Pengertian Prestasi Siswa
BAB II
LANDASAN TEORITIS
1. Pengertian Prestasi Siswa
Dalam bahasa Inggris belajar
diistilahkan dengan education, istilah ini berarti mempelajari,
menggali, membuat, jadi bertambah dalam pemahaman, membesarkan, memproduksi
hasil-hasil yang sudah matang. Pemahaman
yang lebih rinci mengenai belajar harus mengacu kepada substansial
yaitu penerimaan pengetahuan, pengalaman dan kepribadian.[1]
Secara keseluruhan definisi yang
bertemakan belajar itu mengacu kepada
suatu pengertian bahwa yang dimaksud
dengan belajar adalah upaya menerima, memahami, dan bimbingan dari
pendidik yang dilakukan secara sadar dan
terencana agar terbina suatu kepribadian
yang utama sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Tujuan ini secara
herarkhis bersifat ideal bahkan universal. Tujuan tersebut dapat dijabarkan pada tingkat yang lebih rendah lagi, menjadi tujuan yang bercorak nasional, institusional,
terminal, klasikal, perbidang studi, berpokok ajaran, sampai dengan setiap kali
melaksanakan kegiatan belajar mengajar.[2]
Oleh karena itu, jika dikaitkan dengan
prestasi belajar, maka belajar sangat erat kaitan dengan peningkatan prestasi
belajar. Sebab belajar merupakan usaha yang dilakukan oleh siterdidik untuk
meningkatkan prestasi belajarnya. Menurut David Krech, mengemukakan bahwa,
“pretasi adalah suatu proses kognitif yang kompleks dan menghasilkan sesuatu yang
mungkin berbeda dengan kenyataan yang sesungguhnya.[3]
Prestasi itu dapat meningkat
setelah melalui penafsiran yang dirangsang oleh suatu belajar, kemudian
memberikan respon dengan menghubungkan stimulus tersebut pada objek pengetahuan
yang berkaitan. Sehingga individu mengenal dan memberi makna pada pengetahuan
itu. Dengan demikian mereka telah mengambil kesimpulan. Prestasi terjadi karena
kegiatan seleksi, penyusunan dan penafsiran. Penafsiran merupakan masa proses
peningkatan prestasi yang sangat penting. Proses penafsiran ini banyak
dipengaruhi oleh pengalaman motivasi dan pengetahuan.
William James menjelaskan
peningkatan prestasi adalah suatu usaha meningkatkan kemampuan peserta didik
yang dilakukan sendiri secara individu dengan melalui bantuan orang lain. Usaha
tersebut dapat dilakukan dengan cara membaca, melihat dan memahami suatu ilmu
pengetahuan dengan serius.[4]
Dalam meningkat prestasi cenderung menyusun program sepanjang garis
tendensi-tendensi alamiah (hasil dari pengalaman-pengalaman yang telah
dipelajari) tertentu yang ada di otak. Ia menambahkan bahwa cara kita
mengapresiasikan situasi sekarang yang tidak bisa terlepas dari adanya
pengalaman-pengalaman sensoris terdahulu, karena meningkatkan prestasi
merupakan proses pengetahuan, yang didasarkan atas pengalaman-pengalaman masa
lampau.
Dari uraian di
atas dapat disimpulkan bahwa prestasi ialah proses peningkatan pemahaman atau
pemaknaan seseorang terhadap sesuatu objek berdasarkan informasi yang diperoleh
dari inderanya. Informasi yang masuk melalui organ indera terlebih dahulu
diorganisasikan dan diinterpretasikan sebelum dapat mengerti. Hasil pengolahan
otak ini selanjutnya melahirkan peningkatan prestasi dalam kegiatan belajar
siswa.
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi siswa
1. Faktor Intern
Yang dimaksud
dengan faktor intern adalah semua faktor yang sumbernya berasal dari diri
individu yang belajar, baik yang berkenaan jasmani maupun dengan rohani, faktor
intern ini juga terbagi dua, yaitu faktor biologis (faktor yang bersifat
jasmaniah) dan faktor psikologis (faktor yang bersifat rohaniah).
a. Faktor biologis (jasmaniah)
Faktor biologis
yaitu "Faktor yang berasal dari individu itu sendiri yang erat hubungannya
dengan keadaan fisik dan panca indera"[5]. Faktor
biologis ini mempengaruhi kegiatan sekaligus hasil belajar seseorang. Proses
belajar seseorang akan terganggu jika kesehatannya terganggu, selain itu juga
akan cepat lelah, kurang semangat, mudah pusing, ngantuk dan gangguan-gangguan
fungsi alat inderanya.
Sebagaimana
dikemukakan oleh Sumadi Suryabrata bahwa: "Penyakit seperti pilek, batuk,
sakit gigi dan penyakit sejenisnya, itu biasanya diakibatkan karena dipandang
tidak cukup serius untuk mendapatkan perhatian dan pengobatan, akan tetapi
kenyataannya penyakit-penyakit itu sangat mengganggu aktifitas belajar."[6]
Di samping
kondisi fisik (kesehatan), kondisi panca indera yang dapat mempengaruhi
prestasi belajar, karena panca indera itu merupakan pintu masuk yang
mempengaruhi dari luar ke dalam diri individu yang diolah oleh otak untuk
diterima atau ditolaknya.
b. Faktor psikologis (rohaniah)
Faktor psikologis adalah faktor yang
berhubungan dengan rohaniah yaitu "Segala bentuk kemampuan yang berpusat
pada otak dan akal, yang termasuk dalam faktor ini antara lain intelegensi,
minat, bakat, motivasi dan kemampuan kognitif".[7]
Berikut ini akan penulis jelaskan satu persatu tentang masalah tersebut.
a) Intelegensi (kecerdasan)
Intelegensi
adalah "Kemampuan yang dibawa sejak lahir yang memungkinkan seseorang
berbuat dengan cara tertentu."[8]
Pada umumnya
perkembangan intelegensi yang normal selalu menunjukkan kecakapan yang sama
dengan tingkat perkembangan yang sebaya. Adakalanya perkembangan ini ditandai
dengan kemajuan-kemajuan yang berbeda antara anak yang satu dengan anak yang
lain, sehingga seorang anak pada masa tertentu sudah memiliki tingkat
kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kawan sebayanya.
Faktor
kecerdasan sangat penting dalam segala kegiatan yang kita lakukan lebih-lebih
dalam proses belajar di sekolah. Siswa yang cerdas biasanya cepat menanggapi
setiap penjelasan guru, sehingga dia selalu sukses dan kemungkinan akan
mencapai prestasi belajar yang tinggi. Demikian pula dalam hubungan sosialnya,
ia mampu menyesuaikan dirinya dengan keadaan dan situasi yang timbul di
sekelilingnya. Sebaliknya bagi siswa yang kurang cerdas atau bodoh sering
mengalami kesulitan dalam belajar.
b) Minat
Minat adalah "Keinginan atau
kemauan yang ada dalam diri seseorang untuk merasa tertarik pada hal-hal
tertentu atau keinginan untuk mempelajari sesuatu."[9] Minat
merupakan suatu faktor yang mempengaruhi prestasi siswa dalam belajar, dengan
adanya minat maka akan timbul senang, penuh gairah tanpa rasa dipaksakan akan
selalu timbul rasa ingin tahu terhadap pelajaran yang sedang dipelajari.
