Pendidikan Anak Usia dini


BAB II
PENDIDIKAN ANAK USIA DINI


A.    Pendidikan Ketauhidan

Usia dini merupakan masa yang sangat strategis yang dapat dimainkan orang tua untuk mendidik anak dengan ketauhidan, memperkuat akidahnya kepada Allah SWT. Yang bakal ia lihat sebagai pertolongan terbaik dalam menghadapi realitas yang menyakitkan dan pergulatan kehidupan yang menyesatkan. Akidah tersebut juga akan menyingkirkan beragam penghalang, kesalahan dan ketakutan, memperkuat kepribadiannya dan mempersiapkannya untuk berani berorban, lebih mengutamakan orang lain, dan suka menolong sesama.1
Pendidikan yang toleran memang tidak bisa hanya sebatas diceramahkan, tetapi harus dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari peserta didik di tingkat sekolah, keluarga, maupun masyarakat. Al-Qur'an dan Hadist sebenarnya memberikan pernyataan yang mengarahkan bahwa dalam mendidik orang lain tidak boleh hanya diceramahkan secara lisan, tetapi lebih banyak melalui tahapan refleksi dan aksi. Seperti yang diungkapkan dalam Qur'an Surat Ar-rum ayat: 41- 43:
ظهر الفساد فى البر والبحر بما كسبت أيدي الناس ليذيقهم يعض الذي عملوا لعلهم يرجعون, قل سيروا فى الأرض فانظروا كيف كان عاقبة الذين من قبل كان أكثرهم مشركين, فاقم وجهك للذين القيم من قبل أن يأتى يوم لا مرد له من الله يؤمئذ يصدعون  )الروم:  ٤١   - ٤٣(
Artinya: Telah nampak kerusakan di darat maupun di lautan disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar. Katakanlah Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang dahulu, kebanyakan mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah). Oleh karena itu hadapkanlah wajahmu kepada agama yang lurus (Islam) sebelum datang dari Allah suatu hari yang tak dapat ditolak (kedatangannya) pada hari itu mereka berpisah-pisah.(Qs. Ar-rum: 41- 43 )

Ayat tersebut menunjukkan bahwa dalam Pembelajaran tentang Menghormati Lingkungan Hidup yang lebih mengena adalah mengalami sendiri, tetapi bisa saja melakukan refleksi maupun aksi. Bentuk refleksinya melalui kegiatan perjalanan di muka bumi (field trip atau yang sejenis) dan tahapan aksinya berupa perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang dahulu (Metode yang dipakai bisa metode induktif, deduktif maupun studi kasus). Setelah ada proses refleksi ditutup dengan kesadaran untuk aksi berupa ketundukan hakiki kepada Islam. Spirit ayat ini menunjukkan bahwa metode ceramah perlu dikurangi maupun dihindari, karena Allah dalam Al – qur’an surat Ash Shaaf ayat 2-3 Allah SWT. berfirman:
ياأيهاالذين آمنوا لم تقولون ما لا تفعلون, كبر مقتا عند الله أن تقولوا ما لا تفعلون  )الصف:٣- ٢   (
Artinya: Hai orang-orang beriman mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu lakukan. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan sesuatu tetapi tidak kamu kerjakan. (Qs. Ash Shaaf: 2-3).

