan sanksi atau hukuman sangat berperan penting dalam pendidikan anak sebab pendidikan yang terlalu lunak akan membentuk anak kurang disiplin dan tidak mempunyai keteguhan hati.
Sudah menjadi tabiat manusia memiliki kencendrungan kepada kebaikan dan keburukan.Oleh karena itu pendidikan Islam berupaya mengembangkan manusia dalam berbagai jalankebaikan dan jalur keimanan. Demikian pula pendidikan Islam berupaya menjauhkan manusiadari keburukan dengan segala jenisnya. Jadi tabiat ini merupakan kombinasi antara kebaikan dan keburukan, maka tabiat baik perlu diarahkan dengan memberikan imbalan, penguatan dandorongan, sedangkan tabiat buruk perlu dipagari dan dicegah. Cara pengarahan ini dikenal dalam al-Qur’an dengan metode targhib dan tarhib.
Targhib dan tarhib merupakan salah satu teknik pendidikan yang bertumpu pada fitrah manusia dan keiginannya pada imbalan, kenikmatan dan kesenangan. Metode ini pun bertumpu pada rasa takut manusia terhadap hukuman, kesulitan dan akibat buruk. Tekhnik imbalan (targhib)diisyaratkan Allah dalam Surat Ali Imran ayat 133 :
وَسَارِعُواْ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ) آل عمران: ١٣٣(
Artinya: Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.(Qs. Ali-Imran:133).
 Adapun tekhnik sanksi (tarhib) diungkapkan dalam Firman Allah Swt. salah satunya pada surat at-Tahrim ayat 6 sebagai berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ) التحريم: ٦(
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.(Qs. At-Tahrim:6).

Sejauh ini tidak ada yang menjadi tantangan bagi Haidar Putra Daulay dalam membahas lebih mendetil tentang “Menganalisis dan mengkritisi perkembangan teori-teori dan konsep-konsep sejarah, tulisan-tulisan yang memaparkan sosok, figur, dan tokoh sejarah yang telah menorehkan tinta emas dalam sejarah perkembangan Islam”[34]. “Trasmisi gagasan-gagasan pembaruan merupakan bidang kajian Islam yang cukup terlantar. Berbeda dengan banyaknya kajian tentang transmisi ilmu pengetahuan”[35]. Haidar Putra Daulay banyak mendapat pujian dari kalangan–kalangan kaum cendikiawan karena Haidar Putra Daulayberhasil mengurai, membahas, dan memaparkan secara jelas dan panjang lebar tentang contoh-contoh penulisan sejarah.
                 “Tetapi gagasan dan pemikiran Haidar Putra Daulay dalam bidang pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia juga pernah mengalami hambatan dan tantangan. Karena ada sebagian orang yang kurang memahami arah dan visi Haidar Putra Daulay”[36], terkadang ketidak pahaman tersebut mengarah kepada sentimen pribadi yang mengatakan Haidar Putra Daulay seperti seoranmg selebritis karena jam terbangnya yang begitu padat.
Kendala lain juga terkait dengan faktor fisik dan keterbatasan waktu yang dimiliki Haidar Putra Daulay, sering terjadi perbenturan antara jadwal kegiatan satu dengan kegiatan lainnya terpaksa membuat Haidar Putra Daulay untuk memilih salah satu kegiatan tersebut untuk dihadiri sehingga banyak yang salah paham, bahwa ketidakhadiran tersebut dianggap sebagai faktor kesengajaan, padahal suatu kebetulan yang tidak bisa dihindari. Faktor terbatasnya sumber daya manusia juga merupakan salah satu kendala bagi Haidar Putra Daulay untuk mewujudkan cita-citanya merealisasikan UIN sebagai universitas bertaraf internasional[37].