Bila seorang siswa tidak berminat untuk
belajar, kemungkinan siswa itu tidak dapat diharapkan akan berhasil dengan baik
belajarnya. Dalam proses belajar, seorang guru harus mampu membangkitkan minat
siswa terhadap pelajaran, agar siswa tidak merasa terpaksa mempelajarinya,
apalagi menjadikan pelajaran itu sebagai beban yang harus ia pelajari. Tentang
pengaruh minat ini, The Liang Gie mengatakan: "Seseornag pelajar yang
tidak mempunyai minat untuk mempelajari sesuatu pengetahuan, karena tidak
mengetahui faedahnya, pentingnya hal-hal yang mempersoalkan pada pengetahuan
itu".[10]
Pada umumnya minat siswa terhadap suatu
pelajaran berbeda-beda, ada siswa yang mempunyai minat tinggi, sedang, dan ada
pula yang tidak berminat sama sekali. Sering siswa yang tidak mempunyai tingkat
intelektualitas tinggi kurang berhasil dalam belajarnya tidak diiringi oleh
minat yang tinggi pula, sebaliknya siswa yang mencapai prestasi gemilang
terhadap pelajaran tertentu disebabkan oleh tingginya minat mereka terhadap
pelajaran tersebut. Hal ini ditegaskan oleh Kostor Partowirastro sebagai
berikut: "Minat yang kurang mengakibatkan kurangnya intensitas kegiatan,
kurangnya intensitas kegiatan menimbulkan hasil yang kurang pula. Sebaliknya
hasil yang kurang dapat pula mengakibatkan berkurangnya minat terhadap
pelajaran itu".[11]
Minat siswa terhadap suatu pelajaran
merupakan hal mutlak yang harus dimiliki oleh setiap siswa. Guru adalah orang
yang paling berperan dalam usaha membangkitkan minat siswa, oleh karenanya
keberhasilan seorang guru dalam mengajar dapat diukur dari berhasil tidaknya
guru tersebut membangkitkan minat para siswa sehingga mereka akan belajar
dengan penuh gairah dan semangat, pada akhirnya para siswa akan dapat mencapai
prestasi yang lebih tinggi.
c) Bakat
Bakat adalah "Kecakapan
(potensi-potensi) yang merupakan bawaan sejak lahir yaitu semua sifat-sifat,
ciri-ciri dan kesanggupan-kesanggupan yang dibawa secajk lahir".[12] Bakat
ini memegang peranan penting dalam proses belajar anak, apabila anak belajar
sesuai dengan bakatnya, maka akan mendapatkan prestasi belajar yang baik. Dalam
hal ini Utami Munandar mengemukakan:
"Ketidakmampuan
seorang anak yang berbakat untuk berpotensi disebabkan oleh kondisi-kondisi
tertentu, misalnya taraf sosial ekonomi yang rendah atau tinggal di
daerah-daerah terpencil yang tidak dapat menyediakan fasilitas pendidikan dan
kebudayaan sehingga mempengaruhi prestasi belajar anak".[13]
Seperti halnya
intelegensi, bakat juga mempunyai kualitas tertentu, ada yang tinggi dan ada
pula yang rendah. Pada manusia yang paling normal terdapat sejumlah jenis bakat
khusus yang berbeda-beda kualitasnya.
d) Motivasi
Motivasi adalah "Suatu keadaan
individu yang menyebabkan seseorang melakukan kegiatan tertentu untuk mencapai
tujuan tertentu".[14] Sardiman
A.M. mengemukakan :
”Seseorang
yang belajar tanpa adanya motivasi maka tujuan yang ingin dicapai kemungkinan
besar tidak akan memperoleh hasil yang baik. Motivasi dan belajar adalah dua
hal yang erat kaitannya, adanya motivasi yang baik dalam belajar akan
menunjukkan prestasi yang baik. Intensitas motivasi seseorang akan menentukan
prestasi belajar yang baik".[15]
Dalam proses belajar mengajar motivasi
sangat penting, karena itu sangat diharapkan kepada para guru agar selalu
berusaha untuk dapat membangkitkan motivasi siswa-siswanya. Dengan adanya
motivasi yang kuat maka usaha belajar akan berhasil. Bila ditinjau dari segi
belajar, motivasi dapat digolongkan kepada dua jenis, yaitu:
1) Motivasi intrinsik
Sardiman mengemukakan bahwa:
"Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang aktif dan fungsinya tidak
perlu dirangsang dari luar karena dari dalam sudah ada dorongan untuk melakukan
sesuatu. Sebagai contoh seseorang senang membaca, ia sudah rajin mencari
buku-buku untuk dibaca".[16]
Dari kutipan di atas jelas bahwa
motivasi adalah salah satu faktor pendorong yang datang dari dalam diri siswa
yang dapat mempengaruhi belajarnya.
2) Motivasi ekstrinsik
Sardiman A.M mengatakan "Motivasi
ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif karena adanya perangsang yang kuat.
Sebagai contoh seseorang yang belajar, karena tahu besok paginya akan ujian
dengan harapan untk mendapatkan nilai yang baik sehingga akan mendapatkan
pujian dari teman".[17]
Oleh karena itu motivasi merupakan suatu
faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa, karena adanya dorongan baik
dari dalam maupun dari luar. Tanpa ada motivasi semangat belajar menjadi lebih
kurang sehingga hasilnya kurang memuaskan.
2. Faktor Ekstern
Faktor ekstern ialah "Faktor yang
datang dari luar diri anak, seperti keluarga, sekolah, masyarakat dan
sebagainya".[18]
a. Keluarga
Ibu merupakan anggota keluarga yang
mula-mula paling berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, meskipun pada
akhirnya seluruh anggota keluarga ikut berintegrasi dengan anak. Nasir Budiman
menyebutkan:
"Di lingkungan rumah tangga anak
adalah anggota yang sangat sugestibel, pengaruh orang tua sangat dominan pada
dirinya, terutama pengaruh pada pihak ibunya. Pengaruh tingkah laku ibu sangat
dirasakan oleh anak karena sejak kelahiran sampai ia berpisah dari kedua orang
tuanya. Faktor ibu selalu mempengaruhi kepadanya".[19]
Pengaruh keluarga terhadap anak sudah
ada sejak anak berada dalam kandungan ibu, dalam hal ini ibu mempunyai peranan
utama dalam kehidupan anak. Hal ini sama dengan pendapat A. Muri Yusuf yang
mengatakan bahwa :
"Sejak ibu mengandung telah terjadi
hubungan dengan anaknya, proses pertumbuhan anak dalam kandungan sejak dini
telah ditentukan bagaimana pelayanan ibunya, setelah anak lahir ke dunia maka
yang utama dan pertama ia mengasuh, menyusukan, mengganti pakaian dan
melindungi anak dari penyakit. Keterlibatan ibu yang sangat banyak pada anak
sejak permulaan kehidupan anak menyebabkan ibu sering dikatakan sebagai
pendidik utama dan pertama".[20]
Di samping itu setiap anak dalam keluarga
yang harmonis sangat membutuhkan perhatian dari orang tuanya yakni pemenuhan
dalam kebutuhan hidup. Mustafa Fahmi mengemukakan: "Manusia adalah makhluk
yang mempunyai beberapa kebutuhan hidup, yaitu:
1.
Kebutuhan jasmani: seperti makan, minum dan
sebagainya
2.
Kebutuhan rohani sebagai kebutuhan jiwa yang
dimiliki oleh manusia, seperti kebutuhan akan kasih sayang, kebutuhan akan
pengenalan, kebutuhan akan kekeluargaan kebutuhan akan tanggung jawab dan
kebutuhan akan kependidikan".[21]
Menurut Ki Hajar Dewantara :
"Suasana
kehidupan keluarga merupakan tempat yang sebaik-baiknya melakukan pendidikan
individu maupun sosial. Keluarga merupakan pendidikan yang sempurna sifat dan
wujudnya untuk melangsungkan pendidikan ke arah pembentukan pribadi yang utuh.
