A.
Pengembangan Keilmuan bagi Gender
Dalam deklarasai Hak-hak asasi manusia pasal
26 dinyatakan bahwa :” Setiap orang berhak mendapatkan pengajaran. Pengajaran
harus mempertinggi rasa saling mengerti, saling menerima serta rasa
persahabatan antar semua bangsa, golongan-golongan kebangsaan, serta harus
memajukkan kegiatan PBB dalam memelihara perdamaian dunia. Terkait dengan
deklarasi di atas, sesungguhnya pendidikan bukan hanya dianggap dan dinyatakan
sebagai sebuah unsur utama dalam upaya pencerdasan bangsa melainkan juga
sebagai produk atau konstruksi sosial, maka dengan demikian pendidikan juga
memiliki andil bagi terbentuknya relasi gender di masyarakat.
Pendidikan memang harus menyentuh kebutuhan
dan relavan dengan tuntutan zaman, yaitu kualitas yang memiliki kaimanan dan
hidup dalam ketakwaan yang kokoh, mengenali, menghayati, dan menerapkan akar
budaya bangsa, berwawasan luas dan komprehensif, menguasai ilmu pengetahuan,
dan keterampilan mutakhir, mampu mengantisipasi arah perkembangan, berpikir
secara analitik, terbuka pada hal-hal baru, mandiri, selektif, mempunyai
kepedulian sosial yang tinggi, dan bisa meningkatkan prestasi. Perempuan dalam
pendidikannya juga diarahkan agar mendapatkan kualifikasi tersebut sesuai
dengan taraf kemampuan dan minatnya.[1]
Departemen Pendidikan Nasional berupaya
menjawab isu tersebut melalui perubahan kurikulum dan rupanya telah
terakomodasi dalam kurikulum 2004 tinggal bagaimana mengaplikasikannya dalam
bahan ajar terutama isu gender meskipun pada kenyataannya masih membawa dampak
bias gender dalam masyarakat yang berakibat pada kurang optimalnya sumber daya
manusia yang optimal yang unggul disegala bidang tanpa memandang jenis kelamin.
Dengan demikian, pendidikan seharusnya memberi
mata pelajaran yang sesuai dengan bakat minat setiap individu perempuan, bukan
hanya diarahkan pada pendidikan agama dan ekonomi rumah tangga, melainkan juga
masalah pertanian dan ketrampilan lain. Pendidikan dan bantuan terhadap
perempuan dalam semua bidang tersebut akan menjadikan nilai yang amat besar dan
merupakan langkah awal untuk memperjuangkan persamaan sesungguhnya.[2]
Usaha untuk menghentikan bias gender
terhadap seluruh aspek kehidupan antara lain dengan cara pemenuhan kebutuhan
praktis gender (pratical genderneeds). Kebutuhan ini bersifat jangka pendek dan
mudah dikenali hasilnya. Namun usaha untuk melakukan pembongkaran bias gender
harus dilakukan mulai dari rumah tangga dan pribadi masing-masing hingga sampai
pada kebijakan pemerintah dan negara, tafsir agama bahkan epistimologi ilmu
pengetahuan.
Adapaun
strategi utama menuju kesetaraan gender dalam pendidikan adalah sebagai
berikut:[3]
1. Penyediaan
akses pendidikan yang bermutu terutama pendidikan dasar secara merata bagi anak
laki-laki dan perempuan baik melalui pendidikan persekolahan maupun pendidikan
luar sekolah;
2. Penyediaan akses pendidikan kesetaraan bagi penduduk usia
dewasa yang tidak dapat mengikuti pendidikan persekolahan;
3. Peningkatan penyediaan pelayanan pendidikan keaksaraan
bagi penduduk dewasa terutama perempuan
4. Peningkatan
koordinasi, informasi dan edukasi dalam rangka mengurusutamakan pendidikan
berwawasan gender; dan
Pengembangan kelembagaan institusi pendidikan
baik di tingkat pusat maupun daerah mengenai pendidikan berwawasan gender.
0 Comments
Post a Comment