Ayat diatas dijelaskan oleh Allah bahwa Pendidikan Tauhid memerlukan proses panjang dengan tahapan aksi, refleksi, aksi. Tahapan aksi pada ayat 258 bahwa dalam pembelajaran Tauhid memerlukan metode dialog, metode pembuktian, dan memerlukan refleksi setelah terjadinya dialog. Ketika refleksi berlangsung ternyata tidak mentauhidkan Allah, itu semua sudah merupakan urusan Allah. Disinilah peran guru sebatas fasilitator bagi peserta didiknya, sehingga guru tidak begitu perlu mengajarkan agama secara dogmatis tetapi yang memberdayakan siswa.
Pendidikan, terutama pcndidikan agama harus ditanamkan sejak dini dalam keluarga. Tugas ibu menjadi amat dominan, mengingat unsur kedckatan secara psikotogis aniara anak dengan ibu menjadi bahan pertimbangan tersendiri- Dengan kondisi seperti ini dapat dinyatakan, bahwa tugas ibu bagi suksesnya program pemerintah dalam menyelenggarakan.
Paparan di atas menunjukkan bahwa Al-Qur'an lebih mementingkan dialog dalam proses pembelajaran, termasuk pembelajaran Tauhid dan menghindari model-model doktrin dan materinya dogmatis. Tawaran yang hampir mirip tetapi lebih mikro dan tepat digunakan di tingkat sekolah dinyatakan Suparno, dkk (2002: 76-89) bahwa pendidikan nilai dan pengajaran agama tidak harus disampaikan dengan pengetahuan saja, melainkan harus dengan hati, melalui pengalaman/ penghayatan nyata melalui program problem solving, reflective/critical thinking, group dynamic, community building, responsibility building, picnic, camping study, retreat/week-end moral, dan live-in dalam kegiatan ko kurikuler dan ekstra kurikuler. Pendidikan yang semacam ini bisa mengarahkan siswa pada pemahaman bahwa "sesuatu yang berbeda, tidak harus dibeda-bedakan", dengan melalui materi pelajaran budi pekerti yang harus berlangsung di dalam seluruh situasi kependidikan yang nyata di setiap program sekolah, melalui karya sastra ataupun materi yang lain. Sedangkan pembelajaran agama lebih menekankan model yang memiliki tujuh tahapan: doa pembukaan/penutup, narasi/kisah, refleksi, pengembangan religiusitas berdasar narasi/kisah, rangkuman danpeneguhan, aksi dan pra-aksi dalam masyarakat, dan terakhir evaluasi: atas materi, aksi, dan pra-aksi untuk tujuan penilaian dan evaluasi atas proses pembelajaran.2
Suatu hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa tauhid merupakan landasan Islam. Apabila seseorang benar tauhidnya, maka dia akan mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat. Sebaliknya, tanpa tauhid dia pasti terjatuh ke dalam kesyirikan dan akan menemui kecelakaan di dunia serta kekekalan di dalam adzab neraka. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam surat An-nisa ayat 48:
إن الله لا يغفر أن يشرك به ويغفر ما دون ذلك لمن يشاء ( النساء: ٤٨(
Artinya:Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan mengampuni yang lebih ringan daripada itu bagi orang-orang yang Allah kehendaki (Qs. An- Nisa: 48)

Oleh karena itu, di dalam Al-Quran pula Allah kisahkan nasehat Luqman kepada anaknya yang tercantum dalam Al-   qur’an surat Lukman ayat 13. yang berbunyi:
يا بنى لا تشرك بالله إن الشرك لظلم عظيم )ٌلقمان: ١٣(
Artinya: Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar.
(Qs. Luqman: 13).