Peranan orang tua dalam keluarga sebagai penuntun, pengajar dan sebagai pemberi
contoh".[22]
Suatu keluarga juga dapat memberikan
suasana atau kondisi tertentu bagi keberhasilan anaknya, yaitu keutuhan
keluarga, yang dimaksud keutuhan di sini adalah adanya ayah dan ibu serta
interaksi yang wajar. Apabila tidak ada keharmonisan dalam keluarga maka akan
memberi pengaruh yang kurang baik bagi anak-anaknya.
b. Sekolah
Lingkungan sekolah merupakan pusat
pendidikan yang kedua bagi anak untuk berlangsungnya pendidikan secara formal
yang merupakan kelanjutan dari lingkungan keluarga. Lingkungan sekolah yang
baik akan mendorong anak belajar dengan baik, sedangkan lingkungan sekolah yang
tidak baik dapat menyebabkan anak kurang gairah dalam belajar.
Adapun prestasi belajar yang diperoleh
dipengaruhi oleh faktor yang berhubungan antara satu dengan yang lain dan akan
mempengaruhi proses belajar di antaranya yaitu :
1) Kompetensi profesional guru
Dalam proses belajar mengajar, seorang
guru tidak hanya dituntut mempunyai sejumlah pengetahuan yang akan diajarkan
kepada anak didiknya. Tetapi juga sangat dituntut untuk dapat mendesain program
dan keterampilan mengkomunikasikan program tersebut merupakan modal dasar dalam
kegiatan mengelola interaksi belajar mengajar, kedua macam modal dasar itu akan
tercakup dalam sepuluh kompetensi profesional guru, yaitu :
-
Menguasai bahan bidang studi
-
Mengelola program belajar mengajar
-
Mengelola kelas
-
Menggunakan media dan sumber balajar
-
Menguasai landasan pendidikan
-
Mengelola interaksi belajar mengajar
-
Menilai prestasi anak didik untuk kepentingan
pengajaran
-
Mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan
penyuluhan
-
Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah
-
Memahami prinsip-prinsip dan hasil penelitian
pendidikan guru untuk kepentingan pengajaran[23]
2) Kurikulum sekolah
Setiap kegiatan membutuhkan perencanaan
karena tanpa perencanaan yang baik dan sistematis akan menyebabkan suatu
kegiatan tidak sesuai dengan yang diharapkan bahkan dapat menimbulkan
gejala-gejala lain yang saling bertentangan dan tidak pada tempatnya. Salah
satu kegiatan yang memerlukan perencanaan adalah kegiatan belajar mengajar yang
dimulai dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
Perencanaan dalam kegiatan belajar
mengajar adalah sering disebut kurikulum. Kurikulum adalah pedoman dasar bagi
pengajar (pendidik) untuk mengajar. Menurut S. Nasution: "Kurikulum adalah
suatu rencana yang disusun untuk kelancaran proses belajar mengajar di bawah
bimbingan dan tanggung jawab suatu badan sekolah atau instansi pendidikan
beserta staf pengajarannya".[24]
3) Disiplin sekolah
Sekolah merupakan suatu lembaga
pendidikan formal dan memiliki peraturan-peraturan yang harus dipatuhi oleh
semua anggota seperti siswa, guru dan karyawan lainnya, untuk menanamkan
disiplin yang baik di sekolah maka setiap guru dan karyawan harus mampu
menegakkan disiplin bagi dirinya sendiri, karena guru merupakan contoh teladan
bagi siswa-siswanya. Begitu juga dalam menyajikan materi pelajaran yang
diajarkannya, sehingga siswa tidak bosan.
Kedisiplinan sekolah tidak hanya
menyebabkan para siswa akan rajib belajar di lingkungan sekolah saja, namun
juga akan berpengaruh terhadap kedisiplinan siswa sewaktu belajar di luar
sekolah dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa.
Demikian pula sebaliknya, kedisiplinan
siswa belajar di rumah akan terbiasa pula untuk berdisiplin dalam melakukan
kegiatan belajar di lingkungan sekolah. Winarno Surachmad mengatakan bahwa
"Kehidupan di sekolah merupakan jembatan antara kehidupan masyarakat dan
juga merupakan perwujudan, karena itu tujuan pendidikan keluarga harus sejalan
dengan tujuan hidup yang diinginkan lingkungan keluarga".[25]
c. Masyarakat
Adapun faktor lain yang tidak kalah
pentingnya yang sangat berpengaruh terhadap potensi belajar siswa adalah faktor
masyarakat-masyarakat dalam pengertian luas adalah lingkungan di luar sekolah
dan keluarga. Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat melepaskan dirinya
dari lingkungan, ia harus berhubungan dengan masyarakat.
Agar siswa mendapat pengaru positif
dalam masyarakat terhadap prestasi belajarnya maka ia perlu melibatkan diri
dalam organisasi masyarakat, baik dalam pengajian ayaupun pengurus-pengurus
mesjid maupuyn organisasi-organisasi lainnya yang dapat membawa ke arah
perbaikan, karena kegiatan seperti itu baik untuk perkembangan kepribadiannya. Jadi
perubahan dalam masyarakat selalu menyangkut usaha pendidikan karena disebabkan
oleh faktor lingkungan sekolah, keluarga atau masyarakat yang tidak dapat
dipisahkan. Jika ketiga lingkungan tersebut siswa mendapatkan pendidikan dengan
baik maka ia akan mengalami perubahan yang baik pula.
Dengan demikian fungsi masyarakat
sebagai pusat pendidikan yang sangat tergantung pada masyarakat beserta sumber
belajar yang ada di dalamnya. Adanya kerja sama yang baik maka pendidikan anak
akan berjalan positif dan dapat mencapai hasil sebagaimana yang diharapkan.
C. Upaya-Upaya
dalam Meningkatkan Minat Belajar Siswa
Dalam proses pembelajaran, menuntut kemampuan guru dan
tenaga kependidikan lainnya untuk senantiasa kaya akan inisiatif, kreatif, dan
berkolaborasi agar mampu menantang para siswa berbuat (belajar) lebih optimal.
Perbuatan yang optimal akan terjadi apabila guru mampu memfasilitasi berbagai
sumber belajar yang dapat digunakan siswa. Fasilitas yang dilakukan guru tidak
hanya akan meningkatkan optimalisasi perbuatan belajar siswa, tetapi juga akan
membantu meningkatkan minat siswa dalam belajar. Untuk itu diperlukan berbagai
pengembangan sumber belajar agar secara sinergi mampu mengoptimalkan proses
belajar siswa sekaligus meningkatkan minatnya untuk belajar.[26]
Upaya
guru dalam meningkatkan minat belajar siswa, juga harus memperhatikan tingkat
kematangan siswa dalam belajar. Dimana siswa tersebut bisa dikatakan sebagai
masa remaja yang merupakan masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa. Pada
periode ini anak mencapai kematangan fisik dan diharapkan pula disertai dengan
kematangan emosi dan perkembangan sosialnya. Masa ini berlangsung dari usia
sekitar 12/13 tahun sampai 18-20 tahun yaitu usia sekolah menengah. Karena masa
peralihan maka remaja pada umumnya masih ragu-ragu akan perannya dan
menimbulkan krisis identitas. Remaja sedang mencari ”siapakah saya, apa peran
saya?” Dalam usaha menemukan jati diri yakni mengetahui mengenai
kebutuhan-kebutuhan pribadi serta tujuan yang ingin dicapai dalam hidupnya,
maka pengembangan minat dan bakat remaja menjadi isue yang penting. Dalam
mengembangkan kompetensinya remaja tetap membutuhkan bimbingan dari orang tua
dan lingkungan rumah maupun sekolah.[27]
Setiap
anak memiliki kelebihan dan talenta yang sebagian sudah bisa tampak atau
ditengarai pada usia dini. Namun tidak jarang pula masih ada kemampuan dan
bakat lain yang baru muncul di usia remaja atau bahkan pada periode
perkembangan lebih lanjut. Usia remaja merupakan periode perkembangan dengan
keingin tahuan yang tinggi, khususnya untuk berbagai area yang berkaitan dengan
kehidupan remaja. Hal-hal apa dan dengan siapa remaja bergaul, aktivitas yang
ada dalam lingkup kesibukannya sehari-hari bisa menjadi awal untuk menelusuri
dan mengembangkan berbagai minat yang mungkin pada usia lebih muda belum nampak
atau belum menjadi fokus perhatiannya. Rasa ingin tahu remaja seringkali
diikuti dengan kebutuhan untuk mencoba atau melakukannya. Oleh karenanya dengan
bimbingan guru yang terarah, masa remaja bisa menjadi masa yang menguntungkan
untuk siswa mengembangkan bakat dan kemampuan tertentu dalam meningkatkan minat
belajar siswa. Beberapa hal yang perlu dilakukan oleh guru, orang tua dan
lingkungan dekat siswa untuk mengembangkan minat belajar adalah :
a.
