A. Pentingnya
Pendidikan Islam dalam Pendidikan Keluarga
Lembaga keluarga merupakan pendidikan yang pertama yang
didapat oleh anak. Lingkungan pendidikan yang pertama membawa pengaruh terhadap
anak untuk melanjutkan pendidikan yang akan dialaminya di sekolah dan di
masyarakat, dengan kata lain bahwa peran keluarga adalah suatu kewajiban harus
diberikan kepada anaknya untuk membentuk kepribadian masalah bagi anaknya baik
lingkungan sekolah maupun diluar lingkungan sekolah.
“Motivasi pendidikan keluarga semata-mata demi cinta
kasih sayang, dimana di dalamnya terdapat suasana cinta inilah proses
pendidikan berlangsung seumur anak-anak itu dalam tanggung jawab orang tua/
keluarga”[1].
Mereka tidak hanya berkewajiban mendidik atau menyekolahkan anaknya ke sebuah
lembaga pendidikan. Akan tetapi mereka juga diamati Allah Swt. untuk menjadikan
anak-anaknya bertaqwa serta taat beribadah sesuai dengan ketentuan yang telah
diatur dalam Al-Qur’an dan Hadits.
Jadi, orang tua seharusnya tidak hanya menyerahkan
sepenuhnya pendidikan anak mereka kepada pihak lembaga pendidika atau sekolah,
akan tetapi mereka harus lebih memperhatikan pendidikan anak-anak mereka di
lingkungan keluarga mereka, karena keluarga merupakan faktor yang utama di
dalam proses pembentukan kepribadian sang anak.
“Orang tua merupakan pribadi yang sering ditiru
anak-anaknya, kalau prilaku orang tua baik. Dengan demikian keteladanan yang
baik merupakan salah satu kiat yang harus diterapkan dalam mendidik anak”[2].
Anak yang sholeh bukan hanya anak yang berdo’a untuk orang tuanya saja, akan
tetapi anak sholeh adalah anak yang berusaha secara maksimal melaksanakan
ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Untuk melaksanakan ajaran Islam,
seorang anak harus dilatih sejak dini dalam praktik pelaksanaan ajaran Islam
seperti : shalat, puasa, berjilbab bagi yang putri dll.
Dari sini jelas bahwa perkembangan kepribadian anak
bermula dari keluarga, dengan cara anak mengambil nilai-nilai yang ditanamkan
orang tua baik secara sadar maupun tidak sadar. bekitupun dengan pemakaian
jilbab bagi sang anak kalau tidak ada dorongan dari orang tua anak tersebut
akan sedih, maka peran keluargalah yang harus memberikan masukan, motivasi dan
bimbingan kepada anak. Orang tua memberikan masukan kepada anak –anaknya agar
kalau keluar rumah harus memakai jilbab, karena Islam menganjurkan sebaiknya
bagi perempuan harus memakai jilbab.
Pelaksanaan pendidikan agama dalam lingkungan keluarga
kaitannya dengan pembentukan akhlak adalah dengan melaksanakan pendidikan agama
yang disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak yang terdiri
dari perkembangan anak usia balita, usia sekolah dasar dan remaja. Bentuk
pelaksanaan pendidikan selain dengan memberikan secara teoritis tentang akhlak
juga harus disertai dengan contoh tauladan kepada anak oleh orangtua, maka
faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pendidikan agama dalam keluarga
terdiri dari faktor internal yaitu faktor yang berasal dari lingkungan keluarga
itu sendiri seperti kondisi keluarga yang harmonis atau tidak, tidak
berjalannya fungsi dan peran masing-masing anggota keluarga, baik ayah, ibu dan
anak, tingkat ekonomi keluarga yang rendah dan sebagainya. Sedangkan faktor
eksternal adalah “faktor yang berasal dari luar lingkungan keluarga yaitu
masyarakat, lingkungan sosial, dan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi
informasi dan komunikasi”[3].
Secara umum prinsip pendidikan mempunyai pengertian suatu
haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan.
Dihubungkan dengan pendidikan keluarga, strategi dapat diartikan sebagai
pola-pola kegiatan ayah-anak dalam perwujudan pendidikan agama untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.[4]
Fungsi
pendidikan Islam dalam membina keluarga merupakan suatu proses untuk membimbing
anak untuk menjadi orang yang berguna bagi agama, nusa dan bangsa. Oleh karena
itu, manusia membutuhkan pendidikan secara optimal agar mampu mencapai
kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Akan tetapi, kegiatan pengajaran
tersebut mempunyai prinsip tersendiri dalam usaha mencapai tujuan pengajaran.
Namun demikian, prinsip-prinsip pendidikan semua pendidikan sama saja, termasuk
terhadap prinsip pendidikan anak.
Hal
tersebut dikarenakan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang dengan sengaja
diciptakan. Orangtua yang menciptakan guna membelajarkan anak didik. Orangtua
yang mengajar dan anak didik yang belajar. Perpaduan dari kedua unsur manusiawi
ini lahirlah interaksi edukatif dengan memanfaatkan keluarga sebagai mediumnya.