Rasulullah shallAllahu ‘alaihi wasallam sendiri telah memberikan contoh penanaman aqidah yang kokoh ini ketika beliau mengajari anak paman beliau, Abdullah bin Abbas radhiyAllahu ‘anhuma dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam At-Tirmidzi dengan sanad yang hasan. Ibnu Abbas bercerita,
Perkara-perkara yang diajarkan oleh Rasulllah shallAllahu ‘alaihi wasallam kepada Ibnu Abbas di atas adalah perkara tauhid. Termasuk aqidah yang perlu ditanamkan kepada anak sejak dini adalah tentang di mana Allah berada. Ini sangat penting, karena banyak kaum muslimin yang salah dalam perkara ini. Sebagian mengatakan bahwa Allah ada dimana-mana. Sebagian lagi mengatakan bahwa Allah ada di hati kita, dan beragam pendapat lainnya. Padahal dalil-dalil menunjukkan bahwa Allah itu berada di atas arsy, yaitu di atas langit. Dalilnya antara lain yang terdapat dalam surat Thaha ayat 5:
الرحمن على العرش استوى  )   طه :٥)  
Artinya: Ar-Rahman beristiwa di atas ‘Arsy (Qs. Thaha: 5)
Pendidikan sebagai inti dalam kehidupan, tanpa pendidikan potensi yang dimiliki oleh seorang manusia tak akan dapat teroptimalkan dengan baik. Begitu banyak orang tua muslim menaruh perhatian terhadap upaya penjagaan identitas keIslaman anak-anak mereka, lalai akan pentingnya mendidik anak sesuai Al-qur’an dan Sunnah merupakan akar dari segala persoalan. Dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa pendidikan merupakan usaha sadr dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.3
Pernyataan tersebut mengindikasikan perlunya upaya dari orang tua dalam mendidik anak-anaknya agar mampu mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh anak-anaknya. Mendidik anak-anak sesuai Al-qur’an dan Sunnah perlu kerjasama. Kedua orang tua harus meluangkan wktu mereka dan ikut serta secara aktif mengajar anak-anak mereka. Adalah tugas orang tua untuk mengajarkan kepada anak-anak mereka sejak dini mengenai konsep tentang Allah SWT, tentang tauhid (keesaan Allah) dan tentang syirik (menyekutukan Allah).
Jika berbicara tentang pendidikan agama dalam keluarga,maka lentu tidak terlepas dari aspek-aspek pendidikan agama itu sendiri, yaitu aspek akidah, ibadah dan akhlak. Akidah adalah dasar, fondasi untuk mendirikan bangunan. Semakin tinggi bangunan yang akan didirikan, hams semakin kokoh fondasi yang dibuat, kalau fondasinya lemah maka bangunan akan cepat runtuh. Seseorang yang memiliki akidah yang kuat, pasti akan melaksanakan ibadah dengan tertib dan memiliki akhlak yang terlama dialami seseorang adalah tingkungan keluarga. Jika lingkungan keluarganya baik, maka akan tumbuhlah generasi yang baik pula, dan sebaliknya, jika lingkungan keluarga tidak baik, maka akan tumbuh generasi yang tidak baik pula. Dalam kenyataan yang ada, banyak keluarga-keluarga muslim yang gagal dalam mengasuh dan mendidik anak yang menyebabkan anak gagal dalam kehidupannya keiak, bahkan lahir generasi yang kurang memperhatikan ajaran agama. Hal yang demikian terjadi mungkin disebabkan keluarga yang kurang menghayat' tuntunan agama yang berkaitan dengan masalah keluarga dan pendidikan yang dapat dijadikan sebagai pengarah bagi setiap keluarga muslim. Dan sebagai keluarga muslim yang meyakini adanya tuntrnan dari Allah dan Rasul-Nya dalam setiap aspek kehidupan tanpa kecuali tuntunan yang berkaitan dengan pendidikan keluarga.
Selain itu, tauhid uluhiyah sebagai landasan tujuan setiap amal kita, karena Allah SWT-lah yang kita sembah. Contoh-contoh kemusyrikan yang timbul karena pengingkaran atau ketidak fahaman terhadap tauhid rububiyah, mulkiyah dan uluhiyah.
Masa usia dini merupakan masa keemasan (golsen age) bagi perkembangan intelektual seorang manusia. Masa usia dini merupakan fase dasar untuk tumbuhnya kemandirian, belajar untuk berpartisipasi, kreatif, imajinatif dan mampu berinteraksi. Hal ini senada dengan ungkapan bahwa perkembangn intelegensi, kepribadian dan perilaku sosial pada manusia terjadi paling cepat pada usia dini, bahwa separuh dari semua potensi intelektual sudah terjadi pada umur empat tahun. Oleh karena itu, pendidikan dalam keluarga sebagai pendidikan yang pertama dan utama bagi perkembangan seorang anak, sebab keluarga merupakan wahana yang pertama untuk seorang anak dalam memperoleh keyakinan agama, nilai, moral, pengetahuan dan keterampilan, yang dapat dijadikan patokan bagi anak dalam berinteraksi dengan lingkungannya.4
Seorang ibu adalah orang terdekat bagi anaknya dan tiap anak mungkin memiliki gaya belajar berbeda. Meski begitu, tiap anak tetap mampu berprestasi dengan ditunjang sarana belajar yang sesuai kebutuhan. Akan tetapi dalam hal mendidik anak ayah pun memiliki peranan penting dalam menyempurnakan proses pendidikan. Karena orang tua harus berusaha memberikan pendidikan yang layak bagi anak-anaknya, agar kelak ia menjadi makhluk yang paripurna. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim ”Didiklah anak-anakmu, sebab mereka dilahirkan untuk hidup dalam suatu zaman yang berbeda dengan zamanmu.” Lingkungan keluarga yang paling banyak mempengaruhi kondisi psikologis dan spiritual anak. Terdapat beberapa alternatif dalam mengenalkan Islam, baik dengan nyanyian dan cerita. Berikut ini ada beberapa contoh upaya dalam mengenalkan, memahamkan dan memberi nuansa tauhid bagi anak-anak :
1.         Sebelum memulai seluruh aktivitas yang bersentuhan dengan proses pembelajaran usahakan melakukan Kebulatan Tekad Pagi Hari. Hal ini merupakan pengganti salam penghormatan kepada ilmu, biasakan anak membaca kebulatan tekad sebelum pelajaran dimulai : ”Rodhiitu billahi robba wa bil Islami diinaa wabimuhammadin nabiyya wa rosuula” ”Kami rela Allah sebagai Rabb kami, Islam sebagai agama kami, dan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul kami.
2.        Mengenalkan anak bahwa Allah SWT. Maha Pencipta dengan menceritakan menggunakan alat peraga baik gambar atau memperhatikan keadaan di lingkungan sekitar. Dengan materi pembelajaran tentang fakta penciptaan organ tubuh seperti mata, hidung, telinga, dll. Selain itu, makhluk lainnya seperti burung, semut serta bumi tempat manusia tinggal.
3.        Mengenalkan anak bahwa Allah SWT memberikan wahyu melalui perantara Nabi Muhammd Saw berupa Al-Qur’an sebagai pedoman hidup bagi manusia. Dengan amaln tambahan yaitu sunnah Rasul. Jelaskan pada anak bahwa didalam Al-Qur’an terdapat aturan bagi manusia untuk menunaikan ibadah, serta kisah-kisah tentang nabi terdaahulu.
 4.       Mengajarkan anak bahwa tiada Tuhan yang patut disembah kecuali Allah. Dengan tidak mempercayai hal-hal yang bersifat musyrik / menyekutukan Allah SWT dengn benda atau hal lainnya.5
B.    Pendidikan Ibadah