Sejak usia dini cermati berbagai
kelebihan, keterampilan dan kemampuan yang tampak menonjol pada anak.
b.
Bantu anak meyakini dan fokus
pada kelebihan dirinya
c.
Kembangkan konsep diri positif
pada anak.
d.
Perkaya anak dengan berbagai
wawasan, pengetahuan serta pengalaman di berbagai bidang.
e.
Usahakan berbagai cara untuk
meningkatkan minat anak untuk belajar dan menekuni bidang keunggulannya serta
bidang-bidang lain yang berkaitan.
f.
Tingkatkan motivasi anak untuk
mengembangkan dan melatih kemampuannya.
g.
Stimulasi anak untuk meluaskan kemampuannya
dari satu bakat ke bakat yang lain.
h.
Berikan penghargaan dan pujian
untuk setiap usaha yang dilakukan anak
i.
Sediakan dan fasilitasi sarana
bagi pengembangan bakat.
j.
Dukung anak untuk mengatasi
berbagai kesulitan dan hambatan dalam mengembangkan bakatnya
k.
Jalin hubungan baik serta akrab
antara orang tua/guru dengan anak & remaja.[28]
Ada
juga hal-hal lain yang perlu dicermati dalam meningkatkan minat belajar siswa
yaitu:
a.
Mengikuti minat teman
Usia
remaja adalah masa perkembangan yang ditandai dengan solidaritas tinggi
terhadap teman-teman sebayanya. Remaja yang kurang memahami siapa dirinya,
memiliki kebutuhan yang besar untuk berada dan diakui dalam kelompoknya. Hal
ini seringkali membuat remaja mengikuti minat temannya, memilih bidang yang
sebenarnya kurang sesuai dengan bakat serta minat pribadinya. Untuk memilih
bidang-bidang yang akan dikembangkannya, remaja perlu berdiskusi, mencari
masukan dan bertukar pikiran dengan orang tuanya.
b.
Penelusuran minat & bakat
secara dangkal
Memperhatikan
kelebihan dan minat anak membutuhkan usaha yang serius dan berkesinambungan.
Penelusuran dan penjajakan yang dangkal dapat menyesatkan, misalnya, ”Saya
merasa bakat saya di bidang musik karena saya suka sekali mendengar
musik”.”Saya suka traveling dan kelihatannya menyenangkan menjadi pemandu
wisata, bisa jalan-jalan makanya saya akan memilih sekolah pariwisata”, ”Saya
senang masak, lulus SMP saya akan memilih Perhotelan”. Alasan-alasan untuk
memilih studi lanjutan sebagaimana pada contoh tersebut tidak cukup kuat, dan
membutuhkan penelusuran yang lebih jauh, baik untuk bidang studi yang akan
dipilih maupun dari kemampuan, minat serta kepribadian remaja.
Dengan
mengembangkan minat dan bakat serta memberikan bimbingan karir sejak dini,
remaja akan semakin menyadari mengenai apa yang ia suka dan mampu lakukan, dan
akan menjadi lebih jelas pendidikan atau pekerjaan apa yang mungkin akan
ditekuninya disertai dengan pemahaman tentang kekuatan dan kelemahannya,
sehingga ia bisa menentukan pilihan yang tepat dan menyiapkan diri untuk
menggapai impiannya.
D. Pengertian Pendidikan Agama
Islam
Lapangan pendidikan agama identik dengan ruang lingkup
pendidikan Islam, yaitu bukan sekedar proses pengajaran (face to face),
tetapi mencakup segala usaha penanaman
(internalisasi) nilai-nilai Islam ke dalam diri subjek didik. Usaha tersebut
dapat dilaksanakan dengan mempengaruhi, membimbing, melatih, mengarahkan,
membina dan mengembangkan kepribadian subjek didik. “Tujuannya adalah agar
terwujudnya manusia muslim yang berilmu,
beriman dan beramal salih. Usaha-usaha
tersebut dapat dilaksanakan secara langsung ataupun secara tidak langsung”.[29]
Dalam bahasa Arab pendidikan diistilahkan dengan tarbiyah,
istilah ini berarti mengasuh, memelihara, membuat, menjadikan bertambah dalam
pertumbuhan, membesarkan, memproduksi hasil-hasil yang sudah matang. Pemahaman yang lebih
rinci mengenai tarbiyah ini harus mengacu kepada substansial yaitu
pemberian pengetahuan, pengalaman dan kepribadian. Karena itu pendidikan Islam harus dibangun dari perpaduan
istilah 'ilm atau 'allama (ilmu, pengajaran), 'adl
(keadilan), 'amal (tindakan), haqq (kebeenaran atau
ketetapan hubungan dengan
yang benar dan nyata, nuthq
(nalar), nafs (jiwa), qalb (hati), 'aql (pikiran atau
intelek), meratib dan darajat (tatanan hirarkhis), ayat
(tanda-tanda atau simbol), tafsir dan ta'wil (penjelasan
dan penerangan), yang secara keseluruhan terkandung dalam istilah adab.[30]
Secara
keseluruhan definisi yang bertemakan
pendidikan agama itu mengacu kepada suatu pengertian bahwa yang dimaksud dengan pendidikan agama adalah
upaya membimbing, mengarahkan, dan membina peserta didik yang dilakukan secara sadar dan terencana
agar terbina suatu kepribadian yang
utama sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Tujuan ini secara herarkhis
bersifat ideal bahkan universal. Tujuan tersebut dapat dijabarkan pada tingkat yang lebih rendah lagi, menjadi tujuan yang bercorak nasional, institusional,
terminal, klasikan, perbidang studi, berpokok ajaran, sampai dengan setiap kali
melaksanakan kegiatan belajar mengajar.[31]
E. Karakteristik
Pendidikan Agama Islam
Lapangan pendidikan identik dengan ruang lingkup pendidikan,
yaitu bukan sekedar proses pengajaran (face to face), tetapi mencakup
segala usaha penanaman (internalisasi) nilai-nilai Islam ke dalam diri subjek
didik. Usaha tersebut dapat dilaksanakan dengan mempengaruhi, membimbing,
melatih, mengarahkan, membina dan mengembangkan kepribadian subjek didik.
“Tujuannya adalah agar terwujudnya manusia
muslim yang berilmu, beriman dan beramal salih. Usaha-usaha tersebut
dapat dilaksanakan secara
langsung ataupun secara tidak langsung”.[32]
Dasar pendidikan
di Sekolah terdiri dari Al-Qur’an dan Sunnah yang dikembangkan dalam bentuk
ijtihad. Oleh karena itu, penulis menguraikan dasar pendidikan Sekolah menurut
masing-masing katagori, antara lain:
a. Al-Qur’an
Al-Qur'an
ialah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan oleh Jibril kepada Nabi
Muhammad saw. Di dalamnya terkandung ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk
keperluan seluruh aspek kehidupan melalui ijtihad. Ajaran yang terkandung dalam
Al-Qur'an itu terdiri dua prinsip besar, yaitu yang berhubungan dengan masalah
keimanan yang disebut dengan aqidah, yang berhubungan dengan ibadah disebut
syari’ah.