                 Faktor lain yang kadang menjadi kendala bagi Haidar Putra Daulayadalah ada diantara mahasiswa yang melakukan demonstrasi yang memprotes tentang gagasan Haidar Putra Daulay karena kenaikan SPP di UIN, anggapan miring lain dari masyarakat muncul dari kalangan pesantren yang menganggap jika IAIN diubah menjadi UIN akan membatasi kesempatan lulusan madrasah dan pesantren untuk masuk di UIN Jakarta. Karena semakin banyak lulusan SMU dan SMA yang bisa masuk ke UIN yang dulu mereka sama sekali tidak berminat. Padahal, menurut Haidar Putra Daulaypada hakikatnya UIN Jakarta tetap memberikan prioritas kepada lulusan madrasah dan lulusan pesantren.
                 “Sungguh sulit merangkum  pemikiran dan pandangan Haidar Putra Daulay dalam pendidikan Islam di Indonesia, gagasannya begitu luas dan nyata, bahkan begitu sederhana meliputi hal-hal dan isu dalam kehidupan umat Islam sehari-hari”[38]. Haidar Putra Daulay bukan hanya sebagai tokoh yang mampu berpikir teoritis secara komprehensif, melainkan juga mampu mengaplikasikan sebagai sebuah realitas. Gagasan dan pemikiran Haidar Putra Daulaydalam pendidikan Islam tidak sebatas ide menara gading, namun juga membumi dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata.
Haidar Putra Daulay adalah guru besar dan tokoh pembaharu pendidikan Islam yang pengaruhnya sangat besar dirasakan bagi pengembangan dan peningkatan sistem pendidikan Islam di Indonesia. Keunggulannya dapat dilihat dari visinya dalam upaya mengintegrasikan antara aspek keislaman, kemanusiaan, dan ke Indonesiaan. Haidar Putra Daulay adalah orang yang senantiasa gigih dalam meyakinkan umat muslim agar tidak memisahkan antara ilmu agama dan ilmu umum, melalui Perguruan Tinggi Islam Haidar Putra Daulayingin mengajak umat Islam untuk tampil di depan, menjadi pemenang dan tuan di rumah sendiri[39].
 
Dapat disimpulkan bahwa Haidar Putra Daulayadalah sosok pemikir yang kaya akan keahlian ilmu agama, Haidar Putra Daulaytidak hanya ahli di bidang sejarah melainkan juga  mahir dibidang lain. Haidar Putra Daulayjuga dikenal sebagai seorang pekerja keras, tanggap, cepat, dan profesional sehingga sangat pantas jika Haidar Putra Daulaymendapatkan banyak pujian dan penghargaan.         
D.    Metode Pengajaran Pendidikan Islam              
Metode ialah istilah yang digunakan untuk mengungkapkan pengertian ”cara yang paling tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu”.[40]  Sedangkan. Metode pengajaran Agama Islam adalah cara yang paling tepat dan cepat dalam mengajarkan Agama Islam. Kata ”tepat dan cepat” inilah yang Kata ”tepat dan cepat” inilah yang sing diungkapkan dalam ungkapan ”efektif dan efisien”. Kalau begitu metode pengajaran Agama Islam ialah cara yang paling efektif dan efisien dalam mengajarkan Agama Islam.[41]
Dalam hal pengajaran, metode mengajar itu sangat penting untuk dimiliki oleh seorang pendidik, karena dengan metode yang efektif dan tepat maka mata pelajaran yang akan disampaikan itu akan berjalan dengan lancar. Selain itu kelancaran materi ajar tergantung pada bagaimana seorang pendidik menerapkan materinya kepada anak didik serta bagaimana model/ cara memahamkan materi tersebut. Kebanyakan saat pelajaran akan dimulai dari sebagian anak didik ada yang tidak serius, gaduh, ada yang bermain-main dan lain sebagainya. Kadang pada waktu guru datang mengucapkan salam, maka anak didik menjawab dengan bermacam-macam, tetapi jelas di sini menunjukkan tidak adanya suasana belajar yang sungguh-sungguh.
Metode pengajaran dalam pendidikan agama Islam perlu mencakup pembinaan psikomotor, kognitif, afektif dan ketrampilan. Namun dalam bagian afektif inilah yang paling rumit dan sering dikeluhkan oleh para pendidik khususnya materi agama, karena menyangkut pembinaan rasa aman, dan rasa beragama.
Pengajaran yang efektif artinya pengajaran yang dapat dipahami murid secara sempurna. Dalam ilmu pendidikan sering juga dikatakan bahwa pengajaran yang tepat ialah yang berfungsi pada murid. “Berfungsi” artinya menjadi milik murid, pengajaran itu membentuk dan mempengaruhi murid.[42]
Metode pengajara secara umum adalah metode pendidikan yang diterapkan oleh para Nabi dan Rasul dalam Al-Qur’an”[43]. Sedangkan pengertian metode pengajaran secara khusus adalah “metode-metode pengajaran yang dilakukan para Nabi dalam mengajarkan kepada umatnya sesuai dengan kondisi, perkembangan jiwa dan aspek-aspek lainnya, sehingga terdapatlah metode-metode yang saling berkembang dan berbeda sesuai dengan konstek audiensnya”[44].