            Menurut Zakiah pembinaan ibadah harus dimulai dan lingkungan keluarga sedini mungkin. Sebab semua pengalaman keagamaan yang diterima di lingkungan keluarga merupakan unsur-unsur positif di dalam pembentukan kepribadiannya yang sedang tumbuh dan berkembang.6 Sebagaimana dijelaskannya: Pembinaan ketaatan beribadah pada anak, juga mulai dari dalam keluarga. Anak yang masih kecil, kegiatan ibadah yang lebih menarik baginya adalah yang mengandung gerak, sedangkan pengertian tentang ajaran agama belum dapat dipahaminya. Karena itu, ajaran agama yang abstrak tidak menarik perhatiamiya. Semua pengalaman keagamaan yang diterima di lingkungan keluarga, merupakan unsur-unsur positif di dalam pembentukan kepribadiannva vang sedang tumbuh dan berkembang.
            Pokok-pokok ibadah yang diwajibkan dalam ajaran Islam adalah dimulai dengan ibadah bersuci (thuhurah\ shalat lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, zakat, dan naik haji yang merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap orang mukmin. Kelima pokok ibadah tersebut mengandung nilai-nilai yang membawa kebaikan bagi yang melaksanakannya maupun terlama dialami seseorang adalah tingkungan keluarga. Jika lingkungan keluarganya baik, maka akan tumbuhlah generasi yang baik pula, dan sebaliknya, jika lingkungan keluarga tidak baik, maka akan tumbuh generasi yang tidak baik pula.
            Dalam kenyataan yang ada, banyak keluarga-keluarga muslim yang gagal dalam mengasuh dan mendidik anak yang menyebabkan anak gagal dalam kehidupannya kelak, bahkan lahir generasi yang kurang memperhatikan ajaran agama. Hal yang demikian terjadi mungkin disebabkan keluarga yang kurang menghayat' tuntunan agama yang berkaitan dengan masalah keluarga dan pendidikan yang dapat dijadikan sebagai pengarah bagi setiap keluarga muslim.        Dan sebagai keluarga muslim yang meyakini adanya tuntrnan dari Allah dan Rasul- Nya dalam setiap aspek kehidupan tanpa kecuali tuntunan yang berkaitan dengan pendidikan keluarga Menurut Zakiah, pengalaman-pengalaman yang dilalui anak ketika kecil, termasuk perilaku orang iua dan sikap mereka terhadap anak mempunyai pengaruh yang besar dalam kehidupan anak nanrinya. Karena kepribadian terbentuk dari pengalaman sejak kecil. Sebagairnana diterangkan Zakiah berikut ini: Pengalaman-pengalaman yang dilalui anak ketika kecil, baik pengalaman pahit ataupun yang menyenangkan, mempunyai pengaruh dalam kehidupan nantinya. Karena kepribadian (kebiasaan, sikap dan pandangan hidup) terbentuk dari pengalaman sejak kecil, terutama pada tahun-tahun pertama kehidupan anak. Pengalaman itu termasuk pendidikan, perlakuan orang tua, sikap orang tua terhadap anak atau sikap orang tua satu sama lain (ayah dan ibu).7
            Mendidik anak – anak untuk beribadah kepada Allah SWT. Sebaiknya dimulai dengan teori praktik secara bersamaan. Hal itu dapat dilakukan langsung dengan memberikan semangat dan dorongan, tanpa menggunakan cara – cara kekerasan ( represif ) , pemaksaan dan otot. Anak sebaiknya tidak terburu – buru dihukum ketika tidak menjalankan sebagian ibadah, karena dia belum terkena perintah untuk menjalankan kewajiban – kewajiban agama. Dia hanya perlu dibiasakan untuk melaksanakan ibadah secara perlahan – lahan sampai ia terbiasa melaksanakannya.
            Pendekatan yang paling efektif untuk membiasakan anak – anak dengan syiar – syiar ibadah, utamanya shalat adalah melalui pendekatan kebiasaan. Dari sekadar kebiasaan, dia akan beralih menuju kecanduan sehingga iapun merasa tidak nyaman jika tidak melakukannya. Demikian juga dengan semua bentuk prilaku Islami, semua etika, dan moralitas Islami. Orang tua muslim mesti membiasakan anak – anaknya untuk melakukan kebiasaan – kebiasaan itu dengan cara meneladani, melatih, mengawasi, dan mengarahkan. Sehingga ketika perkembangan anak – anak telah sempurna maka sempurna pula pembiasaan dirinya terhadap semua kebiasaan Islami tersebut.
            Pembiasaan itu juga tidak terjadi dengan mudah, melainkan membutuhkan usaha keras. Namun ketika setelah terjadi, maka akan menjadi hal yang mudah dan dapat di lakukan dengan sangat ringan, tanpa merasa keberatan apa – apa. Menempa kebiasaan ketika usia dini jauh lebih mudah daripada ketika ia menginjak usia dewasa. Mengingat kemudahan pembentukan itu, Rasulullah SAW. Memerintahkan orang tua muslim untuk membiasakan anak- anaknya dengan ibadah sebelum jatuh masa taklif (terkena kewajiban). Sehingga ketika telah tiba masanya, ibadah pun menjadi rutinitas yang sudah biasa dilakukan.8
Hendaknya sejak usia dini orang tua mengajarkan anak - anaknya bagaimana beribadah dengan benar sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallAllahu ‘alaihi wasallam. Mulai dari tata cara bersuci, shalat, puasa serta beragam ibadah lainnya. Bila mereka telah bisa menjaga ketertiban dalam shalat, maka ajak pula mereka untuk menghadiri shalat berjama’ah di masjid. Dengan melatih mereka dari dini, Insya Allah ketika dewasa, mereka sudah terbiasa dengan ibadah-ibadah tersebut.
C. Pendidikan Akhlak