Ajaran-ajaran
yang berhubungan dengan wahyu tidak banyak dibicarakan dalam Al-Qur'an, tidak
sebanyak ajaran yang berkenaan dengan amal perbuatan. Ini menunjukkan bahwa
amal itulah yang paling banyak dilaksanakan, sebab semua amal perbuatan manusia
dalam hubungannya dengan Allah, dengan diri sendiri, dengan manusia sesamanya
(masyarakat), dengan alam dan lingkungannya, dengan makhluk lainnya, termasuk
dalam ruang lingkup amal shaleh (syari’ah). Istilah-istilah yang biasa
digunakan dalam membicarakan ilmu tentang syari’at ini ialah:
1.
Ibadah untuk perbuatan langsung
berhubungan dengan Allah.
2.
Mu’amalah untuk perbuatan yang
berhubungan dengan selain Allah.
3.
Akhlak untuk tindakan yang
menyangkut etika dan budi pekerti manusia, baik pribadi maupun masyarakat.[33]
Di
dalam Al-Qur'an terdapat banyak ajaran yang berisi prinsip-prinsip berkenaan
dengan kegiatan atau usaha pendidikan itu. Sebagai contoh dapat dibaca dalam
kisah Luqman mengajari anaknya dalam surat Luqman ayat 12 sampai 19 sebagai
berikut:
ôs)s9ur
$oY÷s?#uä
z`»yJø)ä9 spyJõ3Ïtø:$#
Èbr& öä3ô©$# ¬!
4 `tBur öà6ô±t
$yJ¯RÎ*sù ãä3ô±o
¾ÏmÅ¡øÿuZÏ9 ( `tBur txÿx.
¨bÎ*sù
©!$#
;ÓÍ_xî
ÓÏJym ÇÊËÈ øÎ)ur tA$s% ß`»yJø)ä9 ¾ÏmÏZö/ew uqèdur
¼çmÝàÏèt ¢Óo_ç6»t w
õ8Îô³è@
«!$$Î/
( cÎ)
x8÷Åe³9$#
íOù=Ýàs9
ÒOÏàtã ÇÊÌÈ $uZø¢¹urur
z`»|¡SM}$#
Ïm÷yÏ9ºuqÎ/ çm÷Fn=uHxq
¼çmBé& $·Z÷dur 4n?tã
9`÷dur
¼çmè=»|ÁÏùur
Îû Èû÷ütB%tæ Èbr& öà6ô©$# Í< y7÷yÏ9ºuqÎ9ur ¥n<Î)
çÅÁyJø9$# ÇÊÍÈ bÎ)ur
#yyg»y_
#n?tã
br& Íô±è@
Î1 $tB }§øs9
y7s9
¾ÏmÎ/ ÖNù=Ïæ
xsù
$yJßg÷èÏÜè? ( $yJßgö6Ïm$|¹ur
Îû $u÷R9$#
$]ùrã÷ètB
( ôìÎ7¨?$#ur
@Î6y ô`tB
z>$tRr& ¥n<Î)
4 ¢OèO
¥n<Î)
öNä3ãèÅ_ötB
Nà6ã¥Îm;tRé'sù
$yJÎ/ óOçFZä. tbqè=yJ÷ès? ÇÊÎÈ ¢Óo_ç6»t
!$pk¨XÎ)
bÎ) à7s?
tA$s)÷WÏB 7p¬6ym
ô`ÏiB 5Ayöyz
`ä3tFsù Îû >ot÷|¹
÷rr& Îû
ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÷rr& Îû
ÇÚöF{$#
ÏNù't
$pkÍ5 ª!$#
4 ¨bÎ)
©!$#
ì#ÏÜs9 ×Î7yz ÇÊÏÈ ¢Óo_ç6»t
ÉOÏ%r& no4qn=¢Á9$#
öãBù&ur
Å$rã÷èyJø9$$Î/ tm÷R$#ur
Ç`tã
Ìs3ZßJø9$# ÷É9ô¹$#ur
4n?tã
!$tB
y7t/$|¹r& ( ¨bÎ)
y7Ï9ºs ô`ÏB
ÇP÷tã
ÍqãBW{$# ÇÊÐÈ wur öÏiè|Áè? £s{
Ĩ$¨Z=Ï9
wur
Ä·ôJs?
Îû ÇÚöF{$#
$·mttB ( ¨bÎ)
©!$#
w
=Ïtä
¨@ä.
5A$tFøèC 9qãsù ÇÊÑÈ ôÅÁø%$#ur Îû Íô±tB
ôÙàÒøî$#ur
`ÏB y7Ï?öq|¹
4 ¨bÎ)
ts3Rr& ÏNºuqô¹F{$# ßNöq|Ás9
ÎÏJptø:$# (لقمان: ١٢-١۹)
Artinya: Dan
sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: "Bersyukurlah
kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya
ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka
sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". Dan (ingatlah) ketika
Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya:
"Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan
(Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman
yang besar". Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua
orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan
kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya
memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu
tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya
di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian
hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang
baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap
apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang
diwajibkan (oleh Allah). Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia
(karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan
diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu.
Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. (Q. S. Luqman: 12-19)
Cerita
ini menggariskan prinsip materi pendidikan dasar yang terdiri dari masalah
iman, akhlak ibadah, sosial dan ilmu pengetahuan. Ayat lain menceritakan tujuan
hidup dan nilai tentang sesuatu kegiatan dan amal saleh. Itu berarti bahwa
kegiatan pendidikan dasar harus mendukung tujuan hidup tersebut. Oleh karena
itu, pendidikan dasar dalam Islam harus mengunakan Al-Qur'an sebagai sumber
utama dalam merumuskan berbagai materi tentang pendidikan.[34]
Dengan kata lain, pendidikan harus berlandaskan ayat-ayat Al-Qur'an yang
penafsirannya dapat dilakukan berdasarkan ijtihad disesuaikan dengan perubahan
dan perkembangan zaman.
b.
Hadits
Imam
mengatakan pengertian hadits adalah:
As-Sunnah
ialah perkataan, perbuatan ataupun pengakuan Rasul Allah SWT. Yang dimaksud
dengan pengakuan ialah kejadian atau perbuatan orang lain yang diketahui
Rasulullah dan beliau membiarkan saja kejadian atau perbuatan itu berjalan.
As-Sunnah merupakan sumber ajaran kedua sesudah Al-Qur'an. Seperti Al-Qur'an,
As-Sunnah juga berisi tentang aqidah dan syari’ah. Sunnah berisi petunjuk (pedoman)
untuk kemaslahatan hidup manusia dalam segala aspeknya, untuk membina umat
menjadi manusia seutuhnya atau muslim yang bertaqwa. Untuk itu, Rasul menjadi
guru dan pendidik utama. Beliau sendiri mendidik, pertama dengan menggunakan
rumah Al-Arqam ibn Abi Al-Arqam, kedua dengan memanfaatkan tawanan perang untuk
mengajar baca tulis, ketiga dengan mengirim para sahabat ke daerah-daerah yang
baru masuk Islam. Semua itu adalah pendidikan dalam rangka pembentukan manusia
muslim dan masyarakat Islam.
Dalam sebuah hadits Rasulullah saw. dijelaskan
tentang anjuran menuntut ilmu sebagai berikut:
عن أبى هريرة قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: أطلب علم من المهد الى اللحد
(رواه ابو داود) [35]
Artinya: Hadits dari Abu Hurairah ra, bersabda Rasulullah saw
“tuntutlah ilmu mulai dari ayunan sampai ke liang lahat”. (H. R. Abu Daud)
Oleh
karena itu, Sunnah merupakan landasan kedua bagi cara pembinaan pribadi manusia
muslim. Sunnah selalu membuka kemungkinan penafsiran berkembang. Itulah
sebabnya, mengapa ijtihad perlu ditingkatkan dalam memahaminya termasuk sunnah
yang berkaitan dengan pendidikan dasar.