“Metode pendidikan Islam dalam penerapannya banyak menyangkut wawasan keilmuan yang sumbernya berada di dalam Al-Qur’an dan As-sunnah, oleh karena itu untuk mendalaminya, kita perlu mengungkapkan implikasi-implikasi metode kependidikan yang terdapat dalam Al-Qur’an dan As-sunnah”[45].  Indonesia merupakan negara yang sangat multibudaya, karena terdiri dari       beragam suku, budaya, bahasa, dan agama yang berbeda. Haidar Putra Daulaymengatakan bahwa pengaruh utamaan kualitas pendidikan Islam haruslah juga mencakup peningkatan kualitas guru diberbagai bidang, karena itu, jika kelemahan ini tidak segera diatasi maka pendidikan madrasah tetap marginal, dan karena itu sulit diharapkan dapat mengantarkan anak Bangsa yang belajar di madrasah mencapai mobilitas pendidikan yang kompetitif.
Dan yang paling utama adalah bahwa “proses pendidikan hendaknya bukan hanya merupakan kegiatan pentrasferan pengetahuan, melainkan juga pembentukan watak dan moral, yang berlandaskan nilai-nilai ke Indonesiaan. Metode memiliki sistem tradisional yang umumnya diwarnai dengan peran guru dalam proses pembelajaran termasuk pendidikan agama Islam”[46]. Metode pengajaran dalam  Islam memiliki karakteristik tersendiri “yaitu dengan melakukan pendekatan yang menyeluruh terhadap wujud manusia, sehingga tidak ada yang tertinggal dan terabaikan sedikitpun, baik dari segi jasmani maupun rohani, dari segi kehidupannya secara fisik maupun kehidupannya secara mental, dan segala kegiatannya di bumi ini”[47].
“Dalam pendidikan Islam, metode mempunyai kedudukan penting dalam pencapaian tujuan, karena ia menjadi sarana yang memberi makna pada materi. Tanpa metode, materi pelajaran tidak dapat berproses secara efesien dan efektif untuk mencapai tujuan”[48]. Metode, sangat efektif dalam membina akhlak anak didik, bahkan tidak sekedar itu metode pendidikan Islam memberikan motivasi sehingga memungkinkan umat Islam mampu menerima petunjuk Allah Swt. Metode memiliki sistem tradisional yang umumnya diwarnai dengan peran guru dalam kaitannya dengan tradisi pendidikan, gagasan Haidar Putra Daulay dalam bidang pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia, tidak sama dengan Negara-Negara maju, hal ini jelas bahwa peran pendidikan di Negara-Negara maju lebih terbatas pada trasfer ilmu pengetahuan.
Melihat berbagai problem pendidikan di Indonesia Haidar Putra Daulay mengatakan bahwa “reformasi pendidikan tidak lagi dapat dilakukan secara parsial. Namun, harus dilakukan secara komprehensif dan menyeluruh, baik pada tingkat konsep maupun penyelenggaraan”[49]. Selain itu pemerintah juga harus mampu melakukan affirmative action untuk memastikan berhasilnya reformasi dan reposisi pendidikan nasional. “Dengan melihat penggunaan metode dikalangan pendidikan Islam, dan memperhatikan beberapa implikasi metode yang ada dalam Al-Quran dan Hadis serta tiori mengajar  dari ahli-ahli pendidikan, maka metode-metode yang banyak itu memang dasarnya perlu diperhatikan dalam penyusunan dan penerapannya”[50].
Dalam mengkonseptualisasikan metode tersebut, maka timbul pola pemikiran tentang model-model proses belajar mengajar di mana suatu metode yang diterapkan oleh guru dalam menggerakkan kegiatan belajar mengajar memberi corak hubungan tertentu. Corak hubungan antara pendidikan dan peserta  pendidik, harus mengaju dari sumber ajaran Islam,  penelurusan yang analitis dari dalam kandungan Al-Qur’an dan As-sunnah sebagai sumber  ajaran Islam, menjadi sumber atau landasan paradikmatik dalam pengembangan prinsip-prinsip metode pendidikan Islam.
Pendidikan Islam yaitu suatu proses pembentukan individu berdasarkan ajaran-ajaran Islam yang diwahyukan Allah Swt. kepada Muhammad Saw. Karena pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup dan menyiapkan untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya. Untuk itu metode yang digunakan harus benar-benar sesuai dengan kondisi dalam situasi belajar mengajar. Apabila tepat metode yang digunakan maka tujuan yang ditentukan akan tercapai.