Anak sejak dini membutuhkan pembinaan moral, sikap dan perilaku agar nantinya tidak terseret arus yang menyesatkan. Memberikan pembinaan akhlak dan berusaha untuk menumbuhkan keinginan untuk melakukan kebajikan dalam hidup seseorang memang diperlukan dalam pendidikan agama, sebab untuk mencapai nilai-nilai kebajikan itu sendiri adalah bagian yang tidak terpisahkan dengan pendidikan akhlak yang kedudukannya sangat mulia bagi umat Islam. Akhlak merupakan cerminan kepribadian, juga merupakan benteng yang dapat menahan masuknya faham-faham atau ajaran-ajaran yang tidak baik dalam kehidupan modern. Terbinanya akhlak merupakan suatu jalan untuk melakukan kebajikan, sehingga menyadari akan kewajibannya.9
Setiap individu mempunyai pendapat dan pandangan yang berbeda-beda tentang suatu hal. Semua kembali kepada bagaimana cara dan dari sudut mana ia menilai. Seseorang dapat menilai dan memberikan pendapat dan pandangan pada hal-hal yang ia ketahui. Begitu pula dengan pendidikan agama, akan tetapi mereka memiliki perbedaan pendapat tentang pendidikan agama, hal itu dapat terlihat dari bagaimana cara tingkah laku dan mendidik keluarga. Sebagian mereka khususnya para orang tua berpendapat bahwa pendidikan agama penting bagi keluarganya. Dan sebagian yang lain berpendapat bahwa pendidikan agama tidak penting bagi keluarganya.
Orang tua yang berpendapat bahwa pendidikan agama penting bagi keluarganya, ia akan bersikap positif terhadap agama. Sikap positif ini akan terlihat dari tingkahlaku sehari-hari, apakah ia mengamalkan ajaran-ajaran agama dan bagaimana ia mendidik keluarganya. Begitu pula sebaliknya orang tua yang berpendapat bahwa pendidikan agama tidak penting bagi keluarganya ia akan bersikap negatif terhadap agama dan cenderung bertingkah laku, berfikir dan cara mendidik keluarganya tidak sesuai dengan syariat agama.
Khuluq dalam bahasa arab artinya adalah adab atau etika yang mengendalikan seseorang dalam bersikap dan bertindak”. Adapun tabiat atau perangai yang memang sudah ada pada masing-masing orang disebut watak, sedangkan akhlak adalah perangai atau sikap yang dapat dibina dan diciptakan dalam diri masing-masing pribadi orang tua sebagai pendidik pertama bagi anak haruslah berusaha keras untuk membimbing dan menjadikan perangai atau sikap yang baik sebagai watak anak-anak mereka. Menurut pendapat para ahli jiwa mengatakan bahwa yang mengendalikan kelakuan tindakan seseorang adalah kepribadiannya.10
Banyak metode yang dilakukan oleh orang tua dalam melaksanakan pembinaan akhlak anak. Pertama-pertama harus dimulai dari orang tua sebagai pendidik ia harus berusaha untuk memberikan contoh yang baik kepada anak, baik dalam perbuatan maupun perkataan. Membiasakan anak untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan syariat agama. Melatih mereka untuk melaksanakan puasa Ramadhan secara bertahap, kemudian orang tua dapat mengajarkan bagaimana bertingkah laku dan berbicara dengan orang yang lebih tua.
Memperhatikan pergaulan anak, karena lingkungan juga dapat mempengaruhi perkembangan akhlak anak. Banyak juga orang tua yang mengalami kesulitan dalam menjalankan pembinaan akhlak anak. Mereka sudah berusaha keras untuk bertingkahlaku dan memberikan contoh yang benar, sesuai dengan norma-norma agama, menyekolahkan ke sekolah-sekolah agama. Namun mereka berakhlak tidak sesuai dengan yang mereka harapkan, bahkan apabila mereka memberikan peringatan atas kesalahan anak-anaknya, si anak akan mengabaikan peringatan tersebut. Namun sebagian orang tua ada yang melalaikan kepentingan pembinaan akhlak ataupun budi pekerti anak-anak mereka, dan menganggap sepele hal tersebut.
D. Pendidikan Keimanan

