Pengertian Pendidikan Anak
A. Pengertian
Pendidikan Anak
Pendidikan berasal dari kata didik yang
artinya ”Memelihara, memberi latihan, dan pimpinan, kemudian kata didik itu
mendapat awalan pe- akhiran- an sehingga menjadi pendidikan yang artinya
perbuatan mendidik.”[1] Syaiful Djamarah dalam bukunya “Pola
Komunikasi Orang Tua dan Anak Dalam Keluarga” mengemukakan bahwa ”Pendidikan
adalah usaha-usaha untuk membina pribadi muslim yang terdapat pada pengembangan
dari segi spiritual, jasmani, emosi, intelektual dan sosial.”[2]
Tarbiyah/pendidikan Islam
menurut Prof. Dr. Omar Muhammad Al Toumy Al-Syaibany, diartikan sebagai “usaha
mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya, kehidupan
kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitarnya dengan dilandasi oleh
nilai-nilai Islam”[3].
Dari ungkapan tersebut jelas bahwa pendidikan merupakan rangkaian usaha
membimbing, mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa kemampuan-kemampuan
dasar dan kemampuan belajar, sehingga terjadi perubahan di dalam kehidupan pribadinya,
sebagai makhluk individu dan sosial serta dalam hubungannya dengan alam
sekitar, yang kesemuanya mengacu kepada nilai-nilai Islam.
Menurut
H. M Arifin, pendidikan adalah usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing
dan mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar anak didik baik dalam
bentuk pendidikan formal maupun non formal.”[4] Menurut Ahmad
D. Marimba Pendidikan adalah bimbingan
atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan
rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.”[5] Menurut Soegarda Poerbakawatja pendidikan ialah “semua
perbuatan atau usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya,
pengalamannya, kecakapannya, dan ketrampilannya kepada generasi muda. Sebagai usaha menyiapkan agar dapat
memenuhi fungsi hidupnya baik jasmani maupun rohani.”[6]
Abdullah Nashih Ulwan menjelaskan bahwa:
Anak adalah karunia
Allah yang tidak dapat dinilai dengan apapun. Ia menjadi tempat curahan kasih
sayang orang tua. Namun sejalan dengan bertambahnya usia sang anak, muncul
“agenda persoalan” baru yang tiada kunjung habisnya. Ketika beranjak dewasa
anak dapat menampakkan wajah manis dan santun, penuh berbakti kepada orang tua,
berprestasi di sekolah, bergaul dengan baik dengan lingkungan masyarakatnya,
tapi di lain pihak dapat pula sebaliknya. Perilakunya semakin tidak terkendali,
bentuk kenakalan berubah menjadi kejahatan, dan orangtua pun selalu cemas
memikirkanya.[7]
Lebih lanjut Abdullah Nashih
‘ulwan, menegaskan bahwa:
Hanya ada satu cara
agar anak menjadi permata hati dambaan setiap orangtua, yaitu melalui
pendidikan yang bersumber dari nilai-nilai Islam. Islam telah memberikan
dasar-dasar konsep pendidikan dan pembinaan anak, bahkan sejak masih dalam
kandungan. Jika anak sejak dini telah mendapatkan pendidikan Islam, Insya allah
ia akan tumbuh menjadi insan yang mencintai Allah dan Rasul-nya serta berbakti
kepada orang tuanya. Upaya dalam mendidik anak dalam naungan Islam sering
mengalami kendala. Perlu disadari disini, betapa pun beratnya kendala ini,
hendaknya orang tua bersabar dan menjadikan kendala-kendala tersebut sebagai
tantangan dan ujian.[8]
Dalam mendidik anak setidaknya
ada dua macam tantangan, yang satu bersifat internal dan yang satu lagi
bersifat eksternal. Kedua tantangan ini sangat mempengaruhi perkembangan anak. Sumber
tantangan internal yang utama adalah orang tua itu sendiri. Ketidakcakapan
orang tua dalam mendidik anak atau ketidak harmonisan rumah tangga. “Sunatullah
telah menggariskan, bahwa pengembangan kepribadian anak haruslah berimbang
antara fikriyah (pikiran), ruhiyah (ruh), dan jasadiyahnya
(jasad)”.[9]
Tantangan eksternal pun juga
sangat berpengaruh dan lebih luas lagi cakupannya. Tantangan pertama bersumber
dari lingkungan rumah. Informasi yang yang didapat melalui interaksi dengan
teman bermain dan kawan sebayanya sedikit banyak akan terekam. Lingkungan yang
tidak Islami dapat melunturkan nilai-nilai islami yang telah ditanamkan di
rumah. Yang berikutnya adalah lingkungan sekolah. Bagaimanapun juga guru-guru
sekolah tidak mampu mengawasi anak didiknya setiap saat. Interaksi anak dengan
teman-teman sekolahnya apabila tidak dipantau dari rumah bisa berdampak
negatif. Sehingga memilihkan sekolah yang tepat untuk anak sangatlah penting
demi terjaganya akhlak sang anak. Anak-anak Muslim yang disekolahkan di tempat
yang tidak islami akan mudah tercemar oleh pola fikir dan akhlak yang tidak Islami
sesuai dengan pola pendidikannya, apalagi mereka yang disekolahkan di sekolah Nasrani
sedikit demi sedikit akhlak dan aqidah anak-anak Muslim akan terkikis dan
goyah. Sehingga terbentuklah pribadi-pribadi yang tidak menganal Islam secara
utuh.[10]
Disamping itu peranan
media massa sangat pula berpengaruh. Informasi yang disebarluaskan media massa
baik cetak maupun elektronik memiliki daya tarik yang sangat kuat. Jika orang
tua tidak mengarahkan dan mengawasi dengan baik, maka si anak akan menyerap
semua informasi yang ia dapat, tidak hanya yang baik bahkan yang merusak
akhlak. Meskipun banyak faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan seorang
anak, orang tua tetap memegang peranan yang amat dominan,
[1] Hobby, Kamus Populer, Cet. 17,
(Jakarta: Central, 1997), hal 28.
[2] Syaiful Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua
dan Anak dalam Keluarga, (Jakarta : Rineka Cipta, 2004), hal. 78.
[3]
Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, Cet. 1, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hal. 19.
[4] M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan
Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2006), hal. 12.
[5] Ahmad D. Marimba, Pengantar
Filsafat Pendidikan, (Bandung: Al Ma’arif, 2000), hal.19.
[6] Soegarda
Poerbakawatja, et. al. Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 2008), hal. 257.
[7]
Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatul Aulad fil-Islam, Terj. Khalilullah
Ahmas Masjkur Hakim, Cet. 2, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1992), hal. 5.
[8] Ibid., hal. 7.
[9] Ibid., hal. 8.
[10] Ibid., hal. 10.