Pendidikan
agama Islam mempunyai materi-materi tersendiri, materi dimaksud adalah bahan
yang disampaikan kepada siswa menyangkut materi keislaman. Materi-materi
tersebut meliputi: Aqidah, Ibadah, Akhlak dan Mua’malah.
a. Akidah
Pendidikan
akidah merupakan pendidikan langkah awal yang ditanamkan sejak anak masih
kecil, karena akidah merupakan ajaran dasar dalam pendidikan Islam sebagai
dasar untuk menegakkan ajaran Islam, sebagaimana didalam al-Quran Allah
menerangkan cara Luqman mengajarkan anaknya, terutama masalah akidah, firman
Allah Swt.
øÎ)ur
tA$s% ß`»yJø)ä9 ¾ÏmÏZö/ew uqèdur
¼çmÝàÏèt ¢Óo_ç6»t w
õ8Îô³è@
«!$$Î/
( cÎ)
x8÷Åe³9$#
íOù=Ýàs9
ÒOÏàtã )لقمن:١٣)
Artinya:
Dan ingatlah
ketika Luqman berkata kepada anaknya, diwaktu ia memberi pelajaran kepadanya:
“Hai Anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan
Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar”. (Luqman: 13).
Pendidikan
pertama dan utama yang harus dilakukan adalah pembentukan keyakinan kepada
Allah. Dengan pendidikan tersebut diharapkan dapat melandasi sikap, tingkah
laku, dan kepribadian anak didik dalam kehidupan sehari-hari sehingga dalam
melaksanakan segala hal, ia tidak akan terjerumus kedalam hal-hal yang dapat
menyekutukan Allah.
Keyakinan
adanya Tuhan, malaikat, kitab-kitab, hari kiamat, para Rasul, qadha dan qadar
merupakan pembinaan yang harus ditanamkan pada setiap anak, agar hal-hal yang
tidak diinginkan terjadi pada mereka, bahkan mereka tidak akan tersesat dalam
kehidupan dunia dan akhirat.
b. Ibadah
Ibadah secara
awam diartikan sesembahan.[36]
Secara luas ibadah dapat diartikan sebagai perbuatan untuk menyatakan bakti
kepada Allah Swt atau menunaikan segala kewajiban yang diperintahkan Allah Swt
maupun yang dianjurkan Nabi Saw. Perintah pertama adalah ta’abut
(memperhambakan) diri kepadaNya. Perintah ini biasa dijalankan oleh hambaNya,
dengan melaksanakan ibadah wajib seperti shalat, puasa, zakat, haji dan lain-lain.
Segala hal kebaikan yang berhubungan dengan manusia juga merupakan salah satu
cabang dari ibadah, yang perlu dilakukan oleh setiap manusia, seperti
menyerukan berbuat baik dan mencegah dari perbuatan-perbuatan yang mungkar
serta menanamkan sifat-sifat yang terpuji dalam dirinya, juga merupakan salah
satu kewajiban manusia sebagai makhluk Allah Swt.
Perlunya
pendidikan ini pada setiap anak ialah untuk membina jiwa mereka menjadi jiwa
yang bersih dan terhindar dari perbuatan yang keji, sehingga dapat
menyelamatkan dirinya dalam kehidupan dunia dan akhirat.
- Akhlak
Akhlak adalah
nilai kepribadian yang tertanam didalam jiwa seseorang untuk mendorong
bertingkah laku yang baik, karena nilai dan kehormatan terletak pada akhlak
yang mulia dan budinya yang tinggi. Akhlak juga merupakan tabiat dari seseorang
yang dapat mempengaruhi segenap
perkataan dan perbuatan dalam menjalani hidup.
Pendidikan
akhlak ini sangat perlu bagi setiap individu, sebab akhlak merupakan cerminan
dari sikap seseorang yang menggambarkan kepribadiannya ketika berinteraksi
dalam keluarga dan masyarakat luas. Sejalan dengan pentingnya penyampaian
materi akhlak ini, Rasulullah Saw juga diutus kedunia ini untuk menyempunakan
akhlak manusia, sebagaimana diterangkan dalam salah satu hadits Nabi sebagai
berikut:
عن ابى هر يرة رضي الله عنه قال : قال رسول
الله صل الله عليه وسلّم : انّما بعثت لإتمم مكا رم الاخلاق ( رواه البيهقى )[37]
Artinya:
Dari Abu
Hurairah ra berkata: Bersabda Rasulullah Saw :
Sesungguhnya aku diutus kedunia ini, hanyalah untuk menyempurnakan akhlak
manusia (H.R. Baihaqi).
Dari hadits
diatas dapat dipahami bahwa tugas Rasulullah
Saw, selain mengajak manusia untuk menyembah Allah, juga diutus untuk
menyempurnakan akhlak manusia, berakhlak yang mulia merupakan modal bagi setiap
orang dalam menghadapi pergaulan antara sesamanya.
Akhlak
termasuk diantara makna yang terpenting dalam hidup ini. Tingkatnya berada
setelah keyakinan dan keimanan. Dalam akhlak mengandung juga nilai ibadah
kepada Allah Swt. Apabila beriman kepada Allah dan beribadat kepadaNya berkaitan
erat hubungan antara hamba dan TuhanNya. Maka akhlak berkaitan erat dengan
hubungan muamalah manusia dengan orang-orang lainya, baik secara individu
maupun kolektif, tetapi perlu diingat bahwa akhlak tidak terbatas pada
penyusunan hubungan antara manusia dengan manusia lainya, tetapi mengatur
hubungan manusia dengan segala yang terdapat dalam wujud kehidupan ini, malah
melampaui itu, yaitu mengatur hubungan antara hamba dengan TuhanNya.[38]
Akhlak tidak
hanya mengatur tata cara hubungan antara sesama manusia, tetapi juga mengatur
hubungan sekitar, baik itu terhadap hewan ataupun tumbuhan dan segala makhluk
hidup lainya, dan juga akhlak mengatur hubungan antara manusia dengan sang
pencipta.
- Mu'amalah
Mu’amalah
adalah aturan yang mengatur hubungan antara manusia dengan manusia dalam
pergaulan hidup didunia. Hubungan antara sesama manusia dalam pergaulan dunia
senantiasa mengalami perkembangan dan perubahan sesuai dengan kemajuan dan
kehidupan manusia, oleh karena itu aturan Allah yang terdapat dalam al-Qur’an tidak mungkin menjangkau
seluruh pergaulan yang berubah itu. itulah sebabnya ayat-ayat al-Qur’an yang
berkaitan dengan hal yang bersifat prinsip dalam mu’amalah tersaji dalam bentuk
umum yang mengatur secara garis besar, aturan yang lebih khusus datang dari
hadits Nabi. Kebanyakan hadist Nabi yang mengatur persoalan mua’malah ini
menyerap dari mua’malah yang berlaku sebelum Islam datang dengan melalui suatu
seleksi menurut prinsip yang telah ditetapkan dalam al-Qu’ran.[39]
Dalam
kehidupan ini, harta merupakan bagian mua’malah yang sangat penting, oleh sebab
itu Islam mengatur cara dalam memperoleh harta dengan baik yaitu harta yang
diperoleh dengan jalan halal dan melarang memperoleh harta dengan jalan yang
batil. Mua’malah dalam bentuk transaksi dalam mencari harta yang ada dalam
agama Islam dengan ketentuan dan aturan yang benar sesuai dengan petunjuk
al-Qur’an dan hadist Nabi. Sebagai contoh, bentuk-bentuk transaksi dalam Islam
diantaranya jual-beli, a’riyah (pinjaman), utang-piutang, agunan, sewa, waqaf,
dan wasiat.
Agama Islam
juga mengatur hubungan manusia dengan manusia (Mua’malah) dalam mencari nafkah
dengan jalan kerja sama dalam berusaha untuk mendapatkan keuntungan atau
sesuatu bentuk tolong menolong yang disuruh dalam agama selama kerja sama itu
tidak dalam bentuk dosa dan permusuhan, kerjasama ini dapat berlaku dalam usaha
pertanian, perkebunan, perternakan dan industri, seperti: muzara’ah, musaqah, mudharabah,
syirkat ‘inan, syirkah mufawadhah, syirkat usaha dan serikat wibawa.