            Adapun yang dimaksud dengan pendidikan keimanan bagi anak usia dini adalah sinergi berbagai unsure aktivitas pedagogis: pengaitan anak – anak dengan dasar – dasar keimanan , pengakrabanya dengan rukun – rukun Islam, dan pembelajarannya tentang prinsip – prinsip syariat Islam, pendidikan karakter dan insting anak yang tumbuh kembang, pengarahan prilaku mereka sesuai dengan fondasi nilai, prinsip – prinsip dan norma – norma etik yang bersumber dari keimanan yang benar kepada Allah SWT, malaikat – malaikanNya, kitab – kitabNya, Rasul – Rasulnya, hari kiamat, dan qadhaNya yang baik ataupun yang buruk.
            Pendidikan keimanan berarti melindungi aspek keimanan dari segala hal yang bias mengotori keindahannya dan menimbulkan penyakit bagi pemiliknya, sekaligus membangun diri dengan beragam ibadah yang disyariatkan, membersihkannya dari kotoran – kotoran, dan menghiasinya dengan bermacam – macam keutamaan yang beragam.
            Pendidikan keimanan juga dapat diartikan mendidik anak – anak untuk melaksanakan ibadah dengan menyelami spiritnya, dan bukan dengan sekedar formalitas pelaksanaannya semata. Bukan pula dengan menakut – nakuti atau memaksa mereka, melainkan dengan menguatkan perasaan diawasi Allah SWT. Takut dan cinta kepadaNya didalam diri anak sejak usia dini.11
Rumah tangga muslimah yang merupakan lingkup terkecil dari bangunan masyarakat Islam adalah pondasi utama yang sangat menentukan keberhasilan dakwah Islam. Karena dakwah secara langsung maupun tidak langsung dimulai dari lingkup keluarga. Allah berfirman dalam surat At-tahrim ayat 6:
يا أيها الذين آمنوا فقوا أنفسكم وأهليكم نارا وقودها الناس والحجارة عليها ملائكة فلاظ شداد لا يعصون الله ما أمرهم ويفعلون ما يؤمرون ) التحريم:٦(
Artinya: Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu penjaganya malaikat-malaikat yang kasar yang keras yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang dipe-rintahkanNya kepada mereka dan selalu menger-jakan apa yang diperintahkan.( Qs. At – tahrim : 6 )