Di sana semua bentuk pendidikan diperankan secara optimal guna mencapai tujuan
pengetahuan yang telah ditetapkan sebelum pengajaran dilaksanakan.
Sebagai
orangtua tentunya sudah menyadari apa yang sebaiknya dilakukan untuk mencapai
kondisi belajar mengajar yang dapat mengantarkan anak-anak kepada kebaikan. Di
sini tentu saja tugas orangtua berusaha menciptakan suasana yang menggairahkan
dan menyenangkan bagi anaknya.
Oleh
karena itu, memberikan pengetahuan agama bagi seorang anak menghendaki hadirnya
sejumlah prinsip pendidikan. Sebab belajar tidak selamanya memerlukan seorang
guru. Cukup banyak aktifitas yang dilakukan seseorang anak di luar dari
keterlibatan guru. Belajar di rumah cenderung menyendiri dan tidak terlalu
banyak mengharapkan bantuan dari orang lain, apalagi aktifitas itu berkenaan
dengan kegiatan membaca sebuah buku.
Sebenarnya
semua halnya yang menyangkut dengan memberikan pendidikan kepada anak pada
hakikatnya merupakan suatu proses, yaitu mengatur, mengorganisasi lingkungan
yang ada di sekitar anak-anak, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong
anak-anak melakukan belajar. Oleh karena itu, Nana Sudjana menerangkan bahwa
“pada tahap berikutnya mengajar adalah proses memberikan bimbingan/bantuan
kepada anak didik dalam melakukan proses belajar”.[5]
Oleh
karena itu, sebagai upaya pengaturan kegiatan belajar mengajar anak, maka Adi
Suardi sebagaimana yang dikutip oleh Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zein
menerangkan ciri-ciri pembelajaran sebagai berikut:
Pertama, pembelajaran memiliki tujuan, yaitu
untuk membentuk anak dalam suatu perkembangan tertentu. Kedua, ada suatu
prosedur (jalannya interaksi) yang direncanakan, didesain untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Ketiga, kegiatan pendidikan ditandai dengan
penggarapan metode yang khusus. Keempat, ditandai dengan aktifitas anak
sebagai konsekwensi, bahwa anak merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya
kegiatan belajar. Kelima, dDalam kegiatan belajar orangtua harus
berperan sebagai pembimbing. Keenam, dalam kegiatan belajar membutuhkan kedisiplinan.[6]
Melihat
realitas tersebut di atas, maka Zakiyah Daradjat merumuskan prinsip-prinsip
pendidikan anak sebagai berikut:
Pertama, Memelihara dan membesarkan anak. Inilah prinsip paling sederhana dan merupakan dorongan alami untuk
mempertahankan kelangsungan hidup manusia. Kedua, Melindungi dan menjamin kesamaan, baik jasmani maupun
rohani, dari berbagai penyakit dan dari penyelewengan kehidupan dan dari tujuan
hidup yang sesuai dengan falsafah hidup dan agama yang dianutnya. Ketiga,
Memberikan pengajaran dalam arti yang luas sehingga anak memperoleh peluang
untuk memiliki pengetahuan dan kecakapan seluas dan setinggi mungkin yang dapat
dicapainya. Keempat, Membahagiakan anak baik dunia maupun akhirat,
sesuai dengan pandangan dan tujuan hidup muslim.[7]
Dari
keterangan di atas, maka dapat digambarkan bahwa dalam menerapkan pendidikan
Islam juga harus menggunakan prinsip yang sama dengan pendidikan lainnya,
karena pada dasarnya para ahli pendidikan belum merumuskan prinsip yang khusus
untuk masing-masing model pendidikan. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan
pendidikan, maka digunakan prinsip pendidikan yang berlaku secara umum guna
tercapainya tujuan pendidikan tersebut.
Keluarga mempunyai peranan penting dalam pendidikan, baik dalam lingkungan
masyarakat Islam maupun non-Islam. Karena keluarga merupakan tempat pertumbuhan
anak yang pertama di mana dia mendapatkan pengaruh dari anggota-anggotanya pada
masa yang amat penting dan paling kritis dalam pendidikan anak, yaitu
tahun-tahun pertama dalam kehidupanya (usia pra-sekolah). Sebab pada masa
tersebut apa yang ditanamkan dalam diri anak akan sangat membekas, sehingga tak
mudah hilang atau berubah sudahnya.
Dari sini, keluarga mempunyai peranan besar dalam pembangunan masyarakat.
Karena keluarga merupakan batu pondasi bangunan masyarakat dan tempat pembinaan
pertama untuk mencetak dan mempersiapkan personil-personilnya.
[1]Djuju
Sujana, Peranan Keluarga dalam Lingkungan Masyarakat, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996), hal. 33.
[3]
Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan Pembangunan
Watak Bangsa, (Jakarta: Raja Grafindo persada, 2005), hal. 39.
[4] Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zein, Strategi
Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal. 5.
[5]Nana
Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Cet. II, (Bandung: Sinar
Baru, 1991), hal. 29.
0 Comments
Post a Comment