Selain mua’malah
dalam bentuk harta Islam juga mengatur mua’malah-mua’malah dalam bentuk lain
seperti hubungan dalam keluarga, masyarakat, agama dan juga hubungan sosial
lain. Hubungan antara sesama manusia diatur dalam al-Qur’an karena manusia itu
mahkluk sosial yang bisa menimbulkan persengketaan sesamanya dan
ketidakstabilan dalam pergaulan hidup antara sesamanya, sehingga dengan adanya
aturan mua’malah dalam Islam dapat dijadikan mu’amalah yang bernilai ibadah.
Dengan adanya
aturan dalam al-Quran dan hadits, maka menjadi pegangan bagi manusia dalam
berhubungan baik antara sesamanya sehingga dapat tercipta keharmonisan dan
kekompakan dalam kehidupan demi mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
F. Kedudukan Guru dalam Peningkatan Prestasi
Guru tidak hanya
berfungsi sebagai pendidik dan pengajar yang mentransfer ilmu pengetahuan
kepada anak didik, tetapi juga dituntut mampu memberi contoh teladan yang baik
dalam segala segi kehidupan sebagai upaya dalam menanamkan sikap, nilai dan
minat belajar kepada para siswa, guru pula harus dapat mengatur suasana belajar
dengan harapan adanya peningkatan prestasi belajar bagi anak didiknya.
Posisi guru ini
menghendaki guru memilih kesanggupan mengolah kelas, melakukan hubungan sosial
dengan siswa, memahami individu-individu siswa dan memberikan bimbingan
belajar.[40]
Sebagai seorang
guru hendaknya mampu memimpin kegiatan belajar yang efektof dan efesien sebagai
hasil yang optimal, guna memudahkan pencapaian tujuan pengajaran. Dengan
demikian jelas bahwa, fungsi guru sebagai pengelola kelas mempunyai tanggung
jawab penuh terhadap kelancaran proses kegiatan belajar mengajar sesuai dengan
prosedur yang berlaku, guna mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan.
Sesuai dengan
tuntutan masyarakat yang semakin berkembang, guru harus mampu berperan ganda
sebagai pembimbing, demonstrator, mediator, fasilitator, motivator dan sebagai
evaluator.
a. Guru sebagai Pembimbing
Seorang guru
yang menjadi pengajar dan pendidik berarti sekaligus menjadi pembimbing karena
dalam proses kegiatan mengajar, mendidik dan membimbing merupakan serangkaian
yang tidak bisa dipisahkan. Dalam proses belajar mengajar kegiatan di atas
harus dilakukan secara terpadu dan integral, "Bimbingan adalah segala
kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka memberikan bantuan kepada
orang lain yang mengalami kesulitan, agar orang tersebut mampu mengatasinya
sendiri dengan penuh kesadaran".[41]
Berdasarkan
kutipan di atas, bimbingan dapat diartikan sebagai kegiatan menuntun siswa
dalam perkembangannya dengan jalan memberikan dukungan dan arahan yang sesuai
dengan pendidikan.
Guru harus
membimbing dan menuntun siswa dengan kaidah-kaidah yang baik serta mengarahkan
perkembangannya sesuai dengan yang di cita-citakan. Guru ikut memecahkan
kesulitan-kesulitan/problem yang dihadapi oleh siswa dalam proses belajar
mengajar sehingga dapat meningkatkan prestasi yang lebih baik bagi siswa.
b.
Guru sebagai
Demonstrator
Guru harus
mempunyai kemampuan untuk menjelaskan dan menguasai materi pelajaran yang akan
disampaikan kepada para siswa, agar materi pelajaran yang akan disampaikan itu
dapat mudah diterima oleh anak didik. Amien Fenbau menjelaskan sebagai berikut
:
"Guru
dituntut mampu menguasai semua bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkan
kepada anak didik (siswa) serta harus mampu menggunakan lingkungan alam dan
masyarakat sebagai sumber pendidikan. Karenanya guru sangat dituntut
mempelajari/mengikuti perkembangan yang terjadi dalam masyarakat, sehingga
mampu menyesuaikan dengan kegiatan pelajaran yang dipimpinnya".[42]
Dalam kaitan ini
Sardiman A.M., juga mengemukakan :
"Guru
sebagai lembaga profesional, di samping memakai hal-hal yang bersifat filosofis
dan konseptual, harus juga mengetahui dan melaksanakan hal-hal yang bersifat
teknis. Terutama kegiatan mengelola interaksi lima modal dasar, yaitu kemampuan
mendesaign program keterampilan, mengkomunikasikan program itu kepada anak didik".[43]
Oleh karena itu,
guru harus mampu menguasai segala yang telah direncanakan dengan cara yang
baik, agar siswa dapat menerima materi pelajaran semaksimal mungkin sehingga
hasil belajarnya semakin tinggi.
c. Guru sebagai Mediator
Untuk mencapai
efektifitas pengajaran, maka setiap kegiatan belajar guru harus menggunakan
peralatan (media) secara maksimal. Sebagai mediator guru hendaknya memiliki
pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan, karena media
pendidikan merupakan alat komunikasi yang mengefektifitaskan proses belajar
mengajar. Dalam hal ini M. Uzer Usman mengmukakan :
”Guru tidak cukup hanya memiliki pengetahuan
tentang pendidikan, tetapi juga memiliki keterampilan memilih dan menggunakan
media dengan baik, sesuai dengan metode, materi dan kemampuan siswa. Guru harus
mampu berhadapan dengan siswa dengan cara yang baik, sehingga disenangi oleh
siswa dan benar-benar menjadi contoh yang baik bagi anak didik.[44]
Dengan demikian,
guru harus mampu memperlihatkan sikap, kepribadian termasuk juga sikap
berpakaian sebagai contoh yang baik. Dalam hal ini al-Ghazali yang dikutip M.
Arifin:
"Para guru harus memiliki adab yang baik agar
menjadi teladan bagi anak didik untuk mengikutinya, karena perhatian murid
selalu tertuju kepada guru dan telinga mereka selalu mendengarnya, maka bila
dianggap baik berarti baik pula di sisi mereka, dan apa yang dianggap jelek,
berarti jelek pula pada mereka".[45]
Informasi yang
diberikan melalui pengajaran yang dipadu dengan keadaan yang ada pada diri guru
(kepribadian guru) akan menjadi pedoman yang sangat berharga bagi siswa dalam
upaya mencapai keberhasilan dalam kemajuan pendidikan.
d. Guru sebagai Fasilitator
Sebagai seorang
fasilitator, seorang guru harus mampu menyediakan berbagai fasilitas yang
dibutuhkan anak didik, agar materi pelajaran yang disampaikan dan memadukannya
antara teori dan praktek diharapkan anak didik dapat dengan cepat memahaminya.
Menurut M.
Arifin, "Guru sebagai fasilitator belajar, artinya dapat memberikan
kemudahan bagi siswa dalam melakukan kegiatan belajar. Kemudahan tersebut dapat
dinyatakan dalam berbagai bentuk, antara lain menyediakan sumber dan alat-alat
belajar seperti buku paket yang diperlukan, alat peraga dan belajar
lainnya".[46] Selain
itu dapat juga dengan mengusahakan waktu belajar yang efektif memberikan
bantuan kepada siswa yang membutuhkan, membantu memecahkan masalah yang
dihadapi siswa.