Menafsirkan firman Allah ‘Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka’ Ali bin Abi Thalib mengatakan ‘Didiklah dan ajarilah mereka lakukan keta’atan kepada Allah jauhi kemaksiatan kepadaNya dan perintahkan keluargamu untuk senantiasa berdzikir niscaya Allah menyelamatkan kalian dari api Neraka’. Seorang ummi muslimah adalah orang yang paling banyak diam di rumah dan bergaul dengan anak-anak mereka. Maka berkaitan dengan tanggung jawab ini seorang ummi muslimah mempunyai peran khusus.
Permasalahannya adalah bagaimana caranya agar seorang ummi benar-benar berfungsi sebagai madrasah bagi anak-anak mereka? Jawabnya tentu dengan mempersiapkan mereka dengan ilmu syar’i yang akan mereka amalkan serta mengajak orang lain untuk mengamalkannya ke-mudian sabar dalam melaksanakannya. Untuk itu tiap ummi muslimah harus mem-persiapkan dirinya dengan sebaik-baiknya terutama dalam memberikan tarbiyah imaniyah kepada anak dan keluarga pada umum-nya. Di antara hal-hal yang harus diperhatikan da-lam kaitannya dengan tarbiyah imaniyah adalah sebagai berikut :
Memilih pasangan hidup sesuai dengan yang dikehendaki Allah. Artinya tanggung jawab ini sudah dimulai ketika seorang muslim/muslimah beranjak membangun kehidupan baru . Rasulullah bersabda artinya “Seorang wanita dinikahi karena empat perkara karena hartanya nasabnya kecantikannya dan karena agamanya. Pilihlah wanita yang taat pada agama engkau akan merugi.”
Sebuah rumah tangga yang dibangun di atas kaidah yang benar dalam memilih pasangan hidup akan membantu terwujudnya kehidupan yang selamat dan bahagia dengan izin Allah SWT. Karena itu raihlah keberuntungan itu dengan menikahi wanita yang baik agamanya. Mengingat Allah dalam tiap keadaan.
Mendo’akan kebaikan untuk anak sebelum mereka dilahirkan. Dan hendaklah beberapa saat setelah kelahiran anak sang ummi mengenalkan kalimat tauhid melalui adzan pada telinga sang bayi. Rasulullah r mencontohkan hal ini
Sehingga kalimat yang mengandung keagungan Allah inilah sebagai hal pertama yang ia dengar. Seorang anak tanpa diperintah ataupun dilarang akan menirukan segala ucapan dan gerakan sang ummi. Seorang anak kadang kita lihat menirukan gerakan orang tuanya dalam shalat duduk ruku’ dan sujud. Juga dia selalu berusaha mengulangi ucapan-ucapan yang ia dengar. Dan ini terjadi di saat usia mereka masih kurang dari tiga tahun maka ummi-lah yang harus pandai-pandai menjadi contoh langsung bagi anak-anak mereka.12
Sebagaimana kita ketahui bahwa tauhid merupakan asas pokok dalam beribadah kepada Allah maka sudah selayaknyalah sedini mungkin kita mengenalkan kepada anak tentang keesaan Allah rububiyah-Nya uluhiyah-Nya serta asma’ dan sifatNya hingga mereka mampu beribadah kepada Allah sesuai dengan syari’at yang dikehen-dakiNya. Misalnya kita jelaskan tentang konsekuensi-konsekuensi tauhid lewat kisah-kisah atau kita berikan contoh-contoh yang bisa membawa anak memikirkan tentang makhluk-makhluk Allah yang menunjukkan keesaanNya. Hal itu misalnya dilaku-kan dengan melihat alam sekitar sehingga secara bertahap akan tumbuh Iman mereka kepada Allah dengan dalil dan petunjuk.
Melatih anak-anak dengan latihan-latihan ibadah seperti shalat shiyam shadaqah serta membiasakan mereka dengan do’a-do’a yang masyru’ dalam tiap keadaan sehing-ga tumbuh iman dan tawakkal mereka kepada Allah. Mengajarkan kepada anak-anak tentang sejarah Nabi untuk diteladani. Ini perkara pen-ting yang harus diketahui tiap muslim. Lalu hendaknya dilanjuntukan dengan sirah para sahabat dan tabi’in. Karena Rasulullah serta para tabi’in adalah teladan setiap muslim.
Memilihkan tempat-tempat dan teman-teman yang membantu mereka memahami dien. Misalkan mengikutsertakan anak dalam ta’lim-ta’lim atau untuk mengha-falkan surah-surah Al-Qur’anul Karim sesuai dengan kemampuan mereka. Dan hendaknya kita menjauhkan anak dari lingkungan orang yang bisa merusak dien serta aqidahnya. Karena itu seorang ummi harus bersungguh-sungguh di dalam mengontrol dan mengawasi pergaulan anak-anak mereka.
Hendaknya pada tiap rumah tersedia perpustakaan yang berisi kitab-kitab yang ber-manfa’at dan menjauhkan anak-anak dari bacaan-bacaan yang bisa merusak aqidah dan akhlak mereka baik berupa televisi majalah-majalah ataupun bacaan-bacaan lain yang penuh penyim-pangan dan kesesatan. Hendaknya disediakan pula untuk mereka kaset-kaset bacaan Al-Quranul Karim atau ceramah-ceramah yang bisa memupuk aqidah dan keimanan sehingga mereka tumbuh menjadi seorang muslim dan muslimah yang ta’at baik dalam ucapan maupun amalan.
Jarang orang menyadari bahwa kunci pendidikan terletak pada pendidikan agama, dan kunci pendidikan agama adalah terletak pada pendidikan agama dalam rumah tangga, kunci pendidikan agama dalam rumah tangga adalah mendidik anak – anak agar menghormati Allah SWT, orang tua, dan guru. Dan kunci itu semua terletak pada pendidikan keimanan.
Iman ialah rasa, bukan pengertian. Iman yang sebenarnya adalah bukan terletak pada mengerti, melainkan pada rasa iman. Tegasnya rasa selalu melihat Allah atau dilihahat allah. Kondisi begini sama sekali tidak bisa diterangkan dan dipahami dengan akal yang ada dikepala melainkan dengan pengetahuan keimanan yang diajarkan oleh orang tua kepada anaknya sejak usia dini. Allah SWT berfirman dalam surat Al-hujurat ayat 14:
قالت الأعراب آمنا قل لم تؤمنوا ولكن قولوا أسلمنا ولما يدخل الإيمان فى قلوبكم وإن تطيعوا الله ورسوله لا يلتكم من أعمالكم شيئا إن الله غفور رحيم ) التحريم:٦(
Artinya: Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu. dan jika kamu ta'at kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu. sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(Qs. Al-hujurat : 14)