               [1] W.J.S. Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : PN Balai Pustaka,1984), hal. 22.

               [2] Anas Sudjana, Pengantar Administrasi Pendidikan Sebagai suatu Sistem, (Bandung: Rosda Karya, 1997), hal. 33.

               [3] Azyumardi Azra, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002), hal. 22.
              
               [4]Munzir Hitami, Menggagas Kembali Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Infinite Press, 2004), hal. 44.
               [5] Hujair AH Sanaky, Paradigma Pendidikan Islam; Membangun Masyarakat Indonesia, (Yogyakarta: Safiria Insania Press dan MSI, 2003), hal. 22.

               [6] Qodri Azizy, Islam dan Permaslahan Sosial; Mencari Jalan Keluar, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), hal. 17.
               [7] Ibid., hal. 34.
              
               [8] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Persfektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2005), hal. 29.

               [9] Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2004), hal. 55.
              
               [10] Zakiah Daradjad, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hal. 172.

               [11] Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung:  CV. Pustaka Setia , 1998), hal. 44.
[12] Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2000), hal. 8.

[13] Ibid., hal. 5.

[14] Ibid., hal. 9.

[15] Ibid., hal. 10.

[16] Ibid., hal. 11.

[17] Ibid., hal. 12.

[18] Daulay,  Pendidikan Islam..., hal. 10.

[19] Ibid., hal. 57.

[20] Arifuddin, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: GP Press Group, 2008), hal. 45.

[21] Quwaid, dkk., Pemikir Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Pena Citrasatria, 2007), hal. 55.

[22] Ibid., hal. 56.

               [23] Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, Cet.I, (Jakarta: Kencana, 2004), hal. 83.

[24] Arifuddin, Ilmu...,  hal. 36.

[25] Quwaid, Pemikir ...,  hal. 56.

[26] Ibid., hal. 57.

               [27] Daulay, Pendidikan ...., hal. 56.

[28] Ibid., hal. 57.
[29] Ibid., hal. 59.

[30] Ibid., hal. 62 .

[31] Ibid.,  hal. 64.
              
               [32]Ahmad Ali Budiwi, Imbalan dan Hukuman: Pengaruhnya bagi Pendidikan Anak, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), hal. 4.
              
               [33] Ibid., hal. 5.

[34] Daulay, Pendidikan ...., hal. xi.

[35] Ibid., hal. xviii.


[36] Daulay, Pendidikan Islam..., hal. 80.

[37] Ibid., hal. 81.

[38] Daulay, Pendidikan.., hal. 90.

               [39] Haidar Putra Daulay, Pemberdayaan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta. 2009), hal. 55.

               [40]Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Cet. IV, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1998), hal. 9.

               [41] Ibid., hal. 10.

               [42] Ibid. hal.11.

[43] Ibid., hal. 12.

[44] Ibid.,

[45] Arifuddin, Ilmu ..., hal. 102.

[46] Quwaid, Pemikir ..., hal. 64.

[47] Ibid., hal. 53.

[48] Ibid., hal. 54.

[49] Daulay, Pendidikan...,  hal. 79.

[50] Haidar Putra Daulay, Dinamika Pendidikan Islam, (Bandung: Cita Pustaka Media, 2004), hal. 144.

0 Comments