Guru merupakan
tempat yang paling ideal bagi siswa untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang
jelas dan mendasar melalui kegiatan belajar mengajar. Dalam kegiatan belajar
mengajar guru tersebut menyediakan berbagai fasilitator seperti: media, alat
peraga termasuk menunjuk dan menentukan berbagai jalan untuk mendapatkan
fasilitas tertentu dalam menunjang program belajar siswa. Guru sebagai
fasilitator turut mempengaruhi tingkat prestasi yang dicapai siswa.[47]
e. Guru sebagai Fasilitator
Guru hendaknya
dapat memberikan dorongan kepada siswa agar bergairah/bersemangat dan aktif
dalam proses belajar. Dalam upaya memberikan motivasi, guru dapat menganalisis
motif-motif yang melatarbelakangi siswa yang kurang untuk belajar. Kedudukan
guru sebagai motivator adalah melaksanakan pengajaran dengan memberikan
motivasi kepada siswa agar lebih aktif dalam kegiatan belajar, sehingga
diharapkan tujuan dapat dicapai.[48]
Motivasi dapat
efektif bila dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan siswa, juga memberikan
semangat kepada para siswa untuk lebih aktif dalam belajar. Guru sebagai motivator
sangat penting dalam interaksi edukatif, karena menyangkut esensi pekerjaan
mendidik yang membutuhkan kemahiran sosial, dan menyangkut profesionalismenya
dalam personalisasi dan sosialisasi diri.
f. Guru sebagai Evaluator
Kedudukan guru
sebagai evaluator, yaitu mengadakan penelitian terhadap kegiatan belajar yang
dilaksanakan. Guru mengetahui hasil dari kegiatan mengajar tersebut, sekaligus
dapat mengadakan usaha perbaikan seperlunya. Menurut M. Uzer Usman menjelaskan
hal ini sebagai berikut :
"Penilaian perlu dilakukan, karena guru dapat
mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, kepuasan siswa terhadap pelajaran
serta ketetapan atau keaktifan metode pengajaran. Tujuan lain adalah untuk
mengetahui kedudukan siswa dalam kelas atau kelompok. Dengan penilaian guru
dapat menetapkan apakah siswa itu termasuk ke dalam kelompok pandai, sedang,
kurang atau cukup baik di kelasnya".[49]
Berdasarkan hal
tersebut di atas, akan mempermudah perhatian guru untuk melakukan evaluasi yang
baik terhadap prestasi belajar siswa. Setelah proses belajar dan mengajar itu
berlangsung maka guru akan melaksanakan tugas yang terakhir, yaitu evaluasi
terhadap hahsil dari proses belajar mengajar yang telah dilakukan, baik oleh
guru sebagai pendidik maupun siswa sebagai anak didik.
[1]Khursyid Ahmad, Prinsip-prinsip Belajar Mengajar,
terj. A.S Robith (Surabaya: Pustaka Progresif, 1992), hal. 14.
[2]Abudin Nata, Ilmu Pendidikan,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000),
hal. 292.
[3]Yahya, dkk, Bagaimana Meningkatkan
Prestasi Siswa, (Jakarta: Bina Aksara, 1995), hal. 1
[4]Widayatun, Metode Meningkatkan Prestasi
Anak, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999),
hal. 110.
[5]Saiful Bahri, Perbandingan Prestasi
Belajar Siswa yang Berasal dari SMP dan MTsN dalam Bidang Studi Matematika pada
MAN Idi Rayeuk Aceh Timur, (Banda Aceh: IAIN Ar-Raniry, 2003), hal. 20.
[6]Sumadi Suryabrata, Psikologi
Pendidikan, (Jakarta: Rajawali, 1972), hal. 252.
[7]Saiful Bahri, Perbandingan …, hal. 22.
[8]M. Ngalim Poerwanto, Psikologi
Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1987), hal. 547.
[9]W.S. Winkel, Psikologi Pendidikan dan
Evaluasi Belajar, (Jakarta: Gramedia, 1986), hal. 30.
[10]The Liang Gie, Cara Belajar yang
Efesien, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1983), hal. 13.
[11]Kostro Partowirastro, Diagnosa dan
Pemecahan Kesulitan Belajar, Jil. 2, (Jakarta: Erlangga, 1984), hal. 34.
[12]M. Ngalim Poerwanto, Psikologi…, hal.
547.
[13]Utami Munandar, Mengembangkan Bakat dan
Keaktifan Anak, (Jakarta: Gramedia, 1985), hal. 54.
[14]Sumadi Suryabrata, Pendidikan…, hal. 66.
[15]Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Pedoman
Bagi Guru dan Calon Guru, (Jakarta: Rajawali, 1985), hal. 85.
[16]Ibid., hal. 73.
[17]Ibid.,hal. 71.
[18]Rosyitah N.K, dan Farida Poernomo, Teori-teori Belajar, (Jakarta:
Naslo, 1978), hal. 8.
[19]M. Nasir Budiman, Pendidikan dalam Perspektif Islam Al-Qur'an, (Jakarta:
Madani Press, 2001), hal. 58.
[20]A. Muri Yusuf, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Choli
Indonesia, 1982), hal. 26-27.
[21]Mustafa Fahmi, Kesehatan Jiwa dalam Keluarga dan Masyarakat, Jil.
I, (Jakarta: Bulan Bintang,
1977), hal. 74.
[22]Umar Tirta Raharja, Pengantar
Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal. 31.
[23]Sardiman A.M, Interaksi…, (Jakarta:
Rajawali, 1992), hal. 162.
[24]S. Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, (Bandung:
Bumi Aksara, 1989), hal. 5.
[25]Winarno Surachmad, Pengantar Metodologi Ilmiah, (Bandung:
Tarsito, 1978), hal. 18.
[26]H. Ase S.
Muchyidin,”Pengembangan
Sumber Belajar dan Upaya-upaya Peningkatan Minat Belajar Siswa”,t.t.
[27]Dryen, Gordon. dan Vos, Jeannette, Revolusi
Cara Belajar (The Learning Revolution) Belajar akan Efektif Kalau dalam Keadaan
“Fun”. Bagian II:
sekolah masa depan.(Bandung:
Kifa PT. Mizan Pustaka, 1999),hal 3
[28]Emilia Naland, M.Si,“Mengembangkan Minat dan
Bakat Remaja” National Counseling Workshop LK3, Jakarta, 2007, hal. 3.
[29]M. Nasir Budiman, Pendidikan Dalam Persepektif Al-Qur'an,
(Jakarta: Madani Press, 2001), hal. 1.
[30]Khursyid Ahmad, Prinsip-prinsip Pendidikan Islam,
terj. A.S Robith (Surabaya: Pustaka Progresif, 1992), hal. 14.
[31]Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2000), hal. 292.
[32]M. Nasir Budiman, Pendidikan
Dalam …, hal. 1.
[33]Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. V, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2004), hal. 20.
[34]Ibid., hal. 20.
[35]Abu Daud, Sunan Abu Daud, (Beirut Libanon: Dar al-Fikr,
t.t.), hal. 173.
[36]Zuhairini, Dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bina
Aksara, 1992), hal. 158.
[37]al-Baihaqy, Sunan Kubra, Jilid.10, (Beirut : Darul Fikri), hal. 192.
[38]Zuhairini, Dkk, Filsafat…………,hal. 156.
[39]Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta : Pranada Media,2003), hal. 176.
[40]Amien Fenbau, Supervisi dan Perbaikan
Pengajaran di Sekolah, (Bandung: IKIP, 1981), hal. 34.
[41]Soetjipto dan Raflis Kokasih, Profesi
Keguruan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal. 109.
[42]Amien Fenbau, Supervisi…, hal. 16.
[43]Sardiman A.M, Interaksi…, hal. 161.
[44]Mohd. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung:
Remaja Rosda Karya, 1990), hal. 27.
[45]Ibid., hal. 110.
[46]Ibid., hal. 33.
[47]Soetjipto dan Raflis Kokasih, Profesi…, hal. 109.
[48]M. Arifin, Hubungan…, hal. 101.
[49]Mohd. Uzer Usman, Menjadi…, hal.
34.