Urgensi pendidkan keiman bagi anak usia dini di dasari oleh sejumlah faktor diantaranya :
a.     Kebutuhan anak – anak akan keimanan dan akidah. Sebagaimana halnya fisik yang mesti dipenuhi kebutuhannya dengan makanan,minuman atau lain – lainnya, kebutuhan rohani anak – anak pun mesti dipenuhi. Sebab watak manusia meniscayakan keyakinan ( akidah ). Ketika tidak memperoleh akidah yang benar maka dia akan tunduk kepada akidah yang salah. Karena itulah, diantara bukti manifestasi kasih saying Allah kepada para hambaNya adalah kebijaksanaanNya mengutus para Nabi dan Rasul kepada umatnya untuk membawa kabar gembira sekaligus ancaman, hal ini sesuai dengan firmanNya dalam surat An- nisaa ayat 165:
رسلا مبشرين ومنذرين لئلا يكون على الله حجة بعد الرسل وكان الله عزيزا حكيما )النساء:١٦٥(
Artinya: (Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.( Qs. An – nisa : 165 )

b.     Pendidikan keimanan merupakan implementasi perintah Allah SWT. Yang mengintruksikan pendidikan dan pembinaan anak – anak dengan landasan keimanan, hal ini seuai dengan firmanNya dalam surat At-tahrim ayat 6:
يا ايها الذين آمنوا قوا أنفسكم واهليكم نارا ... ) التحريم:٦(
Artinya: Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka…...( Qs. At – tahrim : 6 )




1 Abdurrahman An-Nahlawi,Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam dalam Keluarga di Sekolah dan Masyarakat, Terj. Herry Noer Ali, ( Bandung: CV. Dipenogoro, 1989).hal.18

               2  Patmonodewo, Soemiarti, Pendidikan Anak Prasekolah, ( Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000 ). hal. 112 - 114,
3 Zulkifli Lubis, Psikologi Perkembangan. (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002 ), hal.54

4 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan (Sebuah Analisa Psikologi dan Pendidikan ) ,( Jakarta: Al-Husna, 1995),hal 19

5 Anwar, Qomari. Pendidikan Sebagai Karakter Budaya Bangsa,( Jakarta: UHAMKA Press, 2003), hal. 27
               6 Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, Cet.XVl (Jakarta: Haji Masagung, 1990), hal.ll.
            7 Zakiah Daradjat, Mengembalikan Ketenangan Orang yang Susah Batnitiya, ( Jakarta: Hidayah I, 2002), hal. 42

               8 Khairiyah Husain Thaha, Konsep Ibu Teladan: Kajian Pendidikan Islam, ( Jakarta: Risalah Gusti, 1992 ).hal. 10

               9 Syaiful Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak Dalam Keluarga,( Jakarta : Rineka Cipta, 2004).hal. 78
10 Zakiah Daradjat, Peranan Agama dan Kesehatan Mental, (Jakarta : Gunung Agung. 1969 ).hal.54

11 Djamari, Pendidikan Moral dan Etika: Harapan dan Kenyataan, ( Bandung: Renika Cipta,1999). Hal. 34


               12 Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat (terj.), Jakarta: Gema Insani Press, 1996), hal. 28

